Mata lelaki itu mengerjap bekali-kali. Pandangannya kabur. Ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan. Mulutnya tersumpal selang yang terasa menyesakkan. Dia berusaha menggerakkan tubuh tetapi kaku dan rasanya sakit. Buan hanya itu, seluruh tubuhnya sakit sehingga air mata mengalir di sudut-sudutnya."Sa..."Wanita itu menggenggam jemarinya sambil mengusap air mata. Ada beberapa orang lain, entah siapa memandangnya dengan lekat. Baju yang mereka pakai berwarna putih. "Akhirnya kamu sadar juga, Sa," bisik wanita itu lagi.Aksa mencoba menggerakkan tangan, menyentuh pipi wanita yang duduk disampingnya.Hayu. Dia ingat. Itu Hayu. Sepupu yang disukainya sejak dulu. Lalu kemana mama dan papa? Mengapa malah orang lain yang menjaganya? Aksa tak mampu berpikir. Kepalanya berdenyut sakit sekali. Tangannya bahkan melambai ingin memberi tahu."Jangan bicara dulu, Sa. Kamu masih belum pulih," bisik Hayu lagi. Dia bahkan meletakkan jemari suaminya di pipi. Sarah dan Danu yang melihat itu mengucap
Beberapa hari setelah masa sadarnya, Aksa dipindahkan ke ruang perawatan VVIP yang sudah dibooking khusus oleh Danu. Papa mertuanya itu sudah berpesan jauh-jauh hari bahkan membayar semua biaya yang dibutuhkan. Aksa sendiri sudah mulai jelas melihat wajah siapa saja yang datang. Hanya belum bisa bicara secara normal. Kaku, kelu, yang dirasakan oleh lidahnya. Kata dokter itu efek koma, namun tidak permanen. Dia harus berlatih, mencoba berbicara sedikit demi sedikit agar kembali normal. Sepertinya, memang masih akan berbulan-bulan menginap di rumah sakit. Tubuh lelaki itu kurus, pucat dengan bekas-bekas luka. Matanya cekung. Aksa yang gagah kini berubah 180 derajat. Sungguh miris sekali jika melihat keadaannya. Hayu bahkan masih berlinang air mata setiap kali datang menjenguk. Bergantian dengan mertuanya, wanita itu mengurus sang suami. Tapi, tetap saja dia tidak boleh menginap disini, sekalipun sudah mencoba membujuk mamanya.Rumah sakit adalah tempat paling mudah menularkan segala
Gadis itu dengan santainya berjalan memasuki rumah sakit, dengan sepatu yang bunyi haknya menggema di lorong-lorong. Beberapa pasang mata melirik karena dia cantik. Ditangannya membawa sebuah keranjang berisi buah-buahan segar, karena yang akan dijenguk adalah orang spesial, maka dia memilih yang terbaik.Kakinya melangkah ke sebuah kamar. Mengecek berulang kaki agar tak salah nomor. Benar. Pelan tangannya mendorong pintu. Sepi. Saat dia masuk, hanya ada seseorang yang sedang tetidur di bed pasien. Orang itu adalah alasan mengapa dia datang kesini.Setelah meletakkan buah di meja, dia duduj dikursi samping bed, menatap sosok yang sudah mencuri hati sejak pertama kali ketemu.Tangannya mengusap pipi yang terbalut perban, juga lengan yang sebagian membiru bekas jarum infus. Hatinya sedih melihat kaki yang digips, pastilah akan memakan proses yang lama untuk penyembuhannya. "Pak. Ini Nisa datang," bisiknya pelan. Suasana yang sepi membuatnya memanfaatkan keadaan. Dia tahu jam segitu
Pintu kamar perawatan terbuka. Tampaklah 6 orang keluar dari dalam ruangan itu. Setya dan Rani, Danu dan Sarah, juga Hayu. Setelah beberapa lama dirawat di rumah sakit, akhirnya Aksa diperbolehkan pulang.Kursi rodanya didorong masuk ke dalam mobil, juga tongkat untuk membantu berjalan. Supir dengan sigap membantu mengangkat Aksa.Di rumah sakit, dia diberikan berbagai macam terapi agar pemulihannya cepat. Danu tak jadi mendatangkan dojter dari luar negeri. Tapi jika nanti setelah pulang dan hasil kurang memuaskan, dia sudah membujuk putrinya agar Aksa dirujuk berobat keluar Indonesia untuk beberapa waktu.Hari ini seluruh keluarga merasa senang. Terutama Hayu karena mereka bisa berkumpul lagi. Rani bahkan akan mengadakan syukuran mengundang keluarga besar jika Aksa sudah merasa.lebih baikan.Tapi kali ini mereka tidak akan pulang ke kediaman Danu, melainkan ke tumah Setya. Rani yang akan mengurus putranya selama Hayu bekerja.Itu membuat Sarah sedikit sedih dan cemburu. Namun, Danu m
"Pagi." Bayu menghadangnya di lift saat Hayu hendak naik ke lantai 2. Sekarang dia sudah tidak punya ruangan sendiri, karena staf administrasi semua dikumpulkan dalam satu ruangan hanya diberikan partisi di meja masing-masing. "Pagi, Pak," ucapnya sopan. Mereka masuk ke dalam lift, hanya berdua. Sepi, karyawan yang lain sudah datang lebih pagi. Hayu sedikit terlambat sepertinya. Bayu sendiri hendak ke divisi lain yang berada satu lantai dengan ruangan wanita itu. "Gimana kabar suami kamu?" tanya lelaki itu sambil berulang kali melirik perut Hayu yang semakin membesar. Mengapa jadi terlihat semakin seksi begitu? "Sudah pulang ke rumah. Sudah lebih baik, cuma ..." ucapannya tertahan. Tak sanggup meneruskan. "Kenapa?" tanya Bayu penasaran. Hayu sepertinya menyimpan sebuah kepedihan dan butuh teman bicara."Gak apa-apa." Wanita itu mencoba mengalihkan pembicaraan dengan bertanya hal-hal lain. Hingga tiba di lantai 7 dan menunggu 1 lantai lagi untuk tiba di ruangan mereka, tiba-tib
Bayu bersiul riang saat menuju parkiran. Tadi setelah makan siang, dia menawarkan tumpangan untuk mengantarnya pulang dan wanita itu menerima. Sengaja mereka tidak berjalan bersama, supaya gosip tidak semakin kencang terdengar. Di kantor ini, kuping penggosip ada dimana-mana bahkan di balik dinding. Jadi mereka janji bertemu di parkiran saja. Sambil menunggu dia memutar musik. Lagu cinta yang indah, sama seperti perasaan yang saat ini. Dari kejauhan tampak Hayu yang sedang datang menuju ke arahnya. Mata Bayu seperti terpanah dan tak dapat bekedip. Wanita itu, setelah menjadi milik orang lain dengan bayi diperutnya mengapa malah menjadi semakin menarik?Mulutnya menganga dan seketika menjadi gagu. Aliran darahnya semakin kencang, begitu pula detak jantung. "Bay. Kamu kenapa?" tanya Hayu kebingungan saat tiba di depan mobil dengan kaca terbuka, sehingga terasa dingin saat mendekat karena AC nya keluar. "En-gak. Yuk jalan." Mereka terdiam dalam keheningan. Hayu mengantuk sementara
Hari ini jadwal terapi. Aksa sudah bersiap karena mama yang akan mengantar. Biasanya dia yang akan menjadi supir, tapi kali ini lelaki itu harus menerima kenyataan pahit bahwa hidupnya banyak bergantung kepada orang lain.Masih ada jadwal operasi 1 kali lagi sehingga sebelum itu dilakukan, Aksa harus rajin berkonsultasi. Rani memilih untuk datang ke rumah sakit. Seorang dokter ortopedi yang khusus menangani tulang. Harusnya melakukan medical check up yang lengkap, tapi mungkin itu akan dijadwalkan di pertemuan berikutnya. Mereka pergi berdua saja, karena Hayu dan suaminya sedang bekerja. Sejak Aksa kembali ke rumah, Setya memang lebih giat mencari nafkah. Selain menanggung kebutuhan hidup anak menantunya, dia juga harus mempersiapkan biaya berobat dan terapi. Untuk sementara, Aksa mengambil cuti kuliah 1 tahun. Beginilah hidup, apa yang sudah kita rencanakan tak selamanya berjalan mulus. Tuhan memang punya cara lain agar umat-Nya yang terlena dengan dunia agar kembali dan bertauba
Setelah rembukan dengan suaminya dan Rani memohon dengan sangat agar dikabulkan, akhirnya Setya menyetujui kalau Aksa diperbolehkan bekerja lagi dengan alasan supaya ada kegiatan dan dia tidak merasa bosan. Itu berdampak positif untuk pemulihan kesehatannya. Mungkin dengan bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak bisa membuat pikirannya segar karena selama ini hanya terkurung di rumah. "Mama yakin dia bisa kerja? Nanti malah capek. Kakinya belum sembuh benar," kata Setya keberatan."Yakin, Pa. Daripada di rumah dia kesepian terus di kamar. Mana Hayu masih kerja dan gak mau resign," jawab Rani."Kasihan mereka, Ma. Biar papa aja dulu sementara waktu yang menanggung semua sampai pulih kembali." Setya menatap langit-langit kamar. JIka dipikirkan bagaimana kedepannya nasib anak-anak mereka, tentulah dia sudah stres sekarang. Sebagian aset sudah dia jual untuk mengobati Aksa. Tidak mungkin meminta bantuan Danu, sementara operasi besar juga biaya selama di rumah sakit, besannya yang m