Della hanya akan menempel padanya, lalu mengajaknya pergi untuk dapat bersenang - senang di luaran bersamanya tanpa hambatan, dan memeras uangnya.
Della tidak akan betah berada di rumah ini untuk berlama lama, berbeda dengan Vania yang pembawaannnya jauh lebih tenang, hangat dan penurut, membuat Dendi tak ingin jauh dari wanita yang baru di kenalnya itu. Akhirnya kehadiran Dendi di depan pintu disadari oleh kedua pengasuh bayinya dan mereka menunduk memberi hormat. Menyadari sang baby sitter menatapnya, Dendi dengan instan memberi isyarat menutup mulut. Mereka menatap senyum cerah diwajah majikannya yang nyaris tak pernah terlihat semenjak mereka bekerja disini, dan mereka sengaja tidak berbicara karena Sang majikan memberi kode dengan meletakkan jari telunjuk ke mulut tanda mereka harus menutup mulut. Mereka mengangguk perlahan dan membalas senyum majikannya, mendapat senyum dari majikannya seolah rasa lelah yang mereka rasakan hilang seketika. Kemudian sang majikan mengisyaratkan kepada mereka untuk meninggalkan kamar tersebut, tanpa di perintah dua kali, mereka pun patuh atas perintah Itu. Perintah sang majikan, bagaikan kemerdekaan bagi mereka, bahkan mereka bersyukur dalam hati akhirnya bisa istirahat, setelah perjuangan panjang. " Horeeeee akhirnya bisa rebahan " bisik hati mereka Dendi terus memandangi Vania yang memunggunginya seraya menggendong puterinya yang sudah tertidur diiringi lagu yang masih keluar dari bibir Vania, ingin rasanya ia berjalan dan mendekap wanita itu dari belakang dengan mengucapkan rasa syukur karena telah hadir di kehidupannya sebagai lentera di dalam gelapnya hatinya. Tapi ia mengurungkan niatnya dan tersenyum dalam hati, karena mengingat dirinya bukan siapa - siapa wanita itu. Sampai akhirnya Vania hendak merebahkan bayi lucu yang kini telah tertidur pulas ke dalam baby boxnya. Vania menyadari bahwa kedua pengasuh itu sudah meninggalkannya, ia tersenyum dan menghela nafas lega, karena kedua baby sitter itu telah memilih istirahat duluan tanpa perintahnya. " Mungkin mereka istirahat sejenak sebelum bu Della datang " Pikir Vania dalam hati. Vania memaklumi mereka yang meninggalkannya, ia memahami bagaimana lelahnya saat mengasuh anak bayi. Ketika ia hendak merebahkan sang Bayi Vania mengerutkan kening ia menyadari seolah ada yang tengah memandanginya sedari tadi, lalu ia pun menoleh. Ia di kejutkan dengan keberadaan Dendi yang sudah berdiri dengan rapi, bak terhipnotis, Dendi memandanginya tak berkedip. Setelah menidurkan sang bayi di baby boxnya, Vania berkata sambil berbisik karena takut si baby girl terbangun lagi, dan membuat kedua baby sitter itu batal istirahat. " Maaf mas aku lancang... aku tadi ga sengaja denger dia nangis, makanya aku masuk kesini jangan ma....." Belum selesai Vania melanjutkan kalimatnya tiba-tiba Dendi dengan spontan memeluknya erat sembari membelai rambutnya lembut. Dendi tak kuasa lagi menahan gejolak hatinya untuk tidak memeluk wanita yang menjadi penolongnya itu. " Terimakasih Van... kamu sudah peduli dengan anak ku..makasih Vania...." ujarnya seraya mengecup kening Vania. Vania terdiam mematung, terbawa suasana dalam dekapan Dendi, entah mengapa ia merasa nyaman di pelukan Dendi pria brewokan misterius yang tahu semua tentangnya, hal yang tak biasa ia rasakan. Sampai kemudiam ia tersadar, seketika bayangan Della melayang di pikiran nya. " Ohh. TUHAN... kenapa aku terperangkap dengan lelaki beristri? bahkan aku sempat menikmati pelukannya, ada apa denganku, serindu itukah aku akan pelukan seorang Pria, sampai pria beristri di hadapanku yang baru aku kenal seminggu, lalu mengapa baru kali ini, mengapa sebelumnya tidak? Seginikah tingkat maksimal pertahananku? " Jerit Vania dalam hati. Karena menyadari apa yang di lakukannua salah, Vania secepat mungkin melepaskan pelukan pria yang baru di kenalnya. Tak hanya Vania, Dendi pun terlihat salah tingkah karena terbawa suasana haru dan bahagia yang telah lama tak ia rasakan, sehingga hatinya selama ini terasa hampa. Tapi dengan Vania, seolah bunga di hatinya terus bermekaran dan menebarkan wewangian yang membuatnya candu. " Sorry Van....bukan maksudku mau melecehkanmu, aku hanya terharu akan ketulusanmu, aku bersyukur bertemu denganmu " Ujar Dendi dengan suara parau memecahkan kekauan suasana diantara mereka. " Gak papa mas...mungkin aku juga salah, ikut terbawa suasana... sudah abaikan itu, nanti istri mas salah faham tentang kita lagi, terlebih lagi saat ini kita berduaan dikamar seperti ini, bisa membuatnya semakin tersakiti, dan aku tak ingin menyakiti sesamaku..." Jawab Vania seraya melangkah meninggalkan kamar bayi itu setelah merapikan selimutnya. Dendi pun mengikuti dari belakang dan setelah mereka di ruang keluarga Dendi berkata " Apa maksudmu istriku salah faham Van? " Vania menatap Dendi dengan ribuan pertanyaan yang berkecamuk di hatinya,tapi ia segera menjawab sembari duduk di Sofa Ruang keluarga. " Iya, istri mas Dendi..mba Della... aku gak mau, mba Della salah faham, apalagi mas Dendi ngundang aku saat ini, tanpa mba Della, takut bisa jadi fitnah nanti mas, jangan sampai rumah tangga yang sudah di bangun hancur berantkan mas..” Vania menundukkan kepalanya, menatap karpet tebal yang terlihat mahal di ruang keluarga, tepat di hadapan kamar puteri kecil menggemaskan tadi. " Kamu bisa aja Van.. becandamu gak lucu, garing tau.! “ Jawab Dendi di iringi gelak tawa karena ia geli ternyata Vania mengira ia memiliki istri, dan yang terparah istrinya adalah Della wanita yang hatinya sangat egois itu. Bermimpi pun tidak, ia akan menikahi Wanita maniax sex itu. " Kok, becanda sih mas... aku serius loh, mas itu udah nikah, dan punya anak yang lucu jaa........." Suara Vania terputus setelah memperhatikan Wanita yang ia tunjuk di Foto pernikahan di ruang keluarga itu ternyata bukan Della. Wajahnya memerah seketika, karena malu. Lalu ia berfikir dalam hati, dan membuatnya semakin penasaran apakah Dendi selingkuh dengan Della dari istrinya itu, dahi Vania berkerut bingung mau melanjutkan kata katanya " istriku udah meninggal Van, Ketika ngelahirin Cameella. Baby yang kamu gendong tadi, 8 Bulan yang lalu, dan Della itu, iya, kita deket, tapi aku juga gak terlalu serius dengan nya nanti kamu juga tau kok,aku gimana, jadi kamu ga perlu kawatir tentang istriku, dan pelukan kita tadi, itu hanya ucapan rasa syukurku, karena telah bertemu denganmu, dan bisa berkomunikasi secara intens seperti ini, aku harap, komunikasi kita tidak hanya sampai disini Van..” Ujar Dendi seraya menggeser posisi duduknya mendekat kearah Vania, Ntah kenapa ia tidak bisa membendung Hasrat selalu ingin dekat dengan Vania. Vania hanya memperhatikan wajah Dendi, seolah ingin mencari tahu tentang kebenaran ucapan Dendi. Ketika tanpa sengaja mereka saling tatap, dan mata mereka beradu, tiba - tiba ada getar getar aneh menjalar di hati nya, menggelitik dan semakin memacu adrenalinnya untuk terus mendekat kearah wanita yang merupakan ibu satu anak ini. Setelah ia tersadar, dengan cepat ia memalingkan wajahnya, dan memperbaiki posisi duduknya, lalu Vania beranjak untuk berdiri, karena ia pun tengah salah tingkah dan tidak tahu meski berbuat apa, di ruangan yang tenang dan sunyi dimana hanya mereka berdua yang berada disana. Vania terkejut, ketika beberapa detik kemudian tangan nya sudah dalam genggaman tangan Dendi, lalu dengan sigap menariknya untuk tetap duduk disampingnya. " Mau kemana kamu Van? Duduk sini..sambil nunggu Issabella dan Albert anak kita datang " Tatapan mata Dendi semakin membuat Vania salah tingkah. Ia benci dengan dirinya yang seperti ini, Vania telah berjanji dalam hati untuk tidak jatuh cinta dengan pria sebelum ia yakin akan menikahi wanita itu, dan ia berjanji untuk tidak dekat dengan pria, selama ia menjadi janda, tapi apalah daya, Dendi meluluhkan semuanya, ia menghancurkan pertahanan Vania, dan tanpa tolakan Vania pun merasa nyaman di samping pria itu. Suasana menjadi kaku sesaat, hingga akhirnya suara tangisan bayi terdengar dari dalam kamar yang membuat Vania dengan sigap berlari ke kamar tersebut, bak suara itu adalah tangisan puteri kandungnya, dan ini adalah rumahnya. Ia lupa jika dirinya tengah bersama orang asing, dan bahkan baru 2 kali ia temui. Suara tangisan bayi itu, mengalihkan semua fokus Vania, dan membuatnya tanpa batas. Sesampainya di kamar sang bayi, Vania memeriksa keadaan bayi lucu itu, dan ternyata diapers milik sang bayi sudah penuh akan pup sang bayi, lalu tanpa berfikir panjang dan merasa jijik, ia membersihkan kotoran sang baby dengan ritual kebiasaan nya dulu, bahkan senyum mengalir diwajah Vania ketika melayani sang bayi. Ia dengan cermat membersihkan bayi lucu itu, lalu mengganti diapers baru, kemudian, ia mengganti baju sang bayi. Terlihat bahwa sang bayi juga senang ketika Vania mengurusnya bahkan baby lucu itu tertawa tawa seolah ada yang ngajaknya tertawa, Vania mencubit pipi bayi itu dengan gemas, lalu ia bermain sejenak dengan sang bayi tanpa ragu. Pemandangan indah itu, tak luput dari pantauan Dendi yang berdiri di samping Vania. Dendi memperhatikan ketelatenan Vania mengurus anaknya walau tanpa di minta dan setelah di tepuk tepuk pelan,dan bak sihir setelah di dendangkan sebentar oleh Vania bayinya tertidur pulas lagi. Pemandangan itu membuat Dendi bahagia, hatinya terasa penuh oleh kebahagiaan yang telah lama tak ia rasakan, bahkan ketika dirinya berlibur di luar negeri dengan artis cantik, tidak seperti ini rasanya. Dendi memandang wajah puterinya yang kini tertidur pulas dengan tenang, lalu secara bergantian ia memandang Vania yang tengah membersihkan tangannya menggunalam tissue basah. Hatinya tak terbendung lagi, ia adalah pria terlemah ketika berhadapan dengan Vania, seperti saat ini, ia bahkan tak mampu menutupi gengsinya, dengan spontan kembali ia memeluk tubuh mungil Vania dengan erat ke dalam dada bidang miliknya. “ Terimakasih Van, sudah hadir kedunia ini dan memberikan warna baru di kehidupanku, terimakasih untuk hari yang indah ini..” Bisik Dendi sembari mengecup kening Vania dengan lembut dan dalam. Vania kembali terdiam, ingin ia meronta saat itu juga, tapi seolah ia tak memiliko tenaga untuk mendorong pria di hadapannya itu, hingga ia memilih diam mematung. Sejenak kemudiam Dendi melepaskan pelukannya dan memegang pundal Vania, ia menatap wajah Vania dengan seksama, hingga membua Vania salah tingkah. Hingga akhirnya Dendi kembali tersadar akan perbuatannya, ia merutiki diri akan kebodohannya yang tak bisa menahan diri dan terlihat seperti pria baik - baik. Dendi melepaskan tangannua dari pundal Vania, dan ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu ia mengalihkan pandangannya. Vania yang menyadari situasi langka dan membingungkan ini, memilih memutar badannya, seolah ia tak menghiraukan Dendi yang berdiri di sampingnya dengan salah tingkah, ia terus melangkah keluar kamar dan kembali ke sofa dimana ia duduk tadi. Dendi yang masih termenung akhir nya tersadar, lalu ia pun perlahan keluar meninggalkan kamar putri kecilnya, setelah mengecup sang putri yang luput dari perhatian nya selama ini.Disaat Dendi hendak duduk, terdengar dari kejauhan suara anak nya yang sudah berteman akrab dengan Issabella puteri tunggal Vania. Dendi tersenyum mendengar suara puteranya, memiliki antusias yang tinggi mengajak Issabella ke lantai atas dan berkata akan mengenalkan dirinya kepada puteri Vania. Suara ceria sang putera terdengar jelas, bahagia seorang anak kecil tak bisa di tutupi, begitu pula dengan kesedihannya. Dendi tersenyum lebar ketika melihat puteranya berlarian menaiki tangga dan menyongsong kearahnya. Ia dengan sigap merentangkan tangan, bersiap memeluk puteranya yang tengah berlari memeluknya dengan riang, sedangkan Issabella menyapa hormat dan menyalamnya setelah menyalam sang ibu. Dendi dengan sebelah tangannya mengusap kepala Issabella dan mendapat tatapan hangat dari puteri Vania. Suasana han
“ Bukan pa, kakak senang papa menjemput kakak..” Jawab bocah kecil di gendongannya dengan tas masih terpasang di punggungnya. “ Hmm, kalau papa ajak kak Albert jemput Issabel kayak tadi malem gimana.? “ Tanya nya menatap sang putera menunggu jawaban apa yang akan keluar dari bocah kecil itu. “ Apah.! Bella papah? Serius pah? “ Binar mata bocah kecil itu mmebuat Dendi tersenyum sembari mengangguk perlahan, dan tak di sangka putera kecilnya kegirangan. “ Asyikkk.!! Albert punya temaan.. yeaay.! Albert sayang papah, tapi papah yang sekarang..” Celotehnya dengan nada cadel khas anak kecil, membuat mata Dendi berkaca - kaca, ia menyadari puteranya kesepian selama ini. Mereka bercengkrama di dalam mobil, menuju sekolah Issabella berada, situasi saat itu membuat Albert terlihat bahagia, hingga anak kecil itu tak henti - hent
" HEI JANDA GATAL..!! LUNASI HUTANGMU DALAM 3 HARI JIKA TIDAK AKU AKAN MEMBAKAR RUMAH INI DAN MENGULITI ANAK MU YANG SEDANG BERLIBUR..!! INGAT..!! JANGAN BERANI - BERANI LAPOR POLISI ATAU NYAWA ANAKMU YANG MENJADI TARUHANNYA..!! “ Vania Menggigil membacanya , keringat mengucur mengalir, membasahi bajunya, jantungnya berdegub semakin kencang. Kemudian ia terduduk lemas di kursi yang sudah posisi tidur itu karena ulah si peneror, air matanya mengalir semakin deras menjatuhi pipinya, ia menggigit bibirnya. Kemana ia harus mencari uang 60 Juta dalam kurun waktu 3 hari, untuk membayar sisa hutang yang kala itu, terpaksa ia pinjam dari seorang mafia, demi kelancaran operasi Jantung sang ayah, dimana saat itu nyawa sang ayah menjadi taruhan, jika ia sampai terlambat, mungkin sang ayah saat ini tak lagi bersama mereka.
Sesampainya di pintu, ia di sambut oleh pelayan rumah megah tersebut, wanita tua itu mempersilahkannya menunggu di ruang tamu. “ Non, tunggu disini dulu ya, soalnya tuan besar datang, jadi mereka sedang rapat.” Ujar sang pelayan itu meminta Vania untuk sabar, karena Tuan Besarnya sedang datang dan mereka tengah berkumpul di ruang kerja beserta beberapa orang, Vania tersenyum dan mengangguk, ia dengan sabar menunggu, walau jauh di lubuk hatinya resah dan gelisah. Jantungnya berpacu sangat cepat, karena ia sebenarnya hanya sekali datang kesini, Keringat dingin mengalir deras membasahi tubuhnya, bak pelari 10 Kilometer, Ternyata, ruangan ber Ac tidak mampu menghalangi keringat nya tuk keluar membakar kalori di tubuhnya. 15 Menit berlalu, dan akhirnya salah seorang memanggilnya menuju ke ruangan kerja di
Ia hendak berdiri dan melangkahkan kaki Lalu suara pria yang turun dari mobil itu mengejutkannya " Vaan....ngapain malem gini disini,nunggu Taxi?? " Ujar suara pria yang tiba tiba menggetarkan hatinya, ia menatap asal suara yang perlahan mendekat itu " Masssss....darimana?? " jawab Vania kakukarena merasa tidak enak Dendi mendapatinya sedang dalam keadaan kacau begini. " Loooh Vaniaaa, kenapa kamu berantakan gini, lohhh, apa yang terjadi, kenapa dengan bibirmu Van?" Dendi dengan sigap memeluk Vania erat, ia tak lagi menghiraukan sekitar, hatinya perih mendapati wanita yang telah mengusik hatinya, terlihat berantakan. Vania menitikan air matanya di pelukan Dendi seolah ingin menumpahkan semua dan melepaskan beban berat di hatinya. Vania perla
" Jangan ngawur kamu Van, jangan buat aku kawatir Van, sudah jangan nangis ada aku, aku janji akan menyelesaikan permasalahanmu... “ Bisik Dendi menenangkan Vania, hatinya resah melihat air mata wanita itu kembali bercucuran keluar. Tanpa di duga sama sekali, Vania tertawa keras hingga membuatnya kebingungan, ia berpikir apakah Vania memiliki gangguan kejiwaan sehingga moodnya tidak stabil, kekawatiran tumbuh kian besar di hatinya, manakala melihat wanita yang telah mengusik hatinya tiba - tiba tertawa seperti putus asa. " Masalahku tidak seringan itu mas, bukan cuma orang pukul lalu kita balas pukul " jawab Vania getir " Makanya kamu cerita sayang, biar aku ngerti duduk permasalahannya kalo kamu ga cerita gimana aku tau coba.. "Jawab Dendi pelan " Jawaban dari permalasahanku cuma satu mas.. mas jual ginjalku semua selesai " jawab Vania hingga membuat Dendi tersulut emosi,
Bahkan ketika beberapa wanita mencoba menggodanya, sang bartender itu mengkode untuk berhenti menggoda boss muda tersebut. Dendi menitikkan air mata perih mengingat apa yang baru saja terjadi malam ini, Kekecewaan menyeruak jauh di lubuk hatinya, ternyata Vania sama saja dengan Wanita - wanita yang ada di dekatnya selama ini, wanita yang rela melakukan apa saja hanya demi mendapat lembar demi lembar uang dari kantongnya. Runtuh sudah semua kepercayaan yang telah dibangun sejak awal pertemuan, ditambah dengan bumbu yang ia terima dari sahabatnya, dimana sahabatnya mengatakan Vania berbeda dengan yang lainnya, saat itu secercah harapan muncul dalam hati sanubarinya, untuk mencoba memulai keseriusan dalam menjalin kisah asmara yang nantinya menuju mahligai indah bersama, tapi apa yang terjadi? Hancur. Pupus sudah harapannya membangun Keluarga bahagia bersama Vania yang ia k
Setelah selesai menulis surat di selembar kertas, Vania bangkit berdiri, ia berjalan tertatih menggunakan sandal hotel untuk alas kakinya, sembari membawa Koper berisi uang 5 Miliar di tangannya. Dengan sangat hati - hati ia menutup pintu kamar, seolah takut di ketahui kepergiannya, meskipun niatnya tidak seperti itu, ia hanya takut Dendi terbangun di tengah istirahatnya dari perjalanan dinas luar kota yang pasti melelahkan, pikirnya. Setelah menutup pintu, Vania terus berjalan dengan kaki pincang, entah mengapa kakinya semakin terasa perih ketika semakin banyak melangkah. Ia berdiri di depan lift menunggu pintu lift terbuka, hingga terdengar bunyi pintu lift terbuka, lalu ia masuk kedalamnya. Karena masih terlalu pagi, sehingga penghuni lift itu hanya dirinya. Vania keluar lift dengan koper di tangannya menuju lobi.&
*** Seminggu setelah kejadian pertemuan Vania dan nyonya Iriana di Mall. Tampak Verrel menemani Vania duduk menikmati suasana pagi melakukan olahraga yoga di samping kolam renang dekat taman bunga Anggrek mereka. Vania tampak melipat matras yoga nya, dan berjalan menghampiri Verrel yang tengah duduk memperhatikan perut buncitnya. Dengan manja Vania mengelendot duduk di sisi Verrel. “ Makasih sayang, sudah menemaniku olahraga, kamu mau kerja di kantor atau di ranjang? “ Vania mengerlingkan sebelah matanya. Sontak tawa Verrel mengisi area yang sepi itu. “ Mumpung anak-anak sedang private…” Bisik Vania lagi, merebahkan kepalanya dengan manja di dada bidang pria yang telah menyempurnakan hidupnya. “ Apapun yang kau
Dua Tahun kemudian… Pagi itu terlihat Verrel tengah bermain bersama putra pertamanya yang masih berumur 1 tahun 6 bulan di sebuah taman di rumah mereka, terlihat disana dilengkapi fasilitas bermain. " Reeceee...sudah bermainnya, Daddy harus bekerja nak.." Ujar Vania yang mendekat kearah ayah dan anak yang tengah bermain dengan sangat seru " lihat lah Daddy mu Reecce baju nya sudah basah semua..." Lanjut Vania mengulurkan kedua tangannya kepada sang putra Reece Bibby Gondokusumo. Tapi sang putra yang memilih mengabaikannya dan melanjutkan bermain kuda-kudaan bersama sang ayah, membuat Vania mendengus kesal karena merasa di abaikan oleh anak dan ayah yang tengah asyik bermain. Sedangkan Verrel tersenyum menggoda Vania karen
" Dok.., coba deh rasakan sentuhan angin malam ini terasa damai bangettt. Keluarin tangan dokter Dendi abis tu pejam kan mata lalu tarik nafas dalem-dalem dan rasakan sensasinya…” Lanjut Monica seraya membuka kaca mobil di dekat Dendi. Dendi yang semula terlihat enggan mencoba apa yang di sarankan Monica akhirnya dengan ragu-ragu dia mengeluarkan tangannya dan mengikuti saran Monica dengan mengeluarkan tangannya menerpa angin malam. Dendi perlahan tersenyum walau itu belum terlihat jelas di balik wajah frustasinya namun hal itu cukup melegakan bagi Monica yang sedikit kawatir jika dokter berprestasi seperti Dendi mengakhir hidupnya secara tragis hanya karena permasalahan kecil yang di hadapinya. Walau Monica juga tak bisa menjengkali permasalahan Dendi karena setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya sehingga Monica memilih menghormati Dendi d
Sementara itu disisi lain, di tempat yang berbeda. Setelah keluar dari rumah Verrel dan Vania, tampak Dendi seperti kehilangan arah saat itu. Malam semakin larut tapi Dendi terus mengendarai mobilnya, dia hanya berhenti ketika di SPBU untuk pengisian bahan bakar mobilnya, setelah itu dia akan kembali menginjakkan gas mengitari kota Jakarta tanpa arah dan tujuan. Saat ini dia hanya tak ingin keluar dari mobil itu, seolah dunianya telah runtuh sehingga dia memilih berada di dalam mobil dan terus mengendarai mobil sport miliknya. Dendi bahkan masih tak mempercayai tindakannya di hadapan Verrel, pria yang telah merebut seluruh hati Vania. Entah apa yang telah terjadi mengapa dia keluar dari rumah itu dengan tanpa wanita yang dia cintai. Dia meneteskan air mata meski tanpa suara tangis. Hatinya pilu menyadari betapa dirinya telah menyia-nyiakan cinta dan kesempatan yang ada dengan memilih ber
“ Yuk sayang, keburu Jessica pergi karena terlalu lama menunggumu…” Bisik Verrel kepada sang istri yang merengut sembari mencubit perutnya. Verrel hanya tersenyum simpul melihat kejahilan sang istri. Lalu mereka bangkit dari ranjang dan berjalan menaiki lift yang menghubungkan dari lantai kamarnya menuju lantai dasar. Verrel berjalan menuju ruang kerjanya, sedangkan sang istri menemui Jessica yang terlihat tengah mengobrol dengan malu-malu bersama Arjun. Terlihat Arjun tersentak dan salah tingkah melihat kehadiran Nyonya rumah itu, lalu Arjun berpamitan dan berjalan menuju ruang kerja, dimana bossnya pasti telah menunggunya disana. Waktu beranjak dengan cepat, hingga tanpa sadar hari telah senja, Verrel meminta Arjun mengantar Jessica pulang. Dan Verrel menitip pesan p
“ Atau bung Dendi menginginkan video ini berada di tangan polisi? Saya bisa menyerahkannya sekarang juga, dan kasus ini bisa di persidangkan, saya sengaja tidak membawa kasus ini ke ranah hukum kenapa? Karena saya percaya hukuman yang saya berikan akan membuat mereka berfikir ribuan kali untuk menyentuh milik saya, saya harus melindungi apa yang menjadi milik saya hingga nafas terakhir saya…” Verrrl melirik Dendi yang memasang wajah tegang. “ Andai bung Dendi malam itu tidak dapat mengurangi kesalahan bung Dendi, dengan memberikan pertolongan Vania, mungkin seluruh peluru pistol ini sudah bersarang di dada bung Dendi dan menembus ke jantung, hingga membuat bung Dendi dan pasangan bung Dendi merasakan sakitnya sekarat di tempat saya mengeksekusi orang, mengapa saya menganggap kesalahan ini juga milik bung Dendi? Karena pemicu semua penderitaan Vania sumbernya adalah bung Dendi! Andai bun
Hatinya bertanya-tanya. Siapa gerangan yang berani membocorkan rahasia ibuku? Adakah orangku berhianat lagi setelah sekian lama hanya demi uang? Oke, baiklah aku harus sedikit bersabar agar mengetahui titik terang, sejauh mana pria bodoh di hadapanku ini mengetahui tentang rahasia sisi gelapku? Jika dia tahu lebih banyak, hal itu bisa di pastikan informasi yang di dapat dari orang salam, sebaiknya aku harus lebih bersabar, agar tidak mengecewakan istriku, karena janji kami harus mendapat restu orang-orang yang kami kenal, demi kebahagiaan kehidupan pernikahan kami, tapi aku harus menyelesaikan semuanya hari ini, terlebih pria bodoh ini sudab berani membawa ibuku ke dalam permasalahan kami, hmm. Sepertinya dia kehabisan akal dan berusaha keras memancing amarahku dan mempertontonkan pada istriku bahwa aku seperti yang dia klaim. Tidak bisa di biarkan! Melihat Verrel terdiam, Dendi merasa di
Seminggu berlalu setelah Vania mengembalikan koper berisi uang 5 Miliar milik Dendi yang pernah dia ambil untuk membayar hutangnya kepada Verrel. Pagi itu Verrel mengajak Vania untuk check up ke dokter kandungan, kali ini Verrel berpindah rumah sakit ibu dan anak agar terhindar dari sang mantan yang mungkin menyimpan dendam terhadapnya sehingga dia sengaja menghindarinya. Mereka menuruni lift di rumah itu lalu menuju mobil yang telah bersiap di depan pintu rumah megah milik Verrel. Mereka menaiki mobil dimana Arjun telah berdiri disana menyambut mereka. Setelah pintu tertutup, Arjun memasuki mobil di bangku depan samping sopir seperti biasa, kemudian sang sopir melajukan mobilnya menuju pintu gerbang rumah itu. Begitu pintu gerbang terbuka otomatis, sang sopir tiba-tiba menghentikan mobilnya dan menoleh kearah Arjun yang kemudian membu
Pagi itu langit begitu cerah dan cuaca begitu sejuk, angin terasa damai menghembus di antara wajah kedua insan yang telah terikat dalam tali perkawinan. Vania dan Verrel menikmati sorenya di taman anggrek sembari menikmati sarapan pagi bersama. Seminggu berlalu setelah Vania menemui Aaron di kantornya. Dan pagi ini jadwal Vania adalah ke sebuah bank dimana Vania menyimpan uang milik Dendi yang pernah dia pinjam dahulu. Vania sengaja menyimpan di Bank, berharap nantinya akan mengembalikan dengan utuh seperti pertama kali Dendi memberikan padanya, dengan menjual rumahnya, namun apa hendak di kata, banyak kejadian hingga membuatnya tak sempat berfokus pada penjualan rumah, dan kini terpaksa mengembalikan uang tersebut menggunakan uang milik Verrel suami. Sejak awal dirinya tak ingin membebani Verrel, tapi ses