Lagi-lagi kakak ipar tukang minta yang datang. Belum bebas dari mertua dan pelakor, ini orang datang lagi. Lama-lama pemandanganku bisa suram. Hatiku semakin sakit dan sulit meredam amarah."Gimana, Sar? Mau dijualkan suamiku mobilnya Feri? Tenang deh, bakalan dicari pembeli yang tepat dan harga tak terlalu turun dari pasaran. Kalian kan tau Mas Haris dulu kerja marketing mobil bekas."Belum juga menjawab tapi omongan mbak Imar sudah panjang lebar."Sama Haris saja, Fer. Kalau sembarangan orang takutnya nanti tertipu."Ibu mertua bermuka dua juga ikutan merayu mas Feri. Pasti ada maunya. Lah mertua mata duitan. Satu keluarga tidak ada yang benar. Baik hanya untuk menguntungkan saja."Tapi, Mas, mobil itu mau kutawarkan ke bos perusahaan tempat aku mengambil
"Kok diam, Mas?" tanyaku. Mas Feri masih terlihat diam tanpa menanggapi perkataan adiknya. Tadinya ia tak seperti ini, emosi karena dianggap lalu telah menggadaikan BPKB mobil kami tanpa minta izin."Mas Feri, yakin mau melaporkan kami? Sebaiknya urus dulu istrimu." Nada bicara mbak Imur mulai miring. Ini ancaman halus. Matanya melirikku sinis. Huh! Mau cari gara-gara dia, pinjam uang baru mulutnya manis."Kenapa aku yang diurus? Kalau BPKB belum kuterima berarti kalian resmi tersangka kasus penipuan." Tak gentar sedikit pun, aku tetap menggertak mbak Imur dan mas Hendri."Sudah lah, Sar. Kalau kamu mau laporkan Imur dan Hendri, berarti Ibu juga terbawa, lah Ibu yang pinjamkan ke mereka," tukas ibu tak suka mendengar gertakanku.Dasar keluarga benalu. Harta bukan punya mereka tapi seperti memiliki. Ini namanya
Gawat, pelakor ngapain juga sok cari perhatian bawa kopi segala. Mana Naswa sedang minta tanda tangan lagi. Tidak tidak tidak! Aku harus bertindak.'Ayo Sarah, cari akal,' bathinku mensugesti diri."I-iya, Tante. Ini hanya dari kampus," jawab Naswa gugup. Aku tahu ia merasa khawatir jika Tuti mendekat hingga surat itu terbaca."Nas, di sini atau di sini?" tanya mas Feri menujuk dua sisi di lembaran bagian bawah kertas. Mukanya tetap mengernyit karena sedang sakit kepala. Dari raut wajahnya, aku yakin ia tak membaca isi surat tersebut."Di sini, Pa, yang ada nama Papa," jawab Naswa menujuk lagi ke kertas.Jantungku disco melihat Tuti semakin mendekati mas Feri. Dengan senyum manis seolah ini rumahnya yang sedang menyajikan kopi untuk suaminya. 
"Oke deh, Mas. Aku pesan warna hitam aja. Tapiiii, BPKB mobilmu kapan dapatnya?" Sedang bicara, perlahan tanganku dikeluarkan dari bawah bantal. Plastik kecil bekas dua macam bubuk panas, kuselipkan di sarung bantal agar aku tak tinggalkan bukti kejahatan."Iya, Sarah. Aku suka warna hitam karena mirip mobil pejabat. Teman-temanku pasti kagum jika aku mengendarai mobil itu. Tentu kamu juga bangga sebagai istriku."Bangga? Justru aku akan membuangmu laki otak selangka*gan. Kamu kira aku bisa bangga seperti dulu? Siap-siap saja kubuang kelaut, eh salah, ke got saja lah agar ada bau comberan.Huh! Kok otakku jadi konslet dengan api amarah ini. Bahkan aku sadar jika perbuatan ini bar bar. Ya mau bagaimana lagi, jika aku tak melakukan kekerasan fisik, belum puas rasanya.Mau bersikap elegan dan mai
ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 16 ( pov Feri )Huh! Sial! Kok terasa panas sekali. Ingin rasanya mandi es malam ini. Sudah kusiram dengan air dingin kulkas, tetap saja masih panas. Justru kaget dengan dingin mendadak. Namun rasa panas tak kunjung hilang. Sekarang cara terakhirku ya dioleskan dengan minyak goreng.Dulu waktu aku kecil. Ibu ngulek cabe. Tak sengaja saat ibu buang air bekas cuci tangan sekaligus cuci cabe, aku tersiram. Panas. Ibu mengambil minyak goreng lalu mengoleskan ke badanku. Hasilnya rasa panas itu perlahan menghilang.Kok tidak kepikiran dari tadi ya. Efek rasa panas di senjata pusaka dari lahir, otakku jadi lemot.Pintu kamar mandi kukunci. Kusibakan sarung penutup tubuh bagian bawah. Minyak goreng disiramkan ke senjata pusaka kebangganku. Mengurut lembut aga
ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 17 ( Oh tidak! )Pagi ini aku dan Naswa pergi ke notaris. Mas Feri belum bangun, mungkin saja kecapekan bergadang, ini efek dari bubuk pedas racikanku. Puas! rasa puas bercampur dengan rasa kasihan. Namun, rasa kasihan tenggelam mengingat apa yang ia lakukan di belakangku.Bisa saja malam itu kuketuk lagi pintu kamar saat mereka sedang bercumbu. Niat diurung karena tak peduli lagi dengan mas Feri. Semenjak kulihat ia ijab kabul di rumah ibunya, saat itu ia sudah kubuang dari hati. Rasa kecewa dan marah ini hanya ingin membalaskan mereka. Semua terdengar mudah. Tapi itulah kenyataanya, aku sudah tak menginginkan mas Feri lagi."Dua minggu lama juga sertifikatnya selsai, Nas," ucapku melihat Naswa sekilas sedang menyetir mobil. Kami baru dari notaris dan dalam perjalanan pulang.&n
Mbak Imar sudah berada di belakang ibu mertua berdiri melihat kami. Ia berteriak terkejut mengetahui jika lelaki buta berbaju hitam ini hanya seorang dukun abal-abal. Entah dari mana mereka bertemu hingga ia bisa dibawa ke rumahku."Hey!" Mbak Imar mendekat."Benaran kamu dukun palsu?" Kini mbak Imar sudah berdiri di depan lelaki itu. Matanya melotot. Semelotot apapun mata mbak Imar, tetap saja lelaki itu tak bisa melihat. Lah dia buta."Maaf, Mbak. Anu ..., mm aku, aku hanya ingin cari uang buat makan saja. Tolong jangan laporin aku ke polisi." Si dukun palsu menyatukan telapak tangan memohon. Raut wajahnya kalut."Ugh!" Mbak Imar mendorong kepalanya. "Beraninya kamu membohongiku?" Kali ini pukulan melayang ke lengan lelaki itu."Ampun, Mbak. Ampun!"&n
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 19 ( Kukembalikan kamu pada posisi semula, Mas )Malam ini mbak Imur dan mas Hendri datang. Sedangkan mbak Imar sudah pulang dari tadi sore. Ia terlihat sewot dan bahkan pulang pun tak pamitan padaku. Masa bodoh, toh ia sudah kuceret sebagai saudara ipar. Dan sebentar lagi mereka semua kusingkirkan."Gini, Mas, Sar. Kami mau kembalikan BPKB mobil Mas Feri. Tapi ...." Mbak Imur tak melanjutkan kata-katanya, justru ia menatap mas Hendri. Mas Hendri malah mengangguk kecil seperti memberi isyarat."Tapi apa, Mbak?" tanyaku."Tapi, kami mau minta uang lima juta buat bayar adminastrasinya karena batal menggadaikan, Sar."Astaga naga, mereka yang gadaikan kok malah aku yang bayar administrasinya? Lagian di mana-mana, tak akan ad
❤️TAMAT❤️ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahu( Kata-kata itu do'a )Aku tersentak saat mas Feri tiba-tiba berada di depan pintu. Dan ini bertepatan waktu aku dilamar mas Adam.Beberapa bulan ini, mas Adam mendekatiku. Awalnya ia hanya mengantarkan putrinya berkunjung. Tapi lama kelamaan kami berkomunikasi nyambung dan aku pun merasa nyaman. Setelah masa iddah berakhir, baru secara jelas mengatakan ingin menikahiku."Sebentar kupanggilkan Naswa," ucapku bangkit dari duduk. Belum juga memberi jawaban ke mas Adam."Mau gabung di sini, Pak Feri?" tanya mas Adam ramah."Tunggu, Sarah! Bisakah aku bicara dengan Pak Adam?" pinta mas Feri. Tawaran mas Adam diabaikan sejenak."Tapi, bu
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 46 ( Terlambat Menyadari )Pov FeriHidupku kacau. Sarah sama sekali tidak menginginkanku kembali ke sisinya. Tatapan matanya tak pernah seperti dulu lagi. Bahkan yang kurasakan ia memendam benci.Aku salah. Kuabaikan luka perasaanya. Kukira ia seorang wanita yang bisa kuperdaya demi nafsu duniaku. Justru aku terperangkap dalam masalah yang dibuat. Inilah karma."Pa, sebaiknya Papa temui Pak Adam. Ia terluka ulah Nenek.""Ya, Nak. Bisa Papa minta alamatnya?""Bentar aku Wa aja." Lalu Naswa mulai memencet ponselnya."Nanti kunci pintu ya, Nas," ucap Sarah sambil membuka pintu."Sarah."&
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 45 ( Mungkin ini jalannya )"Bu, tolong lepaskan. Ibu bisa menghabiskan hidup dipenjara jika membunuh seseorang. Sadarlah, Bu. Jika ada masalah mari bicarakan baik-baik." Lelaki itu berusaha menenangkan mantan ibu mertuaku agar aku tak disakiti. Meski tak yakin apakah ia berhasil. Yang menodongku seperti orang stres dengan banyak tekanan. Ini contoh manusia tak kuat iman. Umur sudah tua tapi tak menyadari kesalahan. Astagfirullah'alaziim, maafkan dengan penilaian buruk hamba ya Allah ...."Apa urusanmu! Ia mantu tak tau diri, putraku ditolak rujuk, Imur dipenjara dan Imar, Imar di rumah sakit jiwa. Apa kamu merasakan yang kurasakan? Oooh, tentu kamu tak mersakan karna mereka anakku. Lah kamu siapa!"Astaga, aku tak menyangka ibu mas Feri seperti ini.
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 44 ( Tersangka )Aku diminta ke kantor polisi. Melihat siapa dalang dari kejahatan ini. Sudah tiga kali percobaan menabrak Naswa dan tiba-tiba Boy datang menyelamatkan. Dan ternyata firasatku benar. Ini semua sebuah taktik yang dicontoh dari adegan sinetron.Apakah ini perbuatan mas Feri dan ibunya? Atau Mas Haris dengan Tuti, atau lagi bisa jadi mbak Imar dan mas Feri. Aaah! Semuanya mencurigakan. Karena satu tujuan mereka, yaitu menguasai putriku hingga hartanya bisa beralih tangan."Ma, mungkin saja ini perbuatan pelakor itu dan Om Haris. Karena mereka sudah selingkuh bertahun-tahun," ucap Naswa sambil menyetir mobil."Entahlah, Mama pun bingung. Mereka semua tertuduh di pikiran Mama.""Padahal Mama sudah banyak
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 43 ( Pembalasan Imar )Pov Feri"Dasar wanita berhati batu! Luarnya aja kelihatan baik, tapi ia sama sekali tak punya perasaan!" Amarah ibu saat kami baru menginjakkan kaki di rumah."Aku harus gimana? Mana sanggup aku bayar cicilannya, Bu." rengek mbak Imar dalam rasa merasa bersalah."Itu makanya jadi perempuan ya harus teliti. Masak menggunakan rekening suamimu! Kukira kamu pintar, tapi bodoh!""Ibu cuma bisa menyalahkanku saja. Aku juga nggak yakin Mas Haris selingkuh mmm." Tangis Imar pecah lagi."Uh! Dasar bodoh!""Sudah sudah! Aku pusing nih. Sekarang ke mana kita bisa cari Haris? Mbak pasti tau tempat tujuannya."
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 42 ( Karma itu ada )"Rumahku ..., aaa hidup kita hancur, Fer. Rumah kita akan disita. Kita tinggal di mana, aaa." Ibunya meraung duduk dilantai teras."Tenang, Bu. Tenang." Mas Feri berusaha menenangkan ibunya meskipun percuma."Ini salah kamu, Mar! Kamu meminjam sertifikat itu untuk suamimu!" Sambil menangis, ibu mantan mertua menunjuk mbak Imar."Aku juga nggak tau ia selingkuh, kenapa Ibu salahkan aku! Lagian Ibu juga rela meminjamkannya. Kalau tak suka kenapa pinjamin." Mbak Imar tak tinggal diam."Seharusnya kemarin kamu segera ke leasing, sudah jelas Haris selingkuh dan diusir, kamu hanya bisa mewek tanpa bertindak!""Aku kalut, Bu. Aku masih shock dan rasanya tak percaya
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 41 ( Pengakuan )Tok tok tok!Pintu diketuk lagi."Ya tunggu sebentar!" sahutku dari dalam sambil melangkah ke pintu.Pintu kubuka.Terdiam menatapnya. Mata berkaca, menatapku sendu. Ternyata bukan kelaki aneh itu. Dan ...."Sarah, tolong maafkan aku." Ia memelukku dengan penuh haru. Pelukannya tak kubalas. Kata maaf dan penyesalan terlihat dari sorot matanya. Tapi untuk apa lagi kata maaf ini. Ia sudah merasakan apa yang kurasakan. Suaminya juga selingkuh."Oke, aku sudah memaafkanmu, Mbak. Sekarang biarkan aku dengan kehidupanku. Kita bukan keluarga lagi, tapi mantan keluarga," ucapku tegas.Pelukan
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 40 ( Tamu Tak diundang )Hidup itu terasa indah jika dinikmati tanpa ada gangguan. Meski hanya berdua di rumah ini, tak mengurangi kesepian dengan status janda. Untung punya usaha minimarket hingga setiap hari bisa berjumpa orang banyak."Ma, ini kopinya." Naswa membawa nampan berisikan secangkir kopi dan sepiring goreng pisang, lalu meletakkanya di meja. Putriku tahu saja kesukaanku."Sepertinya Mama akan minta bikinin setiap hari nih," godaku."Iya Mamaku sayang. Lagian siapa lagi kalau bukan aku." Naswa mulai menghenyakan pantatnya di sampingku."Mama nggak ke sebelah?" Naswa menunjuk arah minimarket."Nanti, pengen nyantai aja sama kamu, biasanya kamu sibuk kuliah
ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 39 ( bawa kabur )Pov Haris"Ini salahmu, Mas! Kenapa milih di kosan itu? Aku malu, aku maluuuu," rengek Tuti sambil menjinjing tasnya."Tenang, Tut, tenang." Hanya itu yang bisa kukatakan. Lah terongku merasa nggak nyaman setelah diolesin air lumpur jalan oleh Imar. Ternyata di lumpur itu ada kaca kecil hingga barang kebanggaanku sakit tergores. Iya sih kacanya kecil, tapi yang ditusuk juga tak besar amat."Mau tenang gimana? Anak kita butuh biaya. Lah kamu aja pengangguran.""Tapi kamu puas kan?" Kubawa Tuti bercanda gairah. Ya, demi menghilangkan rasa stres yang akan hadir.'Huh! Sial. Perih juga ternyata, untung kaca kecil itu tak terbenam, kalo nggak bisa tujuh hari tu