Seperti biasa, Lyana, Alisa, Chania dan Christy langsung duduk di bangku paling pojok dekat jendela. Tanpa membuang waktu, Chania langsung memanggil ibu pemilik kedai nasi goreng yang aroma nasi gorengnya menyebar ke setiap penjuru kantin.
Chania memesan empat porsi nasi goreng, dua porsi tidak memakai timun―untuknya dan Lyana―dan dua porsi lagi tidak memakai kerupuk―untuk Alisa dan Christy.
Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, empat porsi nasi goreng sudah tersaji di meja paling pojok dekat jendela. Lyana, Alisa, Chania dan Christy mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap.
"Gila ya nih, nasi goreng. Semakin lama tambah enak aja. Kalau nanti lulus, makanan yang paling gue rindukan di
"Akhirnya sampai juga," ucap seorang gadis sambil memancarkan senyumnya begitu ia tiba di bandara. Senyuman itu seperti jarang diperlihatkan sejak ia tinggal di Jerman selama dua tahun lamanya. Dan kini, senyuman itu terlukis kembali di wajah cantiknya. Kerinduannya terhadap Indonesia sangatlah besar, meski Indonesia bukanlah tanah kelahirannya. "Jadi nggak sabar deh, lihat ekspresi Alisa dan Chania saat tau kalo Lyana udah pulang dari Jerman," ucapnya lagi kepada ayah dan ibunya. "Kak Ardhan gimana, Kak?" goda sang adik. Kali ini, gadis yang tersenyum merkah tadi hanya bisa menahan senyumnya, ia menjadi salah tingkah. Tak heran jika ayah dan ibunya ikut terkekeh pelan. "Apa sih, Dek." "Sudah-sudah. Lebih baik kalian berdua pulang. Papa sudah pesankan kalian taksi online, dan sebentar lagi mungkin taksinya akan tiba. Maaf Papa dan Mama tidak bisa ikut pulang b
Saat ini Lyana sedang mengikat tali sepatunya. Setelah kedua tali sepatunya sudah terikat dengan kencang, Lyana memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya. Setelah itu, ia mengambil tasnya yang ia letakkan di atas kasur. Saat Lyana sedang menggendong tasnya, pintu kamarnya yang setengah terbuka diketuk oleh ibunya. Lyana menoleh ke arah pintu. "Sayang, kamu sudah siap?" tanya Bu Ryana yang memunculkan kepalanya dari balik pintu kamar Lyana. "Udah kok, Ma," jawab Lyana sembari berjalan menghampiri sang ibu. "Kalau begitu kita sarapan, yuk? Papa dan Dyana sudah menunggu di bawah," ajak Bu Ryana sembari tersenyum. "Ayo Ma." Lyana menutup pintu kamarnya. Kemudian, Bu Ryana dan Lyana menuruni anak tangga beriringan. "Pagi Pa, pagi Dek," sapa Lyana begitu tiba di ruang makan. "Pagi Sayang," balas Pak Andra. "Pagi Kak," balas
Bel masuk sudah berbunyi, bertanda bahwa waktu istirahat telah selesai. Seharusnya seluruh murid SMA Jayakarta masuk ke kelas untuk memulai pelajaran berikutnya. Namun sesuai dengan perubahan, jam pelajaran setelah istirahat akan dipakai untuk rapat oleh semua guru SMA Jayakarta. Jadi, seluruh kelas baik kelas sepuluh hingga kelas dua belas freeclass.Di saat semua murid sudah kembali ke kelasnya karena sudah mengisi perutnya di kantin, kini giliran Lyana, Alisa, Chania, dan Christy yang berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka.Lyana, Alisa, Chania, dan Christy berjalan di koridor kelas sebelas. Tak sedikit dari murid kelas sebelas menatap Lyana dengan berbagai tatapan. Ada yang terpesona dengannya, ada pula yang iri dengannya."Mereka kenapa sih, ngelihat gue kayak gitu banget?" tanya Lyana yang mulai risih yang ditatap seperti itu."Biasalah, mereka baru ketemu bidadari da
Sesampainya Lyana di sekolah, tidak sedikit murid seangkatannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Merasa risih akan tatapan tersebut, Lyana mempercepat langkahnya menuju kelas.Hari ini Lyana berangkat sendiri, karena Ardhan harus mengantar Alia sekolah. Lyana memakluminya, karena Alia adalah kekasih Ardhan dan Lyana tidak mau merusak hubungan keduanya.Tibanya Lyana di kelas langsung disambut baik oleh ketiga sahabatnya. Seperti biasa, jika sudah mengerjakan tugas, Chania dan Christy akan bergabung di meja Lyana untuk mengobrol santai sembari menunggu bel masuk berbunyi."Ly, lo nggak risih memangnya ditatap kayak gitu?" tanya Christy memulai pembicaraan."Risih, tapi mau gimana lagi. Nggak mungkin kan, gue colok mata mereka satu per satu supaya mereka berhentu natap gue?" jawab Lyana yang diakhiri kekehan kecil."Maklum aja, guys. Mereka tuh baru lihat bidada
Weekend telah tiba. Seperti rencana yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu, Lyana dan yang lainnya akan menghabiskan harinya di rumah Ardhan. Setelah selesai mengepang rambut dan memakai sepatu kets, Lyana mengambil tas selempang kecilnya yang berwarna hitam yang hanya muat untuk diisikan dompet dan ponsel. Setelah sudah siap, Lyana keluar dari kamarnya.***Tiba di anak tangga terakhir, Lyana melihat adiknya sedang duduk santai sembari menonton tv dan memakan beberapa cemilan. Dyana tak sengaja melihat kakaknya yang sudah rapi. Memakai T-shirt putih dibalut dengan cardigan berwarna coral, sepatu kets berwarna putih yang sudah melekat di kakinya, memakai tas selempang berwarna hitam dan rambut yang selalu dikepang. Terkadang Dyana merasa insecure dengan kakaknya yang sangat cantik. Meskipun wajah kakaknya mirip dengannya, perlu Dyana akui bahwa kecantikan sang kakak mampu mengalahkannya."Kakak mau ke mana, pagi-pagi gini? Ra
Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.
Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny
Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.
Saat tiba di kantin, Lyana, Alisa, Chania dan Christy disambut oleh aroma nasi goreng yang sangat harum. Membuat para cacing yang berada di perut mereka bertambah meronta-ronta meminta jatah.Seperti biasa, Lyana, Alisa, Chania dan Christy langsung duduk di bangku paling pojok dekat jendela. Tanpa membuang waktu, Chania langsung memanggil ibu pemilik kedai nasi goreng yang aroma nasi gorengnya menyebar ke setiap penjuru kantin.Chania memesan empat porsi nasi goreng, dua porsi tidak memakai timun―untuknya dan Lyana―dan dua porsi lagi tidak memakai kerupuk―untuk Alisa dan Christy.Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, empat porsi nasi goreng sudah tersaji di meja paling pojok dekat jendela. Lyana, Alisa, Chania dan Christy mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap."Gila ya nih, nasi goreng. Semakin lama tambah enak aja. Kalau nanti lulus, makanan yang paling gue rindukan di
Lyana berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahnya dengan semangat. Sesekali ia tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.Saat tiba di gerbang sekolah, Lyana bertemu dengan Argha dan Arsha yang sedang berjalan dengan Argha yang merangkul bahu Arsha."Pagi, Lyan," sapa Argha sambil terkekeh pelan. Lyana dan Arsha ikut terkekeh."Pagi juga Kak Ghaga," balas Lyana menirukan adiknya waktu itu. Argha membelalakkan matanya, sedangkan Arsha hanya diam, bingung."Kenapa lo jadi ngikutin Dyana, sih?" tanya Argha tak terima jika namanya diubah."Lo juga kenapa jadi ngikutin Ardhan, sih?" tanya balik Lyana yang menirukan Argha barusan."Suka-suka gue lah," sahut Argha sengit. Sedangkan Lyana dan Arsha terkekeh."Baru datang, Ly?" tanya Arsha."Iya. Kalau kalian? Kenapa lo dirangkul sama Argha?" tanya balik Lyana.
"MAMPUS, GUE KESIANGAN! KAK, BANGUN KAK. KITA KESIANGAN, KAK," teriak Dyana saat terbangun dari tidurnya. Lyana tersentak mendengar teriakan Dyana yang menggelegar. Lyana melihat jam dinding, sudah pukul enam pagi. Seharusnya saat ini Lyana dan Dyana tengah sarapan, tapi hari ini berbeda. Mereka kesiangan akibat menonton film terbaru di laptop Lyana, dan jadilah Lyana tertidur di kamar Dyana dan mereka pun baru tidur pada pukul tiga dini hari."Kakak udah bilang semalam, kalau mau nonton tuh, weekend aja. Lihat apa yang terjadi? Kita kesiangan, kan? Andai mama dan papa tau, mereka pasti marah," sahut Lyana sambil merapihkan tempat tidur."Duh Kakak, nanti aja deh ceramahnya. Aku mau mandi dulu. Lebih baik sekarang Kakak mandi juga, nanti telat," ucap Dyana sambil berlari menuju kamar mandi. Lyana hanya menggelengkan kepalanya. Setelah Dyana masuk ke kamar mandi, Lyana kembali ke kamarnya untuk mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar adi
Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.
Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny
Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.
Weekend telah tiba. Seperti rencana yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu, Lyana dan yang lainnya akan menghabiskan harinya di rumah Ardhan. Setelah selesai mengepang rambut dan memakai sepatu kets, Lyana mengambil tas selempang kecilnya yang berwarna hitam yang hanya muat untuk diisikan dompet dan ponsel. Setelah sudah siap, Lyana keluar dari kamarnya.***Tiba di anak tangga terakhir, Lyana melihat adiknya sedang duduk santai sembari menonton tv dan memakan beberapa cemilan. Dyana tak sengaja melihat kakaknya yang sudah rapi. Memakai T-shirt putih dibalut dengan cardigan berwarna coral, sepatu kets berwarna putih yang sudah melekat di kakinya, memakai tas selempang berwarna hitam dan rambut yang selalu dikepang. Terkadang Dyana merasa insecure dengan kakaknya yang sangat cantik. Meskipun wajah kakaknya mirip dengannya, perlu Dyana akui bahwa kecantikan sang kakak mampu mengalahkannya."Kakak mau ke mana, pagi-pagi gini? Ra
Sesampainya Lyana di sekolah, tidak sedikit murid seangkatannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Merasa risih akan tatapan tersebut, Lyana mempercepat langkahnya menuju kelas.Hari ini Lyana berangkat sendiri, karena Ardhan harus mengantar Alia sekolah. Lyana memakluminya, karena Alia adalah kekasih Ardhan dan Lyana tidak mau merusak hubungan keduanya.Tibanya Lyana di kelas langsung disambut baik oleh ketiga sahabatnya. Seperti biasa, jika sudah mengerjakan tugas, Chania dan Christy akan bergabung di meja Lyana untuk mengobrol santai sembari menunggu bel masuk berbunyi."Ly, lo nggak risih memangnya ditatap kayak gitu?" tanya Christy memulai pembicaraan."Risih, tapi mau gimana lagi. Nggak mungkin kan, gue colok mata mereka satu per satu supaya mereka berhentu natap gue?" jawab Lyana yang diakhiri kekehan kecil."Maklum aja, guys. Mereka tuh baru lihat bidada
Bel masuk sudah berbunyi, bertanda bahwa waktu istirahat telah selesai. Seharusnya seluruh murid SMA Jayakarta masuk ke kelas untuk memulai pelajaran berikutnya. Namun sesuai dengan perubahan, jam pelajaran setelah istirahat akan dipakai untuk rapat oleh semua guru SMA Jayakarta. Jadi, seluruh kelas baik kelas sepuluh hingga kelas dua belas freeclass.Di saat semua murid sudah kembali ke kelasnya karena sudah mengisi perutnya di kantin, kini giliran Lyana, Alisa, Chania, dan Christy yang berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka.Lyana, Alisa, Chania, dan Christy berjalan di koridor kelas sebelas. Tak sedikit dari murid kelas sebelas menatap Lyana dengan berbagai tatapan. Ada yang terpesona dengannya, ada pula yang iri dengannya."Mereka kenapa sih, ngelihat gue kayak gitu banget?" tanya Lyana yang mulai risih yang ditatap seperti itu."Biasalah, mereka baru ketemu bidadari da