Sari duduk di kursi empuk di kantornya, matanya berbinar penuh kepuasan. Segelas anggur merah berada di tangannya, dan senyum tipis melengkung di bibirnya. Hari ini, dia merasa berhasil mengendalikan semua kepingan catur dalam permainan yang ia rancang dengan cermat. "Ayah dan anak...," gumamnya, sambil memutar gelas anggur dalam genggamannya. "Itu ikatan yang nggak akan mungkin bisa dipisahkan dengan mudah." Dia tahu betul bahwa Ben sedang berada di ambang kehancuran mental. Rasa bersalah akan terus menghantui Ben, menggerogoti pikirannya, membuatnya tidak bisa tidur nyenyak atau berpikir jernih. Sari bisa melihat bagaimana Ben akan mulai kehilangan ketenangannya, bagaimana tekanan dari kenyataan bahwa dia adalah ayah dari Haru akan terus menghantamnya dari berbagai sisi. "Rasa bersalah... adalah senjata yang paling ampuh," bisik Sari pada dirinya sendiri, senyumnya semakin lebar. "Ben akan dihancurkan oleh perasaannya sendiri. Dan aku nggak perlu melakukan banyak hal untuk itu
Di kantornya yang mewah, Sari duduk dengan anggun di kursi kulitnya yang mahal, ruangan itu dipenuhi dengan hiasan dan perabotan yang mencerminkan kesuksesan dan kekuasaan yang telah ia raih selama bertahun-tahun. Namun, kesuksesan materi bukanlah satu-satunya hal yang ia kejar; ada permainan yang lebih besar yang sedang ia mainkan, sebuah permainan yang penuh dengan intrik dan manipulasi. Ponsel Sari berbunyi, dan dia dengan tenang mengangkatnya. Suara dari ujung telepon adalah suara yang sudah tidak asing lagi baginya—satpam yang telah ia bayar untuk selalu mengawasi Haru dan semua orang yang terhubung dengan anak itu. Ia membayar orang tersebut untuk memberinya informasi yang berguna, informasi yang bisa ia gunakan untuk mencapai tujuannya. "Lapor, Bu Sari," suara pria di seberang telepon terdengar sedikit gugup, tetapi jelas, "Hari ini saya liat Pak Rain berbicara dengan Pak Ben di depan sekolah. Mereka keliatan seperti sedang bertengkar, Bu. Wajah mereka tegang, dan kelihatanny
Malam telah tiba, menyelimuti Jakarta dengan kehangatan yang melembutkan hiruk-pikuk kota. Di apartemen milik Rain, Summer merasa ada sesuatu yang berbeda. Meskipun Rain berusaha tampak tenang, tatapan matanya yang kosong dan gerakan tubuhnya yang seakan berat memberitahukan Summer bahwa ada sesuatu yang mengganggunya. Summer meletakkan cangkir teh hangat di atas meja, lalu berjalan mendekati Rain yang sedang duduk di sofa, memandangi layar televisi yang sebenarnya tidak ia perhatikan. Suara-suara dari televisi hanya menjadi latar belakang yang tak terdengar di antara mereka. "Rain, ada apa? Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Summer dengan lembut, duduk di sampingnya. Ia menyentuh lengan Rain, mencoba menarik perhatiannya. Rain menoleh, tatapan matanya bertemu dengan mata Summer. Namun, alih-alih menjawab, ia hanya tersenyum tipis, seakan mencoba meyakinkan Summer bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Aku baik-baik aja, Summer," jawabnya, meski nada suaranya terdengar sedikit
Setelah pertemuan yang penuh emosi di depan gerbang sekolah Haru, perjalanan pulang terasa seperti berjalan dalam kabut yang pekat. Heningnya suasana di dalam mobil Rain menciptakan dinding tak terlihat antara dirinya dan Summer yang duduk diam di kursi sebelahnya. Tatapan Rain sesekali mencuri pandang ke arah Summer, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh wanita yang ia cintai itu. Namun, ekspresi Summer tetap kosong, matanya menatap lurus ke depan, seolah-olah tenggelam dalam pikirannya yang berkecamuk. Setibanya di apartemen, Rain memarkirkan mobilnya dengan perlahan, seolah-olah tidak ingin memecah kesunyian yang terasa begitu berat. Summer keluar dari mobil tanpa berkata apa-apa, dan Rain mengikutinya masuk ke dalam apartemen. Pintu apartemen tertutup di belakang mereka dengan suara lembut, tetapi tetap saja, suasana yang menggelayut di antara mereka terasa begitu tegang. Rain mengambil inisiatif untuk meletakkan tas dan kunci mobil, sementara Summer
Wulan kembali ke apartemennya dengan perasaan yang campur aduk. Seluruh kejadian beberapa hari terakhir terus menghantui pikirannya, terutama perilaku Ben yang semakin sulit dipahami. Setelah percakapan makan siang yang membuatnya merasa tidak dihargai, ia pulang dengan kepala penuh kekhawatiran. Begitu tiba di apartemen, Wulan segera melepaskan tasnya dan melemparkan dirinya ke sofa. Air mata yang sejak tadi ditahannya, akhirnya tumpah. Ia terisak dalam keheningan ruangan yang sepi. Seringkali ia memikirkan apakah keputusannya untuk terus bersama Ben adalah keputusan yang benar. Namun, setiap kali ia mencoba meyakinkan dirinya, perilaku Ben selalu memberinya alasan untuk ragu. Pertemuan mereka di restoran tadi membuat perasaan Wulan semakin tidak karuan. Ia tak bisa menghilangkan perasaan kalau Ben sedang menyembunyikan sesuatu darinya, dan intuisi kuat Wulan menuntunnya untuk menyelidiki keraguan dalam hatinya. Setelah tangisnya mereda, Wulan menghapus air matanya dan mencoba
Di sudut bar yang remang-remang, Ben duduk sendirian dengan gelas whiskey di tangannya. Matanya kosong, pikirannya berkecamuk antara penyesalan, ketakutan, dan kebingungan. Dia terus memutar balik kenangan masa lalunya dengan Summer, bagaimana mereka dulu saling jatuh cinta di bangku kuliah. Summer, dengan senyum manis dan mata yang ceria, pernah menjadi pusat dunianya. Namun, semuanya berubah setelah kejadian itu. Ia tidak siap menghadapi kenyataan dan memilih untuk meninggalkan tanggung jawabnya. Kini, di usianya yang ke-32 tahun, Ben tidak bisa menghilangkan bayang-bayang Summer dari pikirannya. Bagaimana mungkin? Summer tetap terlihat menawan, bahkan lebih mempesona daripada saat mereka masih kuliah. Ia teringat betapa halus kulitnya, bagaimana rambutnya tergerai indah di bawah sinar matahari, serta tatapan mata penuh cinta yang dulu pernah menjadi miliknya. Namun, kini tatapan itu bukan untuknya lagi, dan kenyataan itu terasa seperti pisau yang menusuk hatinya. Sementara itu, h
Keesokan harinya, suasana pagi di kantor Ben tampak berbeda dari biasanya. Ben, yang baru saja datang ke kantornya dengan pikiran yang kacau, terkejut saat melihat Wulan berdiri di depan meja kerjanya. Wulan tampak tegas dan serius, suasana di sekelilingnya terasa tegang. Ben mengerutkan dahi, mencoba menyusun kembali pikirannya yang berantakan. "Wulan?" suaranya penuh kebingungan saat ia melihat tunangannya itu berdiri dengan penuh tekad. "Tumben pagi-pagi ke sini. Kamu nggak ke kantor?" Wulan tidak menghiraukan pertanyaan itu. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa foto yang dia pegang dengan tangan yang gemetar. Dengan tangan bergetar, dia meletakkan foto-foto tersebut di atas meja Ben. Foto-foto itu menunjukkan Ben sedang duduk di bar bersama Sari, tampak akrab. "Ben, apa ini?" Wulan bertanya, suaranya tegas namun tersisa getaran emosi. "Aku mau penjelasan tentang foto-foto ini." Ben menatap foto-foto itu, wajahnya semakin pucat seiring dengan rasa terkejut dan bingu
Di rumah keluarga Rain, suasana pagi itu dipenuhi dengan hiruk-pikuk persiapan. Lili, ibu Rain, sibuk mempersiapkan acara ulang tahun Andreas, suaminya. Ia ingin memastikan bahwa semuanya sempurna untuk perayaan yang akan diadakan beberapa hari lagi. Kue, dekorasi, hingga menu makanan semuanya dipersiapkan dengan teliti. Namun, semakin banyak yang perlu dipersiapkan, semakin ia merasa butuh bantuan. Setelah berpikir sejenak, Lili memutuskan untuk menghubungi Summer. *** Ponsel Summer berdering di apartemen milik Rain. Ia sedang bekerja ketika ia melihat nama Lili muncul di layar. “Tante Lili?” Summer mengangkat telepon dengan senyum, lalu menyapa, "halo, selamat siang, Tante Lili." “Siang, sayang. Kamu nggak lagi sibuk, kan?" tanya Lili. Summer menatap ke sekeliling. "Aku lagi di apartemennya Rain, Tante. Emang ada apa Tante?" "Gini... Tante lagi siapin acara ulang tahun papanya Rain. Kamu bisa bantu Tante, sayang?" Tanpa berpikir panjang, Summer langsung mengangguk. "Bisa, Ta
Tahun-tahun berlalu, membawa kebahagiaan yang tak terhingga dalam kehidupan Rain dan Summer. Setelah pernikahan yang indah dan penuh cinta, mereka membangun rumah tangga yang harmonis dan dipenuhi dengan tawa. Haru tumbuh menjadi anak yang cerdas dan penuh kasih sayang, selalu ditemani oleh Rain dan Summer yang menjadi panutan baginya. Kehidupan mereka yang stabil dan penuh cinta menjadi fondasi kuat bagi keluarga kecil ini. Namun, sebuah kebahagiaan baru datang menghampiri mereka beberapa tahun setelah pernikahan. Summer mengandung anak kedua mereka—seorang bayi perempuan yang mereka nantikan dengan penuh sukacita. Saat waktu persalinan tiba, Rain tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dari Summer, berada di sisinya, memberikan kekuatan dan cinta yang tiada habisnya. Saat suara tangisan bayi pertama kali terdengar di ruang bersalin, air mata kebahagiaan tak terbendung dari mata Rain. Bayi perempuan itu lahir dengan sehat, membawa cahaya baru ke dalam hidup mereka. Haru, ya
Hari pernikahan Rain dan Summer tiba dengan segala kemegahan dan keindahannya. Langit cerah menyambut hari istimewa itu, seolah turut merestui persatuan dua hati yang telah melewati begitu banyak rintangan. Di sebuah taman luas yang dikelilingi pepohonan yang rindang, para tamu berkumpul dengan antusias. Taman itu dihiasi dengan rangkaian bunga-bunga yang indah, setiap sudutnya dipenuhi oleh dekorasi yang dirancang dengan penuh cinta. Nuansa putih dan emas mendominasi, menciptakan suasana yang elegan namun hangat. Summer berdiri di depan cermin rias, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Rambutnya yang lembut disanggul rapi, dihiasi oleh mahkota kecil yang berkilauan. Wajahnya berseri-seri, matanya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung. Di sampingnya, ibunya, Meilani, merapikan sedikit gaunnya dengan penuh kasih sayang. “Kamu cantik banget, sayang,” ujar Meilani dengan suara lembut, matanya berkaca-kaca. “Ini hari yang sudah kamu tunggu selama ini, sayang." Summe
Setelah malam lamaran yang begitu spektakuler dan romantis, keesokan harinya dunia maya dibanjiri oleh berita tentang Rain dan Summer. Video lamaran yang disiarkan langsung telah diulang jutaan kali, dipenuhi dengan komentar-komentar positif dari netizen yang terpesona dengan cara unik Rain mengekspresikan cintanya. Setiap detil dari momen itu—dari puisi yang dibacakan Rain, hingga kembang api yang memeriahkan suasana—dibicarakan dengan antusias di berbagai platform media sosial. Berita ini menjadi topik utama di mana-mana, tidak hanya di kalangan penggemar seni yang mengagumi Rain, tetapi juga di kalangan umum yang menyukai cerita cinta yang berakhir dengan kebahagiaan. Selebriti, tokoh publik, dan bahkan para kritikus yang sebelumnya skeptis terhadap hubungan Rain dan Summer, kini memberikan pujian setinggi langit. Semua orang setuju bahwa pasangan ini adalah pasangan yang sempurna, ditakdirkan untuk bersama. Sementara itu, di tempat yang berbeda, Sari dan Ben merasakan pukulan
Malam yang dinanti akhirnya tiba. Arena konser amal yang megah telah dihias dengan penuh kemewahan. Tirai beludru merah anggur menggantung di sekitar panggung, sementara lampu gantung kristal berkilauan memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut, menambah nuansa romantis malam itu. Summer dan Haru duduk di kursi khusus yang telah disediakan, mengenakan pakaian malam yang elegan. Wajah Summer berseri-seri penuh antusiasme, sementara Haru duduk ceria di sampingnya, siap menyaksikan pertunjukan. "Liat dekorasinya, Haru," ucap Summer, matanya berbinar-binar. "Rain benar-benar tunjukin kualitasnya sebagai seniman." "Iya, Bu," balas Haru, yang juga kagum pada panggung di depan mereka. “Panggungnya keliatan kayak dunia fantasi. Aku juga pengen tampil di panggung kayak gitu." Konser malam itu dimulai dengan meriah. Para seniman dan musisi memberikan yang terbaik dari mereka, dari alunan musik yang memukau hingga tarian yang anggun. Suasana sem
Selama dua minggu berada di Swiss, Rain tidak hanya fokus pada bisnis dan pekerjaan yang harus diselesaikannya. Di balik kesibukannya, ia juga menyempatkan diri untuk menyelidiki situasi yang sedang terjadi di Indonesia. Ia tidak hanya mengikuti berita-berita yang viral di media, tetapi juga menyelidiki lebih dalam tentang siapa yang berada di balik semua kekacauan ini. Dengan bantuan beberapa rekan dan sumber terpercaya, Rain mulai menggali informasi tentang siapa yang sebenarnya menggerakkan semua ini.Dari berbagai saluran informasi yang ia miliki, Rain menemukan petunjuk yang menunjukkan bahwa Sari dan Ben berada di balik semua upaya manipulasi yang telah mengacaukan hidupnya dan Summer. Rain merasa marah dan terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata Sari, dengan semua taktik dan intrik yang ia mainkan, bekerja sama dengan Ben. Ternyata, mereka memiliki agenda masing-masing. Ben ingin memperbaiki hubungannya dengan Summer dan Haru, sementara Sari berusaha merebut perhatian Rain da
Setelah genap dua minggu kepergian Rain, akhirnya kabar yang dinanti-nanti tiba. Rain mengirimkan pesan singkat kepada Summer dan orang tuanya, mengabarkan bahwa ia akan segera kembali ke Indonesia. Pesan tersebut singkat namun penuh makna, cukup untuk membuat Summer dan Haru merasa bersemangat. Malam itu, setelah menerima pesan dari Rain, Summer merasakan perasaan lega yang luar biasa. Meski mereka telah berkomunikasi secara teratur selama Rain berada di Swiss, tidak ada yang bisa menggantikan kehadirannya secara fisik. Summer tak sabar menantikan momen di mana ia bisa melihat Rain kembali. Begitu pula Haru, yang selalu menanyakan kapan pamannya—begitu Haru menyebut Rain—akan kembali.Keesokan harinya, Summer memutuskan untuk tidak memberitahu siapa pun tentang rencana mereka menjemput Rain di bandara. Ia ingin momen ini menjadi sesuatu yang spesial, hanya antara dirinya, Haru, dan Rain. Ia juga berharap ini bisa menjadi awal yang baru bagi mereka, setelah semua drama yang terjadi b
Setelah makan malam bersama Ben dan Haru, Summer tidak merasakan apa-apa selain rasa lega yang hampa. Hubungannya dengan Ben terasa seperti kenangan lama yang tidak lagi relevan dengan hidupnya sekarang. Meskipun mereka telah menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga sementara beberapa hari ini, Summer merasa semakin yakin bahwa Ben hanyalah bagian dari masa lalunya. Perasaan dan kenangan di masa itu tidak lagi menyakitkan, tetapi lebih seperti perjalanan hidup yang harus ia jadikan pelajaran. Ketika mereka tiba di rumah orang tuanya, Haru yang kelelahan segera tertidur begitu mereka masuk. Summer menyerahkan Haru kepada ibunya, Meilani, yang dengan lembut menggendong Haru. "Biar Ibu yang bawa Haru ke kamar. Kamu juga istirahat," ucap Meilani, penuh perhatian. Summer tersenyum tipis, merasa sedikit lebih tenang setelah melihat Haru tertidur dengan nyaman. "Iya, Bu. Aku ke kamar dlu." Summer bergegas ke kamarnya, meninggalkan Haru dan ibunya. Ia menutup pintu dengan hati-hati,
Setelah keluar dari galeri, Sari berjalan dengan langkah cepat menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana. Pikirannya penuh dengan tanda tanya, dan kepanikan perlahan mulai merayap di benaknya. Ia mencoba menenangkan diri, namun setiap kali mengingat kata-kata Mira tentang Rain yang pergi ke luar negeri, hatinya kembali berdegup kencang.Sari masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi pengemudi, tetapi tidak langsung menyalakan mesin. Ia duduk di sana, menatap kosong ke depan, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. "Rain pergi ke luar negeri? Kenapa aku nggak tahu?" pikirnya, dengan perasaan marah bercampur bingung. Selama ini, Sari merasa dirinya memiliki kendali atas situasi dan orang-orang di sekitarnya. Namun sekarang, dengan kepergian Rain yang mendadak, ia merasa seperti kehilangan arah.Setelah beberapa saat, Sari akhirnya menghidupkan mesin mobil dan mulai mengemudi kembali ke kantornya. Jalanan kota yang biasanya padat terasa lengang, tetapi pikirannya begitu p
Di ruangannya yang luas dan elegan, Sari duduk di belakang meja kerjanya, mengamati serangkaian laporan dan berita terbaru di layar komputernya. Segalanya tampak berjalan sesuai rencana. Berita tentang kemungkinan keretakan hubungan antara Rain dan Summer terus menyebar, dan tidak ada satu pun pihak yang tampil untuk membantah atau meluruskan kabar tersebut. Publik semakin yakin bahwa hubungan mereka telah mencapai titik terendah, dan Sari tahu bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan langkah berikutnya. Sari mengamati setiap perkembangan dengan cermat. Summer memang semakin jarang terlihat bersama Rain di depan umum, bahkan dalam beberapa kesempatan penting, seperti acara-acara sosial yang sebelumnya selalu dihadiri bersama oleh pasangan itu. Ini memberi kesan kuat bahwa ada sesuatu yang salah antara mereka. Selain itu, Sari mencatat bagaimana peran Ben dalam kehidupan Summer dan Haru semakin terlihat. Dalam beberapa minggu terakhir, yang sering terlihat mengantar dan menj