Beranda / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 5. Ginseng Ratusan Tahun

Share

5. Ginseng Ratusan Tahun

Penulis: PengkhayalMalam
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-03 22:29:37

Butuh beberapa menit bagi Zidan untuk bisa mengumpulkan tenaga dan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, dan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat nyeri. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka barunya yang semakin memperparah kondisinya.

Zidan mencoba bangkit, namun rasa sakit membuatnya terhuyung-huyung. Ia menoleh ke arah tebing yang baru saja ia jatuh dari sana. Tebing itu terlalu tinggi untuk didaki kembali, dan ia tahu bahwa jalan satu-satunya adalah mencari cara lain untuk keluar dari situasi ini.

Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan langkah berikutnya. "Kakek... di mana kau?" gumam Zidan dengan suara lemah. Harapannya sekarang adalah agar Kakek Suma menyadari bahwa ia hilang dan segera mencarinya.

Namun, Zidan tahu ia tidak bisa hanya menunggu di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Zidan merogoh kantong kecil di sabuknya, mencari bahan-bahan obat yang ia petik tadi. Meskipun dalam kondisi lemah, ia masih ingat beberapa teknik dasar untuk meracik obat penyembuh.

Perlahan, ia mulai mengolah beberapa tanaman yang ia kumpulkan, mengunyah sebagian dan mencampurkan yang lainnya dengan air dari sungai kecil yang mengalir di dekat tempat ia terjatuh. Obat sederhana itu mungkin tidak akan menyembuhkan semua lukanya, tapi setidaknya bisa meredakan sedikit rasa sakit dan memberinya kekuatan untuk terus bergerak.

Setelah beberapa saat, Zidan merasa sedikit lebih baik, meski tubuhnya masih sangat lemah. Ia tahu bahwa ia tidak bisa tinggal di dasar tebing ini terlalu lama. Dengan perlahan, ia mulai bangkit dan berjalan, mencari jalan keluar dari hutan yang terasa semakin asing baginya.

Suara-suara hutan yang sebelumnya menenangkan kini terdengar seperti ancaman. Ranting yang patah, desiran angin di antara dedaunan, dan suara langkah-langkah hewan kecil yang bersembunyi di balik semak-semak. Zidan berusaha tetap tenang, meskipun hatinya diliputi kecemasan.

"Sabar, Zidan," katanya pada dirinya sendiri. "Kau pernah melewati hal-hal yang lebih sulit dari ini."

Zidan ingin bangun dan kembali ke Kakek Suma. Mungkin Kakek juga akan khawatir. Tapi saat ia akan bangun tangannya menyentuh sesuatu. Ia berbalik, saat melihat ginseng yang sudah sangat tua membuat Zidan bersemangat.

Zidan mulai menggali lebih dalam, tangan kecilnya cekatan mengangkat tanah dan akar-akar liar yang menghalangi jalannya. Ketika ia melihat akar ginseng mencuat dari dalam tanah, hatinya melonjak kegirangan. Ginseng ini adalah bahan yang langka, sering kali digunakan untuk obat mujarab yang hanya bisa ditemukan di tempat-tempat terpencil seperti hutan tua ini. Zidan tahu bahwa temuannya ini sangat berharga, dan tanpa berpikir panjang, ia segera memasukkan akar tersebut ke dalam kantong kulit yang selalu dibawanya.

Dengan hati-hati, Zidan ingin naik, untuk kembali ke tempat semula. Pikirannya penuh dengan rencana, membayangkan betapa bangganya ia saat memperlihatkan temuannya. “Ini pasti akan membuat Kakek terkesan,” pikir Zidan sambil tersenyum kecil.

"Zidan!!!" Suara berat Kakek Suma memecah keheningan hutan. Zidan segera menjawab, "Kakek, aku di sini!"

Kakek Suma, yang berdiri di atas tebing kecil, melemparkan seutas tali ke bawah. Zidan menggenggam tali itu erat-erat, dan dengan sekuat tenaga, ia mulai memanjat. Setibanya di atas, wajah tua Kakek Suma menyambutnya dengan senyum setengah geli.

"Dasar kau ini, baru kutinggal sebentar tidur, kau sudah masuk ke jurang!" ujar Kakek Suma dengan suara bercampur kekhawatiran dan tawa.

"Ah, Kakek! Itu bukan jurang yang curam. Lagipula, aku menemukan sesuatu yang berharga!" Zidan berkata dengan penuh semangat, lalu mengeluarkan ginseng tua dari kantongnya.

Mata Kakek Suma berbinar sejenak saat melihat ginseng itu. "Ginseng ratusan tahun, ya?" katanya sambil mengamati akar tersebut dari dekat. "Ini bagus, Zidan, tapi akan lebih baik lagi kalau usianya mencapai seribu tahun."

Zidan terkejut mendengar pernyataan itu. "Seribu tahun? Memangnya ada, Kek?"

"Tentu saja ada," jawab Kakek Suma dengan nada penuh keyakinan. "Namun, hanya sedikit yang tahu bagaimana menemukannya. Yang terpenting adalah memperhatikan warnanya. Ginseng yang sudah mencapai usia seribu tahun memiliki warna yang berbeda."

Zidan menggaruk kepalanya, merasa sedikit bingung. "Ayah belum mengajariku sampai sejauh itu, Kek."

Kakek Suma tertawa kecil. "Kau masih banyak yang harus dipelajari, bocah. Seorang alkemis seperti dirimu harus mengenal tumbuhan lebih baik lagi."

Zidan menatap Kakek Suma dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Kakek, sebenarnya siapa Kakek? Apakah Kakek seorang alkemis juga?"

Kakek Suma tersenyum mendengar pertanyaan Zidan, tetapi tidak segera menjawab. Ia mengusap janggut putihnya yang tebal sambil memperhatikan Zidan dengan mata yang penuh arti. "Mungkin saatnya kau tahu sedikit tentang masa lalu kakek," kata Kakek Suma akhirnya.

Zidan memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu. “Apa maksud Kakek?”

“Kakek memang bukan alkemis, tapi dulu, kakek adalah seorang pendekar yang sering bekerja sama dengan alkemis. Zaman itu, alkemis adalah sekutu yang sangat penting dalam dunia persilatan. Mereka bukan hanya peracik obat, tapi juga pembuat senjata rahasia dan pelindung ilmu. Kakek pernah memiliki sahabat alkemis yang sangat berbakat. Kami berjuang bersama dalam banyak pertempuran, tapi…” Kakek Suma berhenti sejenak, suaranya terdengar agak serak. “Ia gugur dalam tugasnya untuk melindungi sebuah ramuan langka dari tangan kerajaan yang serakah.”

“Kek, kenapa kerajaan begitu takut pada alkemis? Mengapa mereka ingin memusnahkan kami?” tanya Zidan, suaranya dipenuhi oleh kebingungan dan kesedihan.

Bab terkait

  • ALKEMIS TERAKHIR    6. Percobaan Pertama

    Kakek Suma menatap jauh ke depan, seolah mengingat masa-masa lampau. “Kerajaan takut pada kekuatan yang tidak bisa mereka kendalikan. Alkemis memiliki pengetahuan dan kemampuan yang bisa menandingi kekuatan para pangeran dan pejabat kerajaan. Jika alkemis terus berkembang, mereka takut kekuatan mereka akan runtuh. Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk memusnahkan semua alkemis, agar tak ada yang bisa menandingi kekuasaan mereka.” Zidan menggigit bibirnya, merasakan kemarahan dan ketidakadilan yang mendalam. "Jadi, itulah mengapa mereka menyerang Desa Teratai," gumamnya. “Ya, Nak,” jawab Kakek Suma. “Desa Teratai terkenal karena para alkemisnya. Itulah sebabnya kerajaan memilih untuk menghancurkannya,” Mendengar itu, Zidan merasa bebannya semakin berat. Ia sadar bahwa hidupnya kini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang masa depan alkemis yang tersisa. "Apa yang harus kulakukan, Kek?" tanyanya dengan suara lemah. “Kau harus terus belajar, Zidan. Kakek akan mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    7. Pengawal Kerajaan

    "Bagaimana, Nak? Kau baik-baik saja?" tanya Kakek Suma dengan lembut, nada suaranya kali ini lebih tenang dibanding biasanya.Zidan, dengan penuh kebanggaan, mengangkat pil kecil yang baru saja dia buat. "Kek, lihat! Aku berhasil!" serunya penuh antusias.Kakek Suma mendekat, menatap pil di tangan Zidan dengan mata berbinar. Senyumnya semakin lebar saat ia berkata, “Luar biasa, Zidan. Kau benar-benar berhasil.”Zidan masih tidak percaya dengan hasilnya. "Ini pertama kalinya aku melakukannya sendiri, dan berhasil!" ucapnya takjub.Kakek Suma mengangguk perlahan, meski di dalam hatinya masih ada sedikit kekhawatiran. “Ternyata kekhawatiranku tidak perlu, kau berhasil, Nak,” ucapnya sambil mengusap kepala Zidan dengan penuh kasih sayang.Zidan tersenyum, namun tatapannya tetap fokus pada pil itu. “Aku akan segera meminumnya, Kek,” katanya dengan penuh keyakinan.Namun, Kakek Suma segera mengingatkan. "Kau tahu, kan? Pil ini pasti ada efek sampingnya," ujarnya serius, memperingatkan cucun

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • ALKEMIS TERAKHIR    8. Dipenjara Tanpa Sebab

    Brakk!Keduanya dilempar ke dalam penjara yang gelap dan lembap tanpa diadili. Dinding-dinding batu tua yang dingin meresap ke tulang, dan suasana di tempat itu begitu mencekam. Zidan benar-benar merasa bersalah, dadanya sesak oleh rasa penyesalan. Tindakannya membawa mereka ke situasi yang tidak terduga. “Maafkan aku, Kek,” ucap Zidan dengan nada pasrah. Matanya menunduk, mencoba menahan air mata yang mendesak keluar. Penyesalan itu menghantui setiap sudut pikirannya.Kakek Suma, yang duduk di sebelahnya, tersenyum lemah. Wajahnya yang sudah penuh keriput menyimpan ketenangan yang sulit dijelaskan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tidak mungkin mereka dilempar ke penjara begitu saja tanpa ada pengadilan. "Ini bukan salahmu," jawab Kakek Suma dengan suara rendah tapi tegas. Matanya yang tajam berkeliling, meneliti setiap sudut penjara, mencari petunjuk.Zidan menelan ludah dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Sebuah botol kecil berisi pil. "Aku hanya ingin menunjukkan in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • ALKEMIS TERAKHIR    9. Hukuman Mati

    Tanpa ampun, Kakek Suma dan Zidan diseret ke tiang gantungan, di hadapan kaisar dan para petinggi kerajaan. Ratusan pasang mata menyaksikan mereka dengan tegang. Ini adalah pemandangan yang suram, namun menjadi peringatan bagi semua orang bahwa menyembunyikan seorang alkemis adalah pengkhianatan terbesar terhadap kerajaan. Hukuman mati menjadi ganjarannya, tak peduli apa alasan di baliknya. Kaisar, dengan jubah mewah dan mahkota emas yang berkilauan, duduk di singgasananya, matanya memancarkan kebencian yang dalam.Kakek Suma berdiri di sana dengan tubuh renta, namun matanya penuh perlawanan. Di sebelahnya, Zidan terkapar lemah, tak berdaya. Tubuhnya ringkih, napasnya terdengar berat. Rasa sakit mendera tubuhnya, tetapi bukan hanya rasa sakit fisik yang menggerogotinya, melainkan ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, di tengah kesunyian yang mencekam, Kakek Suma merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Perasaannya berkata bahwa ada kejanggalan. Ini bukan saat yang te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • ALKEMIS TERAKHIR    10. Teman Lama

    Semua orang menoleh, termasuk Kaisar. Pria itu melangkah maju, menatap Kaisar dengan hormat tetapi penuh keyakinan. “Aku seorang tabib dari desa sebelah. Aku telah mendengar banyak tentang alkemis, tetapi anak ini... dia tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai alkemis.”Kaisar menyipitkan matanya, tidak senang dengan interupsi tersebut. “Siapa kau, berani-beraninya kau menantang perintahku?”“Aku hanya seorang tabib sederhana, Yang Mulia,” jawab pria itu dengan tenang. “Namun, aku telah merawat banyak orang yang menderita luka bakar. Luka seperti yang dilaporkan pada anak ini biasanya meninggalkan bekas yang tidak bisa sembuh dalam semalam, bahkan dengan bantuan obat yang paling kuat sekalipun.”Kerumunan mulai berbisik-bisik lagi. Kaisar terlihat semakin marah, tetapi pria tua itu melanjutkan, “Jika anak ini tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai alkemis, bahkan aku melihat kondisinya juga sangat lemah, mungkin hidupnya sudah tidak lama lagi,”Kakek Suma melirik tabib tua itu dengan sin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • ALKEMIS TERAKHIR    11. Bahan Beracun

    Kakek Suma menoleh ke arah Asmar dengan tatapan tajam, namun ada kilatan rasa sakit di matanya. “Dia hanya anak kecil, Asmar. Seorang anak tak bersalah yang terjebak dalam kekacauan ini.” Suma berhenti sejenak, memperhatikan wajah pucat Zidan yang bersandar lemah di bahunya. “Desanya hancur terbakar, aku bahkan menyaksikan neraka itu,”Asmar hanya menghela napas panjang, masih dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. “Dulu, aku pikir kau adalah pria yang tak peduli pada siapa pun yang memiliki keterkaitan dengan alkimia. Kau tahu betul bagaimana aku bertarung demi kesetiaanku padamu saat itu, tapi aku juga tahu kebencianmu terhadap segala sesuatu yang berbau alkemis. Sekarang, kau malah mempertaruhkan nyawamu untuk menyelamatkan bocah ini. Bukankah itu bertolak belakang dengan semua prinsipmu?”Suma terdiam, pikirannya melayang jauh ke masa lalu, ke dalam kenangan yang telah lama ia kubur dalam-dalam. “Ada banyak hal yang berubah sejak saat itu, Asmar. Tidak semua alkemis adalah ancam

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    12. Usaha Menghilangkan Racun

    Malam semakin larut, namun Asmar terus berupaya mengontrol kondisi Zidan dengan cara-cara yang ia tahu. Segala usaha ia lakukan untuk bisa menyembuhkan Zidan. Semua cara sudah dicoba. Asmar tak ingin kehilangan seorang Alkemis, terlebih lagi di tengah pembantaian habis-habisan terhadap Alkemis.“Apa yang kau lakukan ini, Asmar?” tanya Kakek Suma setelah lama terdiam, suaranya penuh penyesalan.“Aku mencoba memulihkan energinya, tapi jika tubuhnya tak cukup kuat, aku tak bisa menjamin hidupnya,” jawab Asmar dengan nada datar.Kakek Suma menundukkan kepalanya, seolah terbebani oleh dosa-dosa lama yang terus menghantui. “Jika dia selamat, Asmar, aku berjanji akan menjaga dia, bahkan jika itu berarti aku harus mengorbankan diriku sendiri.”“Janji itu harus ditepati, Suma. Aku tak akan membiarkanmu melarikan diri kali ini.” Asmar melanjutkan dengan nada tajam, suaranya penuh ketegasan.Setelah beberapa saat, Asmar berbicara lagi, “Dulu, aku pikir kita bisa bekerja sama untuk masa depan yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • ALKEMIS TERAKHIR    13. Tetap Tinggal atau Pergi

    Pengawal itu tidak menjawab, dia langsung masuk dan mulai menggeledah setiap sudut gubuk kecil itu. Satu pengawal tetap berjaga di depan pintu, matanya tajam memantau siapa saja yang berada di dalam. "Ada perintah dari Kaisar untuk menggeledah tempat ini. Tabib yang membantu kalian dianggap mencurigakan," ucapnya dengan nada dingin tanpa menatap Kakek Suma.Kakek Suma hanya bisa berdiri, menyaksikan para pengawal mengobrak-abrik tempat tinggalnya yang sederhana itu. Hatinya bercampur antara kesal dan cemas. Ia sadar, meski ia hanya seorang rakyat kecil, perhatian Kaisar yang curiga pada siapa pun yang berhubungan dengan alkemis membuatnya berada dalam bahaya. Asmar memiliki kepekaan luar biasa. Begitu mendengar berita bahwa pengawal datang, dia segera membereskan semua bahan-bahan yang berkaitan dengan alkemis yang ada di ruang belakang. Asmar tahu betul, Kaisar tidak butuh alasan jelas untuk menuduh dan menghukum orang. Sehelai daun kering yang terlihat mencurigakan pun bisa dijadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01

Bab terbaru

  • ALKEMIS TERAKHIR    65. Kedekatan

    Pada malam yang sunyi, Zidan terbangun di tengah tidur nyenyaknya. Suara angin yang berhembus pelan dari jendela yang terbuka sedikit memberikan ketenangan, tapi sesuatu yang lebih mengganggu pikirannya. Ia merasa seolah ada yang mengawasi, atau lebih tepatnya, ada sesuatu yang mengintai dalam kegelapan.Zidan bangkit perlahan, mencoba untuk tidak membangunkan teman-temannya yang sedang tidur di ranjang masing-masing. Ketika ia melangkah menuju jendela, ia melihat Elric berdiri di luar, tampak seperti menunggu sesuatu. Zidan merasa ada ketegangan yang tak biasa di antara mereka.Dengan hati-hati, Zidan mendekati Elric yang tampak tidak memperhatikan kedatangannya. "Elric," panggil Zidan pelan.Elric menoleh, terkejut sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Oh, Zidan. Kau terjaga juga?""Kenapa kau di sini?" tanya Zidan, mencoba tidak terdengar terlalu curiga."Aku tidak bisa tidur," jawab Elric dengan nada yang tidak biasa, agak datar. "Ada banyak hal yang aku pikirkan. Tentang kit

  • ALKEMIS TERAKHIR    64.

    Elric berdiri di tepi jendela kamar mereka malam itu, pandangannya menerawang jauh ke luar. Cahaya bulan yang redup memantulkan bayangan murung di wajahnya. Kekejaman yang baru saja disaksikannya di aula utama membuat pikirannya terus bergolak. Ia menggenggam bingkai jendela dengan erat, mencoba menenangkan diri, namun rasa tidak nyaman semakin mencekiknya.“Apa yang mereka lakukan tadi… itu bukan keadilan,” gumam Elric dengan nada rendah, namun cukup keras untuk didengar oleh yang lain.Kyro, yang sedang duduk di tempat tidur, menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu? Bukankah mereka bilang itu untuk menjaga keamanan kekaisaran?"Elric berbalik, matanya tajam menatap Kyro. "Keamanan? Itu lebih mirip teror. Membunuh tanpa belas kasihan di depan semua orang. Bagaimana itu bisa disebut sebagai keadilan?"Daren, yang sedang berbaring, mencoba menyela. "Tapi mereka adalah pengkhianat. Mereka melanggar aturan dan mencoba melawan kekaisaran. Kau tahu apa akibatnya jika ada yang mencoba melawan Arz

  • ALKEMIS TERAKHIR    62. Kekejaman Arzan

    Malam tiba, dan suasana di asrama terasa lebih hening dari biasanya. Zidan duduk di ranjangnya, berpikir keras tentang langkah selanjutnya. Latihan hari ini jelas membuatnya menonjol, sesuatu yang justru ingin ia hindari. Namun, di sisi lain, kerja sama dengan timnya berjalan lebih baik dari perkiraannya. “Zidan,” suara Elric memecah kesunyian. Ia berdiri di dekat jendela, memandangi bulan yang menggantung di langit. “Aku harus mengakui, rencanamu tadi luar biasa. Tapi... aku masih merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan.”Daren, yang sedang berbaring dengan tangan di belakang kepala, tertawa kecil. “Elric, kau ini terlalu curiga. Zidan itu hanya pintar. Apa salahnya?”“Tapi kepintaran itu tidak sesuai dengan cerita yang ia sampaikan,” balas Elric sambil menatap tajam ke arah Zidan.Kyro, yang sedang asyik menggambar sesuatu di buku catatannya, ikut angkat bicara. “Elric, mungkin kau benar. Tapi, apa pentingnya? Zidan telah membantu kita, itu yang terpenting.”Zidan menarik napas pan

  • ALKEMIS TERAKHIR    62. Terus Diawasi

    Keesokan harinya, Zidan merasa suasana semakin tegang. Elric tampak semakin intens mengawasi setiap langkahnya, dan Zidan tahu bahwa waktunya untuk tetap tersembunyi semakin sedikit. Ia harus memikirkan strategi untuk tetap menjaga identitasnya, sementara Elric semakin mendekati kebenaran.Saat latihan dimulai, Zidan kembali disertakan dalam tim yang sama dengan Daren, Kyro, dan Elric. Kali ini, mereka dihadapkan dengan simulasi pertahanan yang lebih kompleks, di mana mereka harus melawan tim yang dipimpin oleh instruktur yang lebih berpengalaman.“Zidan, kau akan bertarung melawan instruktur utama dalam simulasi ini,” kata instruktur dengan nada tegas. “Jaga stamina dan gunakan segala kemampuan yang ada.”Zidan menelan ludah, meskipun ia berusaha tetap tenang. Lawan kali ini jauh lebih kuat daripada yang sebelumnya. Instruktur yang akan ia lawan sudah terkenal akan kelihaiannya dalam bertarung, dan meskipun Zidan bisa mengandalkan pilnya untuk menutupi kekuatannya, ia tahu itu tidak

  • ALKEMIS TERAKHIR    61. Kecurigaan Yang Semakin Menjadi

    Zidan berdiri tegak di arena, menatap Elric yang masih terbaring di tanah dengan wajah yang penuh rasa ingin tahu. Meskipun ia telah memenangkan pertandingan itu, perasaan cemas mulai menyelinap ke dalam dirinya. Elric tidak bodoh, dan tatapan tajamnya sudah cukup untuk mengingatkan Zidan bahwa ia mungkin sudah mulai mencurigai sesuatu.“Apakah itu cukup untukmu?” Zidan bertanya dengan nada tenang, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Elric, yang sudah bangkit dan menepuk debu dari pakaiannya, tersenyum samar. “Hanya untuk sekarang, Zidan. Tapi aku rasa kita akan bertemu lagi. Aku penasaran denganmu.”Sesuatu dalam diri Zidan merasakan ketegangan yang lebih dalam, seolah Elric sudah tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Meskipun Zidan berusaha tetap tenang, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus menyembunyikan kekuatannya begitu saja. Setiap pertempuran, setiap tes yang ia jalani, semakin memperbesar risiko terungkapnya identitas dan kemampuannya sebagai seorang alkemis.Merek

  • ALKEMIS TERAKHIR    60. Rasa Penasaran

    Keesokan paginya, suasana akademi terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para murid bergegas menuju aula utama, tempat semua pengumuman penting disampaikan. Zidan dan teman-temannya ikut berbaur di antara kerumunan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.“Elric, kau tahu ada apa?” tanya Kyro, sedikit terengah setelah berlari.Elric menggeleng. “Tidak ada yang memberi tahu apa-apa. Tapi biasanya, jika ada pengumuman mendadak seperti ini, pasti sesuatu yang besar.”Ketika mereka sampai di aula, seorang pria tua berwibawa, mengenakan jubah ungu keemasan khas pengawas akademi, berdiri di atas panggung. Suasana hening ketika ia mulai berbicara.“Para murid,” suara pria itu menggema, “hari ini kami mengumumkan ujian kompetensi mendadak yang akan diadakan dalam waktu dua hari. Semua murid, tanpa kecuali, diharapkan untuk berpartisipasi.”Bisik-bisik memenuhi aula. Banyak yang terkejut, termasuk Zidan.“Ujian mendadak?” Daren terlihat panik. “Aku bahkan belum mempersiapkan apa-apa!”“Tena

  • ALKEMIS TERAKHIR    59. Semakin Curiga

    Latihan pagi itu semakin menantang. Instruktur yang memimpin latihan adalah seorang pendekar senior bernama Varyn, yang terkenal dengan metode pelatihannya yang keras dan tanpa ampun. Varyn mengamati setiap gerakan mereka dengan tajam, seolah mencari celah terkecil dalam kekompakan tim.“Kalian harus lebih dari sekadar kelompok. Dalam medan perang, kalian adalah satu tubuh. Jika satu dari kalian gagal, maka semuanya gagal,” kata Varyn sambil melangkah di sekitar mereka. Suaranya yang dalam dan penuh wibawa membuat suasana semakin tegang.Zidan, Daren, Kyro, dan Elric berdiri dalam formasi. Mereka telah diberi misi sederhana untuk bertahan selama lima menit dari serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh para pengawal. Namun, rintangan yang mereka hadapi jauh dari sederhana.Serangan pertama datang tiba-tiba. Tiga pengawal melompat ke arah mereka, menyerang dengan tongkat kayu yang cukup berat. Zidan langsung bergerak ke samping, menghindari pukulan yang hampir mengenai kepalanya. Kyr

  • ALKEMIS TERAKHIR    58. Menghadapi Ujian

    Setelah menyerahkan kristal di pos akhir, tim Zidan dinyatakan sebagai pemenang dari ujian pertama. Para instruktur mengumumkan hasilnya dengan suara lantang, dan murid-murid lain memandang mereka dengan berbagai ekspresi—kagum, iri, bahkan tidak senang.Daren berjalan dengan penuh kebanggaan, sesekali menepuk pundak Zidan. “Aku bilang juga apa? Kita ini tim yang hebat! Hah, lihat wajah mereka yang kalah!” katanya sambil tertawa lebar.Kyro hanya tersenyum tipis. “Kita beruntung bisa menyusun strategi dengan baik,” tambahnya sambil melihat ke arah Elric yang tampak lebih diam dari biasanya. “Bagaimana menurutmu, Elric? Kau juga banyak berkontribusi tadi.”Elric menoleh, pandangannya tetap tertuju pada Zidan seolah berusaha membaca sesuatu dari wajahnya. “Ya, tentu saja. Tapi satu hal menarik, gerakan Zidan tadi cukup… mengesankan. Seperti bukan gerakan seorang murid biasa, bukan?”Zidan merasakan jantungnya berdegup lebih kencang, tapi ia menutupinya dengan senyum ringan. “Aku hanya b

  • ALKEMIS TERAKHIR    57. Semakin Sulit Bertahan

    Keesokan harinya, suasana di akademi terasa lebih tegang. Para pengajar dan penjaga tampak lebih waspada dari biasanya. Zidan berusaha tetap tenang di tengah rutinitas yang tampak seperti biasa, tetapi pikirannya terus memutar ulang apa yang ia lihat dan temukan malam sebelumnya. Ia tahu informasi yang ia bawa bisa menjadi senjata penting untuk melawan Arzan, namun ia juga sadar bahwa setiap langkahnya ke depan penuh risiko.Di lapangan latihan, Daren, Kyro, dan Elric sudah bersiap. Mereka berkumpul di salah satu sudut yang agak sepi untuk berbincang sebelum sesi latihan dimulai.“Kau terlihat lelah, Zidan. Apa kau tidur nyenyak tadi malam?” tanya Daren sambil menepuk pundaknya.“Tidak ada yang spesial. Mungkin aku hanya terlalu memikirkan kompetisi kita,” jawab Zidan sambil tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.Kyro melirik Zidan dengan tatapan penasaran. “Kau ini tampaknya selalu serius. Jangan terlalu tegang, kita ada di sini untuk belajar dan berkembang.”Elric,

DMCA.com Protection Status