"Ini lapnya, Mas." Tuti langsung menyodorkan tisu yang diambil dari meja. Padahal meja itu di depanku dan jaraknya lebih dekat. Tapi aku tetap duduk bersandar dan kali ini menyilangkan kaki."Makasih, Tut," ucap mas Feri memerima tisu itu."Kamu kenapa sih, Mas?""Tanganku licin, Sar.""Kirain terkejut dengar ucapanku.""Kalau gitu aku permisi ke kamar dulu, Mbak, Mas,' ucap Tuti seperti menghindar."Tunggu, Tut!""Iya, Mbak?" ucap Tuti membalikan badan."Ini kopi kamu yang bikin?""Iya, Mbak, ini untuk Suami Mbak," jawab Tuti melihat sekilas ke mas Feri."Kamu tau
"Maaf, Mas, aku kan nggak tau, scara mimpi loh." Aku memasang muka seperti merasa bersalah dan kasihan melihatnya. Tepatnya di hatiku bilang 'rasain lo! emang enak' Astagfirullah'alaziim, maafkan hamba jadi istri yang durhaka ya Allah. Aamiin. "Aduh! Sakit, Sar, untung hidungku tidak patah." Mas Feri memegang hidungnya dengan ekspresi muka mengernyit kesakitan. Akan tetapi dalam hatiku ada sebuah penyesalan besar. Bahkan penyesalan ini tak ada gunanya karena acara sudah selesai. Penyesalanku yaitu 'Kok tinjuku kurang kuat ya? Belum puas rasanya sebelum hidungmu patah, Mas'. Andaikan waktu bisa diputar, pasti kupasang tenaga super meninju hidungnya, bukan hanya hidung tapi juga antenanya. Ah, sudah lah, masih banyak waktu kok. Mudah-mudahan cita-cita ini tercapai. "Mari kita obatin, darah mengalir di bibirmu, Mas." "Ambil kotak P3k, Sar, cepat! sakit nih." "Iya iya," jawabku lalu beranjak ke luar. Huh! Menyusahkan saja. Mana mataku mulai ngantuk. Terpaksa ke ruang tengah menga
"Sarah! Aduh! Ia kenapa?" Ibu mertua terlihat panik berdiri memegang pipinya yang bekas kutampar. Kasihan juga, ia seumuran almarhum ibuku. Tapi rasa sakit dengan apa yang kualami menghilangkan rasa hormatku padanya."Ha ha ha, mmmmhg ha ha ha." Aku tertawa besar sambil melototi mereka satu persatu. Rasanya ingin kupatahkan tangan mereka satu persatu.Mereka mempermainkan kehidupan rumah tanggaku. Aku tak terima! Padahal aku sudah berkorban banyak. Aku kesal! Aku marah!Rasa amarahku melihat mereka, membuat tanganku ingin mengambil sapu yang tak jauh dari sofa karena tadi Tuti sedang menyapu. Seperti seseorang lepas kendali, kupukuli mereka satu persatu."Ugh!" Kupukul punggung mas Feri dengan tangkai sapu, lalu ...."Uhg!" Tangkai sapu melayang k
"Mama sudah sadar, Mama sudah sadar, Nek," ucap Naswa terdengar senang. Mataku kubuka, lalu kupejam lagi mata sambil memegang kepala dengan ekspresi mengernyit, layaknya orang pusing. Lama-lama jadi ngantuk. Memukul mereka seperti olah raga hingga keringatku bercucuran. Seru-seru capek tapi ada leganya."Benaran, Nas? Nenek takut Mamamu kambuh lagi," jawab ibu mertua terdengar khawatir."Iya, Nek," jawab Naswa sambil mencubit pelan tanganku bentuk memberi kode."Naswa ...." Kali ini aku bersuara loyo, dan mata dibuka sambil melihat sekitar, harus terlihat kebingungan seperti orang baru sadar dari pingsan."Mama, Alhamdulillah Mama sadar, aku sangat khawatir." Loh, Naswa sejak kapan pintar akting.Maafkan hamba yang memberi pelajaran tak baik untuk putri
Aku terus tancap gas. Kulihat di kaca spion motor, mbak Imur berlari mengejar. Ia susah payah karena rok panjangnya sempit dan jalan pun becek."Sarah! Tunggu aku! Sarah!" teriak mbak Imur yang terdengar. Lokasi sepi pasti suaranya masih terdengar meskipun jarak sedikit jauh.Teringat ia membicarakan aku bersama Tuti tadi saat makan. Di rumah dan menyantap makananku. Begitu leluasa tanpa bersalah, kata-kata meremehkan sehingga ia bersekongkol dengan istri baru suamiku. Memperlihatkan, ia bukan dipihakku.Apa kurangku sebagai kakak ipar? Bahkan uang pinjaman sering tak diganti dan dengan mudah kupinjamkan lagi. Bukan itu saja, motor dan modal usaha warung suaminya, semua uangnya dariku. Aku berharap punya keluarga banyak. Jika aku berbagi bukan suatu masalah. Tapi, jika kebaikan dimanfaatkan dan dibalas kejahatan,
Tancap gas, kujauhi lokasi itu. Kulihat di kaca spion, mbak Imur masih kokoh memegang ranting sambil menatapku pergi. Ia terlihat siap siaga dengan tampang berantakan. Tentunya berlumur air genangan tanah. Menjijikan tapi lucu.Belum begitu jauh. Niatku meninggalkanya urung. Ini jalan sepi dan tak ada trsportasi umum. Jangankan trasportasi umum, kendaraan pribadi saja tidak terlihat.Kubelokan motor ingin menjemput mbak Imur.Ia berjalan menuju jalan besar. Sendal hanya sebelah tertempel dikakinya karena satu sudah kulempar ke semak-semak. Dalam ia melangkah, bisa kusaksikan tetesan air tanah dari bajunya dan yang bagian lengan sudah robek. Terlihat menyedihkan sekali, tapi aku suka. Astagfirullah'alaziim.Suara motor mendekat, hingga mbak Imur tersadar aku mendekatinya. Seketika ia langsu
Aku terdiam sejenak. Berpikir alasan apa yang akan dijawab. Mbak Imur masih kukuh agar tak ikut kubonceng pulang tadinya. Jika ditelaah, jadi ini bukan seratus persen salahku.'Oke, Sarah, siap-siap bersikap pura-pura,' bathinku mensugesti diri."Loh, Mbak Imur belum pulang ya?" Pura-pura terkejut tentunya."Belum, dari tadi Ibu tidak melihat dia, Sar," jawab Ibu. Lalu ibu melihat ke Tuti. "Tut, benaran Imur belum pulang?" tanya ibu mertua."Belum, Bu, tadi pergi ma Mbak Sarah ke dukun buat ngobatin kesurupan, tapi setelah itu nggak kelihatan lagi."Waduh, si Tuti saksi mata nih. Aku pasti disalahkan."Astaga! Aku lupa, kirain Mbak Imur sudah pulang, tadi saat sedang perjalanan ke rumah dukun, Mbak Imur m
ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 11Kenapa aku harus pura-pura tak tahu? Itu karena, jika aku skak langsung mereka, pasti aku kalah. Mas Feri akan mengusahakan semua cara mengambil harta yang tercantum namanya. Tentu kekuatan keluarga dan istri barunya. Intinya, aku harus pura-pura hingga setelah kuambil alih semuanya, setelah itu mereka kulempar dari rumahku.Sebuah usaha ekstra karena harus memikirkan matang-matang. Jika lengah sedikit saja, hartaku pasti beralih. Aku juga harus banyak bertanya karena kurang mengerti hukum pernikahan jika terjadi perceraian, tentu masalah harta intinya.***Tidak ada suara ketukan pintu dari dalam. Tuti sembunyi di toilet dan sampai pagi hingga ada seseorang yang masuk menggunakan toilet.Tersenyum puas, da
❤️TAMAT❤️ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahu( Kata-kata itu do'a )Aku tersentak saat mas Feri tiba-tiba berada di depan pintu. Dan ini bertepatan waktu aku dilamar mas Adam.Beberapa bulan ini, mas Adam mendekatiku. Awalnya ia hanya mengantarkan putrinya berkunjung. Tapi lama kelamaan kami berkomunikasi nyambung dan aku pun merasa nyaman. Setelah masa iddah berakhir, baru secara jelas mengatakan ingin menikahiku."Sebentar kupanggilkan Naswa," ucapku bangkit dari duduk. Belum juga memberi jawaban ke mas Adam."Mau gabung di sini, Pak Feri?" tanya mas Adam ramah."Tunggu, Sarah! Bisakah aku bicara dengan Pak Adam?" pinta mas Feri. Tawaran mas Adam diabaikan sejenak."Tapi, bu
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 46 ( Terlambat Menyadari )Pov FeriHidupku kacau. Sarah sama sekali tidak menginginkanku kembali ke sisinya. Tatapan matanya tak pernah seperti dulu lagi. Bahkan yang kurasakan ia memendam benci.Aku salah. Kuabaikan luka perasaanya. Kukira ia seorang wanita yang bisa kuperdaya demi nafsu duniaku. Justru aku terperangkap dalam masalah yang dibuat. Inilah karma."Pa, sebaiknya Papa temui Pak Adam. Ia terluka ulah Nenek.""Ya, Nak. Bisa Papa minta alamatnya?""Bentar aku Wa aja." Lalu Naswa mulai memencet ponselnya."Nanti kunci pintu ya, Nas," ucap Sarah sambil membuka pintu."Sarah."&
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 45 ( Mungkin ini jalannya )"Bu, tolong lepaskan. Ibu bisa menghabiskan hidup dipenjara jika membunuh seseorang. Sadarlah, Bu. Jika ada masalah mari bicarakan baik-baik." Lelaki itu berusaha menenangkan mantan ibu mertuaku agar aku tak disakiti. Meski tak yakin apakah ia berhasil. Yang menodongku seperti orang stres dengan banyak tekanan. Ini contoh manusia tak kuat iman. Umur sudah tua tapi tak menyadari kesalahan. Astagfirullah'alaziim, maafkan dengan penilaian buruk hamba ya Allah ...."Apa urusanmu! Ia mantu tak tau diri, putraku ditolak rujuk, Imur dipenjara dan Imar, Imar di rumah sakit jiwa. Apa kamu merasakan yang kurasakan? Oooh, tentu kamu tak mersakan karna mereka anakku. Lah kamu siapa!"Astaga, aku tak menyangka ibu mas Feri seperti ini.
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 44 ( Tersangka )Aku diminta ke kantor polisi. Melihat siapa dalang dari kejahatan ini. Sudah tiga kali percobaan menabrak Naswa dan tiba-tiba Boy datang menyelamatkan. Dan ternyata firasatku benar. Ini semua sebuah taktik yang dicontoh dari adegan sinetron.Apakah ini perbuatan mas Feri dan ibunya? Atau Mas Haris dengan Tuti, atau lagi bisa jadi mbak Imar dan mas Feri. Aaah! Semuanya mencurigakan. Karena satu tujuan mereka, yaitu menguasai putriku hingga hartanya bisa beralih tangan."Ma, mungkin saja ini perbuatan pelakor itu dan Om Haris. Karena mereka sudah selingkuh bertahun-tahun," ucap Naswa sambil menyetir mobil."Entahlah, Mama pun bingung. Mereka semua tertuduh di pikiran Mama.""Padahal Mama sudah banyak
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 43 ( Pembalasan Imar )Pov Feri"Dasar wanita berhati batu! Luarnya aja kelihatan baik, tapi ia sama sekali tak punya perasaan!" Amarah ibu saat kami baru menginjakkan kaki di rumah."Aku harus gimana? Mana sanggup aku bayar cicilannya, Bu." rengek mbak Imar dalam rasa merasa bersalah."Itu makanya jadi perempuan ya harus teliti. Masak menggunakan rekening suamimu! Kukira kamu pintar, tapi bodoh!""Ibu cuma bisa menyalahkanku saja. Aku juga nggak yakin Mas Haris selingkuh mmm." Tangis Imar pecah lagi."Uh! Dasar bodoh!""Sudah sudah! Aku pusing nih. Sekarang ke mana kita bisa cari Haris? Mbak pasti tau tempat tujuannya."
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 42 ( Karma itu ada )"Rumahku ..., aaa hidup kita hancur, Fer. Rumah kita akan disita. Kita tinggal di mana, aaa." Ibunya meraung duduk dilantai teras."Tenang, Bu. Tenang." Mas Feri berusaha menenangkan ibunya meskipun percuma."Ini salah kamu, Mar! Kamu meminjam sertifikat itu untuk suamimu!" Sambil menangis, ibu mantan mertua menunjuk mbak Imar."Aku juga nggak tau ia selingkuh, kenapa Ibu salahkan aku! Lagian Ibu juga rela meminjamkannya. Kalau tak suka kenapa pinjamin." Mbak Imar tak tinggal diam."Seharusnya kemarin kamu segera ke leasing, sudah jelas Haris selingkuh dan diusir, kamu hanya bisa mewek tanpa bertindak!""Aku kalut, Bu. Aku masih shock dan rasanya tak percaya
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 41 ( Pengakuan )Tok tok tok!Pintu diketuk lagi."Ya tunggu sebentar!" sahutku dari dalam sambil melangkah ke pintu.Pintu kubuka.Terdiam menatapnya. Mata berkaca, menatapku sendu. Ternyata bukan kelaki aneh itu. Dan ...."Sarah, tolong maafkan aku." Ia memelukku dengan penuh haru. Pelukannya tak kubalas. Kata maaf dan penyesalan terlihat dari sorot matanya. Tapi untuk apa lagi kata maaf ini. Ia sudah merasakan apa yang kurasakan. Suaminya juga selingkuh."Oke, aku sudah memaafkanmu, Mbak. Sekarang biarkan aku dengan kehidupanku. Kita bukan keluarga lagi, tapi mantan keluarga," ucapku tegas.Pelukan
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 40 ( Tamu Tak diundang )Hidup itu terasa indah jika dinikmati tanpa ada gangguan. Meski hanya berdua di rumah ini, tak mengurangi kesepian dengan status janda. Untung punya usaha minimarket hingga setiap hari bisa berjumpa orang banyak."Ma, ini kopinya." Naswa membawa nampan berisikan secangkir kopi dan sepiring goreng pisang, lalu meletakkanya di meja. Putriku tahu saja kesukaanku."Sepertinya Mama akan minta bikinin setiap hari nih," godaku."Iya Mamaku sayang. Lagian siapa lagi kalau bukan aku." Naswa mulai menghenyakan pantatnya di sampingku."Mama nggak ke sebelah?" Naswa menunjuk arah minimarket."Nanti, pengen nyantai aja sama kamu, biasanya kamu sibuk kuliah
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 39 ( bawa kabur )Pov Haris"Ini salahmu, Mas! Kenapa milih di kosan itu? Aku malu, aku maluuuu," rengek Tuti sambil menjinjing tasnya."Tenang, Tut, tenang." Hanya itu yang bisa kukatakan. Lah terongku merasa nggak nyaman setelah diolesin air lumpur jalan oleh Imar. Ternyata di lumpur itu ada kaca kecil hingga barang kebanggaanku sakit tergores. Iya sih kacanya kecil, tapi yang ditusuk juga tak besar amat."Mau tenang gimana? Anak kita butuh biaya. Lah kamu aja pengangguran.""Tapi kamu puas kan?" Kubawa Tuti bercanda gairah. Ya, demi menghilangkan rasa stres yang akan hadir.'Huh! Sial. Perih juga ternyata, untung kaca kecil itu tak terbenam, kalo nggak bisa tujuh hari tu