"disini kau rupanya."
Suara berat Ellard menginterupsi Bella dan Mark hingga mau tak mau harus saling melepaskan diri.
Ellard berusaha menunjukkan reaksi santai dengan kedua tangan bersarang disaku. Rambutnya terbelah dua, meski tidak se-rapi tadi, tapi harus Bella akui warna platinum silver sangat cocok dengannya.
Ellard terlihat sangat tampan, dengan semua yang ada dalam dirinya. Bentuk dan tinggi badan yang sempurna, hingga wajah tampan bak titisan dewa Yunani menjadikan Ellard lebih pantas disebut malaikat ketimbang manusia.
"Selamat atas pernikahanmu."
Namun entah apa yang ada di kepala lelaki itu sehingga Bella terpaksa harus menyimpan tangannya kembali. Ellard tidak menanggapi Bella, malah menghampiri Mark yang berdiri dibelakang Bella.
"Bisa-bisanya kau disini saat kekasih kecilmu sedang merengek minta pulang."
Mark meneguk ludahnya, telinganya memerah seketika ia menepuk jidatnya sendiri.
"Astaga aku benar-benar menjadi pelupa akhir-akhir ini." Mark segera bergegas, " Bella maafkan aku sayang, ada sesuatu yang harus ku urus."
See? Ini yang katanya ingin lepas dari Yeri tadi? Mark malah terlihat panik persis seperti ayah kehilangan bayinya.
Lelaki berwajah imut itu benar-benar pergi meninggalkan Bella bersama Ellard. Kilatan dimata Ellard terlihat kejam dan tidak bersahabat.
"Kenapa kau membiarkan pria cebol itu memelukmu?!"
Bella mendelik, Ellard mulai ngawur dalam berbicara.
"Cih! bahkan kau sudah menghamili wanita lain." cibir Bella santai, cukup untuk membungkam Ellard.
"Dan kau menikahi-nya hari ini, catat itu!"
Perlu diketahui Minggu lalu Bella lah yang seharusnya menjadi isteri Ellard namun sesuatu diluar dugaan terjadi. Alura datang menghentikan disaat mereka hampir mengucapkan janji. Menentang mentah-mentah pernikahan itu karena ia sedang mengandung bayi Ellard, katanya.
Dengan sedikit rasa kesal Bella melepaskan wig dan melemparnya begitu saja,
"Tidak ada gunanya aku menggunakan ini, kalau kau tetap mengenaliku."
Ellard terkekeh, Bella dengan tempramen nya yang tinggi sangat menggemaskan dimatanya.
"Bahkan jika kau dimasukan kedalam peti sekalipun, aku masih akan mengenalimu."
Lelaki itu mendekat, dan Bella membiarkan saja "aku sudah mengenal semua yang ada dalam dirimu. Semuanya..." Ellard menyampirkan rambut Bella kebelakang telinganya "dari ujung rambut sampai ke ujung kuku-kukumu. Tidak ada yang terlewatkan."
Semakin dekat, wajah Ellard masuk ke perpotongan leher Bella. Matanya terpejam, bahkan Bella dapat merasakan Ellard menghirup dalam-dalam aroma parfum ditubuhnya, "aroma tubuhmu--"
"dan ini yang paling aku rindukan." Ellard berbisik tepat dibibir Bella, menghembuskan napasnya yang panas disana. Pandangannya yang menggoda naik turun antara mata dan bibir Bella yang merona.
"Aku ingin menciummu Bella."
Bella baru ingin membuka suara sedetik sebelum itu Ellard sudah membungkam bibir Bella dengan bibirnya yang panas.
Ellard tidak membiarkan Bella memprotesnya, selama ini juga tidak. Lelaki itu terlalu dominan, menolaknya sama dengan bunuh diri.
Bella menggeser tubuhnya membiarkan Ellard menekannya Kedinding.
"Kenapa kau tidak berusaha membatalkan pernikahanku hmmm?"
Mata Bella masih tertutup, pernapasannya pendek-pendek. Bibir Ellard terlalu dekat. Hingga dia harus mendorong dada Ellard, untuk sedikit celah,
"aku masih cukup waras untuk melakukan hal seperti itu."
Tarikan dibibir Ellard terlihat menyebalkan dimata Bella, membelai lembut rambutnya "Apa kau takut?"
"Sama sekali tidak!"
"Lalu?"
Bella tidak menjawab, dia lebih memilih mengalungkan tangannya keleher Ellard. Menarik tengkuknya dan mencium bibirnya lagi.
"Aku sudah tidak membutuhkan status. Selama cintamu tetap untukku, aku tidak masalah."
Ellard menyeringai. Bella memang wanitanya, satu-satunya wanita yang mampu menjungkirbalikkan dunia Ellard hanya dengan senyumnya yang manis.
"Kau benar. Cinta ku tidak untuk siapapun." Ellard mengecup tenguk Bella, menggigitnya hingga meninggalkan tanda "hanya kau Bella Nayaka. Hanya kau!" Bisiknya penuh penekanan. Lalu menyeret Bella ke dalam toilet.
"Tunggu!"
"Kenapa sayang?" Lelaki itu tidak menghentikan langkahnya. Sambil menciumi tengkuk Bella, Ellard terus mendorong Bella untuk masuk.
"Kau pikir apa yang akan kau lakukan, Ellard Wiliam?!"
"Sesuatu yang akan membuatmu menjadi milikku."
Bella menggeleng menghindari kecupan bibir Ellard dibibirnya "Tidak Ellard!" tolak Bella seraya mendorong dada Ellard karena ia butuh udara untuk bernapas. namun Ellard tetap lah ellard yang keras kepala, lelaki itu tetap mencondongkan tubuhnya memberi kecupan-kecupan ringan dileher sampai ketulang selangka Bella.
"Kenapa tidak?"
"Seseorang akan menemukan kita."
"Aku tidak takut!" balas Ellard tidak mau kalah. Demi Tuhan dia tidak peduli, bahkan jika Alura memergoki-nya sekalipun.
"Dan membiarkan ku mati ditangan penggemarmu? Oh ayo lah Ellard-jangan membuat banyak tanda dileherku!!"
Ellard terkekeh memberikan kecupan kuat untuk terakhir kalinya lalu menjauhkan tubuh dari Bella yang napasnya terngengah.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh kekasihku."
Bella berdecih, terdengar omong kosong ditelinganya. Ellard mengatakan tidak akan membiarkan siapapun menyentuhnya tapi dia sendiri meninggalkan Bella dihari pernikahan mereka. Dasar!
"Kau meragukan keseriusan ku Bella?"
"Kau sendiri yang membuatku meragukanmu."
Lelaki itu terdiam untuk sesaat. Menatap Bella dengan tatapan yang sulit diartikan, lalu dengan lembut menarik Bella kedalam pelukan erat.
"Maafkan aku." Sesalnya mengusap sayang rambut Bella.
"Aku tidak tahu kejadiannya akan seperti ini."
Hingga punggung Bella perlahan mulai basah, disaat itulah dia tahu Ellard sedang menangis. Ellard juga merasakan kesulitan selama ini, Bella menghela napas lelah. Tangannya terangkat membalas pelukan Ellard, menepuk punggungnya untuk menenangkan.
"Tunggu sebentar saja, Bella. Aku akan menceraikan Alura tepat setelah anak itu lahir."
Bibir Bella terkunci rapat, pikiran nya pun kalut. Samasekali tidak menyangka kalau hubungan yang mereka jalin selama dua tahun ini harus melewati jalanan terjal.
"Ellard."
Lelaki itu menggenggam erat kedua bahu Bella, menatap sungguh-sungguh mata Bella yang sedang kebingungan "Kita harus terus berjuang demi hubungan ini, Bella."
Kemudian Ellard mencium lamat-lamat kening Bella. Menyampaikan kasih sayang yang ia simpan hanya untuk Bella melalui itu.
Bella menerimanya, matanya terpejam sesaat setelah setetes air mata jatuh dipipi.
Akankah semuanya berjalan seperti yang diinginkan Ellard? Bella sungguh tidak ingin memikirkan hal lain. Tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk hubungan mereka dimasa depan. Karena Bella juga sangat mencintai Ellard.
***
"Mau ku antar pulang?"
Jemari mereka saling bertaut, Bella hanya tersenyum sambil menundukkan kepala malu-malu.
"Aku akan naik taksi." Katanya yang Ellard angguki saja. "Oke. Telpon aku kalau sudah tiba."
Mereka berpisah setelahnya. Bella keluar meninggalkan rumah Ellard dengan tetap menggunakan penyamaran nya. Sementara Ellard masuk memeriksa kembali acara yang sempat ia tinggal.
***
"Aku marah padamu!"
Mark memijit pelipisnya pening. Mengencani wanita muda tidak pernah ada dalam kamus kehidupan Mark.
"Sayang-"
"Jangan pegang-pegang ih!!"
Kesal? Tentu saja. Mark malu diperhatikan banyak orang, yang entah mengatai-nya apa. Mark membasahi bibirnya, berpikir keras membujuk Yeri agar tidak mengadu dengan ayahnya.
"Yer, sudah ya marahnya. Cepat tua kamu marah-marah terus."
Oke Mark salah lagi kali ini, Yeri melototi Mark sampai-sampai bola matanya memerah nyaris keluar dari tempatnya.
"Maaf."
Yang mana pertengkaran itu disaksikan langsung oleh Bella yang sekarang terkikik geli. Wanita itu bersedekap dada mengejek Mark yang terlihat terus mengumpat dalam hati.
Keberuntungan tidak berpihak pada Mark. Dari kejauhan terlihat jelas Bella mengedikan bahu, sesaat setelah Mark memasang ekspresi tersiksa meminta pertolongan.
"Selamat tinggal babu." Mata Bella terdengar berbicara seperti itu, Mark meringis mengasihi dirinya sendiri kala Bella terlihat melangkah angkuh meninggalkannya yang terus diomeli Yeri.
"Dasar wanita kejam!" Mark menggerutu, yang mana disalah artikan oleh Yeri,
"Apa? Kau mengatai ku kejam?! Kau yang lebih kejam karena meninggalkan ku sendirian bak bocah tak bertuan."
"Sayang astaga, aku tidak berbicara padamu. Sudah ya--"
Mata Yeri terlihat berkaca. Mark meneguk ludahnya bingung. Tenggorokan nya juga tiba-tiba terasa kering, "jahat sekali kau bahkan berbicara dengan orang lain saat aku bersamamu."
Bunuh saja Mark dengan pedang Jaka Tingkir. Ia tidak kuat lagi untuk hidup. Persetan dengan harta warisan, kalau umpannya seperti ini. Bisa-bisa Mark mati duluan sebelum kaya.
"Terserah."
***
Bella mencicipi hot americano di cafe tak jauh dari rumahnya. Terduduk sendirian, sambil sesekali mengetikan sesuatu pada MacBook.
Produk kecantikan terbaru beberapa minggu lagi akan diluncurkan. Bella sedang menyiapkan bahan untuk ia presentasikan kepada ketua divisi besok lusa.
Sampai kira-kira sepuluh menit berkutat, Mark datang membawa beberapa coklat kesukaan Bella.
"ini. Biar tidak stress."
Mark memang pria yang manis, Bella hanya meliriknya sebentar kemudian lanjut dengan beberapa referensi,
"Thanks Mark."
"Hmm." Mark menggigit bibirnya sekilas tampak sedang memikirkan sesuatu, sebelum bertanya "jadi kau mengajakku bertemu hanya untuk menemanimu bekerja?"
Seperti angin lalu, pernyataan Mark menguap begitu saja, Bella tetap sibuk dengan MacBook-nya, jemarinya menari lincah tidak peduli Mark mencebik kesal karena diabaikan.
"Sebentar lagi Mark."
Kemudian Bella menambahkan titik diujung tulisannya lalu menutup MacBook-nya begitu saja,
"selesai."
"Wowww. Aku salah sudah bertanya."
Bella terkekeh, membuka bungkusan coklat batangan favoritnya. "Kau memang tidak pernah melupakan ini. Terimakasih ya." Lalu menggigit nya penuh minat, coklat memang ampuh menurunkan stress. Kunyahan demi kunyahan mampu membawa terbang setiap kegundahan yang sempat Bella pendam.
"Jadi bagaimana?" Wajahnya Mark majukan terlihat tengil dimata Bella,
"Bagaimana apanya?"
"Heyy tidak usah sok tidak mengerti. Pembicaraan kau bersama Ellard kemarin. Jadi apa keputusan nya?"
"Tidak ada." Jawab Bella pada akhirnya,
"Tidak mungkin."
Mark membenarkan letak duduknya, pandangannya lurus namun Bella menghindari nya.
"Dia meminta maaf padamu?" Tanya Mark lagi penasaran dan Bella mengangguk.
"Lalu?"
"Tidak ada lalu."
Bolehkah Mark kesal sekarang?
"oke jawab pertanyaan ku yang satu ini," bella mengangguk mendengarkan "sudah berapa lama kau mengenalku, Bella?"
Keryitan didahi Bella tampak bertambah, lalu dengan polosnya menjawab, "24 tahun--"
"24 tahun tapi sikapmu menunjukkan kita baru bertemu hari ini, yang benar saja?" Kesalnya melipat tangan diatas dada, Mark sudah menyandarkan punggung ke sandaran kursi
"Dia memutuskanmu?" Bella mengedikan bahu acuh sambil terus memasukan coklat kedalam mulutnya, mengunyah tenang sambil sesekali tersenyum menyebalkan.
"Kau benar-benar ingin mengerjai ku rupanya." Mark berdecak tiba-tiba menyeruput kopi Bella, menghabiskan isi nya dengan sekali tenggak, lalu menunjuk muka Bella menggunakan cangkir itu sebelum berteriak "Kalau begitu kau yang harus memutuskan dia!!"
Jelas saja kalau Mark marah atas sikap Bella, tapi Bella tidak mau peduli. Merangkum semua barang-barang nya ke dalam tas, lalu bergegas pergi.
"Thankyou coklatnya Mark," katanya mengecup pipi Mark sekilas, yang mana langsung dihapus terang-terangan oleh Mark, "dasar wanita gila!!"
***
"Alura sudah tidur?" Waktu menunjukan pukul 23:00, Ellard baru saja menyelesaikan acara meeting bersama pihak Ceci magazine terkait kontrak dan pemotretan lanjutan mereka di Bali. Deril membersamai dengan setia, menyampaikan segala sesuatu yang Ellard inginkan. Untuk kemudian mendapat kesimpulan akhir dan tanda tangan kesepakatan. Semua berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun. "Sudah Tuan." Ellard mendesah lega, malam ini adalah malam ketiga setelah pernikahannya bersama Alura. Pulang saat Alura sudah tertidur lalu pergi lagi saat Alura belum bangun. Sekejam itu ia menghindari isterinya. Mau bagaimana lagi, ia hanya tidak ingin menyakiti Bella dengan menaruh perhatian pada wanita lain, meski itu istrinya sendiri. Ellard mengendap masuk kekamar, pelan-pelan menarik engsel pintu dengan harapan Alura tidak terbangun. "Baru pulang?"
Menganga tidak percaya, Bella takjub dengan interior mewah unit apartemen milik Ellard. Setelah tebak-tebakan akan kemana Ellard membawanya pergi akhirnya ditempat inilah unjungnya. Bella mengulum senyumnya, tangannya masih bertaut mesra dengan Ellard berjalan lebih dulu. "Kau suka?" Tentu saja. Bella mengangguk, lampu-lampu ruangan terlihat menakjubkan dengan warna-warna soft tepat seperti seleranya. "Satu unit apartemen untukmu." "Untuk ku?" Ellard tidak mungkin bercanda kan? "Iya, untuk wanita cantik bernama Bella Nayaka." Ellard menggodanya lagi, lalu apa yang bisa Bella lakukan selain tersipu dengan pipi memerah. "Hadiah ulang tahun yang tertunda." Ellard mencebik mengejek dirinya sendiri. Ulang tahun Bella yang ke dua puluh tujuh, dua bulan lalu. Hari berharga sang kekasih yang tidak sempat
Ellard hanya mengetukkan jemari keatas meja. Ia kesal karena tidak ada satu pesan masuk selain dari Bahri yang mengatakan Bella menolak ikut mobilnya.Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi wanita itu tapi beberapa menit lalu tidak lagi bisa tersambung karena Bella mematikan ponselnya."Oh ayolah Bella."Ellard tentu tidak bisa berdiam diri, lantas memutuskan menjemput sendiri Bella ke kantor. Persetan dengan paparazzi, Ellard hanya tidak ingin Bella tiba-tiba menolak tinggal bersamanya."Mau kemana?"Namun keberuntungan bukan miliknya kali ini. Kemunculan Deril yang tiba-tiba, memaksa langkah Ellard terhenti."20 menit lagi, ada meeting dengan pihak produser." Deril mengingatkan dengan amat sangat menyebalkan, "kurasa kau tidak lupa."Ellard sudah muak sekali rasanya, tapi ia juga tidak bisa menolak. Lantas Ellard dar
Sejak pulang sore tadi hingga sekarang pukul sepuluh malam, Bella hanya berbaring dan tidak berniat tidur seperti yang ia katakan pada Ellard. Hubungan yang mereka jalani bukan sesuatu yang baik. Bella tahu, sangat tahu. Namun bagaimana ia harus mengatakannya, kalau cinta yang Bella miliki untuk Ellard tidak pernah pudar. Mengetahui Ellard tergoda akan wanita lain, membuat Bella tidak mampu memikirkan apapun selain mencari cara merebut kembali hati sang kekasih. Ellard hanya miliknya, selamanya miliknya. Maka jangan salahkan Bella jika ia akan menggunakan cara yang sama untuk merebut Ellard kembali. Bella meneguk ludahnya, matanya terpejam meredam arah pikirannya yang mulai tak terkendali. Kemudian bangun dengan cepat untuk melihat lelaki yang sudah ia acuhkan tadi. Lampu-lampu sudah dimatikan, entah kenapa Bella menjadi gugup sendiri. Melangkah pelan mencari keberadaan sang kekasih y
Paginya, Bella benar-benar pergi ke supermarket terdekat. Ia perlu memastikan kulkas terisi dengan baik agar kejadian semalam tidak terulang lagi. Mendorong keranjang belanjaan yang masih kosong, Bella memilah beberapa buah juga sayur. Tidak lupa makanan instan jika sewaktu-waktu mereka lapar disaat genting. "Bella?" Bella menoleh dan ternyata Alura sedang berbelanja juga. Wanita itu tersenyum padanya membuat Bella ingin menerkamnya saat itu juga. "Ah ternyata benar. Aku sudah memperhatikanmu sejak kau berada di deretan daging tadi." Ujar Alura seolah mereka adalah teman lama. Sama sekali tidak ingin terlihat terganggu, Bella melanjutkan kegiatannya mengisi keranjang belanjaan sesuai list yang sudah ia buat sebelum berangkat. "Wahh sepertinya kau sedang belanja bulanan, ya?" Wanita itu tertawa kecil, ikut mendorong keranjang nya saat Bella mengabaikannya dengan
Milik Ellard yang berdiri tegak membuat Bella meringis. Kedua telapak tangannya bergerak sendiri menutupi wajah. "Hei... Tidak apa-apa." Bisik Ellard, tangannya menarik tangan Bella agar mau saling bertatapan. Matanya yang teduh namun penuh dominasi memikat Bella, mau tak mau membuatnya tunduk dalam kuasa Ellard. Jantung Bella berdegup kencang, apalagi saat senyum lembut, Ellard kembangkan serasa akan segera meleburkan hati. Bella hilang akal, bagai kerbau dicucuk hidungnya. Membiarkan kakinya dibuka lebar. Ellard mengambil posisi diantara kedua pahanya. Menggusak kewanitaan Bella dengan miliknya, pelan-pelan menekan pinggulnya sampai Bella harus menahan napas karena rasanya yang semakin tidak masuk akal. Hingga sentakan kuat Ellard memaksa kedua matanya terbuka lebar. Napas Bella berhembus keras, saat itulah Bella tahu bahwa ia hanya sedang bermimpi. Mimpi erotis yang sebelumnya tida
Diam-diam Bella menangis dalam kamar mandi. Berpura-pura baik-baik saja ternyata menghancurkan dirinya dari dalam. Bella merasakan sakit yang amat sangat namun berusaha mengesampingkan itu demi mempertahankan ego. Dari dulu hingga sekarang Bella selalu bisa mempertahankan kestabilan diri, tidak ingin terlihat lemah didepan siapapun termasuk Ellard. Bella selalu mampu melakukan apapun sendiri, jadi dia tidak perlu siapapun untuk membuatnya bisa berdiri. Dan karena itu pula Ellard mengkhianati nya kan? Oh tolong jangan ingatkan lagi. Bella akan memperbaiki semua itu. Menyelesaikan mandinya dengan cepat karena sadar waktu berjalan tanpa memikirkan perasaan. Bella keluar tahu-tahu Ellard berdiri didepan pintu kamar mandi membuat ia sedikit terkejut. "Ada apa?" Tanyanya heran. Ellard menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak ada." Lelaki itu kemudian memutar tubuhnya keluar kamar. Bella hanya
Farrel meringkuk seperti anak kecil diatas ranjang Mark. Setelah pergolakan panjang, Bella akhirnya memutuskan membawa Farrel pada Mark untuk sementara waktu. Lelaki muda yang biasanya tertawa ceria itu terlihat rapuh, dengan tatapan kosong. Farrel juga masih teguh pada pendiriannya, belum mau menceritakan apapun pada Bella. Sehingga Bella bingung, dan tidak tahu mau berbuat apa. "Rel, makan dulu." Bella sentuh lembut bahunya untuk membangunkan. Bella tahu Farrel tidak benar-benar tertidur. Maka itu Bella membawakan makanan untuk Farrel karena sekarang sudah mulai malam. "Perutmu belum terisi dari pagi, Rel." Lagi-lagi Farrel tidak menjawab, Bella menghela napas menoleh pada Mark yang berdiri dibelakangnya. Namun mau bagaimana lagi, lelaki itu sama bodohnya hanya mengedikan bahu. "Baiklah. Kalau begitu, makanannya aku letakan di atas meja ya? Kau bisa makan kalau nan