Malam ini, sebuah pernikahan mewah digelar meriah. Mengusung tema pernikahan ala American clasic benar-benar menakjubkan. Ribuan kamera berancang-ancang diposisi masing-masing, tentu tidak ingin melewatkan momen berharga barang sedetikpun. Rekan-rekan aktor sampai para pelawak tanah air turut memeriahkan acara.
Ellard bahkan bermurah hati membiarkan para penggemar hadir, menjadi saksi hari bersejarah dirinya dengan kekasih.
Alhasil tamu yang datang meluap sampai halaman depan.
Alunan music romantic dimainkan menggetarkan hati. Kelopak bunga bertabur mengiringi langkah demi langkah menuju altar.
Ellard menggandeng calon isterinya dengan senyum mengembang dibibir, melambaikan tangan menyapa tamu dengan ramah. Semua orang ikut bahagia menyaksikan bagaimana pasangan serasi itu saling melempar senyum malu-malu, terlihat menggemaskan disetiap mata memandang. Ellard mengelus tangan Alura yang mengandeng lengannya, ketegangan jelas Ellard rasakan saat mata mereka bersitatap.
"Kau gugup?"
Perhatian kecil ia lemparkan pada Alura yang dibalas anggukan kecil ragu-ragu. Ellard pun tersenyum sibuk mengurusi detak jantungnya yang mulai ugal-ugalan.
Gugup yang Ellard rasakan tentu berbeda dengan Alura. Sesuatu yang orang tidak tahu sedang berkecamuk dalam dirinya. Dari awal Ellard memasuki ruangan ia sudah melihat wanita berambut pirang dengan kacamata hitam mengendap masuk diantara penggemarnya.
Takut bercampur senang mungkin itu yang ia rasakan. Ellard memang memaksa Bella untuk datang ke pernikahan nya hari ini, tapi demi Tuhan ia tidak pernah menyangka wanita itu benar-benar akan datang, setelah semua yang ia lakukan.
Ellard mengulum senyumnya tahu-tahu sudah tiba diatas altar. Menghadap semua tamu kemudian membungkuk 90 Drajat memberi penghormatan.
"Sebelum pernikahan ini dilanjutkan, saya terlebih dahulu ingin bertanya kepada para saksi yang terhormat, apakah ada diantara kalian yang kerberatan dengan pernikahan ini?"
Ellard muak dengan suasana ini, semua orang mulai berbisik, mengantisipasi karena sesuatu mungkin saja terjadi. Mengingat dirinya yang memang bukan orang biasa.
Bella tersenyum tipis, melihat dirinya yang begitu dibenci semua orang.
"Jalang sialan bernama Bella itu benar-benar tidak tahu diri kalau sampai berani mengacaukan acara ini." Tiba-tiba wanita didepan Bella berbisik dengan temannya, "dengan wajahnya yang huhhh jelek itu, aku yakin dia tidak cukup berani bersaing dengan Alura." Setelah itu mereka tertawa, mengejek orang yang jelas-jelas berdiri tepat dibelakang mereka sendiri.
Bella menjatuhkan padangan kelantai pun kepalanya tak mampu berdiri dengan tegak. Pembicaraan itu memaksa jatuh mental Bella yang mati-matian ia pertahanan. Kesalahan terbesar Bella laksanakan hari ini.
Demi Tuhan Bella tidak pernah berpikiran untuk membalaskan dendamnya dengan melakukan hal yang sama. Dituduh seperti itu membuat ia seketika memikirkan hal keji, bagaimana jika Bella benar-benar berdiri tegak diantara Ellard dan Alura. Berpura-pura gila pun bisa ia lakukan, mengancam semua orang dengan mengatakan dirinya membawa bom atom untuk kemudian ia ledakan diatas kepala Ellard. Dan lihat bagaimana ruang sesak ini akan menjadi kosong melompong.
Senyum jahat terbit dari bibirnya, namun Bella tentu tidak sebodoh itu. Setidaknya untuk sekarang, otaknya masih bisa bekerja dengan baik. Daripada melakukan hal yang membuat harga dirinya jatuh Bella lebih memilih untuk pergi.
"Dihadapan Tuhan-"
Yang mana Bella urungkan saat terdengar Ellard membacakan janji pernikahannya dengan lantang.
"Saya Ellard Wiliam dengan niat yang suci dan ikhlas hati memilihmu Alura Rinjani menjadi isteri saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, diwaktu sehat dan sakit, dengan kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku."
Prosesi berjalan khidmat, Alura mengikrarkan janjinya tepat setelah Ellard, kemudian pendeta menyatakan pernikahan mereka sah dihadapan Tuhan. Lalu mempersilahkan pasangan suami-istri itu untuk berciuman.
Dari kejauhan Bella dapat melihat bagaimana manisnya senyum Ellard sebelum meraih tenguk Alura, mencium mesra bibirnya. Bersamaan dengan itu, air mata jatuh membasahi pipi Bella. Sorakan riang disertai tepukan tangan mencubit perasaan.
"Jangan menangis."
Seolah tersadar, Bella menghapus air mata yang mungkin jatuh ditanpa terasa. Dia membalik kan tubuh tanpa perhitungan sampai ketika mereka berhadapan, mata teduh milik Mark langsung ia dapatkan.
"Mark?"
"Kau benar-benar datang ternyata."
Bella tersenyum tipis hampir tak terlihat, "aku hanya penasaran dengan konsep acaranya."
Alih-alih mengiyakan mark malah tampak mencebikan bibirnya. Lelaki itu jelas sedang mengejek kebodohannya, tapi Bella abai.
"Harusnya kau datang bersama ku."
"Lalu mendapatkan kecemburuan dari kekasihmu?" Sindir Bella telak membuat Mark menjadi gagu seketika, lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "yahh setidaknya kalau kau memberitahuku, aku bisa mengusahakan agar tidak datang bersama Yeri dulu kali ini."
"Memang nya bisa?"
"Bisa lah. Apapun demi sahabat tercinta." Mark menyengir ceria
"Minggu lalu saja kau habis dimarahi ayahmu gara-gara tidak menjemput Yeri dari sekolah. Ish dia benar-benar berhasil menjadikanmu babu--"
"BELLA!!"
Mark kelepasan, Bella tersentak tapi tak mengurangi kesadarannya untuk menarik keluar Mark dari kerumunan. wanita pirang disebelah Bella sempat mengeryit, satu detik saja bisa-bisa Bella pulang dengan kaki tangan patah.
Darah terasa mengalir lebih cepat seiring dengan detak jantungnya asik berdisco ria. Bella ingin mengehabisi Mark saja rasanya.
Sementara Mark masih sempat terkekeh geli, seolah itu bukanlah masalah. Bella menggerutu, tidak tahu saja dia bagaimana kejamnya penggemar fanatik Ellard-alura. Bella bahkan sempat dikutuk habis-habisan karena dianggap menjadi penghalang hubungan Ellard dan Alura.
"Mark, kau hampir saja membunuhku dengan berteriak seperti itu tadi." Sunggutnya menghentikan langkah mereka tepat didepan toilet pria.
"Oke. Maaf, aku kelepasan." Mark menyengir menampilkan giginya yang rapi seolah tidak merasa bersalah. "Kalau sampai ada yang sadar aku disini. Bisa habis aku."
"Lagian kenapa pula kau datang ujuk-ujuk kesini? Mau mengantarkan nyawa?" Mark tertawa melihat keseluruhan penampilan Bella, "ini lagi nyamar ceritanya?"
"Terserah!"
Mark terkekeh, Bella menggunakan wig berwarna mencolok. Persis seperti badut Ancol dimata Mark, "Niatmu perlu diacungi jempol." katanya serentak dengan kedua ibu jarinya yang mengacung untuk Bella, "Kalau aku sedang tidak menggunakan sepatu sudah kuberikan juga dua jempol kaki ku untukmu."
Kelakar lawas, Bella sama sekali tidak menganggap itu lucu. Wanita itu lebih memilih menyandarkan punggungnya ke tembok. Menatap langit-langit, yang entah kenapa membuat hatinya kian sesak.
"Aku bodoh sekali ya, Mark?"
Matanya berlinang, tapi sebisa mungkin ia tahan agar tidak menangis.
"Dia yang menyuruh ku untuk datang kesini, kalau kau ingin tahu."
Mark tidak menjawab. Ikut bersandar bersama Bella. Kedua tangannya ia masukan kesaku celana, siap mendengarkan apa saja keluhan wanita itu.
"Bahkan aku juga bingung, setelah semua yang terjadi--aku tetap tidak bisa membencinya Mark-"
Tangis Bella pecah setelahnya, meluapkan semua yang ia tahan selama ini. Bella wanita yang kuat, tidak pernah sekalipun Mark melihat nya menangis sepilu ini. Namun sekarang ia paham jika wanita ini sedang mengalami kesakitan yang amat sangat. Mark menjadi tidak tahan untuk tidak merengkuh Bella kedalam pelukannya. Menepuk punggungnya lembut demi memberikan ketenangan.
"Lalu apa rencanamu selanjutnya? Kau ingin menemuinya setelah ini?"
Bella menggelengkan kepala lemah, masih terisak walau terbungkam dada Mark. "Aku tidak tahu."
"Jangan menangis."
Suara Mark ikut-ikutan serak, sehingga Bella menjadi Malu sendiri. Seperti tersadar tindakannya kali ini menjadi beban bagi orang lain.
"Bawa aku pulang, Mark."
***
Ellard tetap menggandeng mesra Alura, menyalami tamu-tamu yang terus berdatangan. Senyuman lebar ia tampilkan tidak pernah luntur yang mana diejek habis-habisan oleh dasi kupu-kupu yang masih bertengger rapi mengikat kerah kemeja.
Seorang aktor memang harus pandai bersandiwara, bukan?
"Sayang?"
Langkah mereka terhenti otomatis, Ellard menaikan alisnya, bertanya melalui itu.
Pelukan erat Alura pada lengannya Ellard dapatkan sebagai jawaban, yang mana Ellard tatap mata istrinya yang terlihat sayu "Aku lelah, tidak bisakah acaranya diselesaikan dengan cepat?"
"Tidak sayang. Akan sangat tidak sopan jika kita menghentikan acara-nya tiba-tiba."
"Tapi aku mual. Kaki ku pegal. Kalau tidak mau, biarkan aku pergi duluan. Aku ingin istirahat." Alura mengeluh manja pada Ellard yang masih enggan meninggalkan acara. Wanita itu mendengus kesal, melepasakan Ellard lalu pergi begitu saja.
"Sayang?!"
"Alura."
Pangilannya diabaikan, tak membuat Ellard berniat mengejar Alura. lelaki itu hanya mengedikan bahu. Alura sedang hamil muda, jadi wajar jika moodnya sering dalam kondisi tidak baik.
Ellard memahami hal itu, berusaha melenturkan bibirnya kembali agar bisa tersenyum lebih natural.
"Ellard William."
"Rangga Pratama."
Ellard terkekeh menyambut sang sahabat yang langsung menjabat tangannya.
"Selamat atas pernikahanmu, Dude." Ucapnya bangga, "aku benar-benar tidak menyangka kau akan berjodoh dengan lawan mainmu sendiri."
Bukan hanya Rangga, Ellard pun tidak menyangka.
"Ya begitulah." Balas Ellard tidak mengurangi intensitas senyumnya.
"Terimakasih ya sudah turut hadir di pernikahanku."
"Eyss bicara apa kau ini? Aku sahabatmu sudah sewajarnya memberikan dukungan untukmu." Rangga menepuk pundak Ellard, "Tapi maaf, sebenarnya aku sangat menyayangkan hal ini, aku tidak bisa membersamaimu lebih lama, Ellard." Kelakar Rangga berpura-pura melihat jam tangannya "aku harus menemani istriku kerumah sakit." Lanjutnya setengah berbisik.
Ellard mengidikan bahu tanda tak punya hak menahan Rangga lebih lama, istri Rangga tengah hamil besar dan kalau tidak salah Rangga pernah mengatakan kalau Minggu-minggu ini istrinya akan segera melahirkan.
"Kau memang pandai mencari alasan." Rangga tertawa mendengarnya,
"Sana! Pergilah! Sampaikan salamku dengan Elena." Usir Ellard sedikit mendorong bahu Rangga.
"Tentu. Ah padahal dia ingin sekali melihat mu menikah, tapi sudahlah--" setelahnya hanya punggung lebar Rangga yang bisa Ellard lihat. Lelaki itu tampak berlari kecil. Tanpa sadar hati Ellard menghangat, tarikan dibibirnya menjelaskan kalau Ellard iri melihat kebahagiaan sang kawan.
Yang ia tendang jauh-jauh perasaan itu demi kelangsungan hidupnya.
Lelaki itu kembali mengedarkan pandangan, lagi-lagi hatinya seperti dihujani beribu bunga. Para penggemar masih setia berdiri dihalaman depan. Menunjukan cinta mereka, dengan ucapan-ucapan selamat yang mereka buat sendiri melalui tulisan.
"Ellard-Alura Forever!"
"Teruslah bahagia Ellard William! We love you!!"
Hampir saja Ellard menitikan air mata. Bagaimana bisa begitu banyak orang mencintai lelaki brengsek seperti dia. Ellard semakin melebarkan senyumnya melambaikan tangan, memberikan ucapan terimakasih melalui isyarat.
Tindakan itu tak ayal mendapat sautan luar biasa dari fans. Mereka meneriakkan nama Ellard berkali-kali.
Ellard membungkuk menghormati orang-orang yang tulus mendukungnya. Berpamitan untuk meninggalkan tempat itu, yang langsung diiyakan begitu saja oleh mereka.
Langkah Ellard lagi-lagi ia lanjutkan, menuju toilet untuk sekedar mencuci muka. Matanya sudah terasa berat karena lelah.
Namun di detik selanjutnya mata Ellard seolah dibuat benar-benar terbuka saat melihat sesuatu yang tidak ia suka terjadi didepan matanya. Lelaki itu menggertakan giginya, ia marah tapi ia tahan. Ellard menyandarkan punggungnya ke tembok dengan arogan, lalu berdeham keras.
"Disini kau rupanya."
***
"disini kau rupanya." Suara berat Ellard menginterupsi Bella dan Mark hingga mau tak mau harus saling melepaskan diri. Ellard berusaha menunjukkan reaksi santai dengan kedua tangan bersarang disaku. Rambutnya terbelah dua, meski tidak se-rapi tadi, tapi harus Bella akui warna platinum silver sangat cocok dengannya. Ellard terlihat sangat tampan, dengan semua yang ada dalam dirinya. Bentuk dan tinggi badan yang sempurna, hingga wajah tampan bak titisan dewa Yunani menjadikan Ellard lebih pantas disebut malaikat ketimbang manusia. "Selamat atas pernikahanmu." Tidak buruk, Bella memuji kemampuannya dalam mencari sapaan pembuka. Harusnya Ellard juga mengapresiasi hal tersebut. Namun entah apa yang ada di kepala lelaki itu sehingga Bella terpaksa harus menyimpan tangannya kemb
"Alura sudah tidur?" Waktu menunjukan pukul 23:00, Ellard baru saja menyelesaikan acara meeting bersama pihak Ceci magazine terkait kontrak dan pemotretan lanjutan mereka di Bali. Deril membersamai dengan setia, menyampaikan segala sesuatu yang Ellard inginkan. Untuk kemudian mendapat kesimpulan akhir dan tanda tangan kesepakatan. Semua berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun. "Sudah Tuan." Ellard mendesah lega, malam ini adalah malam ketiga setelah pernikahannya bersama Alura. Pulang saat Alura sudah tertidur lalu pergi lagi saat Alura belum bangun. Sekejam itu ia menghindari isterinya. Mau bagaimana lagi, ia hanya tidak ingin menyakiti Bella dengan menaruh perhatian pada wanita lain, meski itu istrinya sendiri. Ellard mengendap masuk kekamar, pelan-pelan menarik engsel pintu dengan harapan Alura tidak terbangun. "Baru pulang?"
Menganga tidak percaya, Bella takjub dengan interior mewah unit apartemen milik Ellard. Setelah tebak-tebakan akan kemana Ellard membawanya pergi akhirnya ditempat inilah unjungnya. Bella mengulum senyumnya, tangannya masih bertaut mesra dengan Ellard berjalan lebih dulu. "Kau suka?" Tentu saja. Bella mengangguk, lampu-lampu ruangan terlihat menakjubkan dengan warna-warna soft tepat seperti seleranya. "Satu unit apartemen untukmu." "Untuk ku?" Ellard tidak mungkin bercanda kan? "Iya, untuk wanita cantik bernama Bella Nayaka." Ellard menggodanya lagi, lalu apa yang bisa Bella lakukan selain tersipu dengan pipi memerah. "Hadiah ulang tahun yang tertunda." Ellard mencebik mengejek dirinya sendiri. Ulang tahun Bella yang ke dua puluh tujuh, dua bulan lalu. Hari berharga sang kekasih yang tidak sempat
Ellard hanya mengetukkan jemari keatas meja. Ia kesal karena tidak ada satu pesan masuk selain dari Bahri yang mengatakan Bella menolak ikut mobilnya.Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi wanita itu tapi beberapa menit lalu tidak lagi bisa tersambung karena Bella mematikan ponselnya."Oh ayolah Bella."Ellard tentu tidak bisa berdiam diri, lantas memutuskan menjemput sendiri Bella ke kantor. Persetan dengan paparazzi, Ellard hanya tidak ingin Bella tiba-tiba menolak tinggal bersamanya."Mau kemana?"Namun keberuntungan bukan miliknya kali ini. Kemunculan Deril yang tiba-tiba, memaksa langkah Ellard terhenti."20 menit lagi, ada meeting dengan pihak produser." Deril mengingatkan dengan amat sangat menyebalkan, "kurasa kau tidak lupa."Ellard sudah muak sekali rasanya, tapi ia juga tidak bisa menolak. Lantas Ellard dar
Sejak pulang sore tadi hingga sekarang pukul sepuluh malam, Bella hanya berbaring dan tidak berniat tidur seperti yang ia katakan pada Ellard. Hubungan yang mereka jalani bukan sesuatu yang baik. Bella tahu, sangat tahu. Namun bagaimana ia harus mengatakannya, kalau cinta yang Bella miliki untuk Ellard tidak pernah pudar. Mengetahui Ellard tergoda akan wanita lain, membuat Bella tidak mampu memikirkan apapun selain mencari cara merebut kembali hati sang kekasih. Ellard hanya miliknya, selamanya miliknya. Maka jangan salahkan Bella jika ia akan menggunakan cara yang sama untuk merebut Ellard kembali. Bella meneguk ludahnya, matanya terpejam meredam arah pikirannya yang mulai tak terkendali. Kemudian bangun dengan cepat untuk melihat lelaki yang sudah ia acuhkan tadi. Lampu-lampu sudah dimatikan, entah kenapa Bella menjadi gugup sendiri. Melangkah pelan mencari keberadaan sang kekasih y
Paginya, Bella benar-benar pergi ke supermarket terdekat. Ia perlu memastikan kulkas terisi dengan baik agar kejadian semalam tidak terulang lagi. Mendorong keranjang belanjaan yang masih kosong, Bella memilah beberapa buah juga sayur. Tidak lupa makanan instan jika sewaktu-waktu mereka lapar disaat genting. "Bella?" Bella menoleh dan ternyata Alura sedang berbelanja juga. Wanita itu tersenyum padanya membuat Bella ingin menerkamnya saat itu juga. "Ah ternyata benar. Aku sudah memperhatikanmu sejak kau berada di deretan daging tadi." Ujar Alura seolah mereka adalah teman lama. Sama sekali tidak ingin terlihat terganggu, Bella melanjutkan kegiatannya mengisi keranjang belanjaan sesuai list yang sudah ia buat sebelum berangkat. "Wahh sepertinya kau sedang belanja bulanan, ya?" Wanita itu tertawa kecil, ikut mendorong keranjang nya saat Bella mengabaikannya dengan
Milik Ellard yang berdiri tegak membuat Bella meringis. Kedua telapak tangannya bergerak sendiri menutupi wajah. "Hei... Tidak apa-apa." Bisik Ellard, tangannya menarik tangan Bella agar mau saling bertatapan. Matanya yang teduh namun penuh dominasi memikat Bella, mau tak mau membuatnya tunduk dalam kuasa Ellard. Jantung Bella berdegup kencang, apalagi saat senyum lembut, Ellard kembangkan serasa akan segera meleburkan hati. Bella hilang akal, bagai kerbau dicucuk hidungnya. Membiarkan kakinya dibuka lebar. Ellard mengambil posisi diantara kedua pahanya. Menggusak kewanitaan Bella dengan miliknya, pelan-pelan menekan pinggulnya sampai Bella harus menahan napas karena rasanya yang semakin tidak masuk akal. Hingga sentakan kuat Ellard memaksa kedua matanya terbuka lebar. Napas Bella berhembus keras, saat itulah Bella tahu bahwa ia hanya sedang bermimpi. Mimpi erotis yang sebelumnya tida
Diam-diam Bella menangis dalam kamar mandi. Berpura-pura baik-baik saja ternyata menghancurkan dirinya dari dalam. Bella merasakan sakit yang amat sangat namun berusaha mengesampingkan itu demi mempertahankan ego. Dari dulu hingga sekarang Bella selalu bisa mempertahankan kestabilan diri, tidak ingin terlihat lemah didepan siapapun termasuk Ellard. Bella selalu mampu melakukan apapun sendiri, jadi dia tidak perlu siapapun untuk membuatnya bisa berdiri. Dan karena itu pula Ellard mengkhianati nya kan? Oh tolong jangan ingatkan lagi. Bella akan memperbaiki semua itu. Menyelesaikan mandinya dengan cepat karena sadar waktu berjalan tanpa memikirkan perasaan. Bella keluar tahu-tahu Ellard berdiri didepan pintu kamar mandi membuat ia sedikit terkejut. "Ada apa?" Tanyanya heran. Ellard menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak ada." Lelaki itu kemudian memutar tubuhnya keluar kamar. Bella hanya