Home / Romansa / A DEAL / 01. Kembali ke Indonesia

Share

A DEAL
A DEAL
Author: sywlliaa

01. Kembali ke Indonesia

Author: sywlliaa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Akhirnya sampai juga," ucap seorang gadis sambil memancarkan senyumnya begitu ia tiba di bandara. Senyuman itu seperti jarang diperlihatkan sejak ia tinggal di Jerman selama dua tahun lamanya. Dan kini, senyuman itu terlukis kembali di wajah cantiknya. Kerinduannya terhadap Indonesia sangatlah besar, meski Indonesia bukanlah tanah kelahirannya.

"Jadi nggak sabar deh, lihat ekspresi Alisa dan Chania saat tau kalo Lyana udah pulang dari Jerman," ucapnya lagi kepada ayah dan ibunya.

"Kak Ardhan gimana, Kak?" goda sang adik.

Kali ini, gadis yang tersenyum merkah tadi hanya bisa menahan senyumnya, ia menjadi salah tingkah. Tak heran jika ayah dan ibunya ikut terkekeh pelan.

"Apa sih, Dek." 

"Sudah-sudah. Lebih baik kalian berdua pulang. Papa sudah pesankan kalian taksi online, dan sebentar lagi mungkin taksinya akan tiba. Maaf Papa dan Mama tidak bisa ikut pulang bersama kalian, karena kami harus ke butik dulu, dan kemungkinan kami akan pulang agak malam. Kalian tidak apa-apa kan?" tanya laki-laki yang diperkirakan berkepala empat tersebut kepada kedua putrinya.

"Nggak apa-apa kok, Pa. Tapi jangan lupa bawain makanan buat Lyana sama Adek, ya?" 

"Kalian tenang saja. Oh ya, setelah ini kalian langsung persiapkan perlengkapan sekolah kalian karena besok kalian sudah harus sekolah di sekolah baru kalian. Papa sudah mendaftarkan kalian di sekolah yang berbeda sesuai keinginan kalian," lanjut sang ayah.

"Siap Pa. Makasih ya Pa, Ma, karena Papa sama Mama udah kabulin permintaan aku." 

"Sama-sama Sayang. Apapun yang kalian minta, selama kami bisa memberikannya dan selama itu tidak membawa pengaruh buruk bagi kalian, kami akan berikan. Oh ya, jangan lupa nanti makan malam, ya? Jangan tunggu kami, karena takutnya kami pulang larut." Kini giliran sang ibu yang membuka suara.

"Siap, Ma," balas kedua kedua gadis remaja tersebut sembari menempelkan telapak tangan kanannya di pelipisnya sambil tersenyum.

"Lyana, Dyana, taksinya sudah tiba. Lebih baik kalian pulang sekarang. Jangan lupa pesan Papa dan Mama tadi, ya?" ucap sang ayah setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jasnya.

"Oke, Pa."

"Kalian hati-hati, ya," pesan sang ibu sembari mengecup pipi kanan kedua putrinya.

"Kalau gitu kami pulang dulu? Bye-bye Ma, Pa," pamit kedua gadis remaja tersebut sembari menarik koper mereka masing-masing menuju pintu utama mencari taksi online pesanan ayahnya. 

****

Danica Lyana Ararinda. Panggil saja Lyana. Lyana adalah gadis yang tersenyum saat ia tiba di Indonesia. Lyana memiliki wajah cantik. Rambutny panjang berwarna hitam yang selalu ia kepang. Ia juga memiliki senyum yang sangat manis dan mampu membuat siapa saja yang melihat senyuman tersebut terpesona dalam hitungan detik. Lyana adalah anak yang ramah, sopan, baik, murah senyum dan mudah bergaul dengan siapa saja. Tidak heran jika di sekolah lamanya—di Jerman, ia disukai banyak laki-laki sebayanya. Meski begitu, Lyana bukanlah tipe gadis yang suka mencari perhatian atau menjadi pusat perhatian karena kecantikannya. Lyana juga memiliki sifat yang lembut dan sedikit lebih pendiam.

Lyana memiliki satu adik perempuan bernama Dyana. Dyana Putri Ararinda. Mereka hanya selisih dua tahun. Dyana memiliki wajah yang sangat mirip dengan Lyana. Cukup banyak persamaan yang ada di diri Dyana dan Lyana. Hanya saja, Dyana lebih banyak bicara kepada siapapun dibandingkan Lyana. 

****

Selama di perjalanan, Dyana tidak berhenti untuk menyunggingkan senyumnya. Ia tengah membayangkan bagaimana suasana sekolah barunya nanti, juga teman-teman barunya. Dyana sangat-sangat tidak sabar untuk menyambut hari esok—hari di mana Dyana akan mulai beradaptasi dengan sekolah barunya.

Sama halnya dengan Lyana yang tengah menyunggingkan senyumnya. Hanya saja, penyebab Lyana tersenyum berbeda dengan Dyana. Lyana tengah memikirkan bagaimana ekspresi Alisa, Chania, dan Ardhan jika mereka tau bahwa ia telah kembali ke Indonesia. Alisa dan Chania adalah sahabat Lyana sejak mereka masih duduk di bangku SD. Begitupun dengan Ardhan. Ia adalah sahabat Lyana juga. Bedanya, Lyana lebih dulu mengenal Ardhan daripada mengenal Alisa dan Chania.

Ardhan dan Lyana diibaratkan seperti amplop dan perangko, selalu menempel. Bahkan banyak yang mengira mereka kakak-beradik. Lyana sangat-sangat tidak sabar untuk bertemu mereka bertiga.

****

Taksi online yang ditumpangi Lyana dan Dyana telah tiba di depan rumah Lyana. Kemudian mereka turun dan dibantu oleh pak supir untuk mengeluarkan barang-barang milik Lyana dan adiknya. Setelah itu, Lyana dan Dyana masuk ke dalam—lebih tepatnya ke kamar mereka masing-masing.

Tiba di ruang tamu, Lyana dan Dyana langsung disambut oleh pengharum ruangan yang masih sama seperti biasanya, juga pajangan-pajangan yang masih tertata rapih di tempatnya seperti dulu. 

Lyana dan Dyana sangat terkejut saat mendengar suara seseorang meneriaki namanya secara tiba-tiba. Dan ternyata orang tersebut adalah Bi Ranti—asisten rumah tangga di rumah Lyana dan Dyana.

"Non Lyanaaaa, Non Dyanaaaa, selamat datang kembali ke rumah," sambut Bi Ranti sambil merentangkan kedua tangannya bersiap untuk memeluk kedua putri majikannya tersebut. Meski status mereka adalah anak majikan dan pembantu, tapi mereka sudah sangat dekat dan mereka sudah seperti teman. Bu Ryana dan Pak Andra pun tidak mempermasalahkannya.

"Makasih Bi. Bibi apa kabar?" tanya Lyana membalas pelukan Bi Ranti. 

"Kabar Bibi sangat baik, Non. Non Lyana dan Non Dyana bagaimana? Sehat? Bagaimana sekolahnya di Jerman?" tanya balik Bi Ranti sembari melepas pelukan kedua putri majikannya tersebut. 

"Kami sehat kok, Bi. Sekolah kami di Jerman? Cukup mengasyikan, tapi nggak seasyik di sini," jawab Lyana yang diakhiri kekehan.

"Bibi kangen nggak, sama aku?" tanya Dyana tiba-tiba.

"Kangen dong, Non."

"Pake banget nggak, Bi?" 

"Pake dong Non. Bibi kangen banget-banget-banget sama Non Dyana." 

"Sama kalo gitu. Aku juga kangen pake banget-banget-banget-banget-banget sama Bibi," sahut Dyana sambil kembali memeluk Bi Ranti singkat.

"Satu dua tiga em―"

"Bibu ngitung apa?" tanya Dyana sambil mengerutkan kedua alisnya.

"Bibi lagi menghitungi kata 'banget' yang tadi Non Dyana sebutkan." Tawa Dyana langsung pecah, sedang Lyana hanya terkekeh.

"Astaga Bibi, kurang kerjaan banget deh." Bi Ranti menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Non Lyana dan Non Dyana sudah makan? Mau Bibi buatkan apa? Atau Non Lyana dan Non Dyana mau minum? Biar Bibi buatkan," tanya Bi Ranti menawarkan, juga mengalihkan topik. Lyana dan Dyana menggeleng bersama. 

"Lyana belum mau Bi, masih kenyang. Nanti kalau Lyana lapar atau haus Lyana bisa ambil sendiri," tolak Lyana.

"Aku juga nggak deh, Bi. Capek, mau istirahat."

"Ya sudah kalau begitu. Biar Bibu bawakan kopernya ya, Non?" ucap Bi Ranti bersiap untuk mengambil kopernya. Namun Lyana dan Dyana mencegahnya dengan cepat.

"Nggak usah Bi, gapapa, biar kami sendiri aja yang bawa. Kalau gitu kami ke kamar dulu ya, Bi?"

"Baiklah kalau begitu Non, selamat beristirahat," ucap Bi Ranti yang diacungi jempol oleh Lyana dan Dyana. 

Lyana dan Dyana menaiki anak tangga menuju kamar mereka masing-masing. Di atas terdapat tiga kamar dan satu kamar mandi yang cukup luas. Kamar di dekat tangga adalah kamar Lyana, kamar sebelahnya adalah kamar Dyana, kemudian sebelahnya lagi adalah kamar kosong, biasanya kamar tersebut digunakan untuk kamar tamu. Di sebelah kamar tamu terdapat kamar mandi yang cukup luas.

"Kakak masuk dulu ya, Dek?" ucap Lyana saat tiba di depan kamarnya. Dyana mengangguk.

"Iya Kak, selamat istirahat Kak, jangan lupa mimpiin aku," ucap Dyana jahil sambil mengedipkan sebelah matanya. Lyana hanya tersenyum sembari mengangguk.

Lyana menatap adiknya yang berjalan menuju kamarnya sambil menarik kopernya, memastikan agar adiknya benar-benar masuk kamar. Setelah Dyana masuk dan menutup kembali pintu kamarnya, giliran Lyana yang masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat. Ia memegang handle pintu dan membukanya.

"SURPRISE!"

"WELCOME BACK LYANA!" Lyana sangat terkejut saat melihat kedua sahabat yang sangat ia rindukan tengah berada di kamarnya dan hampir membuat jantungnya loncat dari tempatnya.

Lyana yang masih memegang kopernya dan masih berada di ambang pintu pun segera menghampiri kedua sahabatnya dan memeluknya.

"Alisa, Chania, gue kangen banget sama kalian," ucap Lyana sembari memeluk Alisa dan Chania erat.

"Apalagi kami, Ly," sahut Chania membalas pelukan Lyana.

"By the way, kalian kok bisa ada di sini?" tanya Lyana melepas pelukannya dan beralih menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Karena kami tau kalau hari ini lo balik, dan karena kami mau buat surprise," jawab Chania sambil tersenyum.

"Kok kalian tau kalau gue hari ini pulang?" 

"Om Andra yang ngasih tau," jawab Alisa.

Lyana membelalakkan kedua matanya tak percaya.

"Papa? Kok Papa nggak ngomong ke gue?" gumam Lyana yang dapat didengar oleh Alisa dan Chania. Kemudian Chania merangkul Lyana.

"Karena kami kerja sama."

"Oh iya Ly, lo apa kabar?" tanya Alisa membuka suara. Lyana menoleh kemudian tersenyum.

"Baik banget. Kalian gimana?" 

"Seperti yang lo lihat sekarang. Ditambah lagi lo pulang, kabar kami semakin baik deh." Lyana dan Alisa terkekeh.

"Oh ya, gimana sekolah lo di Jerman? Seru?" tanya Alisa.

"Seru sih, tapi nggak seseru di sini. Waktu awal MOS SMA tuh, rasanya beda banget. Nggak ada kalian, nggak ada―"

"Ardhan," potong Alisa dan Chania cepat yang membuat Lyana tersenyum salah tingkah.

"Oh iya, by the way Ardhan nggak sama kalian?" tanya Lyana menanyakan keberadaan Ardhan.

"Ardhan nggak tau tentang kepulangan lo ke Indonesia, jadi kami mau buat surprise," jawab Alisa yang diangguki oleh Lyana.

"Oh ya Ly, tau nggak? Selama lo nggak ada kabar, Ardhan panik, lho. Dia udah coba hubungi lo tapi nggak bisa. Ardhan juga udah coba hubungi orangtua lo, Dyana, bahkan Bi Ranti. Tapi nihil. Ardhan nggak nyerah gitu aja. Dia coba lagi hubungi Om Andra, dan akhirnya bisa. Om Andra bilang kalau lo lagi sibuk ujian katanya, jadi nggak bisa dihubungi," ucap Chania dengan wajah serius.

"Memang benar sih, selama beberapa bulan gue sibuk mempersiapkan ujian gue untuk beberapa minggu yang lalu. Dan akhirnya ujian gue berjalan lancar."

"Syukur deh kalo gitu. Kami senang dengarnya."

****

Alisa dan Chania sudah pulang sejak sepuluh menit yang lalu. Lyana mengantar mereka sampai gerbang rumahnya dan menunggu hingga taksi online yang Lyana pesan untuk Alisa dan Chania tiba. Setelah itu Lyana kembali masuk ke dalam kamarnya.

Tiba di ambang pintu kamar, Lyana menatap sekeliling kamarnya sembari menghela napas berat. Lyana melihat di mana bantal yang seharusnya berada di tempat tidurnya, kini berpindah ke atas sofa. Selimut yang sebelumnya terlipat rapih di atas kasur, kini berubah menjadi acak-acakkan. Boneka yang seharusnya berada di lemarinya, kini berpindah tempat ke lantai. Bungkus cemilan yang tadi Lyana, Alisa, dan Chania makan kini berserakan di atas karpet. Begitupun dengan tissue yang seharusnya ada di meja riasnya, kini berhamburan di mana-mana akibat perang tissue yang dilakukan Lyana, Alisa, dan Chania beberapa jam yang lalu. Lyana masuk ke dalam kamarnya kemudian menutup pintunya. Lyana mulai merapihkan kamarnya dengan senyum yang kembali terpancar di wajahnya. Sejujurnya ia senang jika kamarnya berantakan seperti ini. Karena selama di Jerman, kamarnya selalu rapih. Bukannya Lyana tidak suka kebersihan dan kerapihan, hanya saja ia merindukan suasana kamarnya yang seperti kapal pecah, dan itu akibat kedua sahabat yang ia rindukan juga. 

Bagi anak seperti Lyana dan Dyana tidaklah mudah. Sebenarnya mereka lelah karena harus berkali-kali pindah, mengikuti pekerjaan ayahnya yang selalu dipindah-tugaskan di luar kota maupun luar negeri. Berkali-kali juga mereka harus pindah sekolah dan harus beradaptasi dengan lingkungan baru mereka, baik tempat tinggal maupun sekolah. Tapi mereka berdua adalah anak yang mudah mengerti kondisi keluarganya dan tipe anak yang mudah bergaul. Mereka pun tampak menikmatinya.

Mengikuti ayahnya yang selalu dipindah-tugaskan ke luar kota maupun negeri dalam jangka waktu lama tidak selalu melelahkan. Ada kalanya mereka menikmati hikmahnya. Contohnya adalah teman mereka bertambah banyak dan bermacam-macam suku, provinsi, bahkan negara. Tidak hanya itu, Lyana dan Dyana menjadi fasih dalam beberapa bahasa, bahkan hingga bahasa asing, dan masih banyak lagi hikmah yang dapat mereka berdua petik dari sana.

Related chapters

  • A DEAL    02. Anak Baru

    Saat ini Lyana sedang mengikat tali sepatunya. Setelah kedua tali sepatunya sudah terikat dengan kencang, Lyana memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya. Setelah itu, ia mengambil tasnya yang ia letakkan di atas kasur. Saat Lyana sedang menggendong tasnya, pintu kamarnya yang setengah terbuka diketuk oleh ibunya. Lyana menoleh ke arah pintu. "Sayang, kamu sudah siap?" tanya Bu Ryana yang memunculkan kepalanya dari balik pintu kamar Lyana. "Udah kok, Ma," jawab Lyana sembari berjalan menghampiri sang ibu. "Kalau begitu kita sarapan, yuk? Papa dan Dyana sudah menunggu di bawah," ajak Bu Ryana sembari tersenyum. "Ayo Ma." Lyana menutup pintu kamarnya. Kemudian, Bu Ryana dan Lyana menuruni anak tangga beriringan. "Pagi Pa, pagi Dek," sapa Lyana begitu tiba di ruang makan. "Pagi Sayang," balas Pak Andra. "Pagi Kak," balas

  • A DEAL    03. Pacar Baru

    Bel masuk sudah berbunyi, bertanda bahwa waktu istirahat telah selesai. Seharusnya seluruh murid SMA Jayakarta masuk ke kelas untuk memulai pelajaran berikutnya. Namun sesuai dengan perubahan, jam pelajaran setelah istirahat akan dipakai untuk rapat oleh semua guru SMA Jayakarta. Jadi, seluruh kelas baik kelas sepuluh hingga kelas dua belas freeclass.Di saat semua murid sudah kembali ke kelasnya karena sudah mengisi perutnya di kantin, kini giliran Lyana, Alisa, Chania, dan Christy yang berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka.Lyana, Alisa, Chania, dan Christy berjalan di koridor kelas sebelas. Tak sedikit dari murid kelas sebelas menatap Lyana dengan berbagai tatapan. Ada yang terpesona dengannya, ada pula yang iri dengannya."Mereka kenapa sih, ngelihat gue kayak gitu banget?" tanya Lyana yang mulai risih yang ditatap seperti itu."Biasalah, mereka baru ketemu bidadari da

  • A DEAL    04. COCOK

    Sesampainya Lyana di sekolah, tidak sedikit murid seangkatannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Merasa risih akan tatapan tersebut, Lyana mempercepat langkahnya menuju kelas.Hari ini Lyana berangkat sendiri, karena Ardhan harus mengantar Alia sekolah. Lyana memakluminya, karena Alia adalah kekasih Ardhan dan Lyana tidak mau merusak hubungan keduanya.Tibanya Lyana di kelas langsung disambut baik oleh ketiga sahabatnya. Seperti biasa, jika sudah mengerjakan tugas, Chania dan Christy akan bergabung di meja Lyana untuk mengobrol santai sembari menunggu bel masuk berbunyi."Ly, lo nggak risih memangnya ditatap kayak gitu?" tanya Christy memulai pembicaraan."Risih, tapi mau gimana lagi. Nggak mungkin kan, gue colok mata mereka satu per satu supaya mereka berhentu natap gue?" jawab Lyana yang diakhiri kekehan kecil."Maklum aja, guys. Mereka tuh baru lihat bidada

  • A DEAL    05. Rumah Ardhan

    Weekend telah tiba. Seperti rencana yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu, Lyana dan yang lainnya akan menghabiskan harinya di rumah Ardhan. Setelah selesai mengepang rambut dan memakai sepatu kets, Lyana mengambil tas selempang kecilnya yang berwarna hitam yang hanya muat untuk diisikan dompet dan ponsel. Setelah sudah siap, Lyana keluar dari kamarnya.***Tiba di anak tangga terakhir, Lyana melihat adiknya sedang duduk santai sembari menonton tv dan memakan beberapa cemilan. Dyana tak sengaja melihat kakaknya yang sudah rapi. Memakai T-shirt putih dibalut dengan cardigan berwarna coral, sepatu kets berwarna putih yang sudah melekat di kakinya, memakai tas selempang berwarna hitam dan rambut yang selalu dikepang. Terkadang Dyana merasa insecure dengan kakaknya yang sangat cantik. Meskipun wajah kakaknya mirip dengannya, perlu Dyana akui bahwa kecantikan sang kakak mampu mengalahkannya."Kakak mau ke mana, pagi-pagi gini? Ra

  • A DEAL    06. Sebuah Kesepakatan

    Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.

  • A DEAL    07. Antara Kesepakatan dan Perasaan

    Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny

  • A DEAL    08. Di Luar Dugaan

    Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.

  • A DEAL    09. ALIA

    "MAMPUS, GUE KESIANGAN! KAK, BANGUN KAK. KITA KESIANGAN, KAK," teriak Dyana saat terbangun dari tidurnya. Lyana tersentak mendengar teriakan Dyana yang menggelegar. Lyana melihat jam dinding, sudah pukul enam pagi. Seharusnya saat ini Lyana dan Dyana tengah sarapan, tapi hari ini berbeda. Mereka kesiangan akibat menonton film terbaru di laptop Lyana, dan jadilah Lyana tertidur di kamar Dyana dan mereka pun baru tidur pada pukul tiga dini hari."Kakak udah bilang semalam, kalau mau nonton tuh, weekend aja. Lihat apa yang terjadi? Kita kesiangan, kan? Andai mama dan papa tau, mereka pasti marah," sahut Lyana sambil merapihkan tempat tidur."Duh Kakak, nanti aja deh ceramahnya. Aku mau mandi dulu. Lebih baik sekarang Kakak mandi juga, nanti telat," ucap Dyana sambil berlari menuju kamar mandi. Lyana hanya menggelengkan kepalanya. Setelah Dyana masuk ke kamar mandi, Lyana kembali ke kamarnya untuk mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar adi

Latest chapter

  • A DEAL    11. Pertemuan

    Saat tiba di kantin, Lyana, Alisa, Chania dan Christy disambut oleh aroma nasi goreng yang sangat harum. Membuat para cacing yang berada di perut mereka bertambah meronta-ronta meminta jatah.Seperti biasa, Lyana, Alisa, Chania dan Christy langsung duduk di bangku paling pojok dekat jendela. Tanpa membuang waktu, Chania langsung memanggil ibu pemilik kedai nasi goreng yang aroma nasi gorengnya menyebar ke setiap penjuru kantin.Chania memesan empat porsi nasi goreng, dua porsi tidak memakai timun―untuknya dan Lyana―dan dua porsi lagi tidak memakai kerupuk―untuk Alisa dan Christy.Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, empat porsi nasi goreng sudah tersaji di meja paling pojok dekat jendela. Lyana, Alisa, Chania dan Christy mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap."Gila ya nih, nasi goreng. Semakin lama tambah enak aja. Kalau nanti lulus, makanan yang paling gue rindukan di

  • A DEAL    10. Perasaan yang Sebenarnya

    Lyana berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahnya dengan semangat. Sesekali ia tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.Saat tiba di gerbang sekolah, Lyana bertemu dengan Argha dan Arsha yang sedang berjalan dengan Argha yang merangkul bahu Arsha."Pagi, Lyan," sapa Argha sambil terkekeh pelan. Lyana dan Arsha ikut terkekeh."Pagi juga Kak Ghaga," balas Lyana menirukan adiknya waktu itu. Argha membelalakkan matanya, sedangkan Arsha hanya diam, bingung."Kenapa lo jadi ngikutin Dyana, sih?" tanya Argha tak terima jika namanya diubah."Lo juga kenapa jadi ngikutin Ardhan, sih?" tanya balik Lyana yang menirukan Argha barusan."Suka-suka gue lah," sahut Argha sengit. Sedangkan Lyana dan Arsha terkekeh."Baru datang, Ly?" tanya Arsha."Iya. Kalau kalian? Kenapa lo dirangkul sama Argha?" tanya balik Lyana.

  • A DEAL    09. ALIA

    "MAMPUS, GUE KESIANGAN! KAK, BANGUN KAK. KITA KESIANGAN, KAK," teriak Dyana saat terbangun dari tidurnya. Lyana tersentak mendengar teriakan Dyana yang menggelegar. Lyana melihat jam dinding, sudah pukul enam pagi. Seharusnya saat ini Lyana dan Dyana tengah sarapan, tapi hari ini berbeda. Mereka kesiangan akibat menonton film terbaru di laptop Lyana, dan jadilah Lyana tertidur di kamar Dyana dan mereka pun baru tidur pada pukul tiga dini hari."Kakak udah bilang semalam, kalau mau nonton tuh, weekend aja. Lihat apa yang terjadi? Kita kesiangan, kan? Andai mama dan papa tau, mereka pasti marah," sahut Lyana sambil merapihkan tempat tidur."Duh Kakak, nanti aja deh ceramahnya. Aku mau mandi dulu. Lebih baik sekarang Kakak mandi juga, nanti telat," ucap Dyana sambil berlari menuju kamar mandi. Lyana hanya menggelengkan kepalanya. Setelah Dyana masuk ke kamar mandi, Lyana kembali ke kamarnya untuk mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar adi

  • A DEAL    08. Di Luar Dugaan

    Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.

  • A DEAL    07. Antara Kesepakatan dan Perasaan

    Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny

  • A DEAL    06. Sebuah Kesepakatan

    Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.

  • A DEAL    05. Rumah Ardhan

    Weekend telah tiba. Seperti rencana yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu, Lyana dan yang lainnya akan menghabiskan harinya di rumah Ardhan. Setelah selesai mengepang rambut dan memakai sepatu kets, Lyana mengambil tas selempang kecilnya yang berwarna hitam yang hanya muat untuk diisikan dompet dan ponsel. Setelah sudah siap, Lyana keluar dari kamarnya.***Tiba di anak tangga terakhir, Lyana melihat adiknya sedang duduk santai sembari menonton tv dan memakan beberapa cemilan. Dyana tak sengaja melihat kakaknya yang sudah rapi. Memakai T-shirt putih dibalut dengan cardigan berwarna coral, sepatu kets berwarna putih yang sudah melekat di kakinya, memakai tas selempang berwarna hitam dan rambut yang selalu dikepang. Terkadang Dyana merasa insecure dengan kakaknya yang sangat cantik. Meskipun wajah kakaknya mirip dengannya, perlu Dyana akui bahwa kecantikan sang kakak mampu mengalahkannya."Kakak mau ke mana, pagi-pagi gini? Ra

  • A DEAL    04. COCOK

    Sesampainya Lyana di sekolah, tidak sedikit murid seangkatannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Merasa risih akan tatapan tersebut, Lyana mempercepat langkahnya menuju kelas.Hari ini Lyana berangkat sendiri, karena Ardhan harus mengantar Alia sekolah. Lyana memakluminya, karena Alia adalah kekasih Ardhan dan Lyana tidak mau merusak hubungan keduanya.Tibanya Lyana di kelas langsung disambut baik oleh ketiga sahabatnya. Seperti biasa, jika sudah mengerjakan tugas, Chania dan Christy akan bergabung di meja Lyana untuk mengobrol santai sembari menunggu bel masuk berbunyi."Ly, lo nggak risih memangnya ditatap kayak gitu?" tanya Christy memulai pembicaraan."Risih, tapi mau gimana lagi. Nggak mungkin kan, gue colok mata mereka satu per satu supaya mereka berhentu natap gue?" jawab Lyana yang diakhiri kekehan kecil."Maklum aja, guys. Mereka tuh baru lihat bidada

  • A DEAL    03. Pacar Baru

    Bel masuk sudah berbunyi, bertanda bahwa waktu istirahat telah selesai. Seharusnya seluruh murid SMA Jayakarta masuk ke kelas untuk memulai pelajaran berikutnya. Namun sesuai dengan perubahan, jam pelajaran setelah istirahat akan dipakai untuk rapat oleh semua guru SMA Jayakarta. Jadi, seluruh kelas baik kelas sepuluh hingga kelas dua belas freeclass.Di saat semua murid sudah kembali ke kelasnya karena sudah mengisi perutnya di kantin, kini giliran Lyana, Alisa, Chania, dan Christy yang berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka.Lyana, Alisa, Chania, dan Christy berjalan di koridor kelas sebelas. Tak sedikit dari murid kelas sebelas menatap Lyana dengan berbagai tatapan. Ada yang terpesona dengannya, ada pula yang iri dengannya."Mereka kenapa sih, ngelihat gue kayak gitu banget?" tanya Lyana yang mulai risih yang ditatap seperti itu."Biasalah, mereka baru ketemu bidadari da

DMCA.com Protection Status