"Mau pergi juga?" tanya Hayu saat melihat suaminya sedang bersiap-siap. Cuaca di luar sedang hujan deras dan angin yang cukup kencang. Ada janji dengan klien yang meminta untuk di-design gambar sebuah kantor yang akan dibangun. Kali ini cukup besar. Kemampuannya dalam merancang bagun berserta design interior sedikit demi sedikit sudah mulai dikenal oleh beberapa pengusaha, terutama kenalan Papa Setya. Ada peluang di kantor Papa Danu jika memang mau, tapi daripada dibilang KKN lebih baik dia mundur. Biasanya yang berhubungan dengan pemerintahan, akan dibuka semacam lelang. Aksa belum berminat mengikuti yang semacam itu karena prosesnya lama dan berbelit.Sementara ini, dia hanya mengambil job yang kecil, asalkan masih cukup untuk menafkahi keluarga. Sementara gaji Hayu tak pernah dia tanyakan. Itu milik sitrinya, dia tidak akan ikut campur. "Ini lumayan gede. Dia minta design kantor 3 lantai. Nanti buat biaya lahiran kamu," jawab Aksa sambil menangkup pipi Hayu dan menatapnya dalam.
Danu dan Setya duduk bersebelahan di kursi tunggu di depan ruangan operasi. Sementara itu Rani sibuk menghapus air mata yang sejak tadi menetes. Sudah 3 jam mereka menunggu dan masih belum selesai. Setelah mendapat kabar bahwa putra mereka kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit, Setya dan Rani langsung menuju kesana di tengah hujan deras. Sementara itu Danu yang tadinya masih tertidur langsung dibangunkan oleh Sarah. Lelaki paruh baya itu langsung kaget saat mendengarnya. Apalagi melihat putrinya yang pingsan di kamar. Mereka berdua mengurus Hayu hingga sadar, kemudian segera menuju rumah sakit tempat menantunya dibawa. Tiba di sana, Aksa yang dalam kondisi kritis sudah berada dalam penanganan dokter di ruang operasi. Danu memeluk Setya yang tampak terpukul karena kejadian ini. Putra mereka satu-satunya dan baru saja menikah malah terkena musibah. Ditambah dengan Hayu yang sedang hamil muda, membuat pikiran mereka semakin kacau."Keadaan Hayu gimana, Mas?" tanya Setya. "Tadi waktu M
Hayu menatap jendela kaca dimana di ruangan sana terbaring sang suami yang sedang kritis. Air matanya sudah tak dapat menetes karena telah kering. Sudah 2 minggu Aksa berada disana dan belum bereaksi sama sekali. Hanya satu yang membuatnya masih menyimpan harapan, detak jantung suaminya yang masih normal di monitor. Hatinya sakit, perih setiap kali melihat kondisi itu, sambil terus berdoa agar Allah segera mengembalikan Aksa cepat atau lambat. "Sa. Aku sama anak kita masih setia menunggu kamu hingga sadar. Kembalilah kepada kami, Sa," ucapnya sambil menatap dari balik kaca. Wanita itu masih bekerja seperti biasa walaupun tidak maksimal. Sebenarnya dia ingin resign, tapi Mama Sarah melarang. Kata mama, dengan tetap bekerja paling tidak ada kegiatan yang bisa mengalihkan perhatian dari kesedihan yang mendalam. Namun, setiap sore, dia akan datang ke rumah sakit dan melihat perkembangan suaminya. Bergantian dengan Mama Rani yang setiap hari berada disini. Setiap Hayu datang maka ibu m
Jemari mereka bertautan, namun hanya Hayu yang menggenggam. Aksa belum merespons sama sekali sejak tadi. Ketika mama dan papanya yang datang, jari itu kembali bereaksi. Namun, mengapa dengan istrinya di tidak memberikan reaksi sama sekali? Itu membuat Hayu menjadi sedih. Hari ini, dia bahkan izin keluar saat makan siang dengan alasan menjenguk suaminya di rumah sakit. Itu sudah terjadi berulang kali, sampai mendapat surat peringan 1 dari kantor karena beberapa bulan ini banyak membolos. Hayu bahkan mendapatkan potongan bonus tahunan karena kinerjanya dinilai kurang. Bisik-bisik di kantor yang menaruh iba kepadanya mulai bermunculan. Ada beberapa rekan kerja yang memberikan dukungan agar dia kuat bertahan. "Sa. Bangun. Ini aku sama anak kita," bisiknya namun tetap sama, tidak ada respons. Berulang kali Hayu mencoba, tetap sama. Akhirnya dia menyerah dan memilih untuk keluar karena jam besuk sudah habis. Sekarang waktunya untuk kembali ke kantor karena jam makan siang sudah habis.Su
Mobil Bayu berhenti tepat di depan, dimana security langsung membukakan pagar ketika Hayu turun dan terlihat di CCTV. Tadi sebelum pulang, mereka mampir sholat maghrib di mushola terdekat. Biasanya Hayu agak kurang nyaman memakai mukena bersama yang disediakan, namun karena keadaan, mau tak mau dia menggunakannya. Untungnya bersih semua dan baunya harus. Mushola yang mereka singgahi juga menyediakan sandal masjid "Anak pejabat rumahnya gedongan," kata lelaki itu bercanda dan ditanggapi Hayu dengan senyuman."Mampir?" tawarnya."Gak usah. Udah malem. Besok masih kerja," jawab lelaki itu."Thanks.""Buat?""Jadi ojek sama traktiran sate padang. Kalau Aksa udah sadar, aku mau ajak dia makan disitu," jawab Hayu keceplosan. Lalu dia menutup mulut dan merasa tak enak karena telah mengucapkan hal itu.Bayu sedikit tersentak mendengarnya. Sekalipun Hayu telah menjadi milik orang lain, tetap saja perasaan itu masih ada hingga kini. "Santailah. Besok aku anter pulang lagi, gimana?" tanya Bayu
Mata lelaki itu mengerjap bekali-kali. Pandangannya kabur. Ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan. Mulutnya tersumpal selang yang terasa menyesakkan. Dia berusaha menggerakkan tubuh tetapi kaku dan rasanya sakit. Buan hanya itu, seluruh tubuhnya sakit sehingga air mata mengalir di sudut-sudutnya."Sa..."Wanita itu menggenggam jemarinya sambil mengusap air mata. Ada beberapa orang lain, entah siapa memandangnya dengan lekat. Baju yang mereka pakai berwarna putih. "Akhirnya kamu sadar juga, Sa," bisik wanita itu lagi.Aksa mencoba menggerakkan tangan, menyentuh pipi wanita yang duduk disampingnya.Hayu. Dia ingat. Itu Hayu. Sepupu yang disukainya sejak dulu. Lalu kemana mama dan papa? Mengapa malah orang lain yang menjaganya? Aksa tak mampu berpikir. Kepalanya berdenyut sakit sekali. Tangannya bahkan melambai ingin memberi tahu."Jangan bicara dulu, Sa. Kamu masih belum pulih," bisik Hayu lagi. Dia bahkan meletakkan jemari suaminya di pipi. Sarah dan Danu yang melihat itu mengucap
Beberapa hari setelah masa sadarnya, Aksa dipindahkan ke ruang perawatan VVIP yang sudah dibooking khusus oleh Danu. Papa mertuanya itu sudah berpesan jauh-jauh hari bahkan membayar semua biaya yang dibutuhkan. Aksa sendiri sudah mulai jelas melihat wajah siapa saja yang datang. Hanya belum bisa bicara secara normal. Kaku, kelu, yang dirasakan oleh lidahnya. Kata dokter itu efek koma, namun tidak permanen. Dia harus berlatih, mencoba berbicara sedikit demi sedikit agar kembali normal. Sepertinya, memang masih akan berbulan-bulan menginap di rumah sakit. Tubuh lelaki itu kurus, pucat dengan bekas-bekas luka. Matanya cekung. Aksa yang gagah kini berubah 180 derajat. Sungguh miris sekali jika melihat keadaannya. Hayu bahkan masih berlinang air mata setiap kali datang menjenguk. Bergantian dengan mertuanya, wanita itu mengurus sang suami. Tapi, tetap saja dia tidak boleh menginap disini, sekalipun sudah mencoba membujuk mamanya.Rumah sakit adalah tempat paling mudah menularkan segala
Gadis itu dengan santainya berjalan memasuki rumah sakit, dengan sepatu yang bunyi haknya menggema di lorong-lorong. Beberapa pasang mata melirik karena dia cantik. Ditangannya membawa sebuah keranjang berisi buah-buahan segar, karena yang akan dijenguk adalah orang spesial, maka dia memilih yang terbaik.Kakinya melangkah ke sebuah kamar. Mengecek berulang kaki agar tak salah nomor. Benar. Pelan tangannya mendorong pintu. Sepi. Saat dia masuk, hanya ada seseorang yang sedang tetidur di bed pasien. Orang itu adalah alasan mengapa dia datang kesini.Setelah meletakkan buah di meja, dia duduj dikursi samping bed, menatap sosok yang sudah mencuri hati sejak pertama kali ketemu.Tangannya mengusap pipi yang terbalut perban, juga lengan yang sebagian membiru bekas jarum infus. Hatinya sedih melihat kaki yang digips, pastilah akan memakan proses yang lama untuk penyembuhannya. "Pak. Ini Nisa datang," bisiknya pelan. Suasana yang sepi membuatnya memanfaatkan keadaan. Dia tahu jam segitu
Aula kampus penuh sesak dengan para wisudawan dan wisudawati berserta keluarga yang duduk rapi menunggu acara wisuda dimulai. Hari ini lengkap kebahagiaan mereka karena akhirnya Aksa resmi menyandar gelar seorang arsitek dengan nilai yang memuaskan walaupun bukan yang terbaik. Dengan penuh perjuangan dia menyelesaikan skripsi yang tertunda hampir setahun lamanya. Lagi-lagi suasana haru menyelimuti hati Hayu saat sang suami dipanggil maju ke depan dan menerima piagam pernghargaan dari kampus. Lelaki itu melambaikan tangan kepada keluarga setelah selesai di wisuda. Dia kembali duduk dan memeluk sang istri dengan haru. Juga mama dan papanya. Anak-anak tidak diizinkan masuk dan menunggu di luar ruangan bersama baby sitternya. Danu dan Sarah juga sama, berada di depan karena keluarga yang boleh masuk dibatasi dari pihak kampus. Sehingga mereka berdua mengalah dan membantu menjagak cucu-cucu. Danu sudah pensiun dari jabatannya beberapa bulan terakhi sehingga waktunya lebih banyak santai u
The Clariston, Nusa Dua Bali. Aksa memasuki ballroom hotel itu dengan langkah pasti. Di sampingnya ada Hayu yang menggandengan lengan lelaki itu dengan mesra.Dia belakangnya ada Ada Setya dan Rani yang menggandeng Ammar. Ada juga Danu dan Rani yang menggendong Adinda. Lengkap semua yang datang menghadiri opening hotel berbintang 5 dimana setahun yang lalu, Aksa mendapatkan tender untuk men-designya.Wajah-wajah berseri terlihat dimana-mana. Semua orang menikmati hidangan yabg disajikan. Para tamu benar-benar dijamu, bahkan beberapa orang mendapatkan fasilitas menginap gratis. Aksa termasuk salah satunya."Hai, Aksa. Apa kabar?" Salah satu rekannya sesama arsitek menyapa. Lalu mereka berjalan menuju yang lain. Lengkap 5 orang saling berkumpul dan bercerita. "Ini Hayu, ya?" tanya salah seorang di antara mereka. "Iya, saya istri Aksa.""Cantik banget. Pantas aja Aksa galau terus waktu pisah. Malamnya gak ada yang ngelonin."Gelak tawa menggema di ruangan itu. Hayu hanya bisa tersipu
Aksa dan Hayu melangkah masuk ke dalam gedung itu dengan bergandenga tangan. Dua minggu setelah kedatangan Vita dan Bayu, hari ini mereka berada disini untuk menyaksikan momen sakral itu.Vita meminta Hayu untuk mendampingi saat akad nikah berlangsung karena sahabatnya itu tidak bisa menjadi pengiring pengantin. "Di sebelah mana?" tanya Aksa kepada salah satu kerabat mempelai yang berdiri menyambut tamu di depan. "Lurus, belok ke kanan, Pak."Aksa mengucapkan terima kasih dan akhirnya menemukan sebuah pintu di ujung. Begitu terbuka, tampaklah ratusan orang memenuhinya. Untunglah acara belum dimulai dan masih bersiap-siap.Kemarin, mereka memboyong anak-anak untu dititipkan ke rumah Mama Sarah dan menginap disana. Sehingga hari ini, biaa tepat waktu datang menghadiri pesta pernikahan."Silakan duduk. Mbak Hayu, ya?" tanya salah seorang kepada mereka."Benar.""Saya adiknya Kak Vita. Pesannya kalau Mbak Hayu datang, kursi di sebelah depan sudah disiapkan.""Terima kasih, ya."Mereka d
Hujan deras membasahi pemakaman hari ini. Eyang, sosok yang menjadi panutan dalam keluarga mereka berpulang. Semua orang berduka, begitu juga Hayu dan Aksa. Setelah 40 hari masa nifas dan mengadakan syukuran aqiqah, Eyang pun mengembuskan napas yang terakhir.Dia tutup usia dan meninggalkan banyak kenangan bersama anak cucu. Saat mereka mendatanginya, eyang hanya tersenyum dan mengusap wajah Hayu. Mungkin sudah lupa, bahkan berkata juga tidak ada, seperti lupa kepada orang-orang disekitarnya."Ayo kita pulang." Aksa merengkuh tubuh istrinya dan mengajak Hayu masuk ke mobil. Hujan semakin deras, seperti ikut menangisi kepergian eyang.Ada yang datang, ada yang pergi meninggalkan dunia ini. Seperti saling berganti dan mengisi. Kelahiran dan kematian merupakan awal dan akhir kehidupan manusia. Bagiamana kita menjalani masa di antara keduanya, semoga pilihan yang terbaik yang diambil.***Butik ramai hari ini. Hayu sampai kewalahan melayani pembeli. Sementara itu Ammar dan Adinda justru m
Rumah sakit ini. Rasanya sudah tak asing bagi mereka karena sejak awal Kasa kecelaakan juga Hayu melahirkan mereka berada di sini."Duduk, Nak," ucap Sarah saat melihat menantunya mondar-mandir sejak tadi. Sekalipun dulu pernah mengalami hal yang sama saat kelahiran Ammar, tetap saja Aksa merasakan gelisah itu."Hayu gak mau operasi padahal kata dokter kandungan yang ini lemah.""Doakan. Dia sedang berjuang. Kamu jangan panik. Kita sama-sama berdoa." Akhirnya Aksa duduk di kursi tunggu dan mengucapakan doa dalam hati agar anak dan istrinya tetap sehat. Satu jam menunggu akhirnya suara tangisan bayi terdengar dari ruang bersalin. Alhamdulillah semua mengucap syukur. Saat ini hanya mereka berdua yang menunggu karena Danu sedang tugas keluar kota, Setya masih berkerja dan Rani sedang bersiap-siap menuju ke rumah sakit. Kondisi eyang semakin memburuk sehingga Rani semakin intens bolak-balik ke rumah mertuanya. Untunglah Hayu tetap berada di rumah Sarah sekalipun Aksa sudah pulang, s
Aksa memasangkan sebuah penutup mata kepada istrinya ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil."Ini apaan, sih?""Diem aja. Ntar kalau udah sampai kamu lihat sendiri." Aksa mengulum senyum sambil memandang wajah cantik Hayu lalu menyalakan mesin. Hari ini mereka akan pergi berdua saja ke suatu tempat yang sudah lama direncanakan. Setelah beberapa bulan yang lalu Hayu memutuskan untuk resign dari kantor dan hanya mengurus Ammar, Aksa menjadi lebih fokus menyelesaikan kuliah juga mulai mengambil job gambar. Kandungan istinya juga semakin membesar dan cukup membuat Hayu kelelahan setiap hatinya. Jadi keputusan untuk mundur bekerja sudah tepat. Lelaki itu mengandalkan surat keterangan kontraknya saat mengerjakan proyek sebuah hotel ternama di Bali sehingga dalam waktu cepat permintaan design mulai berdatangan.Sedikit demi sedikit dia mulai mengumpulkan tabungan untuk merenovasi rumah yang diberikan oleh papanya.Begitu bonus dari job design hotel cair, Aksa langsung membangun sebuah
Hayu memelankan langkah saat berada di dalam kamar. Takut suaminya terbangun. Aksa terlihat sangat lelah. Sepertinya belum berganti pakaian dan hanya melepas sepatu. Dia duduk di pinggir ranjang dan menatap wajah sang suami drngan penuh cinta. Lelaki ini, yang dulu dia tolak mentah-mentah, kini malah mencintai dan takut kehilangan. Aksa yang masih muda namun bertanggung jawab sekalipun mereka belum memiliki apa-apa dari hasil usaha sendiri, namun lelaki itu telah berusaha menafkahi bahkan dalam kondisi berat sekalipun."Sayang," bisik Hayu lalu menyentuhkan bibir di pipi itu. Aroma khas tubuh Aksa yang selalu dia suka langsung menguar ke inderanya.Lelaki itu menggeliat dan berbalik posisi membelakangi lalu melanjutkan tidur. Dengkurnya terdengar keras, itu menandakan jika Aksa benar-benar kelelahan."Kapan Aksa datang, Ma?" Hayu bertanya saat keluar kamar.Dia menarik kursi makam dan duduk. Tangannya mengambil lauk di meja dan mencicipinya sedikit. "Tadi siang. Mama juga kaget. Ka
Aksa dengan gagahnya mempresentasikan semua hasil kerja keras selama ini di depan semua petinggi hotel. Tiga jam mereka berkutat dan berdiskusi untuk memperbaiki beberapa bagian yang miss. "Setelah melihat semua yang Bapak Aksa paparkan mengenai konsep design sebagian ruangan, kami menyetujuinya dengan syarat perbaikan di beberapa tempat yang sudah kita bahas tadi."Alhamdulillah. Akhirnya selesai dan final. Lelaki itu mengucap syukur karena hasil yang dikerjakan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dia tidak perlu berlama-lama disini dan bisa segera pulang berkumpul dengan keluarga. Dia teringat hari itu saat mengantar Hayu dan Ammar di bandara. Istrinya menangis saat perpisahan. Aksa membujuk Hayu dengan mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Sabar, hanya itulah perilaku yang harus selalu mereka tanamkan dalam hidup karena semua hal di dunia ini berproses. Hayu yang manja, yang sejak kecil dicukupi semua kebutuhannya, harus rela berbesar hati dengan semua ujian berat yang m
Hayu dan Aksa melambaikan tangan saat mengantar kepulangan orang tua mereka di bandara. Sarah berlinangan air mata saat memeluk Ammar. "Mama ini. Kami cuma 3 hari disini. Nanti juga kan pulang," bujuk Hayu."Jangan lama-lama. Ingat cuti kamu tinggal beberapa hari," pesan Sarah."Jaga diri baik-baik. Nanti papa jemput pas pulang, ya." Danu memeluk anak menantunya. Dua orang tua itu melambaikan tangan saat masuk ke dalam. Aksa dan Hayu menunggu hingga mereka hilang dari pandangan. Lalu mereka duduk sambil menunggu pesanan taksi datang."Kita mau langsung balik ke kos?" tanya Hayu."Kayaknya mampir dulu beli kasur. Aku gak tau kalian mau datang. Jadi gak ada persiapan.""Barang-barang kita?""Tinggal di taksi bentar. Nanti kita minta supirnya jadi pemandu ke toko buat cari kasurnya. Aku juga gak tau kalau disini dimana," jelas Aksa.Sebuah mobil berhenti di depan dan mereka bergegas memasukinya. "Jalan kemana, Bli?""Ke toko kasur, Pak?""Maksudnya gimana, ya?""Bapak antar kami ke t