Perjalanan panjang membuat mereka kelaparan. Bella makan dengan lahap, menerima apapun yang Ellard sodorkan ke mulutnya. Saling menyuapi layaknya pasangan muda di mabuk asmara. Bella terkekeh saat Ellard berpura-pura menggigit jari Bella.
New Zealand sangat indah. Ah bukan New Zealand yang indah tapi kebersamaan mereka luarbiasa indah. Bella senang sekali bisa pergi berdua dengan Ellard setelah sekian lama. Hatinya berbunga-bunga sejak Ellard menyetujui ajakan berlibur. Dia hanya tidak tahu cara mengatakan.
"Mau anggur?"
"Kau tahu aku tidak bisa minum."
Tentu saja Ellard tahu. Ellard tahu Bella pasti akan kehilangan kesadaran layaknya orang mati jika sudah bersentuhan dengan alkohol. Tapi dia tetap menuang minuman itu ke gelas Bella.
"Aku bilang aku tidak akan minum."
"Aku hanya menuang. Minum atau tidak itu hak mu." Ellard mengedipkan mata saat mengangkat gelas mili
Percintaan hebat yang Bella kira hanyalah mimpi ternyata sebuah kenyataan, menggiring Bella segera menenggelamkan diri saja ke Antartika. Tengah malam, keheningan begitu kental memeluk diri. Bella terbangun dengan sakit di sekujur tubuh. Wanita itu menggeleng tidak percaya sudah menyerahkan bagian paling berharga dari dirinya pada Ellard. Suami Alura. Oh Tuhan, ini benar-benar sebuah perselingkuhan yang kejam. Tak terasa setetes air mata jatuh, Bella tergugu antara menyesal dan... Tidak tahu. Bella kalut, kepalanya pusing bukan kepalang. Bukan ini yang Bella mau. Sex sebelum menikah tidak pernah ada dalam kamus Bella. "Sudah bangun?" Ellard keluar dari kamar mandi langsung merengkuh tengkuknya untuk ciuman selamat pagi. Rupanya sekarang sudah memasuki waktu pagi. Langit masih gelap memang. Namun matahari mulai memancarkan sinar dari ufuk timur. Yang artinya Bella sudah tertidur lebih dari 12 jam sejak sore. "Kita akan kembali ke hotel se
Mark baru saja selesai olahraga pagi saat Murni-ibu Bella berdiri di depan pintu apartemennya. Murni menunggu Mark. Senyum ramah terbit dari bibir pucatnya saat menyentuh lengan Mark. Kegundahan jelas terlihat di mata wanita rentah itu."Ibu." Panggil Mark masih tidak percaya Murni menemuinya. Sorot sayu serta kerjapan lemah membuat Mark khawatir. "Bukankah ibu sedang sakit? Kenapa ke sini?"Kemudian memasukan beberapa angka keamanan dan membawa Murni ke dalamnya. Murni duduk di sofa sementara Mark mengambilkan air putih karena wanita itu tampak seperti kehausan."Tadi ibu nak ojek online." Kata Murni membuka percakapan, "jaman sudah sangat maju sehingga apa-apa harus melalui digital. Kami yang sudah tua ini cukup kesusahan." Lanjutnya terkekeh yang kini di ikuti Mark."Minum dulu."Segelas air putih Mark berikan. "Lift sedang rusak. Ibu pasti sangat kelelahan harus menaiki tangga darurat.""Tidak juga. Sekalian olahraga, kalau bukan karena
Malam ini, sebuah pernikahan mewah digelar meriah. Mengusung tema pernikahan ala American clasic benar-benar menakjubkan. Ribuan kamera berancang-ancang diposisi masing-masing, tentu tidak ingin melewatkan momen berharga barang sedetikpun. Rekan-rekan aktor sampai para pelawak tanah air turut memeriahkan acara. Ellard bahkan bermurah hati membiarkan para penggemar hadir, menjadi saksi hari bersejarah dirinya dengan kekasih. Alhasil tamu yang datang meluap sampai halaman depan. Alunan music romantic dimainkan menggetarkan hati. Kelopak bunga bertabur mengiringi langkah demi langkah menuju altar. Ellard menggandeng calon isterinya dengan senyum mengembang dibibir, melambaikan tangan menyapa tamu dengan ramah. Semua orang ikut bahagia menyaksikan bagaimana pasangan serasi itu saling melempar senyum malu-malu, terlihat menggemaskan disetiap mata memandang. Ellard mengelus tangan Alura yang mengande
"disini kau rupanya." Suara berat Ellard menginterupsi Bella dan Mark hingga mau tak mau harus saling melepaskan diri. Ellard berusaha menunjukkan reaksi santai dengan kedua tangan bersarang disaku. Rambutnya terbelah dua, meski tidak se-rapi tadi, tapi harus Bella akui warna platinum silver sangat cocok dengannya. Ellard terlihat sangat tampan, dengan semua yang ada dalam dirinya. Bentuk dan tinggi badan yang sempurna, hingga wajah tampan bak titisan dewa Yunani menjadikan Ellard lebih pantas disebut malaikat ketimbang manusia. "Selamat atas pernikahanmu." Tidak buruk, Bella memuji kemampuannya dalam mencari sapaan pembuka. Harusnya Ellard juga mengapresiasi hal tersebut. Namun entah apa yang ada di kepala lelaki itu sehingga Bella terpaksa harus menyimpan tangannya kemb
"Alura sudah tidur?" Waktu menunjukan pukul 23:00, Ellard baru saja menyelesaikan acara meeting bersama pihak Ceci magazine terkait kontrak dan pemotretan lanjutan mereka di Bali. Deril membersamai dengan setia, menyampaikan segala sesuatu yang Ellard inginkan. Untuk kemudian mendapat kesimpulan akhir dan tanda tangan kesepakatan. Semua berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun. "Sudah Tuan." Ellard mendesah lega, malam ini adalah malam ketiga setelah pernikahannya bersama Alura. Pulang saat Alura sudah tertidur lalu pergi lagi saat Alura belum bangun. Sekejam itu ia menghindari isterinya. Mau bagaimana lagi, ia hanya tidak ingin menyakiti Bella dengan menaruh perhatian pada wanita lain, meski itu istrinya sendiri. Ellard mengendap masuk kekamar, pelan-pelan menarik engsel pintu dengan harapan Alura tidak terbangun. "Baru pulang?"
Menganga tidak percaya, Bella takjub dengan interior mewah unit apartemen milik Ellard. Setelah tebak-tebakan akan kemana Ellard membawanya pergi akhirnya ditempat inilah unjungnya. Bella mengulum senyumnya, tangannya masih bertaut mesra dengan Ellard berjalan lebih dulu. "Kau suka?" Tentu saja. Bella mengangguk, lampu-lampu ruangan terlihat menakjubkan dengan warna-warna soft tepat seperti seleranya. "Satu unit apartemen untukmu." "Untuk ku?" Ellard tidak mungkin bercanda kan? "Iya, untuk wanita cantik bernama Bella Nayaka." Ellard menggodanya lagi, lalu apa yang bisa Bella lakukan selain tersipu dengan pipi memerah. "Hadiah ulang tahun yang tertunda." Ellard mencebik mengejek dirinya sendiri. Ulang tahun Bella yang ke dua puluh tujuh, dua bulan lalu. Hari berharga sang kekasih yang tidak sempat
Ellard hanya mengetukkan jemari keatas meja. Ia kesal karena tidak ada satu pesan masuk selain dari Bahri yang mengatakan Bella menolak ikut mobilnya.Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi wanita itu tapi beberapa menit lalu tidak lagi bisa tersambung karena Bella mematikan ponselnya."Oh ayolah Bella."Ellard tentu tidak bisa berdiam diri, lantas memutuskan menjemput sendiri Bella ke kantor. Persetan dengan paparazzi, Ellard hanya tidak ingin Bella tiba-tiba menolak tinggal bersamanya."Mau kemana?"Namun keberuntungan bukan miliknya kali ini. Kemunculan Deril yang tiba-tiba, memaksa langkah Ellard terhenti."20 menit lagi, ada meeting dengan pihak produser." Deril mengingatkan dengan amat sangat menyebalkan, "kurasa kau tidak lupa."Ellard sudah muak sekali rasanya, tapi ia juga tidak bisa menolak. Lantas Ellard dar
Sejak pulang sore tadi hingga sekarang pukul sepuluh malam, Bella hanya berbaring dan tidak berniat tidur seperti yang ia katakan pada Ellard. Hubungan yang mereka jalani bukan sesuatu yang baik. Bella tahu, sangat tahu. Namun bagaimana ia harus mengatakannya, kalau cinta yang Bella miliki untuk Ellard tidak pernah pudar. Mengetahui Ellard tergoda akan wanita lain, membuat Bella tidak mampu memikirkan apapun selain mencari cara merebut kembali hati sang kekasih. Ellard hanya miliknya, selamanya miliknya. Maka jangan salahkan Bella jika ia akan menggunakan cara yang sama untuk merebut Ellard kembali. Bella meneguk ludahnya, matanya terpejam meredam arah pikirannya yang mulai tak terkendali. Kemudian bangun dengan cepat untuk melihat lelaki yang sudah ia acuhkan tadi. Lampu-lampu sudah dimatikan, entah kenapa Bella menjadi gugup sendiri. Melangkah pelan mencari keberadaan sang kekasih y