Sesampainya Lyana di sekolah, tidak sedikit murid seangkatannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Merasa risih akan tatapan tersebut, Lyana mempercepat langkahnya menuju kelas.
Hari ini Lyana berangkat sendiri, karena Ardhan harus mengantar Alia sekolah. Lyana memakluminya, karena Alia adalah kekasih Ardhan dan Lyana tidak mau merusak hubungan keduanya.
Tibanya Lyana di kelas langsung disambut baik oleh ketiga sahabatnya. Seperti biasa, jika sudah mengerjakan tugas, Chania dan Christy akan bergabung di meja Lyana untuk mengobrol santai sembari menunggu bel masuk berbunyi.
"Ly, lo nggak risih memangnya ditatap kayak gitu?" tanya Christy memulai pembicaraan.
"Risih, tapi mau gimana lagi. Nggak mungkin kan, gue colok mata mereka satu per satu supaya mereka berhentu natap gue?" jawab Lyana yang diakhiri kekehan kecil.
"Maklum aja, guys. Mereka tuh baru lihat bidadari yang baru balik dari Jerman," ucap Chania sembari menahan tawanya.
"Kalau lo risih, lo nunduk aja. Atau lo lakukan sesuatu yang membuat mata dan fokus lo teralihkan dari tatapan mereka," ucap Alisa memberi saran. Lyana tersenyum.
Detik berikutnya Lyana berdiri dari duduknya.
"Mau ke mana, Ly?" tanya Christy penasaran.
"Ke kamar mandi."
"Mau diantar, nggak?" tanya Alisa menawarkan.
"Nggak usah, makasih," tolak Lyana halus.
"Kalau nyasar, telepon kami ya, Ly?" ucap Chania sembari mengedipkan sebelah matanya jahil. Lyana, Alisa, dan Christy terkekeh. Detik berikutnya Lyana meninggalkan kelasnya menuju kamar mandi.
****
Lyana telah selesai membuang air kecil. Kemudian ia berjalan santai menuju kelasnya.
Tinggal beberapa langkah lagi Lyana melewati kelas Ardhan. Terlintas di pikiran Lyana untuk berkunjung ke kelas Ardhan sebentar, sambil menunggu bel masuk berbunyi.
Tiba di depan kelas Ardan, Lyana melihat Arsha sedang membuang sampah di tempat sampah yang disediakan di depan kelasnya.
"Hai Sha," sapa Lyana sembari tersenyum. Arsha menoleh dan membalas senyum Lyana.
"Hai juga, Ly."
"Ardhan udah datang belum, Sha?" tanya Lyana tanpa basa-basi.
"Ardhan? Udah kok. Tuh, anaknya lagi makan. Ada perlu kah, sama Ardhan? Masuk aja, Ly."
"Nggak apa-apa nih, gue masuk?" tanya Lyana hati-hati.
"Ya nggak apa-apa, memangnya kenapa?"
"Kan gue bukan murid kelas lo,"
"Nggak apa-apa, Ly. Lo boleh masuk kok, lagipula lo kan murid Jayakarta juga."
"Iya juga sih. Yaudah, gue masuk dulu ya, Sha?" ucap Lyana sambil tersenyum sebelum masuk ke dalam kelas 12 IPS-3. Arsha membalas senyum Lyana.
"Ternyata Lyana murah senyum. Bukan cuma itu, Lyana juga terlihat lebih cantik kalau dilihat dari dekat," puji Arsha tanpa sadar yang masih menatap Lyana yang sudah masuk ke kelasnya.
***
Ardhan tengah menyantap sarapan paginya yang dibawakan oleh ibunya. Tumben sekali ibunya ini membawakan Falscher Hase kesukaannya. Bukan hanya Ardhan yang menyukai makanan khas Jerman ini, tetapi Lyana juga. Mereka berdua sangat menyukai makanan ini. Bahkan, Ardhan berani bertaruh, jika Lyana melihat Falscher Hase, pasti akan dilahapnya sendiri hingga ludas.
"Dhan." Ardhan hampir tersedak sangking terkejutnya saat mengetahui keberadaan Lyana di hadapannya sembari melemparkan senyumannya. Ardhan mengerjap-ngerjapkan matanya, tak percaya bahwa yang di hadapannya adalah Lyana. Pasalnya, baru saja ia memikirkan Lyana, tiba-tiba sosoknya muncul tanpa diundang.
"Dhan, kok melamun?" Ardhan terkesiap.
"Ng-nggak kok. Duduk, Lyan," suruh Ardhan sambil menepuk bangku di sebelahnya agar Lyana duduk.
"Lo makan apa?" Belum saja Ardhan menjawab, Lyana sudah bersuara lagi.
"Falscher Hase? Wah, udah lama banget gue nggak makan ini. Gue boleh minta nggak?" ucap Lyana dengan mata berbinar.
"Ambil aja."
"Suapin," rengek Lyana sambil menunjukkan puppy eyes-nya.
"Lo kan punya tangan, Lyan."
"Gue belum cuci tangan."
"Ck, banyak alasan. Bilang aja malas."
"Itu tau." Lyana terkekeh melihat ekspresi Ardhan yang kesal seperti itu.
Ardhan mengambil sepotong kecil Falscher Hase yang ada di dalam kotak bekalnya menggunakan garpu yang sudah disiapkan oleh ibu Ardhan. Beruntung, ibu Ardhan memasukkan sepasang sendok dan garpu, jadi Ardhan tidak perlu repot-repot untuk menyuapi Lyana menggunakan tangan kosong. Lyana begitu menikmati makanan yang dibawakan oleh ibu Ardhan.
"Ini pasti buatan Tante Listy, kan?" Ardhan mengangguk sebagai jawaban.
"Masakkan Tante Listy memang nggak ada duanya. By the way, tumben banget lo bawa bekal?" tanya Lyana yang masih mengunyah.
"Telan dulu, Lyan." Lyana menuruti perintah Ardhan. Ia menelan makanan yang ada di mulutnya, kemudian bersiap untuk mendengarkan jawaban dari Ardhan.
"Gue juga nggak tau. Waktu gue mau ambil buku tulis tadi, tiba-tiba gue nemu ini di tas. Kebetulan banget, Gue lagi lapar, dan niatnya gue pengen ke kantin setelah ini. Tapi, ternyata gue nemu Falscher Hase di tas, yaudah gue makan. Sayang kan, kalo nggak dimakan." Lyana mengangguk mengerti.
Ardhan memberikan suapan kedua setelah Lyana selesai menelan makanan yang ada di dalam mulutnya. Saat Lyana sedang mengunyah suapan kedua, Lyana mendengar suara yang sangat mengganggu kedua telinganya.
"Ardhan sama Lyana sweet banget, sih."
"Ardhan sama Lyana pacaran, kah?"
"Nggak apa-apa sih. Mereka cocok, kok."
"Iya benar, mereka cocok banget. Gue dukung mereka."
"Cocok banget mereka tuh, jadi iri gue."
"Demi apapun, mereka tuh cocok banget."
Lyana dan Ardhan saling menatap. Mereka tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Terdengar sangat asing di telinga mereka. Baru saja Lyana ingin membuka suara, Arsha dan Argha datang.
"Kalian pacaran? Sejak kapan?" tanya Argha sembari menggebrak meja Ardhan yang membuat Lyana dan Ardhan tersentak. Bukan hanya mereka berdua yang tersentak, kotak bekal yang beraja di meja Ardhan pun ikut bergeser akibat kencangnya gebrakan Argha.
"Siapa yang pacaran?" tanya Lyana polos.
"Kalian berdualah, siapa lagi memang?"
"Kita nggak pacaran," jawab Ardhan santai.
"Bohong."
"Untuk apa kita bohong? Makanya jangan sok tau."
"Tapi Dhan. Kalau dilihat-lihat, kalian cocok, lho. Serius deh, nggak bohong." Ardhan dan Lyana tudak menanggapinya dan memilih untuk melanjutkan makan mereka yang tertunda.
"Dhan, kenapa lo nggak pacaran aja, sama Lyana? Kalian tuh cocok, lho," ucap Argha lagi. Lyana hampir tersedak mendengarnya, sedangkan Ardhan memberikan tatapan tajam kepada Ardha.
"Nggak. Kita itu sahabat, nggak mungkin pacaran. Jangan ngaco, deh," sahut Ardhan yang mulai kesal dengan pertanyaan yang dikeluarkan oleh Argha.
"Kalau mungkin gimana? Lagipula, lo jomlo, kan? Lyana juga kayaknya masih kosong, tuh. Jadi nggak ada salahnya, kan?" Kalimat kedua yang baru saja Argha keluarkan mampu membuat Lyana bingung sekaligus bingung.
"Bentar lagi ujian. Gue nggak mau fokus gue terbagi sama pacaran. Lagipula, gue nggak mau pacaran, malas," sahut Ardhan tak mau kalah.
"Tapi kan Dhan―"
"Berisik tau nggak, lo? Lebih baik lo pergi, ganggu orang makan aja," usir Ardhan yang sudah tidak tahan dengan kalimat yang dikeluarkan oleh Argha.
"Ketika banteng sudah mulai mengamuk, lebih baik kami kabur, daripada diseruduk," sindir Argha sengaja menyindir Ardhan, kemudian ia berlari keluar meninggalkan Arsha terlebih dahulu, sebelum Ardhan benar-benar menyeruduknya.
"Lanjutin makannya. Gue keluar dulu," pamit Arsha yang dibalas anggukan oleh Ardhan dan dibalas senyuman oleh Lyana.
Lyana yang menatap Ardhan lekat.
"Dhan?"
"Hm?"
"Mereka nggak tau memangnya, kalau lo udah punya pacar?" tanya Lyana penasaran.
"Nggak."
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa sih. Gue cuma malas aja kalau banyak yang tau tentang hubungan gue sama Alia," jawab Ardhan jujur.
"Arsha dan Argha kan teman lo. Kenapa nggak dikasih tau?"
"Nggak penting, Lyan. Lagipula, mereka bocor." Lyana mengangguk, mengerti maksud Ardhan sekarang.
"Cepat habisin, bentar lagi bel."
"Lo?"
"Gue kenyang."
"Tapi ini masih banyak, Dhan."
"Tapi ini perut gue udah besar, Lyan." Lyana memperhatikan perut Ardhan intens, mencari-cari mana bagian perut yang dimaksud Ardhan yang besar tersebut.
"Nggak ada perubahan. Tetap kecil."
"Nggak usah basa-basi kalau nggak mau nolak. Cepat habisin." Lyana menunjukkan deretan gigi putihnya. Setelah itu, Lyana mengambil alih garpu yang dipegang Ardhan, dan mulai melahap Falscher Hase yang sempat tertunda.
"Sejak kapan toilet perempuan pindah ke kelas Ardhan?" tanya Chania yang baru saja tiba di kelas Ardhan. Lyana tersentak untuk kedua kalinya. Beruntung ia tidak tersedak, dan kalau terjadi, Lyana tidak tau bagaimana cara mengatasinya, karena Lyana tidak membawa minum.
"Toilet perempuan pindah? Maksudnya?" tanya Ardhan dengan kedua alisnya yang hampir menyatu.
"Sahabat lo tuh, bilangnya mau ke toilet. Tapi waktu kita cari nggak ada, dan ternyata malah di sini," jawab Chania sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, sedangkan Lyana malah menyengir.
"Gue beneran ke toilet, kok. Setelah itu gue mampir ke sini untuk makan Falsher Hase gratis," ucap Lyana menjelaskan.
"Ayo balik ke kandang, bentar lagi bel," ajak Chania.
"Gue bukan kambing."
"Bodo amat."
"Ly, lo makan berdua sama Ardhan?" tanya Christy tiba-tiba yang mampu mengalihkan perhatian Lyana, Alisa, Ardhan, dan Chania.
"Iya, mumpung gratis," jawab Lyana sambil menyengir lagi.
"Kalian pacaran?" tanyanya lagi.
"Nggak," jawab Lyana dan Ardhan bersama.
"Tapi kalian cocok, lho." Lyana sedikit terkejut mendengarnya. Dari tadi, lumayan banyak yang menyebutnya cocok dengan Ardhan. Hal tersebut mampu membuat perasaan Lyana tidak jelas dan bisa dijelaskan.
"Kenapa kalian nggak pacaran aja?"
"Lyan itu sahabat gue. Nggak mungkin kami pacaran. Lagipula, pacaran itu dilandasi dengan rasa cinta, sedangkan gue sama Lyan hanya saling menyayangi sebagai sahabat." Mendadak Lyana merasakan sesak di dadanya, setelah mendengar pengakuan dari Ardhan. Sebenarnya, ada apa dengan Lyana? Kenapa perasaannya aneh seperti ini? Dengan cepat Lyana mengusir perasaan aneh yang menyergap hatinya tersebut.
"Udah yuk, kita ke kelas. Dua menit lagi bel," ajak Alisa setelah melihat arlojinya.
"Yuk. Dhan, gue ke kelas dulu, ya? Thanks Falscher Hase-nya," pamit Lyana sekalian berterima kasih.
"Oke. Nanti jam istirahat kayak biasa, ya." Lyana, Alisa, Chania, dan Christy mengacungkan jempolnya sebagai jawaban, sebelum mereka benar-benar kembali ke kelas.
Weekend telah tiba. Seperti rencana yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu, Lyana dan yang lainnya akan menghabiskan harinya di rumah Ardhan. Setelah selesai mengepang rambut dan memakai sepatu kets, Lyana mengambil tas selempang kecilnya yang berwarna hitam yang hanya muat untuk diisikan dompet dan ponsel. Setelah sudah siap, Lyana keluar dari kamarnya.***Tiba di anak tangga terakhir, Lyana melihat adiknya sedang duduk santai sembari menonton tv dan memakan beberapa cemilan. Dyana tak sengaja melihat kakaknya yang sudah rapi. Memakai T-shirt putih dibalut dengan cardigan berwarna coral, sepatu kets berwarna putih yang sudah melekat di kakinya, memakai tas selempang berwarna hitam dan rambut yang selalu dikepang. Terkadang Dyana merasa insecure dengan kakaknya yang sangat cantik. Meskipun wajah kakaknya mirip dengannya, perlu Dyana akui bahwa kecantikan sang kakak mampu mengalahkannya."Kakak mau ke mana, pagi-pagi gini? Ra
Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.
Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny
Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.
"MAMPUS, GUE KESIANGAN! KAK, BANGUN KAK. KITA KESIANGAN, KAK," teriak Dyana saat terbangun dari tidurnya. Lyana tersentak mendengar teriakan Dyana yang menggelegar. Lyana melihat jam dinding, sudah pukul enam pagi. Seharusnya saat ini Lyana dan Dyana tengah sarapan, tapi hari ini berbeda. Mereka kesiangan akibat menonton film terbaru di laptop Lyana, dan jadilah Lyana tertidur di kamar Dyana dan mereka pun baru tidur pada pukul tiga dini hari."Kakak udah bilang semalam, kalau mau nonton tuh, weekend aja. Lihat apa yang terjadi? Kita kesiangan, kan? Andai mama dan papa tau, mereka pasti marah," sahut Lyana sambil merapihkan tempat tidur."Duh Kakak, nanti aja deh ceramahnya. Aku mau mandi dulu. Lebih baik sekarang Kakak mandi juga, nanti telat," ucap Dyana sambil berlari menuju kamar mandi. Lyana hanya menggelengkan kepalanya. Setelah Dyana masuk ke kamar mandi, Lyana kembali ke kamarnya untuk mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar adi
Lyana berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahnya dengan semangat. Sesekali ia tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.Saat tiba di gerbang sekolah, Lyana bertemu dengan Argha dan Arsha yang sedang berjalan dengan Argha yang merangkul bahu Arsha."Pagi, Lyan," sapa Argha sambil terkekeh pelan. Lyana dan Arsha ikut terkekeh."Pagi juga Kak Ghaga," balas Lyana menirukan adiknya waktu itu. Argha membelalakkan matanya, sedangkan Arsha hanya diam, bingung."Kenapa lo jadi ngikutin Dyana, sih?" tanya Argha tak terima jika namanya diubah."Lo juga kenapa jadi ngikutin Ardhan, sih?" tanya balik Lyana yang menirukan Argha barusan."Suka-suka gue lah," sahut Argha sengit. Sedangkan Lyana dan Arsha terkekeh."Baru datang, Ly?" tanya Arsha."Iya. Kalau kalian? Kenapa lo dirangkul sama Argha?" tanya balik Lyana.
Saat tiba di kantin, Lyana, Alisa, Chania dan Christy disambut oleh aroma nasi goreng yang sangat harum. Membuat para cacing yang berada di perut mereka bertambah meronta-ronta meminta jatah.Seperti biasa, Lyana, Alisa, Chania dan Christy langsung duduk di bangku paling pojok dekat jendela. Tanpa membuang waktu, Chania langsung memanggil ibu pemilik kedai nasi goreng yang aroma nasi gorengnya menyebar ke setiap penjuru kantin.Chania memesan empat porsi nasi goreng, dua porsi tidak memakai timun―untuknya dan Lyana―dan dua porsi lagi tidak memakai kerupuk―untuk Alisa dan Christy.Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, empat porsi nasi goreng sudah tersaji di meja paling pojok dekat jendela. Lyana, Alisa, Chania dan Christy mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap."Gila ya nih, nasi goreng. Semakin lama tambah enak aja. Kalau nanti lulus, makanan yang paling gue rindukan di
"Akhirnya sampai juga," ucap seorang gadis sambil memancarkan senyumnya begitu ia tiba di bandara. Senyuman itu seperti jarang diperlihatkan sejak ia tinggal di Jerman selama dua tahun lamanya. Dan kini, senyuman itu terlukis kembali di wajah cantiknya. Kerinduannya terhadap Indonesia sangatlah besar, meski Indonesia bukanlah tanah kelahirannya. "Jadi nggak sabar deh, lihat ekspresi Alisa dan Chania saat tau kalo Lyana udah pulang dari Jerman," ucapnya lagi kepada ayah dan ibunya. "Kak Ardhan gimana, Kak?" goda sang adik. Kali ini, gadis yang tersenyum merkah tadi hanya bisa menahan senyumnya, ia menjadi salah tingkah. Tak heran jika ayah dan ibunya ikut terkekeh pelan. "Apa sih, Dek." "Sudah-sudah. Lebih baik kalian berdua pulang. Papa sudah pesankan kalian taksi online, dan sebentar lagi mungkin taksinya akan tiba. Maaf Papa dan Mama tidak bisa ikut pulang b
Saat tiba di kantin, Lyana, Alisa, Chania dan Christy disambut oleh aroma nasi goreng yang sangat harum. Membuat para cacing yang berada di perut mereka bertambah meronta-ronta meminta jatah.Seperti biasa, Lyana, Alisa, Chania dan Christy langsung duduk di bangku paling pojok dekat jendela. Tanpa membuang waktu, Chania langsung memanggil ibu pemilik kedai nasi goreng yang aroma nasi gorengnya menyebar ke setiap penjuru kantin.Chania memesan empat porsi nasi goreng, dua porsi tidak memakai timun―untuknya dan Lyana―dan dua porsi lagi tidak memakai kerupuk―untuk Alisa dan Christy.Setelah menunggu kurang dari sepuluh menit, empat porsi nasi goreng sudah tersaji di meja paling pojok dekat jendela. Lyana, Alisa, Chania dan Christy mulai menyantap nasi gorengnya dengan lahap."Gila ya nih, nasi goreng. Semakin lama tambah enak aja. Kalau nanti lulus, makanan yang paling gue rindukan di
Lyana berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahnya dengan semangat. Sesekali ia tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.Saat tiba di gerbang sekolah, Lyana bertemu dengan Argha dan Arsha yang sedang berjalan dengan Argha yang merangkul bahu Arsha."Pagi, Lyan," sapa Argha sambil terkekeh pelan. Lyana dan Arsha ikut terkekeh."Pagi juga Kak Ghaga," balas Lyana menirukan adiknya waktu itu. Argha membelalakkan matanya, sedangkan Arsha hanya diam, bingung."Kenapa lo jadi ngikutin Dyana, sih?" tanya Argha tak terima jika namanya diubah."Lo juga kenapa jadi ngikutin Ardhan, sih?" tanya balik Lyana yang menirukan Argha barusan."Suka-suka gue lah," sahut Argha sengit. Sedangkan Lyana dan Arsha terkekeh."Baru datang, Ly?" tanya Arsha."Iya. Kalau kalian? Kenapa lo dirangkul sama Argha?" tanya balik Lyana.
"MAMPUS, GUE KESIANGAN! KAK, BANGUN KAK. KITA KESIANGAN, KAK," teriak Dyana saat terbangun dari tidurnya. Lyana tersentak mendengar teriakan Dyana yang menggelegar. Lyana melihat jam dinding, sudah pukul enam pagi. Seharusnya saat ini Lyana dan Dyana tengah sarapan, tapi hari ini berbeda. Mereka kesiangan akibat menonton film terbaru di laptop Lyana, dan jadilah Lyana tertidur di kamar Dyana dan mereka pun baru tidur pada pukul tiga dini hari."Kakak udah bilang semalam, kalau mau nonton tuh, weekend aja. Lihat apa yang terjadi? Kita kesiangan, kan? Andai mama dan papa tau, mereka pasti marah," sahut Lyana sambil merapihkan tempat tidur."Duh Kakak, nanti aja deh ceramahnya. Aku mau mandi dulu. Lebih baik sekarang Kakak mandi juga, nanti telat," ucap Dyana sambil berlari menuju kamar mandi. Lyana hanya menggelengkan kepalanya. Setelah Dyana masuk ke kamar mandi, Lyana kembali ke kamarnya untuk mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar adi
Tiga hari telah berlalu, namun Lyana masih saja memikirkan kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan. Pikiran tersebut seolah tak mau enyah dari kepala Lyana.Lyana tengah duduk di bangku kantin sembari mengaduk-ngaduk nasi goreng yang ia pesan beberapa menit yang lalu."LY!" panggil Chania untuk kesekian kalinya. Lyana menoleh tanpa terkejut sedikit pun."Lo masih mikirin yang kemarin?" panya Alisa sembari mendudukkan bokongnya di bangku sebelah Lyana."Gue kepikiran terus.""Berarti benar, lo tuh suka sama Ardhan," sahut Chania yakin."Entahlah, gue bingung." Lyana masih saja mengaduk-ngaduk nasi gorengnya, selera makannya mendadak hilang begitu saja."Kenapa nasi gorengnya cuma diaduk-aduk? Kenapa nggak dimakan?" tanya Christy sambil memperhatikan tangan Lyana yang masih sibuk mengaduk-ngaduk nasi goreng.
Sedari tadi, Lyana belum juga memejamkan matanya. Lyana terus memikirkan kesepakatan yang dibuatnya bersama Ardhan. Ia bimbang. Di satu sisi, Lyana menyepakati kesepakatan yang ia buat bersama Ardhan, tetapi di sisi lain Lyana juga takut jika suatu hari Lyana melanggar kesepakatan tersebut. Apa yang harus Lyana lakukan?Lyana mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang, mencoba mendatangkan kantuknya, tetapi hasilnya nihil. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya tidak mendukung. Bagaimana caranya agar kantuknya datang dan rasa bimbangnya pergi?Lyana membuka matanya dan bangun dari posisi tidurannya menjadi duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mendongak. Sudah pukul sebelas leeat tiga menit malam. Biasanya saat ini Lyana sedang mimpi indah, tetapi malam ini berbeda.Tiba-tiha tenggorokan Lyana terasa kering. Ia menoleh ke arah nakas dan melihat gelas yang kosong. Lyana bahkan lupa untuk mengisi gelasny
Lyana baru saja tiba di kelas, tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu yang membuatnya tertawa. Ia melihat Christy berpenampilan agak berbeda dari sebelumnya. Rambut diikat dua, dan memakai kacamata bulat. Sangatlah lucu, bagi Lyana. "Style baru, Ty?" tanya Lyana sengaja. "Style dari mana? Ini tuh gara-gara Chania," jawab Christy cemberut. "Tapi lo terlihat tambah cantik Ty, kalau kayak gitu," tambah Chania di sela-sela ketawanya. "Udah-udah, kasihan Christy," bela Lyana. Christy membuka kacamata yang dipakaikan Chania tadi, lalu membuka ikat rambutnya dan merapihkannya lagi. "Guys, gimana kalau kita main ToD?" tanya Alisa memberi usul. "Boleh juga tuh, udah lama gue nggak main ToD." sahut Chania setuju. "Lo gimana Ly, Ty? Mau ikut kan?" tanya Alisa. Lyana dan Christy mengangguk. "Oke, dimulai dari Chania, setelah itu gue, lalu Lyana, dan seterusnya. Oke, sekarang giliran Chania. Truth or Dare?" tanya Alisa.
Weekend telah tiba. Seperti rencana yang sudah dibuat beberapa hari yang lalu, Lyana dan yang lainnya akan menghabiskan harinya di rumah Ardhan. Setelah selesai mengepang rambut dan memakai sepatu kets, Lyana mengambil tas selempang kecilnya yang berwarna hitam yang hanya muat untuk diisikan dompet dan ponsel. Setelah sudah siap, Lyana keluar dari kamarnya.***Tiba di anak tangga terakhir, Lyana melihat adiknya sedang duduk santai sembari menonton tv dan memakan beberapa cemilan. Dyana tak sengaja melihat kakaknya yang sudah rapi. Memakai T-shirt putih dibalut dengan cardigan berwarna coral, sepatu kets berwarna putih yang sudah melekat di kakinya, memakai tas selempang berwarna hitam dan rambut yang selalu dikepang. Terkadang Dyana merasa insecure dengan kakaknya yang sangat cantik. Meskipun wajah kakaknya mirip dengannya, perlu Dyana akui bahwa kecantikan sang kakak mampu mengalahkannya."Kakak mau ke mana, pagi-pagi gini? Ra
Sesampainya Lyana di sekolah, tidak sedikit murid seangkatannya yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Merasa risih akan tatapan tersebut, Lyana mempercepat langkahnya menuju kelas.Hari ini Lyana berangkat sendiri, karena Ardhan harus mengantar Alia sekolah. Lyana memakluminya, karena Alia adalah kekasih Ardhan dan Lyana tidak mau merusak hubungan keduanya.Tibanya Lyana di kelas langsung disambut baik oleh ketiga sahabatnya. Seperti biasa, jika sudah mengerjakan tugas, Chania dan Christy akan bergabung di meja Lyana untuk mengobrol santai sembari menunggu bel masuk berbunyi."Ly, lo nggak risih memangnya ditatap kayak gitu?" tanya Christy memulai pembicaraan."Risih, tapi mau gimana lagi. Nggak mungkin kan, gue colok mata mereka satu per satu supaya mereka berhentu natap gue?" jawab Lyana yang diakhiri kekehan kecil."Maklum aja, guys. Mereka tuh baru lihat bidada
Bel masuk sudah berbunyi, bertanda bahwa waktu istirahat telah selesai. Seharusnya seluruh murid SMA Jayakarta masuk ke kelas untuk memulai pelajaran berikutnya. Namun sesuai dengan perubahan, jam pelajaran setelah istirahat akan dipakai untuk rapat oleh semua guru SMA Jayakarta. Jadi, seluruh kelas baik kelas sepuluh hingga kelas dua belas freeclass.Di saat semua murid sudah kembali ke kelasnya karena sudah mengisi perutnya di kantin, kini giliran Lyana, Alisa, Chania, dan Christy yang berjalan ke kantin untuk mengisi perut mereka.Lyana, Alisa, Chania, dan Christy berjalan di koridor kelas sebelas. Tak sedikit dari murid kelas sebelas menatap Lyana dengan berbagai tatapan. Ada yang terpesona dengannya, ada pula yang iri dengannya."Mereka kenapa sih, ngelihat gue kayak gitu banget?" tanya Lyana yang mulai risih yang ditatap seperti itu."Biasalah, mereka baru ketemu bidadari da