Hayu menatap jendela kaca dimana di ruangan sana terbaring sang suami yang sedang kritis. Air matanya sudah tak dapat menetes karena telah kering. Sudah 2 minggu Aksa berada disana dan belum bereaksi sama sekali. Hanya satu yang membuatnya masih menyimpan harapan, detak jantung suaminya yang masih normal di monitor. Hatinya sakit, perih setiap kali melihat kondisi itu, sambil terus berdoa agar Allah segera mengembalikan Aksa cepat atau lambat. "Sa. Aku sama anak kita masih setia menunggu kamu hingga sadar. Kembalilah kepada kami, Sa," ucapnya sambil menatap dari balik kaca. Wanita itu masih bekerja seperti biasa walaupun tidak maksimal. Sebenarnya dia ingin resign, tapi Mama Sarah melarang. Kata mama, dengan tetap bekerja paling tidak ada kegiatan yang bisa mengalihkan perhatian dari kesedihan yang mendalam. Namun, setiap sore, dia akan datang ke rumah sakit dan melihat perkembangan suaminya. Bergantian dengan Mama Rani yang setiap hari berada disini. Setiap Hayu datang maka ibu m
Jemari mereka bertautan, namun hanya Hayu yang menggenggam. Aksa belum merespons sama sekali sejak tadi. Ketika mama dan papanya yang datang, jari itu kembali bereaksi. Namun, mengapa dengan istrinya di tidak memberikan reaksi sama sekali? Itu membuat Hayu menjadi sedih. Hari ini, dia bahkan izin keluar saat makan siang dengan alasan menjenguk suaminya di rumah sakit. Itu sudah terjadi berulang kali, sampai mendapat surat peringan 1 dari kantor karena beberapa bulan ini banyak membolos. Hayu bahkan mendapatkan potongan bonus tahunan karena kinerjanya dinilai kurang. Bisik-bisik di kantor yang menaruh iba kepadanya mulai bermunculan. Ada beberapa rekan kerja yang memberikan dukungan agar dia kuat bertahan. "Sa. Bangun. Ini aku sama anak kita," bisiknya namun tetap sama, tidak ada respons. Berulang kali Hayu mencoba, tetap sama. Akhirnya dia menyerah dan memilih untuk keluar karena jam besuk sudah habis. Sekarang waktunya untuk kembali ke kantor karena jam makan siang sudah habis.Su
Mobil Bayu berhenti tepat di depan, dimana security langsung membukakan pagar ketika Hayu turun dan terlihat di CCTV. Tadi sebelum pulang, mereka mampir sholat maghrib di mushola terdekat. Biasanya Hayu agak kurang nyaman memakai mukena bersama yang disediakan, namun karena keadaan, mau tak mau dia menggunakannya. Untungnya bersih semua dan baunya harus. Mushola yang mereka singgahi juga menyediakan sandal masjid "Anak pejabat rumahnya gedongan," kata lelaki itu bercanda dan ditanggapi Hayu dengan senyuman."Mampir?" tawarnya."Gak usah. Udah malem. Besok masih kerja," jawab lelaki itu."Thanks.""Buat?""Jadi ojek sama traktiran sate padang. Kalau Aksa udah sadar, aku mau ajak dia makan disitu," jawab Hayu keceplosan. Lalu dia menutup mulut dan merasa tak enak karena telah mengucapkan hal itu.Bayu sedikit tersentak mendengarnya. Sekalipun Hayu telah menjadi milik orang lain, tetap saja perasaan itu masih ada hingga kini. "Santailah. Besok aku anter pulang lagi, gimana?" tanya Bayu
Mata lelaki itu mengerjap bekali-kali. Pandangannya kabur. Ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan. Mulutnya tersumpal selang yang terasa menyesakkan. Dia berusaha menggerakkan tubuh tetapi kaku dan rasanya sakit. Buan hanya itu, seluruh tubuhnya sakit sehingga air mata mengalir di sudut-sudutnya."Sa..."Wanita itu menggenggam jemarinya sambil mengusap air mata. Ada beberapa orang lain, entah siapa memandangnya dengan lekat. Baju yang mereka pakai berwarna putih. "Akhirnya kamu sadar juga, Sa," bisik wanita itu lagi.Aksa mencoba menggerakkan tangan, menyentuh pipi wanita yang duduk disampingnya.Hayu. Dia ingat. Itu Hayu. Sepupu yang disukainya sejak dulu. Lalu kemana mama dan papa? Mengapa malah orang lain yang menjaganya? Aksa tak mampu berpikir. Kepalanya berdenyut sakit sekali. Tangannya bahkan melambai ingin memberi tahu."Jangan bicara dulu, Sa. Kamu masih belum pulih," bisik Hayu lagi. Dia bahkan meletakkan jemari suaminya di pipi. Sarah dan Danu yang melihat itu mengucap
Beberapa hari setelah masa sadarnya, Aksa dipindahkan ke ruang perawatan VVIP yang sudah dibooking khusus oleh Danu. Papa mertuanya itu sudah berpesan jauh-jauh hari bahkan membayar semua biaya yang dibutuhkan. Aksa sendiri sudah mulai jelas melihat wajah siapa saja yang datang. Hanya belum bisa bicara secara normal. Kaku, kelu, yang dirasakan oleh lidahnya. Kata dokter itu efek koma, namun tidak permanen. Dia harus berlatih, mencoba berbicara sedikit demi sedikit agar kembali normal. Sepertinya, memang masih akan berbulan-bulan menginap di rumah sakit. Tubuh lelaki itu kurus, pucat dengan bekas-bekas luka. Matanya cekung. Aksa yang gagah kini berubah 180 derajat. Sungguh miris sekali jika melihat keadaannya. Hayu bahkan masih berlinang air mata setiap kali datang menjenguk. Bergantian dengan mertuanya, wanita itu mengurus sang suami. Tapi, tetap saja dia tidak boleh menginap disini, sekalipun sudah mencoba membujuk mamanya.Rumah sakit adalah tempat paling mudah menularkan segala
Gadis itu dengan santainya berjalan memasuki rumah sakit, dengan sepatu yang bunyi haknya menggema di lorong-lorong. Beberapa pasang mata melirik karena dia cantik. Ditangannya membawa sebuah keranjang berisi buah-buahan segar, karena yang akan dijenguk adalah orang spesial, maka dia memilih yang terbaik.Kakinya melangkah ke sebuah kamar. Mengecek berulang kaki agar tak salah nomor. Benar. Pelan tangannya mendorong pintu. Sepi. Saat dia masuk, hanya ada seseorang yang sedang tetidur di bed pasien. Orang itu adalah alasan mengapa dia datang kesini.Setelah meletakkan buah di meja, dia duduj dikursi samping bed, menatap sosok yang sudah mencuri hati sejak pertama kali ketemu.Tangannya mengusap pipi yang terbalut perban, juga lengan yang sebagian membiru bekas jarum infus. Hatinya sedih melihat kaki yang digips, pastilah akan memakan proses yang lama untuk penyembuhannya. "Pak. Ini Nisa datang," bisiknya pelan. Suasana yang sepi membuatnya memanfaatkan keadaan. Dia tahu jam segitu
Pintu kamar perawatan terbuka. Tampaklah 6 orang keluar dari dalam ruangan itu. Setya dan Rani, Danu dan Sarah, juga Hayu. Setelah beberapa lama dirawat di rumah sakit, akhirnya Aksa diperbolehkan pulang.Kursi rodanya didorong masuk ke dalam mobil, juga tongkat untuk membantu berjalan. Supir dengan sigap membantu mengangkat Aksa.Di rumah sakit, dia diberikan berbagai macam terapi agar pemulihannya cepat. Danu tak jadi mendatangkan dojter dari luar negeri. Tapi jika nanti setelah pulang dan hasil kurang memuaskan, dia sudah membujuk putrinya agar Aksa dirujuk berobat keluar Indonesia untuk beberapa waktu.Hari ini seluruh keluarga merasa senang. Terutama Hayu karena mereka bisa berkumpul lagi. Rani bahkan akan mengadakan syukuran mengundang keluarga besar jika Aksa sudah merasa.lebih baikan.Tapi kali ini mereka tidak akan pulang ke kediaman Danu, melainkan ke tumah Setya. Rani yang akan mengurus putranya selama Hayu bekerja.Itu membuat Sarah sedikit sedih dan cemburu. Namun, Danu m
"Pagi." Bayu menghadangnya di lift saat Hayu hendak naik ke lantai 2. Sekarang dia sudah tidak punya ruangan sendiri, karena staf administrasi semua dikumpulkan dalam satu ruangan hanya diberikan partisi di meja masing-masing. "Pagi, Pak," ucapnya sopan. Mereka masuk ke dalam lift, hanya berdua. Sepi, karyawan yang lain sudah datang lebih pagi. Hayu sedikit terlambat sepertinya. Bayu sendiri hendak ke divisi lain yang berada satu lantai dengan ruangan wanita itu. "Gimana kabar suami kamu?" tanya lelaki itu sambil berulang kali melirik perut Hayu yang semakin membesar. Mengapa jadi terlihat semakin seksi begitu? "Sudah pulang ke rumah. Sudah lebih baik, cuma ..." ucapannya tertahan. Tak sanggup meneruskan. "Kenapa?" tanya Bayu penasaran. Hayu sepertinya menyimpan sebuah kepedihan dan butuh teman bicara."Gak apa-apa." Wanita itu mencoba mengalihkan pembicaraan dengan bertanya hal-hal lain. Hingga tiba di lantai 7 dan menunggu 1 lantai lagi untuk tiba di ruangan mereka, tiba-tib