Home / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 4. Mencari Tanaman Obat

Share

4. Mencari Tanaman Obat

last update Last Updated: 2024-10-03 21:31:19

Kakek itu tersenyum dan menepuk bahu Zidan dengan lembut. “Tentu saja aman. Kau bersama kakek sekarang. Hutan ini penuh dengan tanaman berharga, dan jika kau tahu cara menggunakannya, kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri lebih cepat daripada menggunakan obat-obatan biasa. Jadi, ayo kita cari tanaman yang kau butuhkan. Kakek akan menemanimu.”

Zidan merasa tenang setelah mendengar kata-kata Kakek Suma. Ia keluar dari gubuk bersama kakek itu, menyusuri jalan yang sama seperti kemarin, namun kali ini dengan semangat baru. Zidan tahu betapa pentingnya tanaman-tanaman obat yang ada di hutan ini. Ia bisa menyembuhkan dirinya lebih cepat jika menggunakan ramuan racikan sendiri, ramuan yang diajarkan oleh ayahnya.

Dengan hati-hati, ia mulai memetik beberapa tanaman yang ia tahu memiliki khasiat penyembuhan. Meski tubuhnya masih terasa sakit akibat luka bakar, semangatnya tidak surut. Setiap kali ia menemukan tanaman yang ia butuhkan, ia merasa semakin dekat dengan kesembuhan.

"Apa kau senang?" tanya Kakek Suma sambil tersenyum, melihat Zidan begitu serius mencari bahan obat. Bahkan luka-luka di tubuh Zidan seolah tak lagi terasa sakit. Ia tampak tenang dan fokus, seperti seseorang yang sedang menjalani misi penting.

"Tentu saja, Kek," jawab Zidan dengan antusias. "Ini bahan obat yang sangat berharga. Aku pernah belajar tentang khasiatnya dari ayahku."

“Kau lanjutkan saja mencari tumbuhan obat, aku kan menunggumu di bawah pohon itu,” Kata kakek Suma menunjuk pohon rindang yang tak jauh dari tempat Zidan berada.

Kakek Suma memang tidak tahu banyak tentang tumbuhan, jadi ia hanya mengawasi Zidan dari jauh saja, sambil terus memperhatikan Zidan yang begitu asik dengan tanaman obat yang sedang ia petik.

Kakek Suma memperhatikan Zidan dengan kagum. "Aku harap aku bisa melihat hasil yang bagus dari ramuan nanti," katanya dalam hati, sambil mengingat masa-masa ketika ia memiliki seorang sahabat alkemis yang sangat berbakat. Sayangnya, sahabatnya itu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Karena itulah, Kakek Suma memutuskan untuk tinggal di hutan ini, dekat dengan Desa Teratai, tempat tinggal para alkemis yang dulu begitu ia kagumi. Namun kini, desa itu hanya tinggal sejarah.

Sambil terus berjalan, Zidan semakin asyik memetik berbagai tanaman yang ia anggap penting untuk pengobatan dirinya. Setiap langkahnya penuh kehati-hatian, matanya terus mencari tanaman yang diajarkan oleh ayahnya. Tumbuhan dengan daun hijau yang lebar, bunga kecil yang berwarna ungu, hingga akar-akar yang tersembunyi di bawah tanah.

Namun, saking asyiknya mencari tanaman obat, Zidan tidak menyadari bahwa ia sudah terlalu jauh masuk ke dalam hutan. Ketika ia berhenti sejenak dan melihat sekeliling, ia baru menyadari bahwa Kakek Suma tidak lagi ada di dekatnya.

"Kakek? Kakek Suma, di mana kau?" Zidan mulai panik. Ia berbalik dan mulai berjalan kembali, namun arah yang ia tempuh tidak terlihat familiar. Suasana hutan yang semula tenang tiba-tiba terasa mencekam. Rasa takut mulai menjalar dalam hatinya.

"Kakek!" Zidan berteriak lagi, namun tidak ada jawaban. Ia mulai berlari, mencoba mencari jalan kembali ke tempat mereka berpisah. Setiap langkah yang ia ambil terasa semakin terburu-buru, dan ia semakin bingung dengan arah yang ia tuju.

Tanpa ia sadari, langkahnya yang tergesa-gesa membuatnya kehilangan keseimbangan. Kakinya tersandung oleh akar pohon yang menonjol dari tanah, dan dalam sekejap, tubuhnya jatuh terperosok.

"Brukk!"

Zidan terpeleset dan jatuh ke dalam sebuah tebing curam yang tertutupi oleh semak-semak. Tubuhnya terhempas ke bawah, berguling-guling di antara bebatuan dan dedaunan. Rasa sakit langsung menyebar ke seluruh tubuhnya, terutama di bagian yang sudah terluka akibat luka bakar.

"Ahhh!" Zidan mengerang kesakitan. Ia terjatuh hingga akhirnya berhenti di dasar tebing yang agak landai. Napasnya tersengal-sengal, dan tubuhnya terasa sangat lemah. Di sekelilingnya hanya ada pepohonan tinggi dan semak-semak lebat, seolah-olah menutupinya dari dunia luar.

Butuh beberapa menit bagi Zidan untuk bisa mengumpulkan tenaga dan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, dan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat nyeri. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka barunya yang semakin memperparah kondisinya.

Zidan mencoba bangkit, namun rasa sakit membuatnya terhuyung-huyung. Ia menoleh ke arah tebing yang baru saja ia jatuh dari sana. Tebing itu terlalu tinggi untuk didaki kembali, dan ia tahu bahwa jalan satu-satunya adalah mencari cara lain untuk keluar dari situasi ini.

Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan langkah berikutnya. "Kakek... di mana kau?" gumam Zidan dengan suara lemah. Harapannya sekarang adalah agar Kakek Suma menyadari bahwa ia hilang dan segera mencarinya.

Hutan semakin sunyi, sepertinya Kakek Suma tak menyadari jika Zidan terjatuh, Zidan yang menahan rasa sakit mencoba untuk bertahan, suaranya hampir habis, ia ingin sekali memanggil Kakek Suma, tapi sayangnya ia tak sanggup lagi.

Related chapters

  • ALKEMIS TERAKHIR    5. Ginseng Ratusan Tahun

    Butuh beberapa menit bagi Zidan untuk bisa mengumpulkan tenaga dan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, dan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat nyeri. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka barunya yang semakin memperparah kondisinya. Zidan mencoba bangkit, namun rasa sakit membuatnya terhuyung-huyung. Ia menoleh ke arah tebing yang baru saja ia jatuh dari sana. Tebing itu terlalu tinggi untuk didaki kembali, dan ia tahu bahwa jalan satu-satunya adalah mencari cara lain untuk keluar dari situasi ini. Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan langkah berikutnya. "Kakek... di mana kau?" gumam Zidan dengan suara lemah. Harapannya sekarang adalah agar Kakek Suma menyadari bahwa ia hilang dan segera mencarinya. Namun, Zidan tahu ia tidak bisa hanya menunggu di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Zidan merogoh kantong kecil di sabuknya, mencari bahan-bahan obat yang ia petik tadi. Meskipun dalam kondisi le

    Last Updated : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    6. Percobaan Pertama

    Kakek Suma menatap jauh ke depan, seolah mengingat masa-masa lampau. “Kerajaan takut pada kekuatan yang tidak bisa mereka kendalikan. Alkemis memiliki pengetahuan dan kemampuan yang bisa menandingi kekuatan para pangeran dan pejabat kerajaan. Jika alkemis terus berkembang, mereka takut kekuatan mereka akan runtuh. Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk memusnahkan semua alkemis, agar tak ada yang bisa menandingi kekuasaan mereka.” Zidan menggigit bibirnya, merasakan kemarahan dan ketidakadilan yang mendalam. "Jadi, itulah mengapa mereka menyerang Desa Teratai," gumamnya. “Ya, Nak,” jawab Kakek Suma. “Desa Teratai terkenal karena para alkemisnya. Itulah sebabnya kerajaan memilih untuk menghancurkannya,” Mendengar itu, Zidan merasa bebannya semakin berat. Ia sadar bahwa hidupnya kini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang masa depan alkemis yang tersisa. "Apa yang harus kulakukan, Kek?" tanyanya dengan suara lemah. “Kau harus terus belajar, Zidan. Kakek akan mem

    Last Updated : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    7. Pengawal Kerajaan

    "Bagaimana, Nak? Kau baik-baik saja?" tanya Kakek Suma dengan lembut, nada suaranya kali ini lebih tenang dibanding biasanya.Zidan, dengan penuh kebanggaan, mengangkat pil kecil yang baru saja dia buat. "Kek, lihat! Aku berhasil!" serunya penuh antusias.Kakek Suma mendekat, menatap pil di tangan Zidan dengan mata berbinar. Senyumnya semakin lebar saat ia berkata, “Luar biasa, Zidan. Kau benar-benar berhasil.”Zidan masih tidak percaya dengan hasilnya. "Ini pertama kalinya aku melakukannya sendiri, dan berhasil!" ucapnya takjub.Kakek Suma mengangguk perlahan, meski di dalam hatinya masih ada sedikit kekhawatiran. “Ternyata kekhawatiranku tidak perlu, kau berhasil, Nak,” ucapnya sambil mengusap kepala Zidan dengan penuh kasih sayang.Zidan tersenyum, namun tatapannya tetap fokus pada pil itu. “Aku akan segera meminumnya, Kek,” katanya dengan penuh keyakinan.Namun, Kakek Suma segera mengingatkan. "Kau tahu, kan? Pil ini pasti ada efek sampingnya," ujarnya serius, memperingatkan cucun

    Last Updated : 2024-10-04
  • ALKEMIS TERAKHIR    8. Dipenjara Tanpa Sebab

    Brakk!Keduanya dilempar ke dalam penjara yang gelap dan lembap tanpa diadili. Dinding-dinding batu tua yang dingin meresap ke tulang, dan suasana di tempat itu begitu mencekam. Zidan benar-benar merasa bersalah, dadanya sesak oleh rasa penyesalan. Tindakannya membawa mereka ke situasi yang tidak terduga. “Maafkan aku, Kek,” ucap Zidan dengan nada pasrah. Matanya menunduk, mencoba menahan air mata yang mendesak keluar. Penyesalan itu menghantui setiap sudut pikirannya.Kakek Suma, yang duduk di sebelahnya, tersenyum lemah. Wajahnya yang sudah penuh keriput menyimpan ketenangan yang sulit dijelaskan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tidak mungkin mereka dilempar ke penjara begitu saja tanpa ada pengadilan. "Ini bukan salahmu," jawab Kakek Suma dengan suara rendah tapi tegas. Matanya yang tajam berkeliling, meneliti setiap sudut penjara, mencari petunjuk.Zidan menelan ludah dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Sebuah botol kecil berisi pil. "Aku hanya ingin menunjukkan in

    Last Updated : 2024-10-23
  • ALKEMIS TERAKHIR    9. Hukuman Mati

    Tanpa ampun, Kakek Suma dan Zidan diseret ke tiang gantungan, di hadapan kaisar dan para petinggi kerajaan. Ratusan pasang mata menyaksikan mereka dengan tegang. Ini adalah pemandangan yang suram, namun menjadi peringatan bagi semua orang bahwa menyembunyikan seorang alkemis adalah pengkhianatan terbesar terhadap kerajaan. Hukuman mati menjadi ganjarannya, tak peduli apa alasan di baliknya. Kaisar, dengan jubah mewah dan mahkota emas yang berkilauan, duduk di singgasananya, matanya memancarkan kebencian yang dalam.Kakek Suma berdiri di sana dengan tubuh renta, namun matanya penuh perlawanan. Di sebelahnya, Zidan terkapar lemah, tak berdaya. Tubuhnya ringkih, napasnya terdengar berat. Rasa sakit mendera tubuhnya, tetapi bukan hanya rasa sakit fisik yang menggerogotinya, melainkan ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, di tengah kesunyian yang mencekam, Kakek Suma merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Perasaannya berkata bahwa ada kejanggalan. Ini bukan saat yang te

    Last Updated : 2024-10-25
  • ALKEMIS TERAKHIR    10. Teman Lama

    Semua orang menoleh, termasuk Kaisar. Pria itu melangkah maju, menatap Kaisar dengan hormat tetapi penuh keyakinan. “Aku seorang tabib dari desa sebelah. Aku telah mendengar banyak tentang alkemis, tetapi anak ini... dia tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai alkemis.”Kaisar menyipitkan matanya, tidak senang dengan interupsi tersebut. “Siapa kau, berani-beraninya kau menantang perintahku?”“Aku hanya seorang tabib sederhana, Yang Mulia,” jawab pria itu dengan tenang. “Namun, aku telah merawat banyak orang yang menderita luka bakar. Luka seperti yang dilaporkan pada anak ini biasanya meninggalkan bekas yang tidak bisa sembuh dalam semalam, bahkan dengan bantuan obat yang paling kuat sekalipun.”Kerumunan mulai berbisik-bisik lagi. Kaisar terlihat semakin marah, tetapi pria tua itu melanjutkan, “Jika anak ini tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai alkemis, bahkan aku melihat kondisinya juga sangat lemah, mungkin hidupnya sudah tidak lama lagi,”Kakek Suma melirik tabib tua itu dengan sin

    Last Updated : 2024-10-27
  • ALKEMIS TERAKHIR    11. Bahan Beracun

    Kakek Suma menoleh ke arah Asmar dengan tatapan tajam, namun ada kilatan rasa sakit di matanya. “Dia hanya anak kecil, Asmar. Seorang anak tak bersalah yang terjebak dalam kekacauan ini.” Suma berhenti sejenak, memperhatikan wajah pucat Zidan yang bersandar lemah di bahunya. “Desanya hancur terbakar, aku bahkan menyaksikan neraka itu,”Asmar hanya menghela napas panjang, masih dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. “Dulu, aku pikir kau adalah pria yang tak peduli pada siapa pun yang memiliki keterkaitan dengan alkimia. Kau tahu betul bagaimana aku bertarung demi kesetiaanku padamu saat itu, tapi aku juga tahu kebencianmu terhadap segala sesuatu yang berbau alkemis. Sekarang, kau malah mempertaruhkan nyawamu untuk menyelamatkan bocah ini. Bukankah itu bertolak belakang dengan semua prinsipmu?”Suma terdiam, pikirannya melayang jauh ke masa lalu, ke dalam kenangan yang telah lama ia kubur dalam-dalam. “Ada banyak hal yang berubah sejak saat itu, Asmar. Tidak semua alkemis adalah ancam

    Last Updated : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    12. Usaha Menghilangkan Racun

    Malam semakin larut, namun Asmar terus berupaya mengontrol kondisi Zidan dengan cara-cara yang ia tahu. Segala usaha ia lakukan untuk bisa menyembuhkan Zidan. Semua cara sudah dicoba. Asmar tak ingin kehilangan seorang Alkemis, terlebih lagi di tengah pembantaian habis-habisan terhadap Alkemis.“Apa yang kau lakukan ini, Asmar?” tanya Kakek Suma setelah lama terdiam, suaranya penuh penyesalan.“Aku mencoba memulihkan energinya, tapi jika tubuhnya tak cukup kuat, aku tak bisa menjamin hidupnya,” jawab Asmar dengan nada datar.Kakek Suma menundukkan kepalanya, seolah terbebani oleh dosa-dosa lama yang terus menghantui. “Jika dia selamat, Asmar, aku berjanji akan menjaga dia, bahkan jika itu berarti aku harus mengorbankan diriku sendiri.”“Janji itu harus ditepati, Suma. Aku tak akan membiarkanmu melarikan diri kali ini.” Asmar melanjutkan dengan nada tajam, suaranya penuh ketegasan.Setelah beberapa saat, Asmar berbicara lagi, “Dulu, aku pikir kita bisa bekerja sama untuk masa depan yan

    Last Updated : 2024-10-30

Latest chapter

  • ALKEMIS TERAKHIR    64.

    Elric berdiri di tepi jendela kamar mereka malam itu, pandangannya menerawang jauh ke luar. Cahaya bulan yang redup memantulkan bayangan murung di wajahnya. Kekejaman yang baru saja disaksikannya di aula utama membuat pikirannya terus bergolak. Ia menggenggam bingkai jendela dengan erat, mencoba menenangkan diri, namun rasa tidak nyaman semakin mencekiknya.“Apa yang mereka lakukan tadi… itu bukan keadilan,” gumam Elric dengan nada rendah, namun cukup keras untuk didengar oleh yang lain.Kyro, yang sedang duduk di tempat tidur, menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu? Bukankah mereka bilang itu untuk menjaga keamanan kekaisaran?"Elric berbalik, matanya tajam menatap Kyro. "Keamanan? Itu lebih mirip teror. Membunuh tanpa belas kasihan di depan semua orang. Bagaimana itu bisa disebut sebagai keadilan?"Daren, yang sedang berbaring, mencoba menyela. "Tapi mereka adalah pengkhianat. Mereka melanggar aturan dan mencoba melawan kekaisaran. Kau tahu apa akibatnya jika ada yang mencoba melawan Arz

  • ALKEMIS TERAKHIR    62. Kekejaman Arzan

    Malam tiba, dan suasana di asrama terasa lebih hening dari biasanya. Zidan duduk di ranjangnya, berpikir keras tentang langkah selanjutnya. Latihan hari ini jelas membuatnya menonjol, sesuatu yang justru ingin ia hindari. Namun, di sisi lain, kerja sama dengan timnya berjalan lebih baik dari perkiraannya. “Zidan,” suara Elric memecah kesunyian. Ia berdiri di dekat jendela, memandangi bulan yang menggantung di langit. “Aku harus mengakui, rencanamu tadi luar biasa. Tapi... aku masih merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan.”Daren, yang sedang berbaring dengan tangan di belakang kepala, tertawa kecil. “Elric, kau ini terlalu curiga. Zidan itu hanya pintar. Apa salahnya?”“Tapi kepintaran itu tidak sesuai dengan cerita yang ia sampaikan,” balas Elric sambil menatap tajam ke arah Zidan.Kyro, yang sedang asyik menggambar sesuatu di buku catatannya, ikut angkat bicara. “Elric, mungkin kau benar. Tapi, apa pentingnya? Zidan telah membantu kita, itu yang terpenting.”Zidan menarik napas pan

  • ALKEMIS TERAKHIR    62. Terus Diawasi

    Keesokan harinya, Zidan merasa suasana semakin tegang. Elric tampak semakin intens mengawasi setiap langkahnya, dan Zidan tahu bahwa waktunya untuk tetap tersembunyi semakin sedikit. Ia harus memikirkan strategi untuk tetap menjaga identitasnya, sementara Elric semakin mendekati kebenaran.Saat latihan dimulai, Zidan kembali disertakan dalam tim yang sama dengan Daren, Kyro, dan Elric. Kali ini, mereka dihadapkan dengan simulasi pertahanan yang lebih kompleks, di mana mereka harus melawan tim yang dipimpin oleh instruktur yang lebih berpengalaman.“Zidan, kau akan bertarung melawan instruktur utama dalam simulasi ini,” kata instruktur dengan nada tegas. “Jaga stamina dan gunakan segala kemampuan yang ada.”Zidan menelan ludah, meskipun ia berusaha tetap tenang. Lawan kali ini jauh lebih kuat daripada yang sebelumnya. Instruktur yang akan ia lawan sudah terkenal akan kelihaiannya dalam bertarung, dan meskipun Zidan bisa mengandalkan pilnya untuk menutupi kekuatannya, ia tahu itu tidak

  • ALKEMIS TERAKHIR    61. Kecurigaan Yang Semakin Menjadi

    Zidan berdiri tegak di arena, menatap Elric yang masih terbaring di tanah dengan wajah yang penuh rasa ingin tahu. Meskipun ia telah memenangkan pertandingan itu, perasaan cemas mulai menyelinap ke dalam dirinya. Elric tidak bodoh, dan tatapan tajamnya sudah cukup untuk mengingatkan Zidan bahwa ia mungkin sudah mulai mencurigai sesuatu.“Apakah itu cukup untukmu?” Zidan bertanya dengan nada tenang, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Elric, yang sudah bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, tersenyum samar. “Hanya untuk sekarang, Zidan. Tapi aku rasa kita akan bertemu lagi. Aku penasaran denganmu.”Sesuatu dalam diri Zidan merasakan ketegangan yang lebih dalam, seolah Elric sudah tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Meskipun Zidan berusaha tetap tenang, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus menyembunyikan kekuatannya begitu saja. Setiap pertempuran, setiap tes yang ia jalani, semakin memperbesar risiko terungkapnya identitas dan kemampuannya sebagai seorang alkemis.Merek

  • ALKEMIS TERAKHIR    60. Rasa Penasaran

    Keesokan paginya, suasana akademi terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para murid bergegas menuju aula utama, tempat semua pengumuman penting disampaikan. Zidan dan teman-temannya ikut berbaur di antara kerumunan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.“Elric, kau tahu ada apa?” tanya Kyro, sedikit terengah setelah berlari.Elric menggeleng. “Tidak ada yang memberi tahu apa-apa. Tapi biasanya, jika ada pengumuman mendadak seperti ini, pasti sesuatu yang besar.”Ketika mereka sampai di aula, seorang pria tua berwibawa, mengenakan jubah ungu keemasan khas pengawas akademi, berdiri di atas panggung. Suasana hening ketika ia mulai berbicara.“Para murid,” suara pria itu menggema, “hari ini kami mengumumkan ujian kompetensi mendadak yang akan diadakan dalam waktu dua hari. Semua murid, tanpa kecuali, diharapkan untuk berpartisipasi.”Bisik-bisik memenuhi aula. Banyak yang terkejut, termasuk Zidan.“Ujian mendadak?” Daren terlihat panik. “Aku bahkan belum mempersiapkan apa-apa!”“Tena

  • ALKEMIS TERAKHIR    59. Semakin Curiga

    Latihan pagi itu semakin menantang. Instruktur yang memimpin latihan adalah seorang pendekar senior bernama Varyn, yang terkenal dengan metode pelatihannya yang keras dan tanpa ampun. Varyn mengamati setiap gerakan mereka dengan tajam, seolah mencari celah terkecil dalam kekompakan tim.“Kalian harus lebih dari sekadar kelompok. Dalam medan perang, kalian adalah satu tubuh. Jika satu dari kalian gagal, maka semuanya gagal,” kata Varyn sambil melangkah di sekitar mereka. Suaranya yang dalam dan penuh wibawa membuat suasana semakin tegang.Zidan, Daren, Kyro, dan Elric berdiri dalam formasi. Mereka telah diberi misi sederhana untuk bertahan selama lima menit dari serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh para pengawal. Namun, rintangan yang mereka hadapi jauh dari sederhana.Serangan pertama datang tiba-tiba. Tiga pengawal melompat ke arah mereka, menyerang dengan tongkat kayu yang cukup berat. Zidan langsung bergerak ke samping, menghindari pukulan yang hampir mengenai kepalanya. Kyr

  • ALKEMIS TERAKHIR    58. Menghadapi Ujian

    Setelah menyerahkan kristal di pos akhir, tim Zidan dinyatakan sebagai pemenang dari ujian pertama. Para instruktur mengumumkan hasilnya dengan suara lantang, dan murid-murid lain memandang mereka dengan berbagai ekspresi—kagum, iri, bahkan tidak senang.Daren berjalan dengan penuh kebanggaan, sesekali menepuk pundak Zidan. “Aku bilang juga apa? Kita ini tim yang hebat! Hah, lihat wajah mereka yang kalah!” katanya sambil tertawa lebar.Kyro hanya tersenyum tipis. “Kita beruntung bisa menyusun strategi dengan baik,” tambahnya sambil melihat ke arah Elric yang tampak lebih diam dari biasanya. “Bagaimana menurutmu, Elric? Kau juga banyak berkontribusi tadi.”Elric menoleh, pandangannya tetap tertuju pada Zidan seolah berusaha membaca sesuatu dari wajahnya. “Ya, tentu saja. Tapi satu hal menarik, gerakan Zidan tadi cukup… mengesankan. Seperti bukan gerakan seorang murid biasa, bukan?”Zidan merasakan jantungnya berdegup lebih kencang, tapi ia menutupinya dengan senyum ringan. “Aku hanya b

  • ALKEMIS TERAKHIR    57. Semakin Sulit Bertahan

    Keesokan harinya, suasana di akademi terasa lebih tegang. Para pengajar dan penjaga tampak lebih waspada dari biasanya. Zidan berusaha tetap tenang di tengah rutinitas yang tampak seperti biasa, tetapi pikirannya terus memutar ulang apa yang ia lihat dan temukan malam sebelumnya. Ia tahu informasi yang ia bawa bisa menjadi senjata penting untuk melawan Arzan, namun ia juga sadar bahwa setiap langkahnya ke depan penuh risiko.Di lapangan latihan, Daren, Kyro, dan Elric sudah bersiap. Mereka berkumpul di salah satu sudut yang agak sepi untuk berbincang sebelum sesi latihan dimulai.“Kau terlihat lelah, Zidan. Apa kau tidur nyenyak tadi malam?” tanya Daren sambil menepuk pundaknya.“Tidak ada yang spesial. Mungkin aku hanya terlalu memikirkan kompetisi kita,” jawab Zidan sambil tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Kyro melirik Zidan dengan tatapan penasaran. “Kau ini tampaknya selalu serius. Jangan terlalu tegang, kita ada di sini untuk belajar dan berkembang.”Elric,

  • ALKEMIS TERAKHIR    56. Lorong Penuh Misteri

    Zidan bergerak cepat dan senyap di lorong-lorong gelap yang jarang dilalui orang. Dinding-dinding batu dingin berderak samar di bawah tekanan udara malam. Setiap langkah yang diambil harus dihitung dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang bisa membangkitkan kecurigaan. Ia tahu bahwa penjaga selalu berpatroli, tetapi waktu pergantian patroli adalah momen yang paling aman untuk menyelinap.Setelah melewati beberapa tikungan sempit, Zidan sampai di sebuah pintu logam besar yang tertutup rapat dengan rantai. Di dekatnya, ada celah kecil seperti jendela yang memungkinkan cahaya dari luar masuk. Dengan cepat, ia mengeluarkan sebuah alat dari dalam pakaiannya—alat sederhana yang telah ia buat dengan keterampilan alkemisnya, mampu membuka kunci sederhana tanpa menimbulkan banyak suara.Setelah beberapa saat bekerja dengan hati-hati, rantai itu terjatuh tanpa bunyi berarti. Zidan mengintip ke dalam ruangan. Terlihat gelap, namun ada kilau samar yang berasal dari benda logam di dalamn

DMCA.com Protection Status