Pov Nana(10) merebut emas mamaAku terdiam menatap papa. Rasanya aku bukan bicara dengan orang tua kandung. Dia terlihat berusaha memperbaiki sesuatu kesalahan tapi tidak ingin disalahkan. Apakah begini jika seorang lelaki sudah jelas salah, anak pun seperti musuh."Jangan bebani aku masalah perceraian mama papa. Aku tidak berbuat kenapa aku yang disalahkan? Jika suatu saat terjadi perceraian antara mama dan papa, itu lantaran kesalahan papa. Sudahkah papa mengkoreksi diri?" ujarku berusaha tenang. Aku tidak terima papa mengancamku secara halus. Dan itu pun demi selingkuhannya."Kamu sadar bicara dengan siapa? Pantaskah kamu mengajari orang tua?" ketus lelaki di depanku, yang kupanggil papa."Aku sudah besar, Pa. Aku sangat mengerti apa yang terjadi. Jangan buang-buang energi papa hanya untuk menyalahkanku karena aku hanya seorang anak di rumah ini."Aku bangkit beranjak menuju kamar. Rasanya dadaku sesak, berdebat dengan papa tidak akan habis. Sepertinya pengaruh tante Nayla sangat
Part 11Anaknya mirip suamiku"Alhamdulillah Bu El sudah sembuh," sapa Reni melihatku masuk toko. Dia memegang sapu sambil melap meja kerjaku."Alhamdulillah, Ren," jawabku meletakkan tas, lalu menyalakan laptop. "Kemaren rame?" tanyaku sambil melihat ke layar laptop."Lumayan, Bu. Ada beberapa pembeli baru, karna baru kali ini kulihat." Reni melanjutkan menyapu."Pembeli baru? Maksudnya di toko kain Bapak?""Bukan, baju yang tersedia di gudang, Bu.""Oh."Kubuka laci meja. Biasanya kalau ada jual beli, uang diletakkan di laci. Sebelum bertanya lebih lanjut, alangkah baiknya aku memeriksa laci dulu."Kosong," bathinku, karena di laci tidak kutemukan uang sepersenpun."Ren, berapa potong baju yang terjual kemaren? Kamu ada catatannya?"Kubuka buku penjualan. Buku ini kugunakan untuk mencatat orderan dan alamat pelanggan. Tetap sama, tidak tertulis adanya transaksi penjualan kemarin."Sekitar selusin, Bu. Tapi setelah itu Bapak sendiri yang mengambil di gudang," jawab Reni berhenti meny
Anaknya mirip suamikuPart 12Suamiku melototi putri kami. Sejenak kami terdiam. Nafas mas Denis besar dan mukanya merah. Aku juga tidak mau kalah. Sebenarnya ini bukan tentang siapa menang atau kalah, tapi lebih ke naluriku sebagai ibu. Anakku cuma satu, tidak ada harta yang lebih berharga dari putriku, termasuk hanya seorang suami. Durharka? Terserah."Oh, jadi kalian menuduhku selingkuh dengan istri adik sepupuku? Pikiran gila macam apa ini. Anak dan istriku berpikir buruk," ketus mas Denis."Kami tidak menuduh, tapi merasa aneh aja seorang perempuan mencari kakak sepupu suaminya disaat si istri tidak ada di rumah.""Sudah berapa kali kubilang, aku tidak selingkuh dengan Nayla! Kamu sadar nggak memfitnah suamimu? Hampir dua puluh tahun kita menikah, El."Aku terdiam sejenak."Sudah lah, Ma. Ada yang datang." ucap Nana menujuk ke luar.Kupalingkan muka. Ada mobil parkir di depan toko. Seketika aku beranjak duduk di kursi depan laptop, sementara itu mas Denis beranjak ke toko kain."
Part 13Anaknya mirip suamikuAstagfirullahalazimm. Test pack siapa ini? Apakah ini punya Susi? Mendadak ia berhenti kerja, padahal sebelumnya izin karena sakit. Kamar mandi ini hanya Susi dan mas Denis yang sering pakai. Di ruko konveksi juga ada kamar mandi. Karyawan toko kain hanya Susi saja sebelumnya.Ingin kuambil test pack itu. Tapi tidak jadi karena aku tidak punya bukti ini milik siapa, lagian belum tentu mas Denis ayah dari bayi yang dikandung wanita ini. Tapi punya siapa? Susi?Lututku lemas. Baru juga merasa sedikit lega, ditambah lagi dengan hal baru dan mengarah ke Susi. Apakah Susi selama ini juga selingkuhan mas Denis? Ya Allah, kenapa bertambah runyam. Aku curiga tapi tak punya bukti. Jika kutanya tentang test pack ini, mas Denis pasti berkilah, aku pun tidak punya bukti kalau menuduh.Aku ke luar dari toilet. Test pack itu kubiarkan di tong sampah. Sebaiknya kuselidiki Susi melalui Reni. Atau ..., Sarah bisa kujadikan mata-mata karena tetangga Susi. Aku bicarakan dul
Part 14Anaknya mirip suamiku"Ma, kue bikinan tante Ratih enak, coba deh, Ma." Nana menyodorkan sepiring kecil brownies. Aku menerima piring itu, lalu memakannya sepotong. "Mmm enak, aku pesan dua kotak, Rat. Besok mau dibawa ke toko," ucapku mengunyah kue."Iya, Mbak. Tapi setelah aku sholat magrib, bentar lagi waktunya habis," jawab Ratih memakai mukenah. Ia dan Nana baru pulang barusan."Oh iya, sholat dulu yang penting.""Na, kamu sudah sholat?" Kulihat Nana masih mengunyah kue brownies."Lagi nggak sholat, Ma. Maklum ada tamu," jawab Nana.Ratih membentangkan sajadah di sudut ruangan, lalu memulai salat.Ratih sudah sangat berubah. Dulu dia masih berdandan terbuka, rambut panjang direbonding dan berpakaian mencetak tubuh. Aku maklum, jarak umurnya hanya dua tahun lebih tua dari Nana. Mungkin perceraian merubahnya lebih dewasa dan berpakaian tertutup."Ma, mama," bisik Nana di sampingku, sikunya menyenggol tanganku."Ya." Aku berpaling ke Nana."Tuh." Alis Nana naik sambil sedik
Part 15Anaknya mirip suamiku"El, hari ini aku titip toko ya, aku mau kunjungi konveksi langganan baru, katanya mau ngutang kain. Aku harus survey, takutnya ditipu," ucap mas Denis sambil menyisir rambut."Ambil banyak?" "Iya.""Kok nggak pakai surat perjanjian?""Iya, ntar. Tapi apa salahnya lebih teliti.""Oh, ya udah," jawabku pelan sambil memakai jilbab segi tiga berwarna pink.Mataku terus melihat sisir di tangan mas Denis. Aku berharap rambutnya tertinggal di sisir itu. Aku hutuh rambutnya untuk tes DNA.Sisir diletakkan di meja rias. Kali ini mas Denis memakai parfum, banyak semprotan parfum menyengat hidungku. Tapi, kok mas Denis pakai kemeja putih polos? Tidak biasanya dia memakai kemeja itu. Kesehariannya lebih suka memakai baju kaus berkrah."Di mana alamatnya Mas?" selidikku meliriknya bercermin merapikan kumisnya yang baru dicukur tipis."Lupa, nanti aku hubungi setelah di jalan."Kok aneh? Pelanggan baru kenapa nggak dicatat, apalagi ngutang. Firasatku tidak enak."Aku
Anaknya mirip suamiku (16)"Bangun Mas, Mas, Mas bangun." Aku mengguncang badan Mas Denis membangunkan. Sudah jam setengah sembilan, biasanya jam segini sudah di toko."Mmm aku masih ngantuk, El," jawab mas Denis lalu tidur lagi."Trus kamu nggak ke toko, Mas?" "Aku kurang enak badan, kamu ke toko aja."Kuperhatikan bukan karena kurang enak badan, tapi kelelahan karena pulang larut. Sepertinya."Tapi nanti ke toko 'kan, Mas?" "Hari ini aku istirahat di rumah aja, El."Percuma kupaksakan. Mas Denis seperti sangat ngantuk dan tidak ingin bangun. "Apa perlu kita pergi berobat, Mas?" Kuperiksa jidatnya, tapi tidak panas."Tidak usah, aku hanya sedikit pusing. Kamu pergi toko bersama Nana aja."Mas Denis melanjutkan tidur menutup wajahnya dengan selimut. Terpaksa aku berangkat bersama Nana. Seharusnya aku bisa menyetir mobil, efek dilarang dan patuh suami makanya seperti ini.🌷🌷🌷"Gimana keadaan Susi, Ren?" tanyaku saat baru sampai di toko. Reni sedang menyapu seperti biasa."Alhamdu
Anaknya mirip suamiku Part 17 (bereaksi di depan umum)Badanku gemetar. Ini bukan karena takut, tapi sebuah emosi, amarah dan kekesalan besar mikirkan tentang test pack dan kecurigaanku kalau mas Denis punya hubungan dengan Susi, tapi sepertinya salah, mungkin juga Reni. Sakitnya pengkhianatan ini menyesakkan dada. Orang yang kupercaya dalam hidupku tega menikungku dari belakang. Ya Allah ...."Nana, tolong Mama, Nak," gumamku sambil mencari nama Nana di ponsel. Aku ingin Nana ke sini. Jariku gemetar dan keringat dingin bercucuran. Rasanya ingin menampar mereka jika pengkhianatan ini benar, atau sebentar lagi benar terlihat.Akan tapi belum sempat aku berbicara dengan Nana di ponsel, kulihat mas Denis menuruni anak tangga dari ruko lantai dua. Tanpa menunggu lama, aku berlari menghampirinya sebelum dia pergi. Ini kesempatanku menangkap basah. "Dari mana kamu, Mas?" tanyaku berdiri di depannya. Suaraku masih datar menimbang banyaknya orang lalu lalang."E-Elya ...." Wajahnya tegang m