"disini kau rupanya."
Suara berat Ellard menginterupsi Bella dan Mark hingga mau tak mau harus saling melepaskan diri.
Ellard berusaha menunjukkan reaksi santai dengan kedua tangan bersarang disaku. Rambutnya terbelah dua, meski tidak se-rapi tadi, tapi harus Bella akui warna platinum silver sangat cocok dengannya.
Ellard terlihat sangat tampan, dengan semua yang ada dalam dirinya. Bentuk dan tinggi badan yang sempurna, hingga wajah tampan bak titisan dewa Yunani menjadikan Ellard lebih pantas disebut malaikat ketimbang manusia.
"Selamat atas pernikahanmu."
Namun entah apa yang ada di kepala lelaki itu sehingga Bella terpaksa harus menyimpan tangannya kembali. Ellard tidak menanggapi Bella, malah menghampiri Mark yang berdiri dibelakang Bella.
"Bisa-bisanya kau disini saat kekasih kecilmu sedang merengek minta pulang."
Mark meneguk ludahnya, telinganya memerah seketika ia menepuk jidatnya sendiri.
"Astaga aku benar-benar menjadi pelupa akhir-akhir ini." Mark segera bergegas, " Bella maafkan aku sayang, ada sesuatu yang harus ku urus."
See? Ini yang katanya ingin lepas dari Yeri tadi? Mark malah terlihat panik persis seperti ayah kehilangan bayinya.
Lelaki berwajah imut itu benar-benar pergi meninggalkan Bella bersama Ellard. Kilatan dimata Ellard terlihat kejam dan tidak bersahabat.
"Kenapa kau membiarkan pria cebol itu memelukmu?!"
Bella mendelik, Ellard mulai ngawur dalam berbicara.
"Cih! bahkan kau sudah menghamili wanita lain." cibir Bella santai, cukup untuk membungkam Ellard.
"Dan kau menikahi-nya hari ini, catat itu!"
Perlu diketahui Minggu lalu Bella lah yang seharusnya menjadi isteri Ellard namun sesuatu diluar dugaan terjadi. Alura datang menghentikan disaat mereka hampir mengucapkan janji. Menentang mentah-mentah pernikahan itu karena ia sedang mengandung bayi Ellard, katanya.
Dengan sedikit rasa kesal Bella melepaskan wig dan melemparnya begitu saja,
"Tidak ada gunanya aku menggunakan ini, kalau kau tetap mengenaliku."
Ellard terkekeh, Bella dengan tempramen nya yang tinggi sangat menggemaskan dimatanya.
"Bahkan jika kau dimasukan kedalam peti sekalipun, aku masih akan mengenalimu."
Lelaki itu mendekat, dan Bella membiarkan saja "aku sudah mengenal semua yang ada dalam dirimu. Semuanya..." Ellard menyampirkan rambut Bella kebelakang telinganya "dari ujung rambut sampai ke ujung kuku-kukumu. Tidak ada yang terlewatkan."
Semakin dekat, wajah Ellard masuk ke perpotongan leher Bella. Matanya terpejam, bahkan Bella dapat merasakan Ellard menghirup dalam-dalam aroma parfum ditubuhnya, "aroma tubuhmu--"
"dan ini yang paling aku rindukan." Ellard berbisik tepat dibibir Bella, menghembuskan napasnya yang panas disana. Pandangannya yang menggoda naik turun antara mata dan bibir Bella yang merona.
"Aku ingin menciummu Bella."
Bella baru ingin membuka suara sedetik sebelum itu Ellard sudah membungkam bibir Bella dengan bibirnya yang panas.
Ellard tidak membiarkan Bella memprotesnya, selama ini juga tidak. Lelaki itu terlalu dominan, menolaknya sama dengan bunuh diri.
Bella menggeser tubuhnya membiarkan Ellard menekannya Kedinding.
"Kenapa kau tidak berusaha membatalkan pernikahanku hmmm?"
Mata Bella masih tertutup, pernapasannya pendek-pendek. Bibir Ellard terlalu dekat. Hingga dia harus mendorong dada Ellard, untuk sedikit celah,
"aku masih cukup waras untuk melakukan hal seperti itu."
Tarikan dibibir Ellard terlihat menyebalkan dimata Bella, membelai lembut rambutnya "Apa kau takut?"
"Sama sekali tidak!"
"Lalu?"
Bella tidak menjawab, dia lebih memilih mengalungkan tangannya keleher Ellard. Menarik tengkuknya dan mencium bibirnya lagi.
"Aku sudah tidak membutuhkan status. Selama cintamu tetap untukku, aku tidak masalah."
Ellard menyeringai. Bella memang wanitanya, satu-satunya wanita yang mampu menjungkirbalikkan dunia Ellard hanya dengan senyumnya yang manis.
"Kau benar. Cinta ku tidak untuk siapapun." Ellard mengecup tenguk Bella, menggigitnya hingga meninggalkan tanda "hanya kau Bella Nayaka. Hanya kau!" Bisiknya penuh penekanan. Lalu menyeret Bella ke dalam toilet.
"Tunggu!"
"Kenapa sayang?" Lelaki itu tidak menghentikan langkahnya. Sambil menciumi tengkuk Bella, Ellard terus mendorong Bella untuk masuk.
"Kau pikir apa yang akan kau lakukan, Ellard Wiliam?!"
"Sesuatu yang akan membuatmu menjadi milikku."
Bella menggeleng menghindari kecupan bibir Ellard dibibirnya "Tidak Ellard!" tolak Bella seraya mendorong dada Ellard karena ia butuh udara untuk bernapas. namun Ellard tetap lah ellard yang keras kepala, lelaki itu tetap mencondongkan tubuhnya memberi kecupan-kecupan ringan dileher sampai ketulang selangka Bella.
"Kenapa tidak?"
"Seseorang akan menemukan kita."
"Aku tidak takut!" balas Ellard tidak mau kalah. Demi Tuhan dia tidak peduli, bahkan jika Alura memergoki-nya sekalipun.
"Dan membiarkan ku mati ditangan penggemarmu? Oh ayo lah Ellard-jangan membuat banyak tanda dileherku!!"
Ellard terkekeh memberikan kecupan kuat untuk terakhir kalinya lalu menjauhkan tubuh dari Bella yang napasnya terngengah.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh kekasihku."
Bella berdecih, terdengar omong kosong ditelinganya. Ellard mengatakan tidak akan membiarkan siapapun menyentuhnya tapi dia sendiri meninggalkan Bella dihari pernikahan mereka. Dasar!
"Kau meragukan keseriusan ku Bella?"
"Kau sendiri yang membuatku meragukanmu."
Lelaki itu terdiam untuk sesaat. Menatap Bella dengan tatapan yang sulit diartikan, lalu dengan lembut menarik Bella kedalam pelukan erat.
"Maafkan aku." Sesalnya mengusap sayang rambut Bella.
"Aku tidak tahu kejadiannya akan seperti ini."
Hingga punggung Bella perlahan mulai basah, disaat itulah dia tahu Ellard sedang menangis. Ellard juga merasakan kesulitan selama ini, Bella menghela napas lelah. Tangannya terangkat membalas pelukan Ellard, menepuk punggungnya untuk menenangkan.
"Tunggu sebentar saja, Bella. Aku akan menceraikan Alura tepat setelah anak itu lahir."
Bibir Bella terkunci rapat, pikiran nya pun kalut. Samasekali tidak menyangka kalau hubungan yang mereka jalin selama dua tahun ini harus melewati jalanan terjal.
"Ellard."
Lelaki itu menggenggam erat kedua bahu Bella, menatap sungguh-sungguh mata Bella yang sedang kebingungan "Kita harus terus berjuang demi hubungan ini, Bella."
Kemudian Ellard mencium lamat-lamat kening Bella. Menyampaikan kasih sayang yang ia simpan hanya untuk Bella melalui itu.
Bella menerimanya, matanya terpejam sesaat setelah setetes air mata jatuh dipipi.
Akankah semuanya berjalan seperti yang diinginkan Ellard? Bella sungguh tidak ingin memikirkan hal lain. Tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk hubungan mereka dimasa depan. Karena Bella juga sangat mencintai Ellard.
***
"Mau ku antar pulang?"
Jemari mereka saling bertaut, Bella hanya tersenyum sambil menundukkan kepala malu-malu.
"Aku akan naik taksi." Katanya yang Ellard angguki saja. "Oke. Telpon aku kalau sudah tiba."
Mereka berpisah setelahnya. Bella keluar meninggalkan rumah Ellard dengan tetap menggunakan penyamaran nya. Sementara Ellard masuk memeriksa kembali acara yang sempat ia tinggal.
***
"Aku marah padamu!"
Mark memijit pelipisnya pening. Mengencani wanita muda tidak pernah ada dalam kamus kehidupan Mark.
"Sayang-"
"Jangan pegang-pegang ih!!"
Kesal? Tentu saja. Mark malu diperhatikan banyak orang, yang entah mengatai-nya apa. Mark membasahi bibirnya, berpikir keras membujuk Yeri agar tidak mengadu dengan ayahnya.
"Yer, sudah ya marahnya. Cepat tua kamu marah-marah terus."
Oke Mark salah lagi kali ini, Yeri melototi Mark sampai-sampai bola matanya memerah nyaris keluar dari tempatnya.
"Maaf."
Yang mana pertengkaran itu disaksikan langsung oleh Bella yang sekarang terkikik geli. Wanita itu bersedekap dada mengejek Mark yang terlihat terus mengumpat dalam hati.
Keberuntungan tidak berpihak pada Mark. Dari kejauhan terlihat jelas Bella mengedikan bahu, sesaat setelah Mark memasang ekspresi tersiksa meminta pertolongan.
"Selamat tinggal babu." Mata Bella terdengar berbicara seperti itu, Mark meringis mengasihi dirinya sendiri kala Bella terlihat melangkah angkuh meninggalkannya yang terus diomeli Yeri.
"Dasar wanita kejam!" Mark menggerutu, yang mana disalah artikan oleh Yeri,
"Apa? Kau mengatai ku kejam?! Kau yang lebih kejam karena meninggalkan ku sendirian bak bocah tak bertuan."
"Sayang astaga, aku tidak berbicara padamu. Sudah ya--"
Mata Yeri terlihat berkaca. Mark meneguk ludahnya bingung. Tenggorokan nya juga tiba-tiba terasa kering, "jahat sekali kau bahkan berbicara dengan orang lain saat aku bersamamu."
Bunuh saja Mark dengan pedang Jaka Tingkir. Ia tidak kuat lagi untuk hidup. Persetan dengan harta warisan, kalau umpannya seperti ini. Bisa-bisa Mark mati duluan sebelum kaya.
"Terserah."
***
Bella mencicipi hot americano di cafe tak jauh dari rumahnya. Terduduk sendirian, sambil sesekali mengetikan sesuatu pada MacBook.
Produk kecantikan terbaru beberapa minggu lagi akan diluncurkan. Bella sedang menyiapkan bahan untuk ia presentasikan kepada ketua divisi besok lusa.
Sampai kira-kira sepuluh menit berkutat, Mark datang membawa beberapa coklat kesukaan Bella.
"ini. Biar tidak stress."
Mark memang pria yang manis, Bella hanya meliriknya sebentar kemudian lanjut dengan beberapa referensi,
"Thanks Mark."
"Hmm." Mark menggigit bibirnya sekilas tampak sedang memikirkan sesuatu, sebelum bertanya "jadi kau mengajakku bertemu hanya untuk menemanimu bekerja?"
Seperti angin lalu, pernyataan Mark menguap begitu saja, Bella tetap sibuk dengan MacBook-nya, jemarinya menari lincah tidak peduli Mark mencebik kesal karena diabaikan.
"Sebentar lagi Mark."
Kemudian Bella menambahkan titik diujung tulisannya lalu menutup MacBook-nya begitu saja,
"selesai."
"Wowww. Aku salah sudah bertanya."
Bella terkekeh, membuka bungkusan coklat batangan favoritnya. "Kau memang tidak pernah melupakan ini. Terimakasih ya." Lalu menggigit nya penuh minat, coklat memang ampuh menurunkan stress. Kunyahan demi kunyahan mampu membawa terbang setiap kegundahan yang sempat Bella pendam.
"Jadi bagaimana?" Wajahnya Mark majukan terlihat tengil dimata Bella,
"Bagaimana apanya?"
"Heyy tidak usah sok tidak mengerti. Pembicaraan kau bersama Ellard kemarin. Jadi apa keputusan nya?"
"Tidak ada." Jawab Bella pada akhirnya,
"Tidak mungkin."
Mark membenarkan letak duduknya, pandangannya lurus namun Bella menghindari nya.
"Dia meminta maaf padamu?" Tanya Mark lagi penasaran dan Bella mengangguk.
"Lalu?"
"Tidak ada lalu."
Bolehkah Mark kesal sekarang?
"oke jawab pertanyaan ku yang satu ini," bella mengangguk mendengarkan "sudah berapa lama kau mengenalku, Bella?"
Keryitan didahi Bella tampak bertambah, lalu dengan polosnya menjawab, "24 tahun--"
"24 tahun tapi sikapmu menunjukkan kita baru bertemu hari ini, yang benar saja?" Kesalnya melipat tangan diatas dada, Mark sudah menyandarkan punggung ke sandaran kursi
"Dia memutuskanmu?" Bella mengedikan bahu acuh sambil terus memasukan coklat kedalam mulutnya, mengunyah tenang sambil sesekali tersenyum menyebalkan.
"Kau benar-benar ingin mengerjai ku rupanya." Mark berdecak tiba-tiba menyeruput kopi Bella, menghabiskan isi nya dengan sekali tenggak, lalu menunjuk muka Bella menggunakan cangkir itu sebelum berteriak "Kalau begitu kau yang harus memutuskan dia!!"
Jelas saja kalau Mark marah atas sikap Bella, tapi Bella tidak mau peduli. Merangkum semua barang-barang nya ke dalam tas, lalu bergegas pergi.
"Thankyou coklatnya Mark," katanya mengecup pipi Mark sekilas, yang mana langsung dihapus terang-terangan oleh Mark, "dasar wanita gila!!"
***
"Alura sudah tidur?" Waktu menunjukan pukul 23:00, Ellard baru saja menyelesaikan acara meeting bersama pihak Ceci magazine terkait kontrak dan pemotretan lanjutan mereka di Bali. Deril membersamai dengan setia, menyampaikan segala sesuatu yang Ellard inginkan. Untuk kemudian mendapat kesimpulan akhir dan tanda tangan kesepakatan. Semua berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun. "Sudah Tuan." Ellard mendesah lega, malam ini adalah malam ketiga setelah pernikahannya bersama Alura. Pulang saat Alura sudah tertidur lalu pergi lagi saat Alura belum bangun. Sekejam itu ia menghindari isterinya. Mau bagaimana lagi, ia hanya tidak ingin menyakiti Bella dengan menaruh perhatian pada wanita lain, meski itu istrinya sendiri. Ellard mengendap masuk kekamar, pelan-pelan menarik engsel pintu dengan harapan Alura tidak terbangun. "Baru pulang?"
Menganga tidak percaya, Bella takjub dengan interior mewah unit apartemen milik Ellard. Setelah tebak-tebakan akan kemana Ellard membawanya pergi akhirnya ditempat inilah unjungnya. Bella mengulum senyumnya, tangannya masih bertaut mesra dengan Ellard berjalan lebih dulu. "Kau suka?" Tentu saja. Bella mengangguk, lampu-lampu ruangan terlihat menakjubkan dengan warna-warna soft tepat seperti seleranya. "Satu unit apartemen untukmu." "Untuk ku?" Ellard tidak mungkin bercanda kan? "Iya, untuk wanita cantik bernama Bella Nayaka." Ellard menggodanya lagi, lalu apa yang bisa Bella lakukan selain tersipu dengan pipi memerah. "Hadiah ulang tahun yang tertunda." Ellard mencebik mengejek dirinya sendiri. Ulang tahun Bella yang ke dua puluh tujuh, dua bulan lalu. Hari berharga sang kekasih yang tidak sempat
Ellard hanya mengetukkan jemari keatas meja. Ia kesal karena tidak ada satu pesan masuk selain dari Bahri yang mengatakan Bella menolak ikut mobilnya.Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi wanita itu tapi beberapa menit lalu tidak lagi bisa tersambung karena Bella mematikan ponselnya."Oh ayolah Bella."Ellard tentu tidak bisa berdiam diri, lantas memutuskan menjemput sendiri Bella ke kantor. Persetan dengan paparazzi, Ellard hanya tidak ingin Bella tiba-tiba menolak tinggal bersamanya."Mau kemana?"Namun keberuntungan bukan miliknya kali ini. Kemunculan Deril yang tiba-tiba, memaksa langkah Ellard terhenti."20 menit lagi, ada meeting dengan pihak produser." Deril mengingatkan dengan amat sangat menyebalkan, "kurasa kau tidak lupa."Ellard sudah muak sekali rasanya, tapi ia juga tidak bisa menolak. Lantas Ellard dar
Sejak pulang sore tadi hingga sekarang pukul sepuluh malam, Bella hanya berbaring dan tidak berniat tidur seperti yang ia katakan pada Ellard. Hubungan yang mereka jalani bukan sesuatu yang baik. Bella tahu, sangat tahu. Namun bagaimana ia harus mengatakannya, kalau cinta yang Bella miliki untuk Ellard tidak pernah pudar. Mengetahui Ellard tergoda akan wanita lain, membuat Bella tidak mampu memikirkan apapun selain mencari cara merebut kembali hati sang kekasih. Ellard hanya miliknya, selamanya miliknya. Maka jangan salahkan Bella jika ia akan menggunakan cara yang sama untuk merebut Ellard kembali. Bella meneguk ludahnya, matanya terpejam meredam arah pikirannya yang mulai tak terkendali. Kemudian bangun dengan cepat untuk melihat lelaki yang sudah ia acuhkan tadi. Lampu-lampu sudah dimatikan, entah kenapa Bella menjadi gugup sendiri. Melangkah pelan mencari keberadaan sang kekasih y
Paginya, Bella benar-benar pergi ke supermarket terdekat. Ia perlu memastikan kulkas terisi dengan baik agar kejadian semalam tidak terulang lagi. Mendorong keranjang belanjaan yang masih kosong, Bella memilah beberapa buah juga sayur. Tidak lupa makanan instan jika sewaktu-waktu mereka lapar disaat genting. "Bella?" Bella menoleh dan ternyata Alura sedang berbelanja juga. Wanita itu tersenyum padanya membuat Bella ingin menerkamnya saat itu juga. "Ah ternyata benar. Aku sudah memperhatikanmu sejak kau berada di deretan daging tadi." Ujar Alura seolah mereka adalah teman lama. Sama sekali tidak ingin terlihat terganggu, Bella melanjutkan kegiatannya mengisi keranjang belanjaan sesuai list yang sudah ia buat sebelum berangkat. "Wahh sepertinya kau sedang belanja bulanan, ya?" Wanita itu tertawa kecil, ikut mendorong keranjang nya saat Bella mengabaikannya dengan
Milik Ellard yang berdiri tegak membuat Bella meringis. Kedua telapak tangannya bergerak sendiri menutupi wajah. "Hei... Tidak apa-apa." Bisik Ellard, tangannya menarik tangan Bella agar mau saling bertatapan. Matanya yang teduh namun penuh dominasi memikat Bella, mau tak mau membuatnya tunduk dalam kuasa Ellard. Jantung Bella berdegup kencang, apalagi saat senyum lembut, Ellard kembangkan serasa akan segera meleburkan hati. Bella hilang akal, bagai kerbau dicucuk hidungnya. Membiarkan kakinya dibuka lebar. Ellard mengambil posisi diantara kedua pahanya. Menggusak kewanitaan Bella dengan miliknya, pelan-pelan menekan pinggulnya sampai Bella harus menahan napas karena rasanya yang semakin tidak masuk akal. Hingga sentakan kuat Ellard memaksa kedua matanya terbuka lebar. Napas Bella berhembus keras, saat itulah Bella tahu bahwa ia hanya sedang bermimpi. Mimpi erotis yang sebelumnya tida
Diam-diam Bella menangis dalam kamar mandi. Berpura-pura baik-baik saja ternyata menghancurkan dirinya dari dalam. Bella merasakan sakit yang amat sangat namun berusaha mengesampingkan itu demi mempertahankan ego. Dari dulu hingga sekarang Bella selalu bisa mempertahankan kestabilan diri, tidak ingin terlihat lemah didepan siapapun termasuk Ellard. Bella selalu mampu melakukan apapun sendiri, jadi dia tidak perlu siapapun untuk membuatnya bisa berdiri. Dan karena itu pula Ellard mengkhianati nya kan? Oh tolong jangan ingatkan lagi. Bella akan memperbaiki semua itu. Menyelesaikan mandinya dengan cepat karena sadar waktu berjalan tanpa memikirkan perasaan. Bella keluar tahu-tahu Ellard berdiri didepan pintu kamar mandi membuat ia sedikit terkejut. "Ada apa?" Tanyanya heran. Ellard menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak ada." Lelaki itu kemudian memutar tubuhnya keluar kamar. Bella hanya
Farrel meringkuk seperti anak kecil diatas ranjang Mark. Setelah pergolakan panjang, Bella akhirnya memutuskan membawa Farrel pada Mark untuk sementara waktu. Lelaki muda yang biasanya tertawa ceria itu terlihat rapuh, dengan tatapan kosong. Farrel juga masih teguh pada pendiriannya, belum mau menceritakan apapun pada Bella. Sehingga Bella bingung, dan tidak tahu mau berbuat apa. "Rel, makan dulu." Bella sentuh lembut bahunya untuk membangunkan. Bella tahu Farrel tidak benar-benar tertidur. Maka itu Bella membawakan makanan untuk Farrel karena sekarang sudah mulai malam. "Perutmu belum terisi dari pagi, Rel." Lagi-lagi Farrel tidak menjawab, Bella menghela napas menoleh pada Mark yang berdiri dibelakangnya. Namun mau bagaimana lagi, lelaki itu sama bodohnya hanya mengedikan bahu. "Baiklah. Kalau begitu, makanannya aku letakan di atas meja ya? Kau bisa makan kalau nan
Mark baru saja selesai olahraga pagi saat Murni-ibu Bella berdiri di depan pintu apartemennya. Murni menunggu Mark. Senyum ramah terbit dari bibir pucatnya saat menyentuh lengan Mark. Kegundahan jelas terlihat di mata wanita rentah itu."Ibu." Panggil Mark masih tidak percaya Murni menemuinya. Sorot sayu serta kerjapan lemah membuat Mark khawatir. "Bukankah ibu sedang sakit? Kenapa ke sini?"Kemudian memasukan beberapa angka keamanan dan membawa Murni ke dalamnya. Murni duduk di sofa sementara Mark mengambilkan air putih karena wanita itu tampak seperti kehausan."Tadi ibu nak ojek online." Kata Murni membuka percakapan, "jaman sudah sangat maju sehingga apa-apa harus melalui digital. Kami yang sudah tua ini cukup kesusahan." Lanjutnya terkekeh yang kini di ikuti Mark."Minum dulu."Segelas air putih Mark berikan. "Lift sedang rusak. Ibu pasti sangat kelelahan harus menaiki tangga darurat.""Tidak juga. Sekalian olahraga, kalau bukan karena
Percintaan hebat yang Bella kira hanyalah mimpi ternyata sebuah kenyataan, menggiring Bella segera menenggelamkan diri saja ke Antartika. Tengah malam, keheningan begitu kental memeluk diri. Bella terbangun dengan sakit di sekujur tubuh. Wanita itu menggeleng tidak percaya sudah menyerahkan bagian paling berharga dari dirinya pada Ellard. Suami Alura. Oh Tuhan, ini benar-benar sebuah perselingkuhan yang kejam. Tak terasa setetes air mata jatuh, Bella tergugu antara menyesal dan... Tidak tahu. Bella kalut, kepalanya pusing bukan kepalang. Bukan ini yang Bella mau. Sex sebelum menikah tidak pernah ada dalam kamus Bella. "Sudah bangun?" Ellard keluar dari kamar mandi langsung merengkuh tengkuknya untuk ciuman selamat pagi. Rupanya sekarang sudah memasuki waktu pagi. Langit masih gelap memang. Namun matahari mulai memancarkan sinar dari ufuk timur. Yang artinya Bella sudah tertidur lebih dari 12 jam sejak sore. "Kita akan kembali ke hotel se
Perjalanan panjang membuat mereka kelaparan. Bella makan dengan lahap, menerima apapun yang Ellard sodorkan ke mulutnya. Saling menyuapi layaknya pasangan muda di mabuk asmara. Bella terkekeh saat Ellard berpura-pura menggigit jari Bella. New Zealand sangat indah. Ah bukan New Zealand yang indah tapi kebersamaan mereka luarbiasa indah. Bella senang sekali bisa pergi berdua dengan Ellard setelah sekian lama. Hatinya berbunga-bunga sejak Ellard menyetujui ajakan berlibur. Dia hanya tidak tahu cara mengatakan. "Mau anggur?" "Kau tahu aku tidak bisa minum." Tentu saja Ellard tahu. Ellard tahu Bella pasti akan kehilangan kesadaran layaknya orang mati jika sudah bersentuhan dengan alkohol. Tapi dia tetap menuang minuman itu ke gelas Bella. "Aku bilang aku tidak akan minum." "Aku hanya menuang. Minum atau tidak itu hak mu." Ellard mengedipkan mata saat mengangkat gelas mili
Semilir angin menerbangkan rambut Bella ketika membuka jendela kamar. Di hadapkan ke lautan lepas, mata Bella tak pelak dibuat segar. Rasa penat berpendam di dasar kepala seolah melayang terbang bersama bui. Senyum terbirit terbit dari bibir Bella saat menghirup udara dan merasainya memenuhi paru. Kemarin, mereka tiba di jam 2 dini hari. Bella tidak begitu sadar lokasi villa ah... hotel dengan pemandangan sesempurna ini. Bukan Bali. Ellard memilih New Zealand untuk liburan mereka kali ini. Ellard ingin bebas dari tuduhan miring dan tempat paling aman adalah luar negeri. "Kenapa meninggalkan ku, hmm?" Kecupan lembut dan rengkuhan di pinggang memberitahu Bella sang kekasih telah terbangun. Kini memeluk mesra ikut menikmati udara di pagi hari. "Aku tidak kemana-mana." "Tetap saja kau meninggalkanku dengan berdiri di sini." Kecupan mesra terus Ellard bubuhkan di sisi leher Bella. "Kau suka?" Kepala Ellard
Bersama helaian daun jatuh menyentuh tanah, Bella tersenyum. Jenis senyum tipis miris yang jarang terlihat dari bibirnya.Tergugu mencengkram erat seikat bunga hingga dua sampai tiga kelopak indahnya jatuh terbang dibawa angin.Saat ini, di bawah pohon rindang tersebar dedaunan kering, Bella berdiri menatap gundukan tanah dengan nisan bertuliskan Mia Anastasya tertanam kokoh.Sang sahabat yang meninggal tragis satu tahun lalu. Bella begitu merindu namun tidak ada satu katapun bisa ia sampaikan. Mulut Bella terkunci rapat, bahkan untuk sekedar menekuk kakinya saja dia enggan. Lantas Bella jatuhkan begitu saja bunga yang ia bawa.Persetan bagaimana kucing kecil diseberang sana menilai dirinya. Bella putar tubuhnya meninggalkan lokasi pemakaman. Kaca mata hitam bertengger angkuh menyimpan semua kilat dalam matanya.***
Pada dasarnya, secinta apapun Ellard pada Bella, tetap tidak bisa membuatnya lepas tangan terhadap Alura yang notabene-nya istri sah. Ellard mengendap keluar setelah mengecup ringan pipi Bella yang masih terlelap. Begitu tiba di basement, Deril sudah terlihat menyebalkan dengan sebelah tangan handal memainkan kunci mobil. Lelaki itu memutar bola matanya malas, "masuk!" Deril bahkan tidak tertarik untuk mengomentari penampilan kacau Ellard yang baru bangun tidur. Rambut berantakan dan kancing kemeja yang tidak sepenuhnya terkait. Deril tebak, lelaki ini bahkan belum sempat mencuci muka. Dengan rasa kesal memuncak Deril lemparkan sisir pada Ellard, "setidaknya rapikan dulu rambut singamu!" "Aku yakin kau cukup pintar untuk melihat keadaanku saat ini." Ellard menimpali sarkas. Ellard masih kesal dibangunkan pagi-pagi, disaat dia masih memiliki banyak waktu untuk bersant
malam semakin larut, udara dingin menggigit kulit. Bella masih berdiam diri di halaman rumah orang tuanya setelah tiba sekitar 15 menit lalu. Memeluk tubuhnya yang mulai meremang. Kemeja tipis yang Bella kenakan tidak cukup untuk menghadang angin membelai kulit sampai ke dalam. Bella hembuskan napasnya yang langsung mengembun. Ia seperti orang gila akhir-akhir ini. Meninggalkan rumah tanpa pamit, sekarang kembali ditengah malam rasanya agak kurang etis. Lantas dengan sisa kewarasannya Bella kembali pada taksi yang membawanya tadi. "Putar balik." perintahnya datar datar pada sang supir. Isi kepala Bella sekacau itu sampai ia tekan pelipisnya berharap bisa merasa lebih baik. Cibir saja kebodohannya karena kembali pada tempat dimana ia meninggalkan Ellard. Memandangi mobil yang sama sekali belum berubah posisi. Tidak tahu apa yang terjadi dengan Ellard didalam sana sampai harus menggusak
"Sudah?" Ellard mengiyakan dengan anggukan mantap setelah menarik tuas pintu penumpang. Bella mengambil alih kemudi, karena keadaan Ellard sedang tidak memungkinkan untuk berkendara saat ini. Kondisi Ellard tidak terlalu mengkhawatirkan, hanya cidera di lengan rupanya tidak membuat Ellard harus dirawat berlama-lama. Lantas setelah Melina dan Irham pulang, Ellard juga memutuskan untuk segera pulang. Terlepas nanti Ellard harus tetap menjalani beberapa terapi untuk kesembuhan penuh. "Kau harus bekerja ekstra untuk merawatku nanti. Dokter bilang aku harus makan bubur setiap pagi, agar pencernaan ku baik. Makan buah setiap hari dan tidak boleh diabaikan." Ellard berbicara seolah kenyataan itu begitu menyenangkan baginya. Yang Ellard tidak tahu bahwa cidera pada lengan tidak ada hubungannya dengan urusan pencernaan apalagi soal abai-mengabaikan. Bella berdecak samar sama sekali tidak ingin membantah. "Biar aku-" Gips di le
Bella sedang tertawa mendengar cerita konyol Ellard perihal lawan mainnya yang mencret di lokasi syuting. Batal take karena tidak berhenti kentut dan bolak-balik ke toilet, saat Deril menyerobot masuk dengan napas terengah. "Cepat pergi dari sini!" Deril menarik tangan Bella ditahan oleh Ellard, "kenapa sih Der?" "Wartawan sedang menuju kesini, maka itu Bella harus pergi," katanya ketir. Deril terlihat frustasi-penyampaiannya pun kacau. "Dimana-mana wartawan tidak boleh masuk ruang inap pasien," cibir Ellard tenang, "Bella tidak akan kemana-mana." "Tapi mereka memaksa." "Panggil tim keamanan, begitu saja repot." Bella mengangkat alisnya menatap Ellard, lelaki itu mengedik acuh. Sampai kapanpun Deril tidak akan pernah bisa membuat Ellard takut. Maka tidak ada pilihan lain bagi Deril selain menyerah. Ia menghela lelah, "Orang tua-mu sedang dalam perjalanan menuju ke si