Anaknya mirip suamikuPart 12Suamiku melototi putri kami. Sejenak kami terdiam. Nafas mas Denis besar dan mukanya merah. Aku juga tidak mau kalah. Sebenarnya ini bukan tentang siapa menang atau kalah, tapi lebih ke naluriku sebagai ibu. Anakku cuma satu, tidak ada harta yang lebih berharga dari putriku, termasuk hanya seorang suami. Durharka? Terserah."Oh, jadi kalian menuduhku selingkuh dengan istri adik sepupuku? Pikiran gila macam apa ini. Anak dan istriku berpikir buruk," ketus mas Denis."Kami tidak menuduh, tapi merasa aneh aja seorang perempuan mencari kakak sepupu suaminya disaat si istri tidak ada di rumah.""Sudah berapa kali kubilang, aku tidak selingkuh dengan Nayla! Kamu sadar nggak memfitnah suamimu? Hampir dua puluh tahun kita menikah, El."Aku terdiam sejenak."Sudah lah, Ma. Ada yang datang." ucap Nana menujuk ke luar.Kupalingkan muka. Ada mobil parkir di depan toko. Seketika aku beranjak duduk di kursi depan laptop, sementara itu mas Denis beranjak ke toko kain."
Part 13Anaknya mirip suamikuAstagfirullahalazimm. Test pack siapa ini? Apakah ini punya Susi? Mendadak ia berhenti kerja, padahal sebelumnya izin karena sakit. Kamar mandi ini hanya Susi dan mas Denis yang sering pakai. Di ruko konveksi juga ada kamar mandi. Karyawan toko kain hanya Susi saja sebelumnya.Ingin kuambil test pack itu. Tapi tidak jadi karena aku tidak punya bukti ini milik siapa, lagian belum tentu mas Denis ayah dari bayi yang dikandung wanita ini. Tapi punya siapa? Susi?Lututku lemas. Baru juga merasa sedikit lega, ditambah lagi dengan hal baru dan mengarah ke Susi. Apakah Susi selama ini juga selingkuhan mas Denis? Ya Allah, kenapa bertambah runyam. Aku curiga tapi tak punya bukti. Jika kutanya tentang test pack ini, mas Denis pasti berkilah, aku pun tidak punya bukti kalau menuduh.Aku ke luar dari toilet. Test pack itu kubiarkan di tong sampah. Sebaiknya kuselidiki Susi melalui Reni. Atau ..., Sarah bisa kujadikan mata-mata karena tetangga Susi. Aku bicarakan dul
Part 14Anaknya mirip suamiku"Ma, kue bikinan tante Ratih enak, coba deh, Ma." Nana menyodorkan sepiring kecil brownies. Aku menerima piring itu, lalu memakannya sepotong. "Mmm enak, aku pesan dua kotak, Rat. Besok mau dibawa ke toko," ucapku mengunyah kue."Iya, Mbak. Tapi setelah aku sholat magrib, bentar lagi waktunya habis," jawab Ratih memakai mukenah. Ia dan Nana baru pulang barusan."Oh iya, sholat dulu yang penting.""Na, kamu sudah sholat?" Kulihat Nana masih mengunyah kue brownies."Lagi nggak sholat, Ma. Maklum ada tamu," jawab Nana.Ratih membentangkan sajadah di sudut ruangan, lalu memulai salat.Ratih sudah sangat berubah. Dulu dia masih berdandan terbuka, rambut panjang direbonding dan berpakaian mencetak tubuh. Aku maklum, jarak umurnya hanya dua tahun lebih tua dari Nana. Mungkin perceraian merubahnya lebih dewasa dan berpakaian tertutup."Ma, mama," bisik Nana di sampingku, sikunya menyenggol tanganku."Ya." Aku berpaling ke Nana."Tuh." Alis Nana naik sambil sedik
Part 15Anaknya mirip suamiku"El, hari ini aku titip toko ya, aku mau kunjungi konveksi langganan baru, katanya mau ngutang kain. Aku harus survey, takutnya ditipu," ucap mas Denis sambil menyisir rambut."Ambil banyak?" "Iya.""Kok nggak pakai surat perjanjian?""Iya, ntar. Tapi apa salahnya lebih teliti.""Oh, ya udah," jawabku pelan sambil memakai jilbab segi tiga berwarna pink.Mataku terus melihat sisir di tangan mas Denis. Aku berharap rambutnya tertinggal di sisir itu. Aku hutuh rambutnya untuk tes DNA.Sisir diletakkan di meja rias. Kali ini mas Denis memakai parfum, banyak semprotan parfum menyengat hidungku. Tapi, kok mas Denis pakai kemeja putih polos? Tidak biasanya dia memakai kemeja itu. Kesehariannya lebih suka memakai baju kaus berkrah."Di mana alamatnya Mas?" selidikku meliriknya bercermin merapikan kumisnya yang baru dicukur tipis."Lupa, nanti aku hubungi setelah di jalan."Kok aneh? Pelanggan baru kenapa nggak dicatat, apalagi ngutang. Firasatku tidak enak."Aku
Anaknya mirip suamiku (16)"Bangun Mas, Mas, Mas bangun." Aku mengguncang badan Mas Denis membangunkan. Sudah jam setengah sembilan, biasanya jam segini sudah di toko."Mmm aku masih ngantuk, El," jawab mas Denis lalu tidur lagi."Trus kamu nggak ke toko, Mas?" "Aku kurang enak badan, kamu ke toko aja."Kuperhatikan bukan karena kurang enak badan, tapi kelelahan karena pulang larut. Sepertinya."Tapi nanti ke toko 'kan, Mas?" "Hari ini aku istirahat di rumah aja, El."Percuma kupaksakan. Mas Denis seperti sangat ngantuk dan tidak ingin bangun. "Apa perlu kita pergi berobat, Mas?" Kuperiksa jidatnya, tapi tidak panas."Tidak usah, aku hanya sedikit pusing. Kamu pergi toko bersama Nana aja."Mas Denis melanjutkan tidur menutup wajahnya dengan selimut. Terpaksa aku berangkat bersama Nana. Seharusnya aku bisa menyetir mobil, efek dilarang dan patuh suami makanya seperti ini.🌷🌷🌷"Gimana keadaan Susi, Ren?" tanyaku saat baru sampai di toko. Reni sedang menyapu seperti biasa."Alhamdu
Anaknya mirip suamiku Part 17 (bereaksi di depan umum)Badanku gemetar. Ini bukan karena takut, tapi sebuah emosi, amarah dan kekesalan besar mikirkan tentang test pack dan kecurigaanku kalau mas Denis punya hubungan dengan Susi, tapi sepertinya salah, mungkin juga Reni. Sakitnya pengkhianatan ini menyesakkan dada. Orang yang kupercaya dalam hidupku tega menikungku dari belakang. Ya Allah ...."Nana, tolong Mama, Nak," gumamku sambil mencari nama Nana di ponsel. Aku ingin Nana ke sini. Jariku gemetar dan keringat dingin bercucuran. Rasanya ingin menampar mereka jika pengkhianatan ini benar, atau sebentar lagi benar terlihat.Akan tapi belum sempat aku berbicara dengan Nana di ponsel, kulihat mas Denis menuruni anak tangga dari ruko lantai dua. Tanpa menunggu lama, aku berlari menghampirinya sebelum dia pergi. Ini kesempatanku menangkap basah. "Dari mana kamu, Mas?" tanyaku berdiri di depannya. Suaraku masih datar menimbang banyaknya orang lalu lalang."E-Elya ...." Wajahnya tegang m
Part 18Anaknya mirip suamikuPov Denis"Elya! Tunggu Elya!" Teriakku berdiri di pintu, tapi Elya tetap berlalu menuruni anak tangga. Sedikit pun tak menoleh ke belakang. "Ugh!" Kupukul dinding meluapkan kekesalan."Mas, tenang Mas," ucap Susi menyentuh bahuku."Tidak bisa, aku tidak bisa membuat Elya membenciku, apa yang harus kulakukan, kenapa dia bisa tau? Ugh!" Kupukul lagi dinding. Sungguh ini membuatku panik. Aku tidak ingin menceraikannya, tidak akan!"Sudah lah, Mas, sekarang yang terpenting gimana caranya agar tokoku ini ramai, lagian ini juga untuk anakmu yang dikandung Susi." Reni duduk bersilang kaki. Dia terlihat lebih tenang. "Tunggu! Apa maksud Elya, kamu mencuri pelanggannya?" tanyaku ke Reni. Elya juga menuduhku sekongkol menghancurkan bisnis konveksi-nya. "Mas Denis, Mbak Reni tidak salah. Dia cuma berusaha bagaimana supaya toko yang baru kita buka banyak pelanggan," bela Susi."Iya, tapi aku butuh penjelasan, gimana pun juga, Elya punya anak dariku.""Jadi anak y
Part 19Anaknya mirip suamikuPov Denis (2)Tidak mungkin! Ini tidak benar. Elya mengusirku? Setahuku dia wanita cengeng dan lemah. Dia juga wanita yang gampang dibohongi, buktinya selama ini aku aman-aman saja."Ada apa sih, Mas?" Susi mengambil ponselku."Elya mengusirku," jawabku pelan menahan hati."Trus?" Mata Susi membulat."Aku akan kesulitan mendapatkan uang.""Kamu tu bodoh atau apa sih, Mas? Selama ini berumah tangga masak mengalihkan aset-aset tidak bisa?" Susi berdiri melipat tangan di perut. Alisnya bertaut seperti kesal."Aku tidak bisa alihkan, ibunya meninggalkan amanat sebelum meninggal, itu lah makanya Elya berpegang pada amanat ibunya."Itulah kenapa namaku tidak tercantum di akta tanah."Pokoknya aku nggak mau tau, aku hutuh uang, kamu mau aku kelaparan mengandung anakmu?""Susi Sayang." Aku bangkit berdiri lalu memegang kedua pundak Susi. Kutatap mesra, ini caraku merayu wanita. "Mana mungkin aku membiarkanmu kelaparan, kita masih punya usaha toko ini, Reni pasti