maaf jika banyak typo
Malam harinya saya membereskan pakaian yang akan saya bawa, saya memilih pakaian sederhana yang dulu saya pernah iseng membelinya di avent obral baju murah yang masih layak pakai. Beberapa kaos hitam , celana panjang kumuh berwarna abu abu , celana pendek hitam yang ujung ujungnya terlihat benangnya. Saya sengaja memilih warna gelap agar kotor tidak terlihat. Saya membawa 3 stel, untuk ganti dan juga saya usahakan mencuci di perkumpulan itu, saya akan menempatkan diri saya di tempat yang bersahaja, dan tidak menonjol. Untuk membuat misi saya berhasil, untuk memata matai mereka yang sombong dan yang menyalahi kekuasaan yang mereka miliki. Apakah menurut mereka menjadi anggota perkumpulan hitam bawah tanah itu adalah suatu kebanggaan? Sungguh tidak masuk akal. Bukankah ini semua mengandalkan kekerasan dan menindas mereka yang lemah atau bukan itu tujuan perkumpulan ini, itulah yang akan saya selidiki. Setelah selesai saya memasukkan pakaian saya di tas kumuh, saya menuju ranjang un
“Hahaha, hebat belum belajar ilmu dari ayahmu saja, kamu sudah licin, bisa mengelabui kami para tertua.” kata paman Lao. ‘Memang pantas jadi penerus ayahmu dan menjadi ketua kami.” Kata paman Lao lagi. Saya hanya terdiam dan memperhatikan bangunan di depan kami, yang samar samar seperti bangunan yang kemarin, bagaimana ceritanya? Bangunan ini sama dengan bangunan yang dulu saya datangi. “Apakah bangunan ini sama dengan bangunan yang saya datang waktu itu dengan bangunan ini?” Tanya saya penuh dengan kebingungan. Bagaimana ceritanya bangunan yang di kota sama dengan bangunan yang di bangun di bawah gunung buatan? “Ya, bangunan ini sama, buangunan di kota khusus menerima anggota baru, jika anggota itu sudah sesuai dengan kriteria perkumpulan, mereka diajak kemari untuk dididik lebih lagi.” kata tertua lao. “Oh, jadi saya disini ingin dididik ya.” kata saya sambil tersenyum iseng. “Tentu saja, kamu sedang menyamar sekarang sebagai Robert si buruk rupa, bukan sebagai Tuan Muda pener
Sungguh sangat disayangkan sebelum perkataan tertua Lao habis diucapkan tertua Wang telah membuat ulah. Dengan diam diam dan penuh kelicikan dia menyerang Robert dengan kekuatan penuh yang dikuasainya, ternyata dia menguasai ilmu berunsur air dan es. Dengan keyakinan penuh, tertua Wang sangat yakin bisa menjatuhkan si buruk rupa dengan sekali serangan dan akan dijatuhkan di depan tertua Lao dan juga akan dibully mereka semua (tertua Lao, si buruk rupa dan ketiga anaknya yang telah diangkat menjadi pengawal tertua Lao secara sah menurut peraturan di perkumpulan hitam bawah tanah ini ) oleh tertua Wang. Melihat dan merasakan kekurang ajaran tertua Wang terhadapnya, sudah tidak ada toleransi lagi. Robert akhirnya mengambil tindakan juga. Dengan sekali tarikan nafas, Robert membuat ruangan ini terhenti waktunya, hanya mereka bertiga yang bergerak. Dan.... Serangan dingin dari tertua Wang dibekukan di depan mata tertua Wang dan dengan sekali gerakan Robert berdiri di depan tertua Wang.
Tertua Lao membawa Robert ke kantor ketua untuk mengobati lukanya, mereka berjalan menyusuri lorong yang kiri kanannya terdapat bermacam macam senjata dan dengan cahaya yang redup . Berjalan selama beberapa menit tibalah mereka diujung lorong, Di depan mereka terlihat tembok yang kokoh dan dengan perlahan tapi pasti tertua Lao mengangkat tangan dan terlihatlah sebuah cahaya kemerahan terpancar dari telapak tangan kanan tertua Lao dan perlahan tembok itu menjadi transparan dan terbentuklah pintu yang pinggirnya memancar cahaya kemerahan dan Tertua Lao mengajak Robert masuk. “Robert, mari kita masuk ke dalam dan kalian bertiga tunggu disini sampai saya kembali.” kata Tertua Lao. “Mari.” jawab Robert dengan hormat. Ya, selama memakai topeng ini, Robert harus rendah hati dan menghormati para tertua agar penyamarannya tidak diketahui oleh siapapun. “Baik, tertua Lao, kami akan menunggu disini.” jawab salah satu dari ketiga pemuda itu. Tertua Lao berjalan di depan diikuti oleh Robert
“Siapa yang membuat kamu keluar dari ruangan itu?” tanya tertua yang memakai pakaian coklat kemerahan itu. Sambil berjalan menghampiri Robert. “Apakah untuk keluar dari ruangan itu, saya perlu dibantu?” tanya Robert dengan lugu. Dan berusaha menjauh dari tertua itu. Mendengar pertanyaan Robert yang lugu itu, ketiga tertua itu saling berpandangan dan ingin menanyai sesuatu ke Robert, tapi dicegah oleh tertua Tji dengan berkata:” Robert, mari ikut saya ke kamar kerja saya.” Sambil mencoba mendekati Robert dan berusaha menjauhkan Robert dari ketiga tertua itu. “Baik.’ kata Robert dengan sigapnya dan menoleh melihat kedelapan pemuda yang mewakili dia bekerja. “Kalian delapan orang selesaikan tugas yang tadi dilakukan oleh Robert, setelah makan siang kumpulkan para calon ketua di lapangan, saya mau bicara dengan mereka.” Kata Tertua Tji pada delapan pemuda yang sedang mengangkat air. “Baik, tertua, kami akan melakukan perintah anda.” kata salah satu dari delapan pemuda itu sambil memb
Setelah selesai sarapan, tertua Tji mengajak saya mengelilingi rumahnya. Rumah yang penuh dengan barang antik terpajang disetiap sudut ruangan. Bangunan yang terpisah dari bangunan induk tempat saya tinggal tapi tidak kalah mewahnya, apakah bangunan ini milik dia pribadi atau masih milik perkumpulan hitam bawah tanah. Saya ingin bertanya tapi malas, biarlah nanti mereka yang menjelaskan kepada saya setelah saya menjadi ketua perkumpulan hitam bawah tanah ini. “Saya dengan beberapa tertua dan keluarga kami tinggal di sekitar sini dan kami memiliki pintu yang lain untuk masuk kesini.” kata tertua Tji menjelaskan. “Bisakah kamu mengajak saya ke pintu yang lain dari bangunan ini.” kata saya. “Mari ikut saya, “ kata tertua Tji , “Kamu tidak usah ikut, temui putrimu saja dan beritahukan dia dan tunangannya jangan sekalipun mengganggu Robert.” kata tertua Tji kepada istrinya. "Ya, saya akan mencari dia." kata istri tertua Tji yang biasa dipanggil nyonya Tji. Setelah itu dia berjalan b
Belum selesai saya menikmati kebahagian saya, tiba tiba Robin tersungkur sambil memegang perutnya dan bergulingan. “Tuan Muda, apa yang terjadi pada Robin?” tanya tertua Wang lirih. “Kamu lihat saja sendiri, bukankah ilmu pengobatan kamu yang terhebat disini?” balas saya dengan suara yang pelan tapi cukup terdengar oleh tertua Wang. Sambil bersungut tertua Wang menghampiri anak tunggalnya yang sedang menahan sakit yang luar biasa. Ya, saya menggunakan pukulan yang berikan kepada Robin, dengan memulangkan semua tenaga yang telah digunakan untuk memukul saya. Jika saja saya tidak berdarah, saya tidak akan bertindak sekejam ini. Saya paling marah sejak saya kecil, jika ada manusia yang iseng sampai membuat saya berdarah. “Ayah, tolong saya , sakit sekali perutku ini, seperti terkena tendangan yang bertubi tubi.” kata Robin sambil merintih kesakitan. “Diamlah dulu, ayah akan memeriksa kamu.” kata tertua Wang sambil berjongkok memeriksa nadi Robin. Tiba tiba dia berdiri dan bersoj
Sambil duduk saya memperhatikan mereka, para pemuda berdiri berjejer di depan saya dengan pandangan mata yang kurang puas dan tentu juga menghina. Juga terdengar sayup sayup bisikan mereka yang sangat membuat telinga terasa panas. “Siapa dia? Mengapa tingkah lakunya sangat sombong? Ilmu hanya sedikit ingin menjadi ketua, sungguh tidak tahu malu.” kata pemuda di baris pertama di posisi kedua, ya tepatnya di belakang Robin. Heran saya mengapa pemuda pemuda ini susah tanggap, dan juga telah dicalonkan menjadi calon pemilihan ketua, ah sungguh tidak habis pikir , apa yang ada dipikiran para tertua, apakah karena susah mencari saya sampai sangat frustasi sehingga pemuda yang tidak berbobot juga diikut sertakan. “Bisakah kalian diam? Robert memang adalah anak ketua lama, apakah kalian pikir pukulan Robin tadi telah mengenai dia, jangan mimpi, kami saja tiada satu juga yang bisa menyentuhnya.” kata tertua Wang sangat marah. “Tapi ayah, tadi saya menarik dia dan mendorong dia , dia saja