Part 11Anaknya mirip suamiku"Alhamdulillah Bu El sudah sembuh," sapa Reni melihatku masuk toko. Dia memegang sapu sambil melap meja kerjaku."Alhamdulillah, Ren," jawabku meletakkan tas, lalu menyalakan laptop. "Kemaren rame?" tanyaku sambil melihat ke layar laptop."Lumayan, Bu. Ada beberapa pembeli baru, karna baru kali ini kulihat." Reni melanjutkan menyapu."Pembeli baru? Maksudnya di toko kain Bapak?""Bukan, baju yang tersedia di gudang, Bu.""Oh."Kubuka laci meja. Biasanya kalau ada jual beli, uang diletakkan di laci. Sebelum bertanya lebih lanjut, alangkah baiknya aku memeriksa laci dulu."Kosong," bathinku, karena di laci tidak kutemukan uang sepersenpun."Ren, berapa potong baju yang terjual kemaren? Kamu ada catatannya?"Kubuka buku penjualan. Buku ini kugunakan untuk mencatat orderan dan alamat pelanggan. Tetap sama, tidak tertulis adanya transaksi penjualan kemarin."Sekitar selusin, Bu. Tapi setelah itu Bapak sendiri yang mengambil di gudang," jawab Reni berhenti meny
Anaknya mirip suamikuPart 12Suamiku melototi putri kami. Sejenak kami terdiam. Nafas mas Denis besar dan mukanya merah. Aku juga tidak mau kalah. Sebenarnya ini bukan tentang siapa menang atau kalah, tapi lebih ke naluriku sebagai ibu. Anakku cuma satu, tidak ada harta yang lebih berharga dari putriku, termasuk hanya seorang suami. Durharka? Terserah."Oh, jadi kalian menuduhku selingkuh dengan istri adik sepupuku? Pikiran gila macam apa ini. Anak dan istriku berpikir buruk," ketus mas Denis."Kami tidak menuduh, tapi merasa aneh aja seorang perempuan mencari kakak sepupu suaminya disaat si istri tidak ada di rumah.""Sudah berapa kali kubilang, aku tidak selingkuh dengan Nayla! Kamu sadar nggak memfitnah suamimu? Hampir dua puluh tahun kita menikah, El."Aku terdiam sejenak."Sudah lah, Ma. Ada yang datang." ucap Nana menujuk ke luar.Kupalingkan muka. Ada mobil parkir di depan toko. Seketika aku beranjak duduk di kursi depan laptop, sementara itu mas Denis beranjak ke toko kain."
Part 13Anaknya mirip suamikuAstagfirullahalazimm. Test pack siapa ini? Apakah ini punya Susi? Mendadak ia berhenti kerja, padahal sebelumnya izin karena sakit. Kamar mandi ini hanya Susi dan mas Denis yang sering pakai. Di ruko konveksi juga ada kamar mandi. Karyawan toko kain hanya Susi saja sebelumnya.Ingin kuambil test pack itu. Tapi tidak jadi karena aku tidak punya bukti ini milik siapa, lagian belum tentu mas Denis ayah dari bayi yang dikandung wanita ini. Tapi punya siapa? Susi?Lututku lemas. Baru juga merasa sedikit lega, ditambah lagi dengan hal baru dan mengarah ke Susi. Apakah Susi selama ini juga selingkuhan mas Denis? Ya Allah, kenapa bertambah runyam. Aku curiga tapi tak punya bukti. Jika kutanya tentang test pack ini, mas Denis pasti berkilah, aku pun tidak punya bukti kalau menuduh.Aku ke luar dari toilet. Test pack itu kubiarkan di tong sampah. Sebaiknya kuselidiki Susi melalui Reni. Atau ..., Sarah bisa kujadikan mata-mata karena tetangga Susi. Aku bicarakan dul
Part 14Anaknya mirip suamiku"Ma, kue bikinan tante Ratih enak, coba deh, Ma." Nana menyodorkan sepiring kecil brownies. Aku menerima piring itu, lalu memakannya sepotong. "Mmm enak, aku pesan dua kotak, Rat. Besok mau dibawa ke toko," ucapku mengunyah kue."Iya, Mbak. Tapi setelah aku sholat magrib, bentar lagi waktunya habis," jawab Ratih memakai mukenah. Ia dan Nana baru pulang barusan."Oh iya, sholat dulu yang penting.""Na, kamu sudah sholat?" Kulihat Nana masih mengunyah kue brownies."Lagi nggak sholat, Ma. Maklum ada tamu," jawab Nana.Ratih membentangkan sajadah di sudut ruangan, lalu memulai salat.Ratih sudah sangat berubah. Dulu dia masih berdandan terbuka, rambut panjang direbonding dan berpakaian mencetak tubuh. Aku maklum, jarak umurnya hanya dua tahun lebih tua dari Nana. Mungkin perceraian merubahnya lebih dewasa dan berpakaian tertutup."Ma, mama," bisik Nana di sampingku, sikunya menyenggol tanganku."Ya." Aku berpaling ke Nana."Tuh." Alis Nana naik sambil sedik
Part 15Anaknya mirip suamiku"El, hari ini aku titip toko ya, aku mau kunjungi konveksi langganan baru, katanya mau ngutang kain. Aku harus survey, takutnya ditipu," ucap mas Denis sambil menyisir rambut."Ambil banyak?" "Iya.""Kok nggak pakai surat perjanjian?""Iya, ntar. Tapi apa salahnya lebih teliti.""Oh, ya udah," jawabku pelan sambil memakai jilbab segi tiga berwarna pink.Mataku terus melihat sisir di tangan mas Denis. Aku berharap rambutnya tertinggal di sisir itu. Aku hutuh rambutnya untuk tes DNA.Sisir diletakkan di meja rias. Kali ini mas Denis memakai parfum, banyak semprotan parfum menyengat hidungku. Tapi, kok mas Denis pakai kemeja putih polos? Tidak biasanya dia memakai kemeja itu. Kesehariannya lebih suka memakai baju kaus berkrah."Di mana alamatnya Mas?" selidikku meliriknya bercermin merapikan kumisnya yang baru dicukur tipis."Lupa, nanti aku hubungi setelah di jalan."Kok aneh? Pelanggan baru kenapa nggak dicatat, apalagi ngutang. Firasatku tidak enak."Aku
Anaknya mirip suamiku (16)"Bangun Mas, Mas, Mas bangun." Aku mengguncang badan Mas Denis membangunkan. Sudah jam setengah sembilan, biasanya jam segini sudah di toko."Mmm aku masih ngantuk, El," jawab mas Denis lalu tidur lagi."Trus kamu nggak ke toko, Mas?" "Aku kurang enak badan, kamu ke toko aja."Kuperhatikan bukan karena kurang enak badan, tapi kelelahan karena pulang larut. Sepertinya."Tapi nanti ke toko 'kan, Mas?" "Hari ini aku istirahat di rumah aja, El."Percuma kupaksakan. Mas Denis seperti sangat ngantuk dan tidak ingin bangun. "Apa perlu kita pergi berobat, Mas?" Kuperiksa jidatnya, tapi tidak panas."Tidak usah, aku hanya sedikit pusing. Kamu pergi toko bersama Nana aja."Mas Denis melanjutkan tidur menutup wajahnya dengan selimut. Terpaksa aku berangkat bersama Nana. Seharusnya aku bisa menyetir mobil, efek dilarang dan patuh suami makanya seperti ini.🌷🌷🌷"Gimana keadaan Susi, Ren?" tanyaku saat baru sampai di toko. Reni sedang menyapu seperti biasa."Alhamdu
Anaknya mirip suamiku Part 17 (bereaksi di depan umum)Badanku gemetar. Ini bukan karena takut, tapi sebuah emosi, amarah dan kekesalan besar mikirkan tentang test pack dan kecurigaanku kalau mas Denis punya hubungan dengan Susi, tapi sepertinya salah, mungkin juga Reni. Sakitnya pengkhianatan ini menyesakkan dada. Orang yang kupercaya dalam hidupku tega menikungku dari belakang. Ya Allah ...."Nana, tolong Mama, Nak," gumamku sambil mencari nama Nana di ponsel. Aku ingin Nana ke sini. Jariku gemetar dan keringat dingin bercucuran. Rasanya ingin menampar mereka jika pengkhianatan ini benar, atau sebentar lagi benar terlihat.Akan tapi belum sempat aku berbicara dengan Nana di ponsel, kulihat mas Denis menuruni anak tangga dari ruko lantai dua. Tanpa menunggu lama, aku berlari menghampirinya sebelum dia pergi. Ini kesempatanku menangkap basah. "Dari mana kamu, Mas?" tanyaku berdiri di depannya. Suaraku masih datar menimbang banyaknya orang lalu lalang."E-Elya ...." Wajahnya tegang m
Part 18Anaknya mirip suamikuPov Denis"Elya! Tunggu Elya!" Teriakku berdiri di pintu, tapi Elya tetap berlalu menuruni anak tangga. Sedikit pun tak menoleh ke belakang. "Ugh!" Kupukul dinding meluapkan kekesalan."Mas, tenang Mas," ucap Susi menyentuh bahuku."Tidak bisa, aku tidak bisa membuat Elya membenciku, apa yang harus kulakukan, kenapa dia bisa tau? Ugh!" Kupukul lagi dinding. Sungguh ini membuatku panik. Aku tidak ingin menceraikannya, tidak akan!"Sudah lah, Mas, sekarang yang terpenting gimana caranya agar tokoku ini ramai, lagian ini juga untuk anakmu yang dikandung Susi." Reni duduk bersilang kaki. Dia terlihat lebih tenang. "Tunggu! Apa maksud Elya, kamu mencuri pelanggannya?" tanyaku ke Reni. Elya juga menuduhku sekongkol menghancurkan bisnis konveksi-nya. "Mas Denis, Mbak Reni tidak salah. Dia cuma berusaha bagaimana supaya toko yang baru kita buka banyak pelanggan," bela Susi."Iya, tapi aku butuh penjelasan, gimana pun juga, Elya punya anak dariku.""Jadi anak y
Anaknya mirip suamikuPart 44 (Tamat)"Mbak El, ini laporan penjualan kain hari ini, Alhamdulillah tiga kali lipat dari bulan kemaren." Ratih menyodorkan buku penjualan dan buku orderan di mejaku."Coba kucek dulu, Rat." Kubuka kedua buku itu lalu membacanya.Lalu, Ratih duduk di kursi depan mejaku."Alhamdulillah, belum sebulan kamu di toko kain, pendapatan kita meningkat, Rat." Senang sekali aku melihat nominal angka yang tertera."Alhamdulillah, Mbak. Semua berkat rejeki dari Allah, aku hanya bekerja, Mbak." Ratih tersenyum.Ratih jujur dalam bekerja. Bahkan dalam kesibukkan ibadah salatnya tidak lupa, ia juga mengingatkanku di saat kesibukan jangan tinggalkan salat. "Assalamu'alaikum, Bunda."Kami tersentak mendengar seseorang mengucapkan salam. Kami lihat ke pintu, Vina melangkah mendekat. Aku dan Ratih menyambutnya dengan senyum sambil menjawab salamnya."Gimana kabar Bunda Elya dan Bunda Ratih?""Alhamdulillah baik, Nak," jawabku."Alhamdulillah, kami semua sehat," jawab Ratih
Anaknya mirip suamikuPart 43 (akibat dari mengemukakan nafsu)Pov DenisAstaga, gadis ini putriku? Cantik dan sukses. Sejenak aku malu, ia sudah lama mencariku, bahkan bertemu pun di kondisiku seperti ini. Nuri, kenangan bersamamu tak akan terlupakan, saat itu kita dimabuk cinta dan gelora jiwa muda tak terkendali. Kutinggalkan kamu tanpa kutahu kehamilanmu. Hebat, tanpaku kamu bisa membuat anak kita sukses. Senyumnyu sejenak melintas diingatanku."Ayah kenapa menangis?" Vina duduk kursi samping tempat tidur aku berbaring."Entah lah, tiba-tiba aku rindu Nuri. Aku merasa bersalah," jawabku menyeka air mata."Ibuku selalu cerita betapa Ayah lelaki yang romantis, meskipun aku sudah punya Ayah pengganti yang juga menjagaku dan Ibu. Aku tetap ingin bertemu Ayah, kucari ke kampung dan bahkan ke rumah Bunda Elya.""E-Elya?" Mendadak mulutku tergagap menyebut nama Elya. Bayangan putriku-Nana juga melintas. Aku punya banyak anak gadis. Astaga, kenapa aku jadi cengeng?Diam. Aku malu, untuk m
Anaknya mirip suamikuPart 42 (Part khusus 18 tahun keatas!)____________________________________________Pov Susi"Su-susi, ka-kamu mau ngapain?" Suara mas Denis tergagap. Ia menatapku memegang pisau. Aku perlahan mendekatinya."Mas ..., aku melakukan semua ini demi kamu dan Mbak Reni. Aku tau kamu suka tubuhku, hubungan diam-diam itu kita jalani bertahun-tahun. Aku pasrah asalkan kamu bertanggung jawab dengan biaya ibuku di kampung. Tapi ...." Kutatap pisau di tanganku, lalu aku tersenyum sinis sambil melihat burung mas Denis. "Ta-tapi apa, Sus?" Burungnya mendadak loyo. Mau terbang nggak punya sayap, sukanya mencari sarang. Bahkan ikut bertengger dengan mbak Reni. Menjijikan!"Kenapa takut, Mas?"Kulihat mas Denis perlahan ingin mengambil celananya yang berserakan di lantai."Ja-jangan Sus, ini asetku," jawab mas Denis tetap tergagap. Aku suka melihatnya takut. "Jangan bergerak!" teriakku. Rasanya ingin segera kupotong. Seenak hati main cinta menjijikkan bersama kakakku. Dikiran
Anaknya mirip suamikuPart 41 (Jaga sikap, Nay!)Pov Nayla"Kamu apaan sih, Mas? Aku tu bicara ama Ratih, kok kamu menariku? Ia adikku! Jadi kalau ia coba-coba menceramahiku biar kugampar," cerocosku kesal. Aku ini lebih tua dari Ratih, tapi seenak perut menceramahiku dan tak tahu sopan santun. Kesal!"Bukan gitu, Nay. Aku tidak suka melihatmu ikut mencaci Mbak Elya." Lagi-lagi bela perempuan tua itu. Deperti dia saja yang beri makan."Kok belain dia? Istrimu aku atau dia!" Suaraku lantang. Tak peduli orang-orang memperhatikan kami, toh jalan ini bukan milik mereka."Lah kamu lah istriku, Nay. Masak itu aja masih nanya."Kuhentikan langkah. "Makanya! Dengar aku dong, lagian apa untungnya sih, belain wanita tua itu?""Nay, lihat nih." Mas Jhoni mengeluarkan uang dari sakunya."Uang?" Mataku langsung segar melihat warna merah uang kertas pecahan seratus ribu. Rasanya bahagia ingin loncat tinggi. Tapi kutahan demi harga diri.Uang itu langsung kuambil. "Kita bisa makan enak hari ini, Mas
Anaknya mirip suamikuPart 40 (kesenangan yang menghancurkan)Khusus 18 !!Part ini terinspirasi dari kisah nyata dalam sebuah kasus yang ditangani seorang teman. Sebelumnya juga ada part "Dilaporkan KDRT?" itu juga bentuk kasus lainnya. Selamat membaca😊----Pov DenisMau apa aku sendirian di sini. Bosan, yang ada cuma wanita penyakitan yang bucin. Tak bisa melepaskan hasrat. Kalau bukan karena butuh uang dan tempat tinggal, ogah tinggal bersama Reni."Mas! Mas! tolong aku."Terdengar Reni memanggil dari kamar. Huuuh! Mau apa lagi dia. Tidak tau aku lagi merokok dan minum kopi. Baru juga santai pulang mengantarinya berobat. Merepotkan saja!Aku bangkit dan melangkah ke kamar. Di ambang pintu kamar kulihat Reni terbaring di tempat tidur, wajahnya pucat dan bertambah kurus. "Apa Ren?" tanyaku sambil menghisap rokok."Tolong ambilin aku minum, Mas." Reni menujuk ke meja kecil yang terletak di sudut kamar. Ada teko air dan gelas.Terpaksa deh, kalau bukan karena satu atap, malas sekal
Anaknya mirip suamikuPart 39 (Tak sengaja bertemu) "Maafkan aku, Bunda, aku bukan mencari keributan atau menuntut sesuatu. Aku hanya ingin bertemu Ayah kandungku, sebelum ibu meninggal hanya foto ini bukti wajah Ayahku."Aku tahu maksud Vina. Dari lahir tak pernah bertemu mas Denis, bahkan keberadaanya tidak diketahui. Entah masa muda apa yang dilakukan mas Denis dan ibu Vina hingga hamil saja tidak diketahui mas Denis."Tak masalah bagiku, lagian kami sedang proses cerai. Oh ya, Vina tinggal di mana?"Rasa penasaran membuatku bertanya. Vina terlihat gadis berpendidikan, cara pakaian dan berucap pun sangat sopan."Kebetulan ini hari ke tigaku di kota ini. Aku pindah tugas di salah satu rumah sakit. Aku ngontrak di jalan Juanda nomor 5, Bunda.""Sepertinya Nak Vina seorang dokter?" Aku menerkanya, takut juga salah makanya bertanya."Betul Bunda, aku dokter bedah." Vina tersenyum menanggapinya."Hebat, ibumu sangat hebat membesarkanmu bisa jadi dokter."Percakapan ini terasa hangat. V
Anaknya mirip suamikuPart 38 ( keributan dalam karma )Pov Nayla"Api! Tolong padamkan apinya!"Aku terus berteriak menangis agar api itu secepatnya dipadamkan. Beberapa warga membantu mengambil air dan bahkan mobil pemadam kebakaran sudah diarahkan."Tenang Nay, tenang, ingat kamu lagi hamil," ucap mas Jhoni memegang kedua lenganku.Rasanya duniaku hancur. Hidupku perlahan menderita. Rumah satu-satunya yang kuharapkan untuk mendapatkan penghasilan, terbakar ulah kelalaianku. Untung putriku berhasil kubawa ke luar, kalau tidak bisa mati kami dibakar."Gimana mau tenang! Kita tinggal di mana Mas?" Panikku belum juga hilang."Kita bisa tinggal di mesjid untuk sementara.""Uh!" Kudorong mas Jhoni. "Mesjid! Lihat aku lagi hamil, kamu tega membawaku tinggal di mesjid," jawabku kesal."Tenang, Nay. Saat ini hanya itu yang sanggup kulakukan, atau kita balik kampungmu aja.""Mikir dong! Rumah orang tuaku sudah dikontrakkan, kita tinggal di mana lagi?""Kita cari kontrakkan murah di kampungmu
Anaknya mirip suamikuPart 37 (episode 18 keatas )Pov DenisEnak saja Nayla berkuasa. Statusnya hanya istri Jhoni tapi seolah dia lah yang punya rumah. Dikiranya aku bodoh? Saat aku tak punya uang, mulutnya pedas seakan melupakan bantuanku selama ini. Awas kalian! Saat nanti aku punya uang, tak akan kuhiraukan meskipun kalian mengemis."Udah beberapa hari ini kamu sibuk amat, Mas?" tanya Reni saat aku duduk baru datang."Aku lagi nggak enak badan," jawabku sambil melihat kesekitar, Susi tidak terlihat."Tu mukamu kenapa?" Reni menatap wajahku. Bekas lebam belum hilang."Aku dirampok," alasanku. Terpaksa bohong, dari pada ketahuan main cabe-cabean."Dirampok? Trus apa yang hilang?""Mobilku.""Trus, sekarang kamu nggak punya mobil dong.""Iya ....""Udah lapor polisi?""Sudah," jawabku pelan."Yah, trus kita jalan-jalan naik apa dong.""Kita di sini aja, Ren.""Bosan di sini, aku butuh jalan-jalan juga, Mas.""Di kamar aja, bisa lebih bebas," rayuku. Namanya juga hasrat, kulihat Reni
Anaknya mirip suamikuPart 36 (musibah)Pov Jhoni"Kalau bukan karena baktiku pada suami, ogah bantuin kalian, mana uangku habis, antingku juga dijual." Nayla menghentakkan kaki saat melangkah masuk setelah kami pulang."Aduh Nay, suami tak jadi di penjara, seharusnya senang," ucapku berusaha sabar. Aku duduk sambil menahan nyerinya hidung akibat siku tangan. Sakit ...."Iya, Nay. Tolong ambilkan kain dan air panas, pipiku sakit ...." Mas Denis seperti sulit berucap. Kulihat lukanya bertambah parah."Ambil aja sendiri, aku udah bantuin bebaskanmu, Mas," jawab Nayla sewot.Semenjak hamil, istriku berucap selalu kasar. Aku maklum, mungkin bawaan hamil, tapi aku juga takut kalau ucapannya membawa petaka bagi anakku dalam kandungannya. Saat kunasehati, Nayla ngambek, bahkan bisa sampai dua hari. "Sudah, Mas, kamu urusin dirimu sendiri, istriku lagi hamil.""Sakit, Jhon. Bantuin gimana?" Mas Denis memegang pipinya. Lebam semua.Kenapa sial sekali nasibku. Semenjak mas Denis berpisah dari