Mike sedang duduk di atas sofa dan kini sedang berkutat dengan ponselnya sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Seharian ini ia banyak menghabiskan waktu di markas. Ia sedang menunggu Sasha yang sedang mandi, setelah itu gilirannya untuk mandi.Tubuhnya terasa sedikit lengket, padahal udara di luar begitu dingin. Setidaknya mandi air hangat akan membuat tubuhnya lebih nyaman.Sedangkan Sasha saat ini berada di dalam kamar mandi, sudah hampir 10 menit yang lalu ia selesai mandi dan mengeringkan tubuhnya, tapi belum juga keluar dari kamar mandi.Sasha masih berkutat dengan lingerie-lingerie pemberian Mike. Beberapa kali ia mencoba lingerie kemudian mematut dirinya di depan cermin, kemudian mengganti dengan yang lainnya."Hmm..., Aku seperti maid saja," gumamnya ketika menggenakan lingerie kostum pelayan."Ahh, yang ini aku tampak seperti Charlotte, tapi ini sangat seksi," gumamnya lagi ketika mencoba lingerie kostum suster dengan rok yang sangat pendek, hampir 2 jengkal di atas
Sedikit sulit melepaskan lingerie yang Sasha gunakan, hingga mau tak mau Mike menggunakan tenaganya untuk merobeknya.Sretttt..Lingerie tersebut robek begitu saja. Sasha sedikit kaget namun Mike tampaknya tak peduli, ia lebih penasaran pada apa yang sedari tadi ditutupi oleh lingerie tersebut di bagian depan Sasha. Mike segera mendaratkan tangannya di sana dan memainkannya membuat Sasha melenguh panjang dalam pagutan bibir mereka.Mike memainkan di kedua sisinya. Membuat Sasha bergerak tak karuan, karena kini Mike memainkan ujungnya yang sangat sensitif bagi Sasha.Mike melepaskan pagutan bibir mereka dan mulai menurunkan wajahnya menuju tempat yang tadi dimainkan tangannya. Kemudian mulai menghisapnya dengan lembut dan perlahan sedikit keras bahkan menggigitnya kecil di bagian kanan milik Sasha, sedangkan bagian kiri dimainkan oleh tangannya."Awww..." Sasha memekik tertahan seraya mencengkram rambut Mike.Mike mulai mengganti posisi, kini ia mulai menghisap sebelah kiri dan kanan d
Mobil yang melaju membawa Lily dan Arsen mulai memasuki pelataran gedung tempat acara di laksanakan.Lobby tempat acara tampak sudah di penuhi oleh beberapa orang tamu yang baru saja datang dan anak buah Arsen yang bertugas memeriksa mereka ketika masuk.Tak terlihat ada satupun wartawan yang berada di dekat tempat tersebut. Mereka memiliki tempat khusus yang agak jauh dari lobby untuk meliput berita tersebut.Arsen memang tidak mungkin menutupi acara tersebut yang sudah santer terdengar beritanya dimana-mana. Ia hanya bisa membatasi ruang gerik para wartawan tersebut dalam memperoleh gambar Lily.Begitu mobil yang di kendarai oleh Rudolf berhenti tepat didepan lobby, anak buahnya langsung membukakan pintu dan menyambut kedatangan Tuan dan Nyonya Lazcano mereka.Ada Ivanov dan Anna diantara mereka yang menyambutnya. Arsen turun lebih dulu kemudian mengulurkan tangannya membantu Lily untuk keluar dari dalam mobil. Perutnya yang kian besar memang membatasi ruang geraknya kini.Begitu Li
Anna dan Lily sempat berbincang sebentar untuk melepas rasa rindu mereka. Namun tidak begitu lama karena semua tampak menatap mereka.Tentu saja orang-orang sangat penasaran dengan sosok istri dari seorang Arsen. Hingga setiap gerak-gerik Lily mereka awasi sekecil apapun.Di atas podium, Arsen tampak sangat gagah dan tentu saja terlihat berwibawa dalam balutan tuxedo berwarna hitam nan elegan miliknya yang senada dengan gaun yang di kenakan oleh Lily.Semua mata tampak tertuju pada Arsen.Pertama-taman Arsen menyampaikan rasa terima kasihnya pada seluruh karyawan yang sudah bekerja keras memajukan Lazcano's Corporation sehingga sampai akhir tahun ini, perusahaan tetap mendapatkan peningkatan revenue yang cukup baik di tengah persaingan global bisnis dunia yang semakin ketat.Kemudian Arsen menyampaikan dengan singkat tujuan diadakannya acara amal tersebut, ditambah ucapan terima kasih pada para donatur yang telah berpartisipasi, terutama sumbangan yang diberikan oleh walikota New York
Brukk...Tak sengaja Lily menabrak seseorang. "Maafkan aku," seru Lily spontan, ia masih menundukkan wajahnya dan menyentuh perutnya, memastikan tidak terjadi apa-apa pada kandungannya.Untung saja ia tidak menabraknya dengan kencang yang bisa membuatnya jatuh atau membahayakan kandungannya.Dengan perlahan Lily mengangkat wajahnya untuk menatap orang yang telah di tabraknya tak sengaja dan akan kembali meminta maaf.Matanya membelalak, namun Lily berusaha untuk kembali menormalkannya seperti sedia kala saat melihat siapa yang di tabraknya.'Kendrick...' gumamnya dalam hati, Lily harus segera pergi dari hadapan Ken sekarang juga. Atau Ken akan mengenalinya."Maafkan saya, permisi," ujar Lily cepat seraya meninggalkan Ken yang masih menatapnya dengan pandangan tak percaya. Dengan cepat ia mencekal tangan Lily dan menahannya.Lily tersentak kaget namun dengan cepat ia berusaha menghempaskan tangan Ken. Dan mencoba untuk kembali pergi. Tapi pegangan tangan Ken cukup kuat."Lily?" gumamny
Kendrick dan Anna tersentak kaget dan ngeri mendengar perkataan Arsen tersebut.Di belakang tampak empat orang anak buah Arsen lari terburu-buru mendekati Arsen.Lily pun terkejut bukan main mendengar kata-kata Arsen yang sarat dengan amarah dan aura membunuh. Lily tahu siapa Arsen dan mengerti dengan jelas dengan maksud kata-kata tidak layak untuk hidup. Itu bukan ancaman semata yang main-main saja diucapkan dan sekedar untuk menakut-nakuti saja.Dengan memakai tangan kirinya, Lily mengusap punggung Arsen dengan lembut guna meredam emosi Arsen."Sudahlah, biarkan saja. Jangan emosi. Ingat, saat ini kita sedang berada dimana," bisik Lily dekat telinga Arsen berusaha untuk menenangkan Arsen.Arsen mendengar dengan jelas suara Lily. Mengapa Lily seolah membiarkan Ken tetap hidup setelah menghinanya? Apakah karena saat ini mereka sedang berada di tempat umum? Atau Lily masih menaruh hati pada Ken sehingga tidak mau Ken mati padahal sudah sangat menghinanya dan merendahkannya?.Tangan kir
Saat napas Lily sudah teratur pertanda ia sudah tidur dengan lelap, Arsen segera membuka matanya. Ia menatap tangan Lily yang memeluk pinggangnya.Kemudian ia teringat sesuatu. Keningnya tampak mengernyit jijik, kemudian ia bangkit dari tempat tidur perlahan dan berjalan menuju meja dan membuka lacinya.Arsen tampak mengambil sesuatu dari dalam laci tersebut. Sebuah botol kecil, dan kemudian tak lupa Arsen membawa sekotak tisu yang berada di atas meja.Ia kembali melangkah menuju tempat tidur. Arsen kemudian duduk di sisi tempat tidur dengan dua benda tersebut dan menatap tajam tangan kanan Lily yang tadi di pegang oleh pria brengsek itu.Jika sudah tidur, Lily tidak mudah terganggu. Arsen segera menyemprotkan cairan disinfektan tersebut ke tangan Lily kemudian meratakannya dengan tangannya ke sela-sela jarinya.Meskipun Lily sudah mandi tapi itu tidak menjamin virus-virus dan kuman-kuman dari tangan Ken menghilang begitu saja. Setelah dirasa cukup Arsen mengeringkannya dengan tissu.
Lily mulai terbangun dari tidurnya. Entah berapa lama ia sudah tertidur. Tapi seingatnya ia tidak tidur di atas tempat tidur. Ia ingat betul jika ia tertidur di sofa.'Apa Arsen yang memindahkan ku?' tanyanya pada diri sendiri. Karena tidak mungkin ia tertidur di sofa dan berjalan sendiri dalam tidur kemudian pindah ke atas tempat tidur.Lily mengulas senyumnya membayangkan Arsen yang sudah kembali peduli padanya, kemudian ia segera memposisikan tubuhnya untuk duduk.'Bahkan Arsen menyelimutiku.'Lily melihat Arsen yang sekarang duduk di sofa dan masih berkutat dengan tabletnya.Arsen bergerak sedikit meregangkan ototnya yang agak kaku. Arsen menyadari Lily yang sudah terbangun dari tidurnya tapi kembali mengacuhkannya.Lily mendengus kesal, karena Arsen masih juga belum menggubrisnya.Sudah lima belas menit berlalu dan Arsen tetap tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Lily sungguh tersiksa dan sedih dengan sikap Arsen ini.Lily segera menyusulnya dan duduk di samping Arsen. Ia benar-b
"K-kau mendengar pembicaraanku?" tanya Maria kaget dan tak percaya.Alonzo tak menjawab, ia hanya mengangkat satu alisnya menunggu jawaban Maria.Maria menundukkan kepalanya dan menarik napas panjang."Dia teman masa kecilku dulu saat aku tinggal di Mexico. Paman Nando berbicara pada orang tuaku, bermaksud menjodohkan kami tapi aku menganggap hal itu aneh. Jadi tidak pernah menanggapinya. Aku bahkan sudah lupa akan hal itu," jawab Maria."Kau tidak menjawab pertanyaanku," ujar Alonzo dengan tatapan tajamnya.Maria mengerutkan keningnya."Kau ini sudah bersuami tapi berbincang ramah dengan seorang pria yang kau bilang teman masa kecilmu. Lalu tadi kau bilang sudah lupa kalau pernah dijodohkan. Setelah ingat lagi, kau masih bisa bersikap ramah dengannya. Apa karena kau suka dipuji karena terlihat lebih cantik?" tanya Alonzo lebih tajam.Mata Maria membulat dengan semua tuduhan Alonzo yang dirasanya berlebihan. Maria merasa sia-sia saja menjawab pertanyaan Alonzo yang lebih mirip dengan
"Danteeeeee!!!!" geram Mike dengan kesal dan marah. Membuat Dante menelan salivanya susah payah.'Mati aku, malam ini aku matiiiii!' pekik Dante dalam hati."Mike, maafkan aku, aku hanya bercanda, lagipula... iyuhhh.." Dante memasang wajah jijiknya."Aku masih menyukai wanita, serius! Sangat malah, ya ampun tak mungkin aku berpaling dari pelukan wanita-wanitaku dan memilih bermain anggar. Ya, Tuhan itu sangat menjijikan," cerocos Dante bak kereta api Shinkansen."Heh!! Bercanda? Bercanda apanya hah??! Tadi jelas-jelas kau mengurungku dan hendak menciumku!! Itu menjijikan, aishh, harga diriku hampir saja tercoreng olehmu," kini Pascoe ikut berbicara dengan masih menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh Mike dan hanya menyembulkan kepalanya saja."Aku hanya bercanda, astaga!! Aku hanya ingin menggoda perjaka bodoh seperti mu!!" kilah Dante."Perjaka perjaka, itu lebih baik dari pada maniak sepertimu yang tiap hari celup sana sini dan menabur benih dimana-mana, apa kau petani yang sedang b
Selama dua hari di Pantai Tulum, Maria dan Alonzo begitu bahagia, mereka sangat menikmati indahnya pantai serta angin laut yang menerpa tubuh mereka.Rasanya Maria dan Alonzo enggan untuk meninggalkan tempat tersebut. Benar-benar memanjakan mata mereka dan deburan suara ombak membuat hati mereka begitu tenang. Benar-benar tak puas jika hanya dua hari saja berada di sini. Sudah seperti surga.Namun, sayangnya. Di setiap ada perjumpaan, maka akan ada perpisahan. Begitu pula Maria dan Alonzo dengan Pantai Tulum yang sudah merebut hati mereka.Pagi ini Alonzo dan Maria bersiap meninggalkan hotel untuk menuju ke Cancun. Perjalanan dari Tulum ke Cancun memakan waktu sekitar dua jam. Mereka memiliki rencana setelah menaruh koper di kamar hotel, mereka ingin berjalan-jalan ke Torre Eschenica dan sekitar kota Cancun.Torre Eschenica adalah sebuah menara yang dapat berputar dan memberikan pemandangan menakjubkan. Cancun, Meksiko dapat terlihat 360 derajat dari atas menara ini.Setelah menikmat
Maria dan Alonzo sudah mengemasi barang mereka tadi malam, sebentar lagi mereka akan segera berangkat, namun sebelum itu mereka akan berpamitan terlebih dahulu pada Lily, karena Arsen sudah berangkat setelah sarapan."Nyonya, kami pamit," seru Maria pada Lily yang sedang menggendong Theo, sedangkan Charlotte berada di sampingnya.Lily mengangguk pelan seraya tersenyum dengan lembut. "Nikmati waktu libur kalian. Maria, Al berhati-hati lah," ujar Lily."Tentu saja Nyonya," jawab Maria."Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya," timpal Alonzo.Setelah berpamitan Maria dan Alonzo segera memasuki mobil mereka. Alonzo segera menyalakan mesin mobil miliknya, kemudian mulai melakukannya perlahan dan mulai meninggalkan pekarangan mansion."Mari, Nyonya, kita kembali ke dalam," ajak Charlotte."Ayo, di luar sedikit berangin, tidak baik bagi Theo," seru Lily. Kemudian mereka berdua berjalan masuk kembali ke dalam mansion.Alonzo memang sengaja membawa mobil sendiri dan akan memarkirkannya di ba
"Kau ini menakutkan, Al," kata Maria."Jika dibiarkan, mereka akan terus merecoki kita. Bahkan mungkin tidak berhenti sampe di depan kamar kita. Berisik!" jawab Alonzo dengan santai.Kemudian mereka berdua kembali melangkah menuju kamar mereka.Alonzo mengeluarkan kunci miliknya dari saku celananya, kemudian memasukkan dan memutar kuncinya.Ceklek..Alonzo membuka pintu kamar dan segera mereka memasukinya.Setelah melepas sepatu masing-masing, Alonzo menarik tangan Maria untuk duduk di sofa."Aku sudah mendapat ijin dari Tuan untuk cuti liburan bersamamu. Kita besok berangkat ke Tulum," ujar Alonzo dengan senyum setelah mereka duduk berdampingan di sofa."Benarkah?" tanya Maria tak percaya."Ya. Aku bahkan sudah membeli tiket untuk kita ke sana tadi," sahut Alonzo seraya membuka ponsel untuk menunjukkan booking confirmation tiket dari New York ke Cancun, Mexico pulang pergi atas nama mereka berdua."Jadwal pesawatnya besok jam 09.30 pagi dan kita tiba di Cancun jam 11.45 waktu Mexico,
Arsen sampai di mansion saat sore menjelang. Tampak Lily yang sedang bermain dengan Theo di kamar Theo di temani oleh Charlotte dan Maria.Begitu Arsen datang, Charlotte dan Maria segera pamit meninggalkan kamar Theo."Kau sudah pulang," seru Lily menyambut kedatangan Arsen dengan Theo di gendongannya.Arsen mengangguk seraya tersenyum tipis. Kemudian ia melepaskan jas yang dikenakannya dan menaruhnya di atas sofa kemudian berjalan mendekati Lily dan Theo.Arsen mengecup kening Lily sekejap, Theo tampak menggapai-gapai tubuh Arsen yang begitu dekat dengannya."Kau mau ku gendong, hemm??" tanya Arsen pada Theo, Theo yang melihat Ayahnya tampak tertawa.Arsen segera mengambil alih Theo dari gendongan Lily. Dan Theo tampak begitu bahagia. Beberapa hari ini memang Arsen jarang bermain dengan Theo karena kesibukannya di markas.Arsen mengangkat Theo dan menghadapkan wajah Theo padanya. Theo kembali tertawa, ia seperti mendapat suatu kebahagiaan.Mulut nya mulai membuka seolah ingi mengatak
Selama tiga hari ini mereka melakukan perintah sesuai arah Camilio tiga hari yang lalu. Sasha dan Alonzo terus bekerja sama. Bukan hanya itu saja, Alonzo pun memberikan wejangan-wejangan pada Sasha, serta rahasia-rahasia kecil Mike pada Sasha.Seperti apa makanan kesukaannya, buku apa yang di baca Mike, Pengalaman masa lalu mereka. Dan masih banyak lagi."Jadi Handsome ku menyukai Ayam Parmigiana?" gumam Sasha bertanya pada Alonzo. Saat ini mereka kembali berkeliling kota untuk mencari informasi. Selama tiga hari ini usaha mereka masih belum membuahkan hasil, hingga Alonzo mengarahkan mobilnya menuju perbatasan New York dan New Jersey."Ya, dia menyukai Parmigiana," jawab Alonzo.Sasha mengangguk pelan, "eh, tapi aku tidak bisa membuatnya, Al. Bagaimana aku bisa membuatnya?" tanya Sasha."Ayam parmigiana tampilan dan rasanya mirip dengan chicken cordon bleu. Kau harus bisa membedakannya," seru Alonzo."Ah, Cordon blue, ya aku tahu itu," ujar Sasha."Ayam yang digoreng dengan menggunak
Sasha dan Alonzo mengendari mobilnya dan melakukannya menuju pusat kota. Alonzo akan mencari informasi dari informannya yang berada di sana."Kita mau kemana?" tanya Sasha."Pusat kota," jawab Alonzo singkat.Kemudian Sasha hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seraya ber-oh ria.Kemudian ia kembali menatap pandangan di luar jendela mobil. Mereka mulai memasuki perkotaan dengan gedung tinggi yang menjulang.Ini kali keempatnya Sasha mendatangi pusat kota New York. Pertama saat ia datang untuk kali pertama dari Rusia. Dua, saat Mike mengajaknya jalan-jalan, ralat dia yang memaksa Mike untuk berjalan-jalan dan mendandani Mike untuk menyamar. Tiga, saat ia mengantar Lily untuk membeli perlengkapan bayi. Dan ini menjadi keempat kalinya bagi Sasha."Kita akan mencari info dari siapa?" tanyanya kembali tanpa menolehkan pandangannya pada Alonzo yang sedang fokus menyetir mobil."Kita akan menemui informanku, dia biasanya ada di salah satu cafe di pusat kota," jelas Alonzo."Oh, baiklah aku me
Hingga pagi menjelang, Arsen pun tak banyak bicara. Pikirannya masih tertuju pada perkataan Dimitri tadi malam sebelum menghembuskan napasnya.Lily pun yang ada di sampingnya tak banyak bicara atau bertanya. Kini ia sudah mengerti mengenai sikap suaminya tersebut. Pulang larut malam dan tampak memikirkan sesuatu pasti terjadi hal yang penting kemarin malam.Lily hanya berusaha melayani suaminya saja sebaik mungkin. Tanpa bertanya apa yang terjadi padanya. Jika Arsen ingin membagi ceritanya, pasti sudah Arsen katakan. Lily berpikir, nanti juga jika Arsen siap, pasti Arsen akan mengatakan padanya."Mau tambah?" tanya Lily saat melihat piring sarapan Arsen sudah kosong."Tidak, ini sudah cukup," jawab Arsen."Baiklah," ujar Lily seraya mengangguk pelan."Sebentar lagi aku akan pergi ke markas. Ada yang harus aku kerjakan. Mungkin pulang terlambat lagi," jelas Arsen.Lily kembali mengangguk, "aku mengerti."Selain Arsen yang pulang larut malam, Mike, Alonzo dan Camilio pun tak kembali ke