"Alura sudah tidur?"
Waktu menunjukan pukul 23:00, Ellard baru saja menyelesaikan acara meeting bersama pihak Ceci magazine terkait kontrak dan pemotretan lanjutan mereka di Bali. Deril membersamai dengan setia, menyampaikan segala sesuatu yang Ellard inginkan. Untuk kemudian mendapat kesimpulan akhir dan tanda tangan kesepakatan.
Semua berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun.
"Sudah Tuan."
Ellard mendesah lega, malam ini adalah malam ketiga setelah pernikahannya bersama Alura.
Pulang saat Alura sudah tertidur lalu pergi lagi saat Alura belum bangun. Sekejam itu ia menghindari isterinya. Mau bagaimana lagi, ia hanya tidak ingin menyakiti Bella dengan menaruh perhatian pada wanita lain, meski itu istrinya sendiri.
Ellard mengendap masuk kekamar, pelan-pelan menarik engsel pintu dengan harapan Alura tidak terbangun.
"Baru pulang?"
"Astaga!"
Tubuhnya tersentak kebelakang, Alura belum tidur. Terlihat segar dengan matanya yang menggerling nakal.
"Kau semakin sibuk saja setelah menikah." rajuknya yang Ellard perhatikan ekspresi merengut itu dibuat agak berlebihan.
Tak mendapat reaksi apapun, Alura seakan gemas sendiri lalu menyingkap selimut putih yang menutupi tubuhnya dengan elegan, yang saat itulah Ellard mengetahui Alura sekarang sedang menggunakan lingerie dibalik cardigan tipis berwarna pink bunga-bunga.
Alura tampak seksi dengan lingerie hitam bertali spaghetti, serta jaring-jaring tipis yang bahkan tidak menutupi apapun kecuali putting payudara dan bagian bawahnya. Bibir alura yang merah terlihat sangat kontras dengan kulit wajahnya yang putih mulus.
Ellard bukanlah lelaki polos, tahu betul jika Alura sedang berniat menggoda dirinya dengan pakaian-pakaian itu.
"Jangan membuatku menunggu Ellard, kemarilah." Suara Alura dibuat mendesah membuka kedua tangannya dengan maksud Ellard segera memeluk tubuhnya.
"Aku belum mandi, Alura." Yang naasnya ditolak saat itu juga.
***
Air hangat mengguyur tubuh atletis Ellard. Membasahi rambut hingga kaki, otot-otot tubuhnya seolah kembali tersatukan saat ia renggangkan yang mana tulang-tulang itu serasa gemeretak namun melegakan.
Aroma Citrus menguar memenuhi kamar mandi terasa menyegarkan kala masuk ke indera penciuman.
Beberapa lilin aroma terapi tidak pernah Ellard lupakan, aromanya yang menenangkan mampu merelaksasi kan jiwa yang lelah.
Mata Ellard terpejam entah sejak kapan, menikmati saat-saat lelehan air membelai lembut keseluruhan tubuhnya. Terasa seperti sentuhan tangan-tangan manis sang bidadari, Ellard menikmati nya.
"Mmm."
Detik demi detik berjalan menyenangkan, sentuhan yang Ellard terima nyaris nyata terasa. Belaian lembut, turun dari dada ke perut, disambut girang Otot-otot sekitar sana tertarik begitu kencang ketika ia menghirup napas demi kelancaran siklus diparu-paru, desahan terang-terangan ia alunkan menjelaskan bagaimana ia menyukai ini.
"Kau suka?"
Ellard mengangguk tanpa dosa, detak jantungnya terdengar ugal-ugalan. Kepala Ellard semakin tak berisi, tubuhnya melayang tanpa kendali yang memadai.
Aliran darah ikut ambil bagian, kini bergerak lebih cepat dan panas, nyaris meledakkan jantung dan kepala Ellard secara bersamaan.
Kecupan-kecupan lembut membuai Ellard yang lupa diri. Hingga tangan lembut itu perlahan menyentuh pusat gairahnya.
Alura menyeringai senang, kepunyaan Ellard sudah berdiri dibawah sentuhannya. Mengusapnya lembut agar Ellard tidak terlalu terkejut.
Benar saja mata Ellard tetap terpejam dengan geraman seksi terdengar jantan.
Bahkan saat Alura memutar tubuh Ellard, lelaki itu menurut tanpa protes. Membiarkan pusat tubuhnya dieksploitasi lebih jauh. Sampai terasa kecupan lembut mendarat disana. Terasa hangat dan basah secara bersamaan. Ellard jadi penasaran bagaimana jadinya jika miliknya masuk kedalam mulut mungil itu, mengurut nikmat miliknya hingga orgasme.
"Ahh."
Yang ternyata dikabulkan cuma-cuma. Alura memasukan kejantanan Ellard kemulutnya, mengulumnya lembut hingga Ellard mendesah keras-keras.
Ellard menyerah, menarik tubuh ramping Alura berdiri melepaskan kejantanannya yang nyaris mengeluarkan cairan kenikmatan. Tatapan Ellard tahu-tahu menjadi sayu, berhadapan dengan Alura yang kini tersenyum menang karena telah berhasil membangunkan singa tidur dalam diri suaminya.
"Kau benar-benar ingin menggodaku rupanya."
Ellard sudah dibutakan oleh gairah, geraman tertahan terdengar sesaat sebelum ia tekan tubuh Alura Kedinding. Akal sehat yang selama ini Ellard pertahanan mati-matian ia kesampingkan demi kenikmatan dunia yang Alura tawarkan.
Lumatan-lumatan kuat ia lancarkan membuat Alura menggeliat, hingga saat nya Ellard membalikan tubuh Alura menghadap dinding tanpa perhitungan, kening Alura terpentok disana entah bagaimana rasanya yang jelas Ellard masih dapat melihat senyum Alura yang seperti lebih lebar dari sebelumnya.
"Lebarkan kakimu, Alura."
"Ellard ahh-"
Ellard menyeringai, menekan kuat-kuat dirinya didalam Alura,
"Ini yang kau mau kan?"
Satu, dua, tiga dorongan kuat meluluhlantakkan perasaan Alura. Tubuhnya terhentak tidak Karun sampai-sampai tangannya meraba mencari pegangan untuk bisa bertahan dibawah kuasa Ellard yang bahkan tak memberinya kesempatan untuk bernapas.
"Ellard pelan ku mohon--"
Waktu berjalan dengan cepat, semua terjadi begitu saja. Pergumulan panas mereka berakhir diatas ranjang.
Baik Ellard maupun Alura, napas masih terengah tubuh pun masih menyatu. Baru saja Ellard menyelesaikan orgasmenya yang luar biasa, mendekap erat tubuh Alura yang belum juga sanggup ia kurangi intensitasnya. Getaran didalam sana masih jelas terasa, sesekali masih Ellard gerakan kejantanannya yang terus saja mengeluarkan cairan kenikmatan.
"Jangan tinggalkan aku terus." Ujar Alura memulai pembicaraan.
Ellard menarik lepas kejantanannya yang sudah puas memasuki Alura, kemudian membaringkan diri disebelah Alura yang kini memeluk mesra tubuhnya.
"Aku harus bekerja Alura, menemanimu seharian tidak membuatku mendapat uang."
Setelahnya Ellard tidak tahu lagi Alura membicarakan apa. Lelaki itu menatap langit-langit, membiarkan pikirannya menjelajah entah kemana. Disaat seperti ini malah nama Bella terlintas dalam benaknya.
Bella wanita baik-baik, tega-teganya Ellard menghancurkan ekspektasi Bella terhadap dirinya dengan menikahi alura. Ellard tahu-tahu mendesah kasar. Ia terlalu bodoh untuk membuat wanitanya bahagia.
***
Sampai kini dalam perjalanan, Ellard masih saja merutuki kebodohannya yang dengan gampangnya tergoda rayuan Alura hingga melakukan percintaan panas dikamar mandi.
Ellard memijit pangkal hidungnya hingga memerah, ia menghianati Bella dalam keadaan sadar.
Walau sebenarnya dia sudah menghianati wanita itu sejak lama dan berakhir menikahi alura yang hamil. Tapi sungguh ceritanya berbeda, karena saat itu Ellard mabuk. Sementara tadi malam ia lakukan atas dasar suka sama suka.
"Kenapa?"
Sampai-sampai Ellard lupa kalau dimobil ini ada Deril yang pasti akan bertanya.
"Tidak apa-apa."
"Baru menikah sudah kusut saja." Lelaki itu memberi komentar sambil terus sibuk dengan ponsel pintarnya.
"Oh iya. Nanti malam ada produser yang mau bertemu dengan mu. Membicarakan yang kataku semalam."
"Kau tidak mungkin menyetujui kontrak reality show yang akan menayangkan kehidupan pernikahanku kan?" Tanya Ellard namun ketika melihat cengiran jahil Deril, Ellard jadi naik darah "Jangan gila Deril!"
Ellard tentu terkejut, karena Deril yang mengambil keputusan sepihak. Ellard tidak mau urusan pribadinya terpublikasikan, dia bukan artis-artis sensasional yang suka gimick.
"Honornya lumayan. Tidak usah munafik, uang adalah segalanya. Lagipula Alura juga sudah setuju. Jadi berhentilah bersikap berlebihan, kau tinggal tanda tangan kontrak, terus syuting paling gimmick-gimmick dikit, sudah itu kelar." Segampang itu Deril mengatakannya. Ellard kesal sampai tidak bisa berkata-kata.
"Terserah."
"Eyss pria bodoh ini." Cibir Deril masa bodo.
Kemudian tidak ada lagi yang berbicara setelahnya, Deril lanjut dengan ponselnya sementara Ellard sibuk dengan pikiran nya tidak tahu mengarah kemana.
"Bahri berhenti!" Perintah Ellard tiba-tiba padahal lampu jalanan baru saja berubah hijau, yang artinya mereka tidak boleh berhenti disana karena akan menganggu pengguna jalan lainnya.
"turun."
Ellard berbicara datar, yang Deril tahu lelaki itu sedang mengusir dirinya.
"Hah? Jangan bercanda Ellard. Ini lampu merah."
"Turun Deril."
Suara klakson mobil berbunyi keras sampai Deril sedikit berjengkit kaget.
"JALAN WOY, PANAS INI!!!"
Ellard mengangkat sebelah alisnya seraya tersenyum jahat.
"Fine!"
Yang Deril banting kuat-kuat pintu mobil itu, berjalan kepinggir sambil menutupi wajahnya karena malu.
"Artis jahanam!"
***
"Bagaimana?"
Bella baru saja keluar dari ruang si boss, wajahnya masih tegang bahkan telapak tangan pun masih dingin.
"Proposal ku diterima, tanpa revisi." Pekik Bella tidak sadar mencuri perhatian beberapa orang yang lewat, "peluncuran produk nya dipercepat. Kata pak Sean aku tinggal mengurus surat izin edar sedangan untuk BPOM-nya dia yang urus."
"Wahhh selamat Bella."
Satu persatu rekan kerjanya menyalami Bella.
"Terimakasih."
Nana sang sahabat ikut senang mendengarnya, memeluk Bella untuk memberi selamat. "Akhirnya ya Bella, usaha kerasmu berbuah manis."
"Iya Na. Makasih ya Na sudah support aku selama ini. Ya sudah ya aku harus pergi. Banyak hal yang harus aku urus. Waktunya mulai mepet." Kata Bella kemudian setengah berlari padahal napas nya saja masih terengah, "awas jatuh bell."
Nana hanya geleng-geleng melihat kerja keras Bella. Wanita hebat yang cantik namun sayang kurang beruntung dalam urusan percintaan.
Salah besar Ellard meninggalkan Bella Hanya untuk seorang artis baru bernama Alura Rinjani, pikir Nana.
***
Bella baru saja tiba dirumah saat ponselnya berdering yang ternyata dari Ellard membuat kening Bella berkerut. Sambil terus lanjut melepaskan kaus kaki, ia menerima telpon Ellard,
"Hmm?"
"Cueknya kekasihku." Goda Ellard diujung sana,
"Ada apa?"
Ini kali pertama Ellard menghubungi Bella semenjak menikah.
"Lihat kebawah."
Kerutan di kening Bella bertambah, namun tetap menurut. Membuka tirai jendela.
"Astaga Ellard, apa yang kau lakukan disana?" Pekik Bella panik saat tahu Ellard sedang melambai padanya seraya bersandar pada badan mobil.
Tidak tahu kah dia seberapa bahayanya yang ia lakukan saat ini?
Kalau ayah Bella tahu bisa babak belur wajah Ellard yang tampan itu.
"Kok nanya nya begitu? Turun sayang, aku rindu."
"Ini sudah malam Ellard, lebih baik kau pulang." Elak Bella mencoba bernegosiasi,
"Kau turun atau aku yang naik?!"
Helaan napas Bella terdengar lelah. Ellard dengan segala ancaman nya mau tak mau membuat Bella menurut. Perempuan itu meraih ikat rambutnya, merangkum rambutnya asal lalu turun menemui Ellard.
"Ada apa?"
Ellard tersenyum menarik lengan Bella untuk memeluk tubuhnya yang ia rindukan.
"Berapa lama kita tidak bertemu sampai aku sudah semerindu ini padamu, Bella?" Tanya Ellard sambil mengelus lembut punggung Bella.
"Aku tidak tahu. Tidak sempat menghitung."
"Jawab yang benar. " Ellard menggerutu melepaskan pelukannya ganti memegang bahu Bella. Dengan begitu Ellard dapat dengan jelas melihat wajah bella yang cantik meski penerangan minim.
"baru tujuh hari."
"Tujuh hari tapi serasa tujuh tahun bagiku."
Bualan manis itu membuat Bella memutar bola matanya malas
"Jangan bilang kau tidak merindukanku, Bella?" Tanya Ellard berpura-pura merajuk "Jadi rinduku benar-benar hanya bertepuk sebelah tangan?"
Astaga. Ellard pikir berapa usianya sekarang, merengut seperti itu membuat Bella gemas lalu menangkup pipi Ellard kemudian menjinjitkan kaki untuk bisa mengecup bibir tebal Ellard yang langsung tersenyum menang.
"Kau puas?"
Namun bukan Ellard namanya jika puas hanya dengan kecupan. Ia menarik pinggang Bella merapat padanya. Menyatukan kembali bibir mereka dengan lumatan dalam.
Tangan Bella mengalung dileher Ellard, ikut andil dalam ciuman manis penuh perasaan.
Hingga udara terasa semakin menipis tautan itu terlepas dengan sendirinya menyisakan sisa saliva disudut bibir Bella yang langsung Ellard hapus dengan ibu jarinya.
"Ikut aku yuk Bell."
Napas Bella masih terengah ketika Ellard menariknya memasuki mobil.
"Kemana?"
"Rahasia."
Hingga mobil melaju dengan cepat, lagi-lagi Bella tidak bisa menolak keinginan Ellard.
***
Menganga tidak percaya, Bella takjub dengan interior mewah unit apartemen milik Ellard. Setelah tebak-tebakan akan kemana Ellard membawanya pergi akhirnya ditempat inilah unjungnya. Bella mengulum senyumnya, tangannya masih bertaut mesra dengan Ellard berjalan lebih dulu. "Kau suka?" Tentu saja. Bella mengangguk, lampu-lampu ruangan terlihat menakjubkan dengan warna-warna soft tepat seperti seleranya. "Satu unit apartemen untukmu." "Untuk ku?" Ellard tidak mungkin bercanda kan? "Iya, untuk wanita cantik bernama Bella Nayaka." Ellard menggodanya lagi, lalu apa yang bisa Bella lakukan selain tersipu dengan pipi memerah. "Hadiah ulang tahun yang tertunda." Ellard mencebik mengejek dirinya sendiri. Ulang tahun Bella yang ke dua puluh tujuh, dua bulan lalu. Hari berharga sang kekasih yang tidak sempat
Ellard hanya mengetukkan jemari keatas meja. Ia kesal karena tidak ada satu pesan masuk selain dari Bahri yang mengatakan Bella menolak ikut mobilnya.Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi wanita itu tapi beberapa menit lalu tidak lagi bisa tersambung karena Bella mematikan ponselnya."Oh ayolah Bella."Ellard tentu tidak bisa berdiam diri, lantas memutuskan menjemput sendiri Bella ke kantor. Persetan dengan paparazzi, Ellard hanya tidak ingin Bella tiba-tiba menolak tinggal bersamanya."Mau kemana?"Namun keberuntungan bukan miliknya kali ini. Kemunculan Deril yang tiba-tiba, memaksa langkah Ellard terhenti."20 menit lagi, ada meeting dengan pihak produser." Deril mengingatkan dengan amat sangat menyebalkan, "kurasa kau tidak lupa."Ellard sudah muak sekali rasanya, tapi ia juga tidak bisa menolak. Lantas Ellard dar
Sejak pulang sore tadi hingga sekarang pukul sepuluh malam, Bella hanya berbaring dan tidak berniat tidur seperti yang ia katakan pada Ellard. Hubungan yang mereka jalani bukan sesuatu yang baik. Bella tahu, sangat tahu. Namun bagaimana ia harus mengatakannya, kalau cinta yang Bella miliki untuk Ellard tidak pernah pudar. Mengetahui Ellard tergoda akan wanita lain, membuat Bella tidak mampu memikirkan apapun selain mencari cara merebut kembali hati sang kekasih. Ellard hanya miliknya, selamanya miliknya. Maka jangan salahkan Bella jika ia akan menggunakan cara yang sama untuk merebut Ellard kembali. Bella meneguk ludahnya, matanya terpejam meredam arah pikirannya yang mulai tak terkendali. Kemudian bangun dengan cepat untuk melihat lelaki yang sudah ia acuhkan tadi. Lampu-lampu sudah dimatikan, entah kenapa Bella menjadi gugup sendiri. Melangkah pelan mencari keberadaan sang kekasih y
Paginya, Bella benar-benar pergi ke supermarket terdekat. Ia perlu memastikan kulkas terisi dengan baik agar kejadian semalam tidak terulang lagi. Mendorong keranjang belanjaan yang masih kosong, Bella memilah beberapa buah juga sayur. Tidak lupa makanan instan jika sewaktu-waktu mereka lapar disaat genting. "Bella?" Bella menoleh dan ternyata Alura sedang berbelanja juga. Wanita itu tersenyum padanya membuat Bella ingin menerkamnya saat itu juga. "Ah ternyata benar. Aku sudah memperhatikanmu sejak kau berada di deretan daging tadi." Ujar Alura seolah mereka adalah teman lama. Sama sekali tidak ingin terlihat terganggu, Bella melanjutkan kegiatannya mengisi keranjang belanjaan sesuai list yang sudah ia buat sebelum berangkat. "Wahh sepertinya kau sedang belanja bulanan, ya?" Wanita itu tertawa kecil, ikut mendorong keranjang nya saat Bella mengabaikannya dengan
Milik Ellard yang berdiri tegak membuat Bella meringis. Kedua telapak tangannya bergerak sendiri menutupi wajah. "Hei... Tidak apa-apa." Bisik Ellard, tangannya menarik tangan Bella agar mau saling bertatapan. Matanya yang teduh namun penuh dominasi memikat Bella, mau tak mau membuatnya tunduk dalam kuasa Ellard. Jantung Bella berdegup kencang, apalagi saat senyum lembut, Ellard kembangkan serasa akan segera meleburkan hati. Bella hilang akal, bagai kerbau dicucuk hidungnya. Membiarkan kakinya dibuka lebar. Ellard mengambil posisi diantara kedua pahanya. Menggusak kewanitaan Bella dengan miliknya, pelan-pelan menekan pinggulnya sampai Bella harus menahan napas karena rasanya yang semakin tidak masuk akal. Hingga sentakan kuat Ellard memaksa kedua matanya terbuka lebar. Napas Bella berhembus keras, saat itulah Bella tahu bahwa ia hanya sedang bermimpi. Mimpi erotis yang sebelumnya tida
Diam-diam Bella menangis dalam kamar mandi. Berpura-pura baik-baik saja ternyata menghancurkan dirinya dari dalam. Bella merasakan sakit yang amat sangat namun berusaha mengesampingkan itu demi mempertahankan ego. Dari dulu hingga sekarang Bella selalu bisa mempertahankan kestabilan diri, tidak ingin terlihat lemah didepan siapapun termasuk Ellard. Bella selalu mampu melakukan apapun sendiri, jadi dia tidak perlu siapapun untuk membuatnya bisa berdiri. Dan karena itu pula Ellard mengkhianati nya kan? Oh tolong jangan ingatkan lagi. Bella akan memperbaiki semua itu. Menyelesaikan mandinya dengan cepat karena sadar waktu berjalan tanpa memikirkan perasaan. Bella keluar tahu-tahu Ellard berdiri didepan pintu kamar mandi membuat ia sedikit terkejut. "Ada apa?" Tanyanya heran. Ellard menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak ada." Lelaki itu kemudian memutar tubuhnya keluar kamar. Bella hanya
Farrel meringkuk seperti anak kecil diatas ranjang Mark. Setelah pergolakan panjang, Bella akhirnya memutuskan membawa Farrel pada Mark untuk sementara waktu. Lelaki muda yang biasanya tertawa ceria itu terlihat rapuh, dengan tatapan kosong. Farrel juga masih teguh pada pendiriannya, belum mau menceritakan apapun pada Bella. Sehingga Bella bingung, dan tidak tahu mau berbuat apa. "Rel, makan dulu." Bella sentuh lembut bahunya untuk membangunkan. Bella tahu Farrel tidak benar-benar tertidur. Maka itu Bella membawakan makanan untuk Farrel karena sekarang sudah mulai malam. "Perutmu belum terisi dari pagi, Rel." Lagi-lagi Farrel tidak menjawab, Bella menghela napas menoleh pada Mark yang berdiri dibelakangnya. Namun mau bagaimana lagi, lelaki itu sama bodohnya hanya mengedikan bahu. "Baiklah. Kalau begitu, makanannya aku letakan di atas meja ya? Kau bisa makan kalau nan
Mereka kembali lagi pada gedung mewah apartemen Ellard. Lelaki itu terus memanggil Bella yang sudah berjalan lebih dulu. Bella ingin marah namun ia tahan karena mereka masih ditempat umum. Maka ketika membuka pintu, Bella sudah bersiap meledakan amarahnya. Tapi tumpukan barang diruang tamu membuat ia mengurungkan itu. "Aku menyuruh Bahri mengangkut barang-barang mu kesini." Kata Ellard enteng. Sangat tidak bisa dipercaya, Bella sampai kehilangan kata-kata. Wanita itu menggeleng takjub akan niat Ellard. "Benar-benar sulit dipercaya. Ellard kau-" "Kau terlalu lamban untuk diharapkan." Ellard menyela. Kini lelaki itu sudah terlihat lebih santai dengan kedua tangan bersarang disaku. "Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Bella." Ellard tetaplah Ellard yang pemaksa. Lelaki itu tidak bisa ditolak. Sikap dominannya membuat Bella tidak punya pilihan selain menurut. Sekara
Mark baru saja selesai olahraga pagi saat Murni-ibu Bella berdiri di depan pintu apartemennya. Murni menunggu Mark. Senyum ramah terbit dari bibir pucatnya saat menyentuh lengan Mark. Kegundahan jelas terlihat di mata wanita rentah itu."Ibu." Panggil Mark masih tidak percaya Murni menemuinya. Sorot sayu serta kerjapan lemah membuat Mark khawatir. "Bukankah ibu sedang sakit? Kenapa ke sini?"Kemudian memasukan beberapa angka keamanan dan membawa Murni ke dalamnya. Murni duduk di sofa sementara Mark mengambilkan air putih karena wanita itu tampak seperti kehausan."Tadi ibu nak ojek online." Kata Murni membuka percakapan, "jaman sudah sangat maju sehingga apa-apa harus melalui digital. Kami yang sudah tua ini cukup kesusahan." Lanjutnya terkekeh yang kini di ikuti Mark."Minum dulu."Segelas air putih Mark berikan. "Lift sedang rusak. Ibu pasti sangat kelelahan harus menaiki tangga darurat.""Tidak juga. Sekalian olahraga, kalau bukan karena
Percintaan hebat yang Bella kira hanyalah mimpi ternyata sebuah kenyataan, menggiring Bella segera menenggelamkan diri saja ke Antartika. Tengah malam, keheningan begitu kental memeluk diri. Bella terbangun dengan sakit di sekujur tubuh. Wanita itu menggeleng tidak percaya sudah menyerahkan bagian paling berharga dari dirinya pada Ellard. Suami Alura. Oh Tuhan, ini benar-benar sebuah perselingkuhan yang kejam. Tak terasa setetes air mata jatuh, Bella tergugu antara menyesal dan... Tidak tahu. Bella kalut, kepalanya pusing bukan kepalang. Bukan ini yang Bella mau. Sex sebelum menikah tidak pernah ada dalam kamus Bella. "Sudah bangun?" Ellard keluar dari kamar mandi langsung merengkuh tengkuknya untuk ciuman selamat pagi. Rupanya sekarang sudah memasuki waktu pagi. Langit masih gelap memang. Namun matahari mulai memancarkan sinar dari ufuk timur. Yang artinya Bella sudah tertidur lebih dari 12 jam sejak sore. "Kita akan kembali ke hotel se
Perjalanan panjang membuat mereka kelaparan. Bella makan dengan lahap, menerima apapun yang Ellard sodorkan ke mulutnya. Saling menyuapi layaknya pasangan muda di mabuk asmara. Bella terkekeh saat Ellard berpura-pura menggigit jari Bella. New Zealand sangat indah. Ah bukan New Zealand yang indah tapi kebersamaan mereka luarbiasa indah. Bella senang sekali bisa pergi berdua dengan Ellard setelah sekian lama. Hatinya berbunga-bunga sejak Ellard menyetujui ajakan berlibur. Dia hanya tidak tahu cara mengatakan. "Mau anggur?" "Kau tahu aku tidak bisa minum." Tentu saja Ellard tahu. Ellard tahu Bella pasti akan kehilangan kesadaran layaknya orang mati jika sudah bersentuhan dengan alkohol. Tapi dia tetap menuang minuman itu ke gelas Bella. "Aku bilang aku tidak akan minum." "Aku hanya menuang. Minum atau tidak itu hak mu." Ellard mengedipkan mata saat mengangkat gelas mili
Semilir angin menerbangkan rambut Bella ketika membuka jendela kamar. Di hadapkan ke lautan lepas, mata Bella tak pelak dibuat segar. Rasa penat berpendam di dasar kepala seolah melayang terbang bersama bui. Senyum terbirit terbit dari bibir Bella saat menghirup udara dan merasainya memenuhi paru. Kemarin, mereka tiba di jam 2 dini hari. Bella tidak begitu sadar lokasi villa ah... hotel dengan pemandangan sesempurna ini. Bukan Bali. Ellard memilih New Zealand untuk liburan mereka kali ini. Ellard ingin bebas dari tuduhan miring dan tempat paling aman adalah luar negeri. "Kenapa meninggalkan ku, hmm?" Kecupan lembut dan rengkuhan di pinggang memberitahu Bella sang kekasih telah terbangun. Kini memeluk mesra ikut menikmati udara di pagi hari. "Aku tidak kemana-mana." "Tetap saja kau meninggalkanku dengan berdiri di sini." Kecupan mesra terus Ellard bubuhkan di sisi leher Bella. "Kau suka?" Kepala Ellard
Bersama helaian daun jatuh menyentuh tanah, Bella tersenyum. Jenis senyum tipis miris yang jarang terlihat dari bibirnya.Tergugu mencengkram erat seikat bunga hingga dua sampai tiga kelopak indahnya jatuh terbang dibawa angin.Saat ini, di bawah pohon rindang tersebar dedaunan kering, Bella berdiri menatap gundukan tanah dengan nisan bertuliskan Mia Anastasya tertanam kokoh.Sang sahabat yang meninggal tragis satu tahun lalu. Bella begitu merindu namun tidak ada satu katapun bisa ia sampaikan. Mulut Bella terkunci rapat, bahkan untuk sekedar menekuk kakinya saja dia enggan. Lantas Bella jatuhkan begitu saja bunga yang ia bawa.Persetan bagaimana kucing kecil diseberang sana menilai dirinya. Bella putar tubuhnya meninggalkan lokasi pemakaman. Kaca mata hitam bertengger angkuh menyimpan semua kilat dalam matanya.***
Pada dasarnya, secinta apapun Ellard pada Bella, tetap tidak bisa membuatnya lepas tangan terhadap Alura yang notabene-nya istri sah. Ellard mengendap keluar setelah mengecup ringan pipi Bella yang masih terlelap. Begitu tiba di basement, Deril sudah terlihat menyebalkan dengan sebelah tangan handal memainkan kunci mobil. Lelaki itu memutar bola matanya malas, "masuk!" Deril bahkan tidak tertarik untuk mengomentari penampilan kacau Ellard yang baru bangun tidur. Rambut berantakan dan kancing kemeja yang tidak sepenuhnya terkait. Deril tebak, lelaki ini bahkan belum sempat mencuci muka. Dengan rasa kesal memuncak Deril lemparkan sisir pada Ellard, "setidaknya rapikan dulu rambut singamu!" "Aku yakin kau cukup pintar untuk melihat keadaanku saat ini." Ellard menimpali sarkas. Ellard masih kesal dibangunkan pagi-pagi, disaat dia masih memiliki banyak waktu untuk bersant
malam semakin larut, udara dingin menggigit kulit. Bella masih berdiam diri di halaman rumah orang tuanya setelah tiba sekitar 15 menit lalu. Memeluk tubuhnya yang mulai meremang. Kemeja tipis yang Bella kenakan tidak cukup untuk menghadang angin membelai kulit sampai ke dalam. Bella hembuskan napasnya yang langsung mengembun. Ia seperti orang gila akhir-akhir ini. Meninggalkan rumah tanpa pamit, sekarang kembali ditengah malam rasanya agak kurang etis. Lantas dengan sisa kewarasannya Bella kembali pada taksi yang membawanya tadi. "Putar balik." perintahnya datar datar pada sang supir. Isi kepala Bella sekacau itu sampai ia tekan pelipisnya berharap bisa merasa lebih baik. Cibir saja kebodohannya karena kembali pada tempat dimana ia meninggalkan Ellard. Memandangi mobil yang sama sekali belum berubah posisi. Tidak tahu apa yang terjadi dengan Ellard didalam sana sampai harus menggusak
"Sudah?" Ellard mengiyakan dengan anggukan mantap setelah menarik tuas pintu penumpang. Bella mengambil alih kemudi, karena keadaan Ellard sedang tidak memungkinkan untuk berkendara saat ini. Kondisi Ellard tidak terlalu mengkhawatirkan, hanya cidera di lengan rupanya tidak membuat Ellard harus dirawat berlama-lama. Lantas setelah Melina dan Irham pulang, Ellard juga memutuskan untuk segera pulang. Terlepas nanti Ellard harus tetap menjalani beberapa terapi untuk kesembuhan penuh. "Kau harus bekerja ekstra untuk merawatku nanti. Dokter bilang aku harus makan bubur setiap pagi, agar pencernaan ku baik. Makan buah setiap hari dan tidak boleh diabaikan." Ellard berbicara seolah kenyataan itu begitu menyenangkan baginya. Yang Ellard tidak tahu bahwa cidera pada lengan tidak ada hubungannya dengan urusan pencernaan apalagi soal abai-mengabaikan. Bella berdecak samar sama sekali tidak ingin membantah. "Biar aku-" Gips di le
Bella sedang tertawa mendengar cerita konyol Ellard perihal lawan mainnya yang mencret di lokasi syuting. Batal take karena tidak berhenti kentut dan bolak-balik ke toilet, saat Deril menyerobot masuk dengan napas terengah. "Cepat pergi dari sini!" Deril menarik tangan Bella ditahan oleh Ellard, "kenapa sih Der?" "Wartawan sedang menuju kesini, maka itu Bella harus pergi," katanya ketir. Deril terlihat frustasi-penyampaiannya pun kacau. "Dimana-mana wartawan tidak boleh masuk ruang inap pasien," cibir Ellard tenang, "Bella tidak akan kemana-mana." "Tapi mereka memaksa." "Panggil tim keamanan, begitu saja repot." Bella mengangkat alisnya menatap Ellard, lelaki itu mengedik acuh. Sampai kapanpun Deril tidak akan pernah bisa membuat Ellard takut. Maka tidak ada pilihan lain bagi Deril selain menyerah. Ia menghela lelah, "Orang tua-mu sedang dalam perjalanan menuju ke si