Hari pernikahan Rain dan Summer tiba dengan segala kemegahan dan keindahannya. Langit cerah menyambut hari istimewa itu, seolah turut merestui persatuan dua hati yang telah melewati begitu banyak rintangan. Di sebuah taman luas yang dikelilingi pepohonan yang rindang, para tamu berkumpul dengan antusias. Taman itu dihiasi dengan rangkaian bunga-bunga yang indah, setiap sudutnya dipenuhi oleh dekorasi yang dirancang dengan penuh cinta. Nuansa putih dan emas mendominasi, menciptakan suasana yang elegan namun hangat. Summer berdiri di depan cermin rias, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Rambutnya yang lembut disanggul rapi, dihiasi oleh mahkota kecil yang berkilauan. Wajahnya berseri-seri, matanya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung. Di sampingnya, ibunya, Meilani, merapikan sedikit gaunnya dengan penuh kasih sayang. “Kamu cantik banget, sayang,” ujar Meilani dengan suara lembut, matanya berkaca-kaca. “Ini hari yang sudah kamu tunggu selama ini, sayang." Summe
Tahun-tahun berlalu, membawa kebahagiaan yang tak terhingga dalam kehidupan Rain dan Summer. Setelah pernikahan yang indah dan penuh cinta, mereka membangun rumah tangga yang harmonis dan dipenuhi dengan tawa. Haru tumbuh menjadi anak yang cerdas dan penuh kasih sayang, selalu ditemani oleh Rain dan Summer yang menjadi panutan baginya. Kehidupan mereka yang stabil dan penuh cinta menjadi fondasi kuat bagi keluarga kecil ini. Namun, sebuah kebahagiaan baru datang menghampiri mereka beberapa tahun setelah pernikahan. Summer mengandung anak kedua mereka—seorang bayi perempuan yang mereka nantikan dengan penuh sukacita. Saat waktu persalinan tiba, Rain tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dari Summer, berada di sisinya, memberikan kekuatan dan cinta yang tiada habisnya. Saat suara tangisan bayi pertama kali terdengar di ruang bersalin, air mata kebahagiaan tak terbendung dari mata Rain. Bayi perempuan itu lahir dengan sehat, membawa cahaya baru ke dalam hidup mereka. Haru, ya
2014, Indonesia. Acara wisuda Universitas Garuda, menjadi akhir dari para wisudawan, menempuh pendidikan tinggi untuk meraih gelar sarjana. Setelah acara wisuda tersebut berakhir, banyak mahasiswa dari berbagai jurusan yang berfoto bersama dengan teman-teman mereka dan juga keluarga. Di tengah-tengah keramaian tersebut, ada beberapa pria yang berkumpul sambil mendiskusikan masa depan mereka lebih lanjut. "Akhirnya kita resmi jadi pengangguran," ucap Radit, sambil tersenyum. Soni ikut tersenyum, mendengarkan kata-kata Radit. "Orang kayak lo bakal jadi pengangguran?" Radit mengerutkan keningnya. "Emang kenapa? Gue kan nggak ada kerjaan." Bastian yang sejak tadi mendengar percakapan teman-temanya, akhirnya ikut membuka suara. "Radit? Orang tua lo punya firma hukum sendiri. Lo jangan buat gue yang harus ikut tes CPNS jadi patah semangat karena kata-kata lo." Radit mengedikan bahunya. "Itu kan perusahaan orang tua gue, bukan gue. Mereka juga nggak bakalan nerima gue gitu aj
Rain tetap diam di tempatnya. Terang saja ia mendengar semuanya, tapi ia tetap menutup mulutnya. "Summer?!" Summer menoleh ke arah Ben yang juga ikut keluar dari dalam ruangan tersebut."Lo harus..." Kata-kata Ben terhenti karena sosok Rain yang juga ia tangkap dengan kedua matanya, sedang berdiri menatap ke arahnya dan Summer.Kini ketiga orang itu saling menatap, dengan pemikiran mereka masing-masing. "Lo ngapain di sini?" tanya Ben, setelah hening yang cukup mencekam.Dengan tatapan datarnya, Rain membalas kata-kata Ben. "Emang ada larangan buat gue nggak boleh ada di sini?"Ben terdiam. Ia sudah mengajukan pertanyaan yang bodoh kepada Rain. Namun jika Rain ada di sini, itu berarti ia juga telah mendengarkan pertengkaran Ben dan Summer. Ben ingin mengkonfirmasi hal tersebut, tapi ia tidak punya keberanian untuk membuka mulutnya.Sedangkan Summer juga sama khawatirnya seperti Ben. Apalagi Rain juga tidak menjawab pertanyaannya. Suasana yang canggung itu akhirnya diakhiri oleh Ra
Summer masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Apa??? Lo bilang apa barusan???" Rain menarik nafasnya dalam-dalam. Untuk yang ketiga kalinya, ia mengulangi kalimat dengan maksud yang sama. "Gue bakal jadi ayah dari bayi dalam kandungan lo." Summer terdiam. Apa Rain sedang bercanda dengannya? Atau, apa mungkin kondisi Summer saat ini begitu menyedihkan, sampai-sampai seseorang yang dikenal dingin dan cuek seperti Rain bisa mengeluarkan kalimat seperti itu? Entah mana yang benar, namun Summer tidak merasa senang dengan kata-kata Rain. Kondisinya tidak bisa dijadikan lelucon. Ia juga tidak ingin Rain menganggap remeh dirinya. Ia tidak ingin dikasihani oleh Rain, dan harga dirinya menolak untuk bersikap lemah. "Lo pikir ini lucu?" ucap Summer dengan ekspresi dingin. "Terima kasih karena udah nolong gue. Tapi, gue nggak butuh rasa kasihan lo, atau kata-kata penghiburan dari lo. Gue tau keadaan gue sekarang benar-benar kacau, tapi bukan berarti lo seenaknya aja ngomo
"Ibu?!" Summer begitu terkejut saat melihat ibunya menampar Rain. Tanpa pikir panjang, Summer langsung melompat dari tempat tidur, walau kondisinya masih belum pulih. "Ibu apa-apaan?!! Kenapa ibu nampar dia?!!" Meilani menatap Summer yang kini sudah berdiri di antara dirinya dan laki-laki yang baru saja ia tampar. "Dia yang sudah hamilin kamu, kan?!! Dasar laki-laki kurang-""Bukan, Bu!! Bukan dia yang hamilin Summer!!" potong Summer, dengan suara kencang. "Ibu jangan buat malu Summer di depan dia!! Dia yang sudah bawa Summer ke rumah sakit!! Dia nggak tau apa-apa soal ini!!"Angga yang tadi sempat mematung, juga ikut bergerak ke sisi Meilani dan buru-buru menenangkan Meilani. "Maaf, istri saya sudah bertindak di luar batas," ucap Angga kepada Rain. "Kamu bohong, kan?!! Pasti kamu bohong hanya karena mau lindungi dia!!" "Meilani!" Suara Angga yang sejak tadi tenang, kini mulia meninggi. "Tenangin diri kamu!""Tapi Mas-""Meilani?" Angga menatap istrinya dengan tatapan tajam. "Janga
Ceklek Bunyi pintu yang ditutup membuat Meilani menoleh. "Mas dari mana aja?" tanya Meilani.Angga tersenyum singkat, lalu menjawab pertanyaan Meilani. "Aku tadi bicara dengan teman Summer di bawah."Meilani tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. "Kalian bicara apa aja? Gimana soal yang tadi? Mas sudah bicara baik-baik dengan dia?" Angga mengangguk. "Kalau soal salah paham yang tadi, dia nggak marah atau tersinggung. Mama nggak perlu khawatir."Meilani langsung menghembuskan nafasnya, lega. "Syukur kalau gitu. Aku harus minta maaf langsung ke dia, nanti. Aku benar-benar nyesal sudah nampar dia."Angga tersenyum, sambil menepuk bahu Meilani. "Gimana keadaan Summer?" tanya Angga.Meilani menoleh, menatap Summer yang sudah tertidur pulas. "Dia langsung tidur waktu Mas keluar. Oh iya, Mas sudah tau siapa laki-laki yang berhubungan dengan Summer?"Angga menggelengkan kepalanya. "Belum."Meilani mengatup rahangnya rapat-rapat. "Laki-laki kurang ajar!! Kita harus laporin dia ke poli
Di luar rumah sakit, Summer segera menghubungi Misel Hartono, teman baiknya sejak SMA. Misel adalah seseorang yang selalu bisa diandalkan Summer dalam situasi sulit. Walau malam sudah larut, Summer terus menghubungi Misel hingga Misel menjawab panggilan darinya. ***Misel menggeliat di atas tempat tidurnya yang hangat, sambil mengeluh karena dering teleponnya. "Siapa sih?!" omel Misel yang masih setengah sadar. Ia meraba-raba meja di samping tempat tidurnya, mencoba menemukan ponsel yang terus berdering tanpa henti. Ketika akhirnya ia menemukannya, matanya yang setengah terpejam berusaha fokus pada layar.Nomor Summer yang muncul di layar membuat Misel mengerutkan keningnya. Apa lagi waktu di layar ponsel Misel saat ini menunjukkan jam 3 subuh. “Kenapa Summer nelpon jam segini?” pikir Misel dengan rasa penasaran dan sedikit kekhawatiran. Ia menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan itu."Halo, Summer?" suaranya terdengar serak dan setengah mengantuk.Suara di ujung telepon terden