Home / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 8. Dipenjara Tanpa Sebab

Share

8. Dipenjara Tanpa Sebab

last update Huling Na-update: 2024-10-23 18:43:53

Brakk!

Keduanya dilempar ke dalam penjara yang gelap dan lembap tanpa diadili. Dinding-dinding batu tua yang dingin meresap ke tulang, dan suasana di tempat itu begitu mencekam. Zidan benar-benar merasa bersalah, dadanya sesak oleh rasa penyesalan. Tindakannya membawa mereka ke situasi yang tidak terduga.

“Maafkan aku, Kek,” ucap Zidan dengan nada pasrah. Matanya menunduk, mencoba menahan air mata yang mendesak keluar. Penyesalan itu menghantui setiap sudut pikirannya.

Kakek Suma, yang duduk di sebelahnya, tersenyum lemah. Wajahnya yang sudah penuh keriput menyimpan ketenangan yang sulit dijelaskan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tidak mungkin mereka dilempar ke penjara begitu saja tanpa ada pengadilan. "Ini bukan salahmu," jawab Kakek Suma dengan suara rendah tapi tegas. Matanya yang tajam berkeliling, meneliti setiap sudut penjara, mencari petunjuk.

Zidan menelan ludah dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Sebuah botol kecil berisi pil. "Aku hanya ingin menunjukkan in
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

  • ALKEMIS TERAKHIR    9. Hukuman Mati

    Tanpa ampun, Kakek Suma dan Zidan diseret ke tiang gantungan, di hadapan kaisar dan para petinggi kerajaan. Ratusan pasang mata menyaksikan mereka dengan tegang. Ini adalah pemandangan yang suram, namun menjadi peringatan bagi semua orang bahwa menyembunyikan seorang alkemis adalah pengkhianatan terbesar terhadap kerajaan. Hukuman mati menjadi ganjarannya, tak peduli apa alasan di baliknya. Kaisar, dengan jubah mewah dan mahkota emas yang berkilauan, duduk di singgasananya, matanya memancarkan kebencian yang dalam.Kakek Suma berdiri di sana dengan tubuh renta, namun matanya penuh perlawanan. Di sebelahnya, Zidan terkapar lemah, tak berdaya. Tubuhnya ringkih, napasnya terdengar berat. Rasa sakit mendera tubuhnya, tetapi bukan hanya rasa sakit fisik yang menggerogotinya, melainkan ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, di tengah kesunyian yang mencekam, Kakek Suma merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Perasaannya berkata bahwa ada kejanggalan. Ini bukan saat yang te

    Huling Na-update : 2024-10-25
  • ALKEMIS TERAKHIR    10. Teman Lama

    Semua orang menoleh, termasuk Kaisar. Pria itu melangkah maju, menatap Kaisar dengan hormat tetapi penuh keyakinan. “Aku seorang tabib dari desa sebelah. Aku telah mendengar banyak tentang alkemis, tetapi anak ini... dia tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai alkemis.”Kaisar menyipitkan matanya, tidak senang dengan interupsi tersebut. “Siapa kau, berani-beraninya kau menantang perintahku?”“Aku hanya seorang tabib sederhana, Yang Mulia,” jawab pria itu dengan tenang. “Namun, aku telah merawat banyak orang yang menderita luka bakar. Luka seperti yang dilaporkan pada anak ini biasanya meninggalkan bekas yang tidak bisa sembuh dalam semalam, bahkan dengan bantuan obat yang paling kuat sekalipun.”Kerumunan mulai berbisik-bisik lagi. Kaisar terlihat semakin marah, tetapi pria tua itu melanjutkan, “Jika anak ini tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai alkemis, bahkan aku melihat kondisinya juga sangat lemah, mungkin hidupnya sudah tidak lama lagi,”Kakek Suma melirik tabib tua itu dengan sin

    Huling Na-update : 2024-10-27
  • ALKEMIS TERAKHIR    11. Bahan Beracun

    Kakek Suma menoleh ke arah Asmar dengan tatapan tajam, namun ada kilatan rasa sakit di matanya. “Dia hanya anak kecil, Asmar. Seorang anak tak bersalah yang terjebak dalam kekacauan ini.” Suma berhenti sejenak, memperhatikan wajah pucat Zidan yang bersandar lemah di bahunya. “Desanya hancur terbakar, aku bahkan menyaksikan neraka itu,”Asmar hanya menghela napas panjang, masih dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. “Dulu, aku pikir kau adalah pria yang tak peduli pada siapa pun yang memiliki keterkaitan dengan alkimia. Kau tahu betul bagaimana aku bertarung demi kesetiaanku padamu saat itu, tapi aku juga tahu kebencianmu terhadap segala sesuatu yang berbau alkemis. Sekarang, kau malah mempertaruhkan nyawamu untuk menyelamatkan bocah ini. Bukankah itu bertolak belakang dengan semua prinsipmu?”Suma terdiam, pikirannya melayang jauh ke masa lalu, ke dalam kenangan yang telah lama ia kubur dalam-dalam. “Ada banyak hal yang berubah sejak saat itu, Asmar. Tidak semua alkemis adalah ancam

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    12. Usaha Menghilangkan Racun

    Malam semakin larut, namun Asmar terus berupaya mengontrol kondisi Zidan dengan cara-cara yang ia tahu. Segala usaha ia lakukan untuk bisa menyembuhkan Zidan. Semua cara sudah dicoba. Asmar tak ingin kehilangan seorang Alkemis, terlebih lagi di tengah pembantaian habis-habisan terhadap Alkemis.“Apa yang kau lakukan ini, Asmar?” tanya Kakek Suma setelah lama terdiam, suaranya penuh penyesalan.“Aku mencoba memulihkan energinya, tapi jika tubuhnya tak cukup kuat, aku tak bisa menjamin hidupnya,” jawab Asmar dengan nada datar.Kakek Suma menundukkan kepalanya, seolah terbebani oleh dosa-dosa lama yang terus menghantui. “Jika dia selamat, Asmar, aku berjanji akan menjaga dia, bahkan jika itu berarti aku harus mengorbankan diriku sendiri.”“Janji itu harus ditepati, Suma. Aku tak akan membiarkanmu melarikan diri kali ini.” Asmar melanjutkan dengan nada tajam, suaranya penuh ketegasan.Setelah beberapa saat, Asmar berbicara lagi, “Dulu, aku pikir kita bisa bekerja sama untuk masa depan yan

    Huling Na-update : 2024-10-30
  • ALKEMIS TERAKHIR    13. Tetap Tinggal atau Pergi

    Pengawal itu tidak menjawab, dia langsung masuk dan mulai menggeledah setiap sudut gubuk kecil itu. Satu pengawal tetap berjaga di depan pintu, matanya tajam memantau siapa saja yang berada di dalam. "Ada perintah dari Kaisar untuk menggeledah tempat ini. Tabib yang membantu kalian dianggap mencurigakan," ucapnya dengan nada dingin tanpa menatap Kakek Suma.Kakek Suma hanya bisa berdiri, menyaksikan para pengawal mengobrak-abrik tempat tinggalnya yang sederhana itu. Hatinya bercampur antara kesal dan cemas. Ia sadar, meski ia hanya seorang rakyat kecil, perhatian Kaisar yang curiga pada siapa pun yang berhubungan dengan alkemis membuatnya berada dalam bahaya. Asmar memiliki kepekaan luar biasa. Begitu mendengar berita bahwa pengawal datang, dia segera membereskan semua bahan-bahan yang berkaitan dengan alkemis yang ada di ruang belakang. Asmar tahu betul, Kaisar tidak butuh alasan jelas untuk menuduh dan menghukum orang. Sehelai daun kering yang terlihat mencurigakan pun bisa dijadi

    Huling Na-update : 2024-11-01
  • ALKEMIS TERAKHIR    14. Naik Tingkat

    Asmar berdiri di dekat jendela kecil gubuk itu, memandang ke luar. Sinar matahari mulai merayap perlahan di antara pepohonan, menandai datangnya pagi yang baru. Namun, hatinya masih diliputi kekhawatiran. Ia memandang Zidan yang masih belum pulih sepenuhnya, meski denyut nadinya sudah terasa lebih stabil."Aku ingin melatih anak ini lebih jauh," kata Asmar, memecah keheningan. "Aku akan mencari bahan-bahan yang kita perlukan keluar, tapi kita harus melakukannya tanpa menimbulkan kecurigaan. Bagaimana menurutmu?"Kakek Suma, yang duduk bersila di sisi Zidan, mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus. Aku akan memastikan keadaan rumah ini terkondisi dengan baik. Jika ada pengawal kerajaan atau mata-mata yang datang lagi, kita harus siap." Tatapan Suma penuh dengan ketegasan, menandakan ia bersungguh-sungguh untuk menjaga keamanan Zidan.Asmar mengangguk, sedikit lega mendapat dukungan dari Suma. "Benar. Kaisar selalu mengawasi dengan cermat. Bukan hanya pada para pendekar dan pemberontak,

    Huling Na-update : 2024-11-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    15. Latihan Secara Diam-diam

    Hari itu, Asmar dan Zidan keluar dari gubuk tua dan menuju ke sebuah lapangan terbuka yang tersembunyi di dalam hutan. Tempat itu sepi, jauh dari pandangan orang-orang, dan sempurna untuk latihan intensif yang akan mereka jalani. Sinar matahari pagi menembus sela-sela dedaunan, menciptakan cahaya lembut yang menyelimuti suasana. Zidan berdiri dengan semangat di depan Asmar, siap menyerap semua pelajaran yang diberikan oleh gurunya.Asmar menatap Zidan dengan penuh perhatian. "Hari ini kita akan memulai dari dasar," ucapnya. "Sebagai seorang alkemis, kau harus memahami dasar dari energi alam dan cara mengendalikan tenaga dalammu sendiri."Zidan mengangguk, wajahnya serius dan penuh rasa ingin tahu.Asmar kemudian duduk bersila di tanah dan memberi isyarat pada Zidan untuk duduk di depannya. "Duduklah, dan tenangkan pikiranmu," perintah Asmar dengan lembut. Zidan segera mengikuti. "Lekukan pertama ini adalah dasar yang sangat penting," lanjut Asmar. "Kau harus bisa merasakan aliran ene

    Huling Na-update : 2024-11-05
  • ALKEMIS TERAKHIR    16. Tamu Tak Diundang

    Asmar mengangguk, matanya mengerjap tajam ke arah yang dimaksud Kakek Suma. "Pengawal kaisar?" bisiknya, merasa detak jantungnya meningkat karena menyadari betapa gentingnya situasi ini. Kakek Suma mengangguk, wajahnya kian serius. "Mereka datang memeriksa keberadaan kita. Mungkin ini hanya patroli biasa, atau mungkin mereka sudah mencium jejak kita."Tanpa menunggu lebih lama, Kakek Suma memberi isyarat kepada Zidan dan Asmar untuk tetap tenang dan tidak menimbulkan suara apa pun. Mereka semua bergerak perlahan-lahan, mengambil posisi perlindungan di balik semak-semak dan pohon-pohon besar yang ada di sekitar tempat itu.Asmar meletakkan tangannya di bahu Zidan, menekannya pelan sebagai tanda agar Zidan tetap tenang. Zidan berusaha mengatur napasnya yang mulai memburu, berusaha menekan rasa panik yang mendadak muncul. Ia belum sepenuhnya paham bahaya yang mungkin mereka hadapi, namun tatapan penuh waspada dari kedua gurunya membuatnya sadar bahwa ini bukan situasi biasa.Ketegangan

    Huling Na-update : 2024-11-06

Pinakabagong kabanata

  • ALKEMIS TERAKHIR    81. Keputusan Sulit

    Malam yang Mencekam di Ruang ArsipPintu ruang arsip perlahan terbuka, menciptakan suara gemeretak kecil yang membuat Zidan dan Elric menahan napas. Cahaya obor menyinari ruangan yang sempit, menciptakan bayangan panjang di dinding. Dua penjaga masuk, matanya tajam menyapu setiap sudut."Sepertinya ada yang masuk," bisik salah satu penjaga, tangannya menggenggam erat tombak."Tidak mungkin. Ruang arsip ini selalu terkunci," balas yang lain, meskipun nada suaranya tidak begitu yakin. Dia melangkah lebih jauh ke dalam ruangan, mengamati rak-rak yang penuh debu.Elric melirik Zidan, memberi isyarat untuk tetap diam. Mereka berdua meringkuk di balik tumpukan buku tua, menahan setiap gerakan agar tidak menciptakan suara. Zidan menggenggam peti kecil di tangannya erat-erat, seolah benda itu adalah kunci dari semua misteri yang mereka cari.Salah satu penjaga mendekat ke sudut tempat mereka bersembunyi. Langkahnya lambat, tapi penuh kewaspadaan. Jarak antara mereka kini hanya beberapa langka

  • ALKEMIS TERAKHIR    80. Misi Penyusupan

    Elric merasa bahwa langkah selanjutnya tidak bisa diambil sembarangan. Tatapan dinginnya mengisyaratkan bahwa dia paham betul apa yang akan dihadapi oleh tim mereka. Harzan bukan hanya seorang pelatih keras, dia adalah mata-mata langsung dari kekaisaran, dan setiap langkah yang salah bisa berujung pada kehancuran mereka.Di salah satu ruangan asrama mereka yang sempit dan jauh dari pengawasan, Elric memulai diskusi. Dia duduk dengan serius, matanya memperhatikan tiga teman yang kini menjadi rekan sehidup semati."Kita tidak punya banyak waktu," kata Elric, suaranya tegas tapi pelan. "Harzan memberi kita peringatan, tapi aku yakin itu bukan peringatan biasa. Dia mungkin sedang menguji kita."Kyro, yang duduk bersandar di dinding, mengangguk perlahan. "Tapi apa sebenarnya yang dia maksud dengan 'jalan yang harus kita tempuh'? Apakah itu jebakan?"Daren menghela napas panjang. "Kita tahu Harzan adalah orang yang penuh rahasia. Tapi satu hal yang pasti, dia tidak akan membiarkan kita berg

  • ALKEMIS TERAKHIR    79. Pilihan diujung tanduk

    Elric berdiri tegak, meski jantungnya berdegup kencang. Pria berkerudung itu mempersempit matanya, jelas tidak terbiasa dengan perlawanan verbal dari seorang murid. Aula dipenuhi keheningan yang mencekam, hanya suara napas gugup para murid yang terdengar samar."Jangan mencoba menguji kesabaranku," kata pria itu dingin. "Penyusup yang kami cari adalah ancaman bagi kekaisaran. Kami tahu dia ada di sini. Jika tidak ada yang berbicara... maka hukuman akan dijatuhkan pada semua murid yang hadir."Zidan mengepalkan tangan di sisinya, tubuhnya sedikit gemetar. Dia tahu, jika dia tetap diam, teman-temannya akan menjadi korban. Namun, sebelum dia sempat berbicara, Daren melangkah maju dengan senyum lebar yang mencurigakan."Hei, aku rasa kalian salah," kata Daren dengan nada santai yang jelas dibuat-buat. "Kami semua hanya murid biasa. Siapa yang cukup bodoh untuk menyusup ke tempat ini? Bahkan latihan dasar di sini sudah seperti neraka."Beberapa murid tertawa kecil, meski jelas itu lebih ka

  • ALKEMIS TERAKHIR    78. Terungkapnya Rahasia

    Setelah berhasil melarikan diri dari gua terlarang itu, Zidan dan teman-temannya kembali ke akademi dengan hati yang berat. Malam itu, suasana di kamar mereka dipenuhi oleh ketegangan. Elric, Daren, dan Kyro duduk melingkar di lantai, menatap Zidan yang berdiri di tengah ruangan dengan raut wajah serius."Baik," kata Zidan akhirnya, suaranya tenang tapi tegas. "Aku akan menjelaskan semuanya."Daren menyandarkan tubuhnya ke dinding, mencoba memahami. "Kau seorang alkemis? Tapi bukankah itu... terlarang? Kenapa kau ada di sini? Apa kau memata-matai kami?""Tenang, Daren," ujar Kyro, meski dia sendiri terlihat ragu. "Kita beri dia kesempatan untuk menjelaskan."Zidan menarik napas panjang, lalu mulai berbicara. "Aku memang seorang alkemis, tapi aku bukan musuh kalian. Aku menyusup ke Arzan bukan untuk mendukung mereka, melainkan untuk menghentikan rencana besar yang sedang mereka persiapkan. Rencana yang akan menghancurkan lebih dari sekadar kerajaan kita masing-masing."Elric yang biasa

  • ALKEMIS TERAKHIR    77. Misi Baru

    Setelah serangan mendadak malam itu, akademi dikepung oleh suasana mencekam. Pagi harinya, para murid dikerahkan untuk misi baru. Para pelatih mengumumkan bahwa tim-tim kecil akan dikirim keluar akademi untuk menyelidiki asal serangan tersebut. Zidan, Daren, Kyro, dan Elric termasuk dalam salah satu tim yang dipilih. "Kita harus melacak jejak makhluk itu," perintah pelatih dengan nada tegas. "Misi ini penting untuk memastikan akademi tetap aman. Jangan ceroboh, dan ingat, kalian harus melaporkan setiap temuan tanpa melawan secara langsung." Saat mereka berempat berjalan menjauh dari akademi, Daren berbicara dengan nada penuh percaya diri. "Aku yakin kita bisa menyelesaikan ini dengan mudah. Kita sudah bekerja sama dengan baik selama ini." Kyro mengangguk, meskipun matanya tetap awas memperhatikan sekeliling. "Tapi kita tidak bisa meremehkan makhluk itu. Apa pun itu, tadi malam dia mengalahkan para penjaga dengan mudah." Elric tampak lebih tenang, namun pikirannya terus berputa

  • ALKEMIS TERAKHIR    76. Pertarungan Tim Terbaik

    Malam itu, mereka masih berkumpul di sekitar api unggun kecil yang mereka buat di halaman belakang barak pelatihan. Suasana terasa hangat, tidak hanya karena api yang menyala, tetapi juga karena rasa kebersamaan yang semakin erat di antara mereka. Daren memecah keheningan. "Hei, kalian tahu? Kalau kita terus seperti ini, aku yakin kita bisa jadi tim terbaik di akademi." Kyro tertawa kecil. "Tim terbaik? Kau serius, Daren? Kau bahkan masih kesulitan dengan gerakan dasar pedang." "Hei!" Daren menunjuk Kyro dengan garpu kayu yang sedang digunakannya untuk memanggang ubi. "Itu tidak adil! Setidaknya aku tidak tersandung saat mencoba menendang musuh!" Kyro mengangkat bahu, menahan tawa. "Itu cuma sekali, oke? Lagipula, aku langsung bangkit dan menebas mereka, ingat?" Elric, yang sejak tadi sibuk memoles bilah pedangnya, akhirnya angkat bicara. "Kalau kalian berdua mau jadi yang terbaik, mungkin kalian harus berhenti berdebat dan mulai berlatih lebih keras." "Ah, kau ini terlalu

  • ALKEMIS TERAKHIR    75. Semakin Kompak

    Hubungan di antara Zidan, Daren, Kyro, dan Elric perlahan mencapai titik yang berbeda dari sebelumnya. Rasa curiga yang dulu sempat menghantui mereka—terutama dari Elric kepada Zidan—mulai memudar seiring dengan waktu yang mereka habiskan bersama dalam misi-misi berbahaya. Kepercayaan dan kekompakan mereka semakin tumbuh, tidak hanya sebagai teman satu tim, tetapi sebagai saudara seperjuangan. Setiap kali salah satu dari mereka terluka atau mengalami kesulitan, yang lain akan sigap memberikan bantuan. Daren, dengan sikap santainya, selalu berusaha menjaga semangat kelompok tetap tinggi. Kyro, yang penuh perhatian, sering kali menjadi perencana yang memastikan semua berjalan lancar. Elric, meskipun sering menyendiri, kini mulai lebih terbuka, bahkan menunjukkan rasa hormat kepada Zidan. Malam itu, saat mereka berkumpul di tenda setelah misi yang penuh tantangan, Daren membuka pembicaraan. "Aku tak pernah menyangka, kita bisa jadi sedekat ini. Awalnya aku pikir kita semua cuma akan

  • ALKEMIS TERAKHIR    74. Tempat Tersembunyi

    Setelah tantangan individu itu selesai, hubungan mereka semakin erat. Daren dan Kyro terus memuji Zidan atas ketenangannya di arena, sementara Elric yang biasanya sinis kini lebih sering diam, seolah merenungi sesuatu. "Sepertinya kau punya bakat alami untuk bertahan hidup, Zidan," ujar Kyro sambil menepuk bahu Zidan dengan penuh semangat. "Tapi aku penasaran, kau belajar dari mana semua itu?" Zidan hanya tersenyum tipis. "Aku banyak mengamati, itu saja." Namun, malam itu, ketika mereka sedang berkumpul di kamar, Elric akhirnya mengutarakan pikirannya. "Zidan, aku ingin bertanya," katanya dengan nada serius. Semua orang terdiam. Daren dan Kyro berhenti bercanda, menyadari bahwa pertanyaan ini mungkin penting. "Apa sebenarnya tujuanmu di sini?" Elric melanjutkan, matanya tajam menatap Zidan. "Kau tampak terlalu terlatih untuk seseorang yang berasal dari klan bawah." Zidan merasakan detak jantungnya meningkat. Namun, ia sudah mempersiapkan diri untuk momen seperti ini. "Tuju

  • ALKEMIS TERAKHIR    73. Kedekatan teman seperguruan

    Misi pengintaian yang diberikan pelatih Gerdan ternyata jauh lebih menantang dari yang mereka bayangkan. Tim Zidan, Elric, Daren, dan Kyro diberi tugas untuk mengumpulkan informasi di perbatasan hutan lebat yang memisahkan wilayah akademi dengan salah satu markas kecil Arzan. Hutan itu terkenal dengan jebakan alami dan rumor tentang makhluk buas yang berkeliaran di malam hari.Saat mereka memulai perjalanan, Elric terlihat lebih pendiam dari biasanya. Sikapnya membuat Daren tak tahan untuk menggodanya. "Hei, Elric, kau takut dengan hutan ini? Jangan khawatir, ada aku di sini!" katanya dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana.Elric hanya meliriknya, kemudian menghela napas. “Aku tidak takut pada hutan, Daren. Aku hanya berpikir... tugas ini terlalu berisiko untuk murid seperti kita.”Zidan, yang berjalan di depan, menoleh. “Itu benar. Tapi kita tidak punya pilihan selain menyelesaikannya.”Kyro menepuk bahu Elric. “Hei, kita akan baik-baik saja. Kau lupa siapa yang ada di tim

DMCA.com Protection Status