Share

Part 5 Maaf, Tak Sengaja Lagi

Penulis: Rita Febriyeni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 

 

"Maaf, Mas, aku kan nggak tau, scara mimpi loh." Aku memasang muka seperti merasa bersalah dan kasihan melihatnya. Tepatnya di hatiku bilang 'rasain lo! emang enak'

 

Astagfirullah'alaziim, maafkan hamba jadi istri yang durhaka ya Allah. Aamiin.

 

"Aduh! Sakit, Sar, untung hidungku tidak patah." Mas Feri memegang hidungnya dengan ekspresi muka mengernyit kesakitan.

 

Akan tetapi dalam hatiku ada sebuah penyesalan besar. Bahkan penyesalan ini tak ada gunanya karena acara sudah selesai. Penyesalanku yaitu 'Kok tinjuku kurang kuat ya? Belum puas rasanya sebelum hidungmu patah, Mas'. Andaikan waktu bisa diputar, pasti kupasang tenaga super meninju hidungnya, bukan hanya hidung tapi juga antenanya. Ah, sudah lah, masih banyak waktu kok. Mudah-mudahan cita-cita ini tercapai. 

 

"Mari kita obatin, darah mengalir di bibirmu, Mas."

 

"Ambil kotak P3k, Sar, cepat! sakit nih."

 

"Iya iya," jawabku lalu beranjak ke luar.

 

Huh! Menyusahkan saja. Mana mataku mulai ngantuk. Terpaksa ke ruang tengah mengambil kotak P3k yang diletakan di lemari sana.

 

"Ini, Mas, biar kuobatin," ucapku mengambil kapas lalu ingin membersihkan darah di sudut bibir mas Feri.

 

"Pelan-pelan, sakit, Sar," ucap mas Feri menahan tanganku saat ingin menekan kembali bibirnya untuk dibersihkan.

 

'Ih, itu saja manja. Baru sakit sedikit merengek seperti anak mami. Apa tak sadar umur sudah kepala empat. Rasa sakitmu belum seberapa dari yang kurasakan, Mas,' bathinku. Melihat bibirnya teringat lagi saat ia mengucapkan ijab kabul hingga ....

 

"Aduh! Kok makin kencang, Sar? Sakiiit."

 

"Oh, maaf, Mas, maaf, aku nggak sengaja," jawabku. Tadi terbayang perbuatanya hingga kutekan erat bibirnya yang berhasil kutinju. Bahagianya melihat wajah itu sedikit bonyok. Sayang cuma sedikit. Tak apa lah, dari pada nggak ada sama sekali.

 

"Kayak sakit hati aja membersihkan lukaku, udah udah! Biar kubersihkan." Alis mas Feri bertaut karena kesal.

 

'Emang,' jawabku di hati.

 

"Itu aja marah, lagian mimpi itu terbayang lagi, Mas." 

 

"Makanya tidur baca doa, bukan main f*."

 

'Dari pada kamu, Mas, main perempuan,' bathinku terasa kesal.

 

"Iyaa," jawabku pura-pura nurut.

 

Mas Feri membersihkan luka serta mengobatinya sendiri. Terlihat ia mengernyit menahan sakit. Tapi justru itu yang kusuka. Belum puas deh rasanya.

 

Besok, untuk ipar dan ibu mertua. Akan kukeluarkan amarahku. Terutama untuk sepasang sejoli ini. Belum puas rasanya jika belum menampar atau memukul mereka semua. 

 

"Aku ngantuk, Mas, ayo tidur," ajakku sambil membaringkan badan.

 

"Aku tidur di sofa aja, takut kalau kamu mimpi lagi," tolak mas Feri, lalu ia mengambil bantal dan tidur di sofa panjang kamar ini.

 

"Yakin, Mas?"

 

"Iya, udah tidur sana, baca doa dulu biar nggak mimpi aneh."

 

"Iya iyaaa," jawabku lalu tersenyum di balik selimut.

 

Bay bay tukang kawin. Tunggu besok babak berikutnya. Setelah aku puas melampiaskan amarah, baru kutarik semua milikku. Karena aku harus memikirkan caranya. Jika langsung mengambil, mas Feri akan berusaha juga mempertahankan dengan segala cara, hingga sulit bagiku meraihnya. Sedikit demi sedikit, aku melangkah dalam kobaran api pembalasan.

 

***

 

Duduk manis sambil minum kopi. Kutunggu mas Feri ke luar kamar. Sementara ibu mertua dan mbak Imar sedang sarapan. Tuti? Astaga, rajin sekali menyapu lantai. Lumayan, penghematan tenaga.

 

"Ma, ini ada tas model terbaru lagi diskon." Naswa menghampiriku, lalu melihatkan layar ponselnya.

 

"Enam ratus ribu? Kok murah, Nas, Mama pesan dua ya, yang ini sama yang ini." Kutunjuk foto tas di layar ponsel Naswa.

 

"Apaan sih, Sar? Kupingku dengar tas nih." Mbak Imar membawa piring nasi sarapanya mendekat.

 

"Ini, Tante, temanku jual tas dan lagi diskon lima puluh persen," jawab Naswa.

 

"Lima puluh persen besar loh, apa nggak rugi?"

 

"Cuci gudang, Tant."

 

"Yang mana sih?" Mata mbak Imar langsung tertuju ke layar ponsel yang kupegang.

 

"Ini, ini." Kutunjuk foto tas itu.

 

"Hah? Enam ratus ribu masih mahal, Sar, aku aja beli tas paling mahal tiga ratus ribu aja."

 

"Itu mah standar, Mbak, lihat nih, ini model terbaru loh."

 

"Pengen juga, tapi aku tak punya uang."

 

Aku tahu mbak Imar minta kubelikan. Biasanya jika aku beli sendal ataupun hijab, ia pasti kubelikan juga termasuk ibu mertua dan iparku yang satu lagi. Tapi tidak untuk sekarang dan selanjutnya.

 

"Nas, Mama pesan tiga, kapan tasnya datang?"

 

Mbak Imar langsung tersenyum mendengarnya. Dikiranya tas yang kupesan salah satu untuk dia. Enak saja, kubuat bathinmu sakit melihat apa yang kulakukan. Sederhana, tapi aku yakin bisa nenusuk bathinmu.

 

"Bentar aku W* dulu, Ma," jawab Naswa lalu jarinya sibuk dengan ponsel.

 

Mbak Imar beranjak ke meja makan. Ia dan ibu mertua melanjutkan makan. Lahap dan tanpa rasa bersalah telah mempermainkanku. 

 

"Sar, tolong belikan aku obat sakit gigi." Mas Feri keluar kamar dengan memegang pipi kanan, lalu duduk di sampingku. 

 

"Feri, mukamu kenapa?" tanya ibunya mendekat.

 

Pipi kanan mas Feri lebam akibat tinjuku semalam. Entah kenapa merasa kurang yang kukakukan. Apa lagi ia melirik Tuti yang terhenti menyapu lantai karena melihatnya, ya ada adegan saling memandang dari jauh.

 

"Ini, Bu, hanya ...." Mas Feri seakan enggan melanjutkan jawaban. Ia melihatku.

 

"Maaf, Bu, aku mimpi semalam, tak sengaja meninju Mas Feri," jelasku. Kuakui karena ingin melihat reaksi mereka.

 

"Kamu mimpi kok muka Feri yang lebam, Sar?" tanya mbak Imar, sepertinya itu mewakili isi hati Tuti. Ia menatap khawatir ke mas Feri.

 

"Aku mimpi Mas Feri selingkuh, Mbak, rasanya sakiiiit kali, makanya kutonjok lalu kutampar, untung di sampingku tak ada pisau, kalau tidak mungkin Mas Feri sudah dikubur."

 

"Astagfirullah'alaziim, Sarah! Kamu sadar nggak menyakiti suamimu? Kasihan Feri," tukas ibu mertua sedikit nada marah.

 

Dalam hatiku, 'syukurin, ntar kutambah lagi'

 

"Maaf, Bu, lagian aku hanya mimpi, rasanya nyata sekali."

 

"Mama kok bisa mimpi gitu? Itu tanda-tanda manusia yang mudah dipengaruhi jin, aku pernah dengar tentang manusia dikendalikan jin di luar kesadarannya." Naswa tampak semangat menjelaskan sesuatu yang aku sendiri tak mengerti. Namun sepertinya Naswa tau dengan yang kulakukan.

 

"Makanya tidur baca doa, Mbak Sarah, jin syetan akan menjauhi kita." Tiba-tiba Tuti ikut menasehatiku.

 

"Aku tau itu, bahkan aku juga baca ayat kursi agar kejahatan tidak mendekati keluargaku, maklum, sekarang banyak yang jahat," jawabku ketus.

 

"Ma-maaf, Mbak, aku hanya sarani." Tuti tergagap.

 

"Maksud Tuti baik loh, Sar, jangan tersinggung," bela ibu mertua.

 

"Nggak usah ribet juga ngurusin sesuatu yang nggak penting."

 

"Sarah, kok kamu malah sensi? Aku yang sakit gigi kamu yang marah." Mas Feri juga ikut membela Tuti.

 

Aku diam sambil mengambil ponselku di meja. Rasanya ingin menampar Tuti, mas Feri, ibu mertua dan mbak Imar. Mereka sekongkol. 

 

"Tuti, jaga omonganmu, Sarah tak sengaja kok ngomong gitu," bela mbak Imar. 

 

'Jangan sok membela, aku masih ingat senyumu mengucapkan selamat atas pernikahan mereka,' bathinku.

 

"Maaf, Mbak Imar, maaf Mbak Sarah," ucap Tuti.

 

Kukirim W* ke Naswa. Ada sebuah rencana yang terlintas di kepalaku. Dan ini bisa membalaskan sakit hati yang kupendam. Tanganku gatal ingin menampar mereka satu persatu, kakiku juga ingin menendang mereka. Enak saja bersandiwara masuk ke rumahku.

 

[Lanjut, Ma] balas W* Naswa.

 

Oke permisah, saatnya kita berakting.

 

"Aduh!" Kupegang kepalaku. Lalu kuletakan ponsel di meja, tentu layarnya kukunci agar tak bisa dibajak.

 

"Kenapa, Sar?" tanya ibu mertua.

 

"Kepalaku sakit, Bu," jawabku mencoba bersandar di sofa.

 

"Kok malah kamu yang sakit? Aku sakit gigi nih," gerutu mas Feri. Mukanya masih dengan ekspresi mengernyit kesakitan.

 

"Aduh! Pusing," ucapku terus memegang kepala.

 

Mbak Imar mengambil segelas air putih, lalu memberikannya padaku. "Minum dulu, Sar," kata mbak Imar.

 

"Pusing, Mbak," jawabku belum menerima gelas itu.

 

"Aduh, gigiku juga sakit, nih." Mas Feri masih duduk di dekatku. Bahkan rasa pusingku diabaikanya, tak masalah, lagian hanya pura-pura kok.

 

"Ma, biar kuoles minyak kayu putih." Naswa ingin mendekat, tapi Tuti langsung menyahut.

 

"Biar Tante aja yang olesin, Nas," pinta Tuti. Mau cari muka dia.

 

"Oh, ini Tante." Naswa menyodorkan minyak kayu putih ke Tuti.

 

Nawa duduk agak menjauh dariku sesuai ide dari pesan W* barusan. Ia menunggu aktingku. Tak sabaran ingin melampiaskan amarah atas perbuatan mereka. Bahkan rasanya sudah tak tahan.

 

Menurut artikel yang kubaca, wanita harus mengeluarkan rasa amarah untuk mengurangi stres. Dan ini yang ingin kulakukan. Pelampiasan semalam masih terasa kurang.

 

Kini, di samping kananku ada mas Feri. Di samping kiriku ada ibu mertua. Di depanku ada mbak Imar sedang memegang segelas air putih, dan Tuti yang ingin mengoleskan minyak kayu putih.

 

"Uh!" Kurebut segelas air putih dari mbak Imar, lalu kusiram kasar ke wajahnya. Lalu kulempar gelas ke lantai. Jika ke kepala mereka aku takut masuk penjara tiba-tiba mereka mati. 

 

"Ugh!" Secepatnya kutendang Tuti hingga ia terduduk di lantai.

 

Plak!

 

Kutampar ibu mertua karena ia mempermainkan hidupku. Bersekongkol merestui pernikahan putranya tanpa peduli perasaanku.

 

"Ugh!" Kutinju pipi mas Feri, tepat dekat giginya yang sakit. Aku yakin, bekas lebam kini bertambah sakit.

 

Semua kulakukan dengan kecepatan tinggi sebelum mereka memegang tanganku. Aku seperti lepas kendali menghajar mereka tanpa ampun. Asbak rokok pun kulempar bentuk seperti orang kesurupan.

 

"Ha ha ha, uuuugk! Ha ha ha." Aku tertawa sambil berdiri dan mengulangi menendang, kali ini lutut Mbak Imar yang kutendang mengingat ia tersenyum mengucapkan selamat atas pernikahan suamiku dengan Tuti. 

 

"Astaga, Mama kesurupan!" teriak Naswa dengan ekspresi wajah khawatir.

 

Bersambung ....

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
nyatanya beneran asiik thor
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
hahahaha.....yg baca jadi terhibur thor
goodnovel comment avatar
Anna D'Sandong
bagus sekali......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 6 Aksi Bar bar

    "Sarah! Aduh! Ia kenapa?" Ibu mertua terlihat panik berdiri memegang pipinya yang bekas kutampar. Kasihan juga, ia seumuran almarhum ibuku. Tapi rasa sakit dengan apa yang kualami menghilangkan rasa hormatku padanya."Ha ha ha, mmmmhg ha ha ha." Aku tertawa besar sambil melototi mereka satu persatu. Rasanya ingin kupatahkan tangan mereka satu persatu.Mereka mempermainkan kehidupan rumah tanggaku. Aku tak terima! Padahal aku sudah berkorban banyak. Aku kesal! Aku marah!Rasa amarahku melihat mereka, membuat tanganku ingin mengambil sapu yang tak jauh dari sofa karena tadi Tuti sedang menyapu. Seperti seseorang lepas kendali, kupukuli mereka satu persatu."Ugh!" Kupukul punggung mas Feri dengan tangkai sapu, lalu ...."Uhg!" Tangkai sapu melayang k

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 7 Untuk Adik Ipar

    "Mama sudah sadar, Mama sudah sadar, Nek," ucap Naswa terdengar senang. Mataku kubuka, lalu kupejam lagi mata sambil memegang kepala dengan ekspresi mengernyit, layaknya orang pusing. Lama-lama jadi ngantuk. Memukul mereka seperti olah raga hingga keringatku bercucuran. Seru-seru capek tapi ada leganya."Benaran, Nas? Nenek takut Mamamu kambuh lagi," jawab ibu mertua terdengar khawatir."Iya, Nek," jawab Naswa sambil mencubit pelan tanganku bentuk memberi kode."Naswa ...." Kali ini aku bersuara loyo, dan mata dibuka sambil melihat sekitar, harus terlihat kebingungan seperti orang baru sadar dari pingsan."Mama, Alhamdulillah Mama sadar, aku sangat khawatir." Loh, Naswa sejak kapan pintar akting.Maafkan hamba yang memberi pelajaran tak baik untuk putri

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 8 Antara Sadar dan Tidak

    Aku terus tancap gas. Kulihat di kaca spion motor, mbak Imur berlari mengejar. Ia susah payah karena rok panjangnya sempit dan jalan pun becek."Sarah! Tunggu aku! Sarah!" teriak mbak Imur yang terdengar. Lokasi sepi pasti suaranya masih terdengar meskipun jarak sedikit jauh.Teringat ia membicarakan aku bersama Tuti tadi saat makan. Di rumah dan menyantap makananku. Begitu leluasa tanpa bersalah, kata-kata meremehkan sehingga ia bersekongkol dengan istri baru suamiku. Memperlihatkan, ia bukan dipihakku.Apa kurangku sebagai kakak ipar? Bahkan uang pinjaman sering tak diganti dan dengan mudah kupinjamkan lagi. Bukan itu saja, motor dan modal usaha warung suaminya, semua uangnya dariku. Aku berharap punya keluarga banyak. Jika aku berbagi bukan suatu masalah. Tapi, jika kebaikan dimanfaatkan dan dibalas kejahatan,

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 9 Sengaja Lupa

    Tancap gas, kujauhi lokasi itu. Kulihat di kaca spion, mbak Imur masih kokoh memegang ranting sambil menatapku pergi. Ia terlihat siap siaga dengan tampang berantakan. Tentunya berlumur air genangan tanah. Menjijikan tapi lucu.Belum begitu jauh. Niatku meninggalkanya urung. Ini jalan sepi dan tak ada trsportasi umum. Jangankan trasportasi umum, kendaraan pribadi saja tidak terlihat.Kubelokan motor ingin menjemput mbak Imur.Ia berjalan menuju jalan besar. Sendal hanya sebelah tertempel dikakinya karena satu sudah kulempar ke semak-semak. Dalam ia melangkah, bisa kusaksikan tetesan air tanah dari bajunya dan yang bagian lengan sudah robek. Terlihat menyedihkan sekali, tapi aku suka. Astagfirullah'alaziim.Suara motor mendekat, hingga mbak Imur tersadar aku mendekatinya. Seketika ia langsu

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 10 Sedikit Pembalasan

    Aku terdiam sejenak. Berpikir alasan apa yang akan dijawab. Mbak Imur masih kukuh agar tak ikut kubonceng pulang tadinya. Jika ditelaah, jadi ini bukan seratus persen salahku.'Oke, Sarah, siap-siap bersikap pura-pura,' bathinku mensugesti diri."Loh, Mbak Imur belum pulang ya?" Pura-pura terkejut tentunya."Belum, dari tadi Ibu tidak melihat dia, Sar," jawab Ibu. Lalu ibu melihat ke Tuti. "Tut, benaran Imur belum pulang?" tanya ibu mertua."Belum, Bu, tadi pergi ma Mbak Sarah ke dukun buat ngobatin kesurupan, tapi setelah itu nggak kelihatan lagi."Waduh, si Tuti saksi mata nih. Aku pasti disalahkan."Astaga! Aku lupa, kirain Mbak Imur sudah pulang, tadi saat sedang perjalanan ke rumah dukun, Mbak Imur m

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 11 Rencana

    ACARA DI RUMAH IBUMU#pura_pura_tak_tahuPart 11Kenapa aku harus pura-pura tak tahu? Itu karena, jika aku skak langsung mereka, pasti aku kalah. Mas Feri akan mengusahakan semua cara mengambil harta yang tercantum namanya. Tentu kekuatan keluarga dan istri barunya. Intinya, aku harus pura-pura hingga setelah kuambil alih semuanya, setelah itu mereka kulempar dari rumahku.Sebuah usaha ekstra karena harus memikirkan matang-matang. Jika lengah sedikit saja, hartaku pasti beralih. Aku juga harus banyak bertanya karena kurang mengerti hukum pernikahan jika terjadi perceraian, tentu masalah harta intinya.***Tidak ada suara ketukan pintu dari dalam. Tuti sembunyi di toilet dan sampai pagi hingga ada seseorang yang masuk menggunakan toilet.Tersenyum puas, da

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 12 BPKB Mobil

    Lagi-lagi kakak ipar tukang minta yang datang. Belum bebas dari mertua dan pelakor, ini orang datang lagi. Lama-lama pemandanganku bisa suram. Hatiku semakin sakit dan sulit meredam amarah."Gimana, Sar? Mau dijualkan suamiku mobilnya Feri? Tenang deh, bakalan dicari pembeli yang tepat dan harga tak terlalu turun dari pasaran. Kalian kan tau Mas Haris dulu kerja marketing mobil bekas."Belum juga menjawab tapi omongan mbak Imar sudah panjang lebar."Sama Haris saja, Fer. Kalau sembarangan orang takutnya nanti tertipu."Ibu mertua bermuka dua juga ikutan merayu mas Feri. Pasti ada maunya. Lah mertua mata duitan. Satu keluarga tidak ada yang benar. Baik hanya untuk menguntungkan saja."Tapi, Mas, mobil itu mau kutawarkan ke bos perusahaan tempat aku mengambil

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 13 Memanfaatkan Situasi

    "Kok diam, Mas?" tanyaku. Mas Feri masih terlihat diam tanpa menanggapi perkataan adiknya. Tadinya ia tak seperti ini, emosi karena dianggap lalu telah menggadaikan BPKB mobil kami tanpa minta izin."Mas Feri, yakin mau melaporkan kami? Sebaiknya urus dulu istrimu." Nada bicara mbak Imur mulai miring. Ini ancaman halus. Matanya melirikku sinis. Huh! Mau cari gara-gara dia, pinjam uang baru mulutnya manis."Kenapa aku yang diurus? Kalau BPKB belum kuterima berarti kalian resmi tersangka kasus penipuan." Tak gentar sedikit pun, aku tetap menggertak mbak Imur dan mas Hendri."Sudah lah, Sar. Kalau kamu mau laporkan Imur dan Hendri, berarti Ibu juga terbawa, lah Ibu yang pinjamkan ke mereka," tukas ibu tak suka mendengar gertakanku.Dasar keluarga benalu. Harta bukan punya mereka tapi seperti memiliki. Ini namanya

Bab terbaru

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 47 Tamat(Kata-kata itu Doa)

    ❤️TAMAT❤️ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahu( Kata-kata itu do'a )Aku tersentak saat mas Feri tiba-tiba berada di depan pintu. Dan ini bertepatan waktu aku dilamar mas Adam.Beberapa bulan ini, mas Adam mendekatiku. Awalnya ia hanya mengantarkan putrinya berkunjung. Tapi lama kelamaan kami berkomunikasi nyambung dan aku pun merasa nyaman. Setelah masa iddah berakhir, baru secara jelas mengatakan ingin menikahiku."Sebentar kupanggilkan Naswa," ucapku bangkit dari duduk. Belum juga memberi jawaban ke mas Adam."Mau gabung di sini, Pak Feri?" tanya mas Adam ramah."Tunggu, Sarah! Bisakah aku bicara dengan Pak Adam?" pinta mas Feri. Tawaran mas Adam diabaikan sejenak."Tapi, bu

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 46 Terlambat Menyadari

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 46 ( Terlambat Menyadari )Pov FeriHidupku kacau. Sarah sama sekali tidak menginginkanku kembali ke sisinya. Tatapan matanya tak pernah seperti dulu lagi. Bahkan yang kurasakan ia memendam benci.Aku salah. Kuabaikan luka perasaanya. Kukira ia seorang wanita yang bisa kuperdaya demi nafsu duniaku. Justru aku terperangkap dalam masalah yang dibuat. Inilah karma."Pa, sebaiknya Papa temui Pak Adam. Ia terluka ulah Nenek.""Ya, Nak. Bisa Papa minta alamatnya?""Bentar aku Wa aja." Lalu Naswa mulai memencet ponselnya."Nanti kunci pintu ya, Nas," ucap Sarah sambil membuka pintu."Sarah."&

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 45 Mungkin Ini Jalannya

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 45 ( Mungkin ini jalannya )"Bu, tolong lepaskan. Ibu bisa menghabiskan hidup dipenjara jika membunuh seseorang. Sadarlah, Bu. Jika ada masalah mari bicarakan baik-baik." Lelaki itu berusaha menenangkan mantan ibu mertuaku agar aku tak disakiti. Meski tak yakin apakah ia berhasil. Yang menodongku seperti orang stres dengan banyak tekanan. Ini contoh manusia tak kuat iman. Umur sudah tua tapi tak menyadari kesalahan. Astagfirullah'alaziim, maafkan dengan penilaian buruk hamba ya Allah ...."Apa urusanmu! Ia mantu tak tau diri, putraku ditolak rujuk, Imur dipenjara dan Imar, Imar di rumah sakit jiwa. Apa kamu merasakan yang kurasakan? Oooh, tentu kamu tak mersakan karna mereka anakku. Lah kamu siapa!"Astaga, aku tak menyangka ibu mas Feri seperti ini.

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 44 Tersangka

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 44 ( Tersangka )Aku diminta ke kantor polisi. Melihat siapa dalang dari kejahatan ini. Sudah tiga kali percobaan menabrak Naswa dan tiba-tiba Boy datang menyelamatkan. Dan ternyata firasatku benar. Ini semua sebuah taktik yang dicontoh dari adegan sinetron.Apakah ini perbuatan mas Feri dan ibunya? Atau Mas Haris dengan Tuti, atau lagi bisa jadi mbak Imar dan mas Feri. Aaah! Semuanya mencurigakan. Karena satu tujuan mereka, yaitu menguasai putriku hingga hartanya bisa beralih tangan."Ma, mungkin saja ini perbuatan pelakor itu dan Om Haris. Karena mereka sudah selingkuh bertahun-tahun," ucap Naswa sambil menyetir mobil."Entahlah, Mama pun bingung. Mereka semua tertuduh di pikiran Mama.""Padahal Mama sudah banyak

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 43 Pembalasan Imar

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 43 ( Pembalasan Imar )Pov Feri"Dasar wanita berhati batu! Luarnya aja kelihatan baik, tapi ia sama sekali tak punya perasaan!" Amarah ibu saat kami baru menginjakkan kaki di rumah."Aku harus gimana? Mana sanggup aku bayar cicilannya, Bu." rengek mbak Imar dalam rasa merasa bersalah."Itu makanya jadi perempuan ya harus teliti. Masak menggunakan rekening suamimu! Kukira kamu pintar, tapi bodoh!""Ibu cuma bisa menyalahkanku saja. Aku juga nggak yakin Mas Haris selingkuh mmm." Tangis Imar pecah lagi."Uh! Dasar bodoh!""Sudah sudah! Aku pusing nih. Sekarang ke mana kita bisa cari Haris? Mbak pasti tau tempat tujuannya."

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 42 Karma Itu Ada

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 42 ( Karma itu ada )"Rumahku ..., aaa hidup kita hancur, Fer. Rumah kita akan disita. Kita tinggal di mana, aaa." Ibunya meraung duduk dilantai teras."Tenang, Bu. Tenang." Mas Feri berusaha menenangkan ibunya meskipun percuma."Ini salah kamu, Mar! Kamu meminjam sertifikat itu untuk suamimu!" Sambil menangis, ibu mantan mertua menunjuk mbak Imar."Aku juga nggak tau ia selingkuh, kenapa Ibu salahkan aku! Lagian Ibu juga rela meminjamkannya. Kalau tak suka kenapa pinjamin." Mbak Imar tak tinggal diam."Seharusnya kemarin kamu segera ke leasing, sudah jelas Haris selingkuh dan diusir, kamu hanya bisa mewek tanpa bertindak!""Aku kalut, Bu. Aku masih shock dan rasanya tak percaya

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 41 Pengakuan

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 41 ( Pengakuan )Tok tok tok!Pintu diketuk lagi."Ya tunggu sebentar!" sahutku dari dalam sambil melangkah ke pintu.Pintu kubuka.Terdiam menatapnya. Mata berkaca, menatapku sendu. Ternyata bukan kelaki aneh itu. Dan ...."Sarah, tolong maafkan aku." Ia memelukku dengan penuh haru. Pelukannya tak kubalas. Kata maaf dan penyesalan terlihat dari sorot matanya. Tapi untuk apa lagi kata maaf ini. Ia sudah merasakan apa yang kurasakan. Suaminya juga selingkuh."Oke, aku sudah memaafkanmu, Mbak. Sekarang biarkan aku dengan kehidupanku. Kita bukan keluarga lagi, tapi mantan keluarga," ucapku tegas.Pelukan

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 40 Tamu Tak Diundang

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 40 ( Tamu Tak diundang )Hidup itu terasa indah jika dinikmati tanpa ada gangguan. Meski hanya berdua di rumah ini, tak mengurangi kesepian dengan status janda. Untung punya usaha minimarket hingga setiap hari bisa berjumpa orang banyak."Ma, ini kopinya." Naswa membawa nampan berisikan secangkir kopi dan sepiring goreng pisang, lalu meletakkanya di meja. Putriku tahu saja kesukaanku."Sepertinya Mama akan minta bikinin setiap hari nih," godaku."Iya Mamaku sayang. Lagian siapa lagi kalau bukan aku." Naswa mulai menghenyakan pantatnya di sampingku."Mama nggak ke sebelah?" Naswa menunjuk arah minimarket."Nanti, pengen nyantai aja sama kamu, biasanya kamu sibuk kuliah

  • Acara di Rumah Ibumu (Pura-pura Tak Tahu)   Part 39 Bawa Kabur

    ACARA DI RUMAH IBUMU#Pura_pura_tak_tahuPart 39 ( bawa kabur )Pov Haris"Ini salahmu, Mas! Kenapa milih di kosan itu? Aku malu, aku maluuuu," rengek Tuti sambil menjinjing tasnya."Tenang, Tut, tenang." Hanya itu yang bisa kukatakan. Lah terongku merasa nggak nyaman setelah diolesin air lumpur jalan oleh Imar. Ternyata di lumpur itu ada kaca kecil hingga barang kebanggaanku sakit tergores. Iya sih kacanya kecil, tapi yang ditusuk juga tak besar amat."Mau tenang gimana? Anak kita butuh biaya. Lah kamu aja pengangguran.""Tapi kamu puas kan?" Kubawa Tuti bercanda gairah. Ya, demi menghilangkan rasa stres yang akan hadir.'Huh! Sial. Perih juga ternyata, untung kaca kecil itu tak terbenam, kalo nggak bisa tujuh hari tu

DMCA.com Protection Status