"Bagaimana kemarin?" Alice menoleh kala mendengar suara yang sangat familiar itu. Ia tersenyum lebar kala sang pacar merangkulnya. Paginya di sekolah diawali dengan pertemuannya dan pacarnya di koridor. Akhir-akhir ini pacarnya itu sibuk di sekolah, jadi mereka jarang bertemu.
"Masalah perjodohannya sepertinya akan segera selesai, aku meminta tolong pada Lisa dan tentu saja dia mau membantuku" Zidan Arkala—sang pacar mengangguk mengerti. Beberapa hari lalu memang Alice bercerita tentang perjodohannya dengan putra tunggal keluarga Ganendra, ia yang sudah beberapa tahun menjadi pacarnya tentu saja sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk bahwa mereka akan putus, namun ternyata Alice dapat menyelesaikan masalahnya dengan bantuan Lisa.
"Baguslah kalau begitu" Zidan mengusak rambut rapi Alice, membuat gadis itu kesal. Itu adalah salah satu kebiasaan Zidan yang tidak Alice sukai, karena pria itu selalu merusak tatanan rambutnya yang susah payah ia rapikan. Namun tentu saja ia tak benar-benar marah hanya karena hal itu.
"Sepulang sekolah, bagaimana kalau kita ke toko buku sebentar? Kamu bilang mau beli novel" saran Alice, maksudnya adalah ia ingin berkencan nanti sepulang sekolah. Karena akhir-akhir ini mereka jarang bertemu di sekolah, tentu saja mereka jadi jarang menghabiskan waktu bersama seperti kencan.
"Boleh, aku tidak sibuk hari ini jadi kita bisa menghabiskan waktu bersama setelah sekian lama" mendengar itu membuat wajah Alice kini berseri-seri. Masalah perjodohan akan segera selesai dan nanti sepulang sekolah ia bisa berkencan dengan Zidan. Kedua orang itu pun berpisah saat Alice tiba di depan kelasnya.
Hari ini Lisa tidak berangkat ke sekolah karena ibunya dan adiknya itu akan mengunjungi rumah keluarga Ganendra. Lisa diminta untuk meminta maaf kepada keluarga itu dan mengatakan bahwa ucapannya kemarin hanyalah bercanda. Alice tetap tenang pagi ini karena ia percaya bahwa Lisa dapat menyelesaikan masalah itu, lagi pula Lisa sudah berjanji padanya akan membantunya dan ia tau adiknya itu tidak akan pernah mengingkari janjinya. Dan Lisa mengatakan padanya tadi malam bahwa ia tidak perlu khawatir.
"Kau sendirian? Dimana Lisa?" tanya salah satu temannya, tentu saja ia heran saat melihat Alice masuk sendirian karena selama ini kedua gadis itu selalu berangkat sekolah bersama dan izin tidak berangkat pun bersama.
"Ada sesuatu yang harus dia lakukan hari ini, jadi dia tidak berangkat" temannya itu mengangguk paham. Yaah, lagi pula tidak mungkin mereka akan selalu berangkat bersama kan?
"Tumben sekali dia" sahut sang ketua kelas. Ketua kelas mereka itu berbeda dari ketua kelas pada umumnya, dia bukan murid yang pintar atau murid teladan. Ketua kelas mereka adalah orang yang tegas, gadis cantik yang diidamkan banyak laki-laki di sekolah.
***
Saat ini pikiran Lisa sedang kalut, ia bingung, mana yang lebih baik? Meminta maaf dan mengatakan bahwa ucapannya kemarin hanya bercanda seperti yang disuruh ibunya atau tetap pada rencana konyol Alice? Ia berada di ruang tamu keluarga Ganendra bersama ibunya, menunggu Nyonya Ganendra keluar dari kamarnya dan turun menemui mereka. Kunjungan ini terlalu mendadak, jadi Nyonya Ganendra tidak menyambut mereka tadi di depan. Putra tunggal mereka Davin tentu saja sekarang sedang berada di sekolah dan Tuan Ganendra berada di kantor.
"Maaf karena membuat kalian menunggu lama" suara ramah Nyonya Ganendra memecah keheningan di ruang tamu itu. Nyonya Aldera dan Lisa berdiri menyambut dengan senyum tipis di bibir Lisa dan senyum ramah di bibir Nyonya Aldera.
"Oh! Mengenai permintaan Lisa kemarin, kami sudah mempertimbangkannya, Davin akan memilih antara Alice atau Lisa, tapi tolong beri dia waktu yaa" senyum senang dan suara senang Nyonya Ganendra membuat Nyonya Aldera akhirnya tidak jadi membahas soal ucapan Lisa yang kemarin ia anggap bercanda, itu pasti akan merusak suasana hati Nyonya Ganendra dan sebagai seseorang yang sangat mementingkan rekan bisnis, ia tidak ingin hal itu terjadi. Maka saat Nyonya Ganendra menyuruh mereka untuk duduk, ia akhirnya membahas topik lain.
Di sisi lain, Lisa merasa lega sekaligus cemas mendengar ucapan Nyonya Ganendra. Ia lega, karena setidaknya ada kemungkinan ia tidak akan menjadi korban masalah Alice dengan menjadi istri Davin di masa depan nanti dan cemas kalau nantinya Davin akan memilihnya. Duuh, kenapa harus ada perjodohan konyol seperti ini padahal mereka tidak ada hubungannya dengan bisnis para orang tua?
Entah sudah berapa lama waktu berjalan dari Lisa sampai di rumah keluarga Ganendra hingga kini ia berada di mobil bersama Ibunya. Ibunya itu sedari tadi hanya diam dengan ekspresi yang tak bisa ditebak. Lisa tau, pasti Ibunya itu ingin sekali berteriak padanya dan menamparnya, karena dirinyalah perjodohan Alice dan Davin nyaris batal. Tidak batal sepenuhnya karena masih ada kemungkinan Davin akan memilih Alice. Seandainya Davin memilihnya, Nyonya Aldera itu akan bersikap seperti apa yaa? Apakah akan memarahinya, menamparnya atau justru senang?
Lama berpikir tentang hal-hal tidak penting, tak terasa mobil yang membawa Lisa dan Nyonya Aldera telah sampai di rumah. Nyonya Aldera turun lebih dulu diikuti Lisa. Sama sekali tidak terpikir oleh Lisa, Ibunya itu hanya akan memendam kekesalannya hari ini. Padahal ia sudah bersiap jika saja Nyonya Aldera akan menamparnya seperti kemarin, namun ternyata ia hanya diam saja dan masuk ke kamarnya. Yaah, hari ini mungkin ia sedang beruntung.
Hari ini para guru ada rapat, sama seperti di sekolah pada umumnya, kini pun sekolah menjadi ramai karena para siswa-siswi bebas. Di saat-saat seperti ini, tempat yang paling ramai di sekolah adalah di kantin. Maka ketika Alice mengajak Lisa untuk makan di kantin, gadis itu langsung menolaknya. Lisa sedang tidak lapar sekarang dan sedang tidak ingin berada di tempat yang ramai. Lagi pula Alice pasti akan duduk dengan Zidan di kantin nanti, ia tidak ingin mengganggu pasangan itu. Sekarang Lisa hanya berjalan-jalan di koridor tanpa tujuan, ia bingung harus kemana. Di UKS pasti ada yang sedang tidur, di lapangan ramainya seperti di kantin karena sedang ada pertandingan basket dadakan, haruskah ia ke perpustakaan? Mungkin ke perpustakaan adalah ide yang cukup bagus, di sana hanya ada beberapa orang. Untung saja perpustakaan tidak dikunci karena biasanya dikunci jika guru penjaga perpustakaan sedang ikut rapat. "Saat kau bil
Di siang hari yang panas itu, Davin melihat melalui jendela kelasnya, mata pelajaran ketiga kelas Lisa adalah olahraga. Destiny Prameswari sang ketua kelas terlihat membawa beberapa bola basket. Umumnya sulit bagi seorang wanita untuk membawa beberapa buah bola basket sendirian seperti itu karena ukurannya yang cukup besar dan cukup berat, tapi melihat Destiny yang biasa saja, sepertinya dia tidak mendapat masalah dengan bola basket. Jadi, alasan Destiny menanyakan tentang bola basket kemarin ke Azka adalah karena pelajaran olahraga mereka hari ini tentang basket. "Selain cantik dan tegas, Destiny juga adalah seorang gadis yang kuat" Azka yang duduk di belakang Davin berbisik, sepertinya dia juga sedang memperhatikan pelajaran olahraga kelas Lisa. Mata pelajaran ketiga di kelas Davin adalah sejarah, guru sejarah mereka itu adalah seorang pria paruh baya, pelajarannya itu membosankan dan bisa menjadi obat tidur di kelas. Guru mereka itu juga seseorang yan
Lalisa Aldera terkenal sebagai anak yang baik dan pintar saat Sekolah Dasar. Maka saat memasuki Sekolah Menengah Pertama, ia jadi populer dan memiliki banyak teman. Namun karena memiliki banyak teman, ia jadi tidak pernah memiliki waktu untuk bersama Alice di sekolah.Sementara Lisa memiliki banyak teman di sekitarnya, Alice kebalikannya. Dia adalah anak yang dikenal pemalu, cengeng dan suka mengadu, hal itu membuat dirinya selalu sendirian di sekolah jika tidak sedang bersama Lisa.Alice yang dimanjakan di rumah, lalu Lisa yang memiliki banyak teman di sekolah. Itu adil, mereka memiliki kebahagiaan masing-masing. Memang awalnya Lisa berpikir seperti itu, namun lama-lama, ia tidak bisa melihat wajah murung Alice di sekolah karena dikucilkan. Hal itu membuatnya jadi sering mengajak Alice untuk ikut mengobrol bersama teman-temannya, mengajaknya ikut ke kantin dan mengajaknya ikut bermain, terkadang ia juga meminta teman-temannya un
"Bagaimana lukamu?" Lisa menoleh mendengar suara Alice. Pagi ini kakaknya itu terlihat lelah, dia pasti kurang tidur karena merawatnya semalam. "Sudah lebih baik" senyum terbit di bibir Alice kala mendengar jawaban Lisa. Setidaknya hari ini Lisa bisa beraktivitas dengan lebih nyaman. "Syukurlah kalau begitu" kedua gadis itu pun berjalan bersama hingga sampai di halaman rumah, mereka melihat Nyonya Aldera yang tersenyum senang bersama... Davin? "Oh! Itu dia Alice dan Lisa" ujar Nyonya Aldera saat melihat kedua putrinya, ia lantas mengisyaratkan Alice dan Lisa untuk segera mendekat. Alice dan Lisa saling bertatapan denga raut wajah bingung, mereka berjalan menuju sang Ibu. "Davin kemari untuk mengajak kalian berangkat ke sekolah bersama" ucap Nyonya Aldera masih dengan senyum senangnya, menyampaikan maksud Davin ada di rumah mereka pagi-pagi begini. Alice tersenyum cangg
"Dimana kembaranmu?" Davin bertanya saat melihat sosok Lisa yang berjalan sendirian ke arahnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran Alice. "Bersama Zidan" Davin mengangguk. Meski Lisa tak menjelaskan sedang apa Alice bersama Zidan, namun ia tau bahwa pasangan itu sedang berkencan. Mereka itu sama seperti pasangan lain yang memiliki jadwal berkencan. Lisa memperhatikan dengan bingung Davin yang sedang mengobrol bersama sopirnya. Ia menjadi semakin kebingungan saat sopir itu keluar dari mobil dan berjalan pergi. Kini Davin memandangnya, menunjuk mobil dengan dagunya, memberi kode bahwa Lisa harus naik. Lisa menuruti saja kodean Davin itu, ia hendak membuka pintu mobil di belakang saat Davin tiba-tiba mengatakan. "Jangan duduk di sana, kau mau membuatku terlihat seperti seorang sopir?" Setelah obrolan super singkat yang terasa canggung itu, kini akhirnya mobil yang dikendarai Davin melaju di jalanan yang ramai
"Sekarang sudah malam dan kalian baru pulang, darimana kalian?" pertanyaan khas orang tua yang menemukan anak mereka pulang terlambat. Nyonya Aldera berdiri di dekat tangga dengan kedua tangan bersedekap, mata tajamnya menatap kedua anak gadisnya yang baru pulang. Ini memang belum terlalu malam, namun tetap saja ia mempertanyakan alasan kenapa dua gadis itu baru pulang sekarang. Umumnya, para orang tua khawatir karena anak-anak mereka pulang di malam hari tanpa memberi kabar hingga melontarkan berbagai pertanyaan pada anak mereka, namun Nyonya Aldera tidak begitu, ia hanya terlalu penasaran pada urusan kedua putrinya. "Ah, Ibu! Ibu sudah makan malam? Maaf tidak mengabari kalau kami akan pulang malam, kami baru saja menjenguk Nyonya Ganendra, ia masuk rumah sakit tadi sore" Alice menghampiri Nyonya Aldera dengan raut wajah ceria khasnya, kedua tangannya menggandeng tangan Nyonya Aldera dengan manja. Rayuan khas para anak perempuan untuk mencegah amarah sa
Sudah dapat ditebak bagaimana nasib Alice dan Lisa kemarin jika menilik dari raut wajah Alice yang murung pagi ini. Dengan enggan, Davin mulai berjalan mendekati kedua gadis itu. "Pergilah, aku yang akan bicara dengannya" Alice mengangguk menuruti ucapan Lisa, lantas kembali berjalan, meninggalkan Lisa dan Davin di koridor yang masih sepi itu. Sekarang masih pagi, mungkin baru ada beberapa murid di sekolah selain ketiga remaja itu. Dan sekarang di koridor sedang tidak ada murid lain, jadi Lisa dan Davin bisa leluasa untuk berbicara tanpa ada seseorang yang keheranan melihat kedua murid yang tidak pernah berinteraksi itu tiba-tiba saling berbicara. "Seperti yang kau perkirakan, kami dimarahi habis-habisan kemarin karena berbohong. Ah, lebih tepatnya Alice, aku hanya mendapat satu tamparan" ucap Lisa yang mengerti alasan mengapa Davin menemuinya dan Alice di koridor pagi-pagi begini. "Aku tidak perl
"Sepertinya hari ini adalah hari yang baik untuk Hera yaa?" pertanyaan Alice itu mengalihkan fokus ketiga temannya yang sedang asyik mengobrol dan membuat gadis bernama Hera itu mengangkat kepalanya dari ponsel."Ah, benar juga! Sedari tadi hanya Hera yang sibuk dengan ponselnya, bahkan sampai tersenyum sembari memandangi ponsel. Apa ada hal yang lebih menyenangkan dalam ponselmu dibanding perkumpulan kita setelah sekian lama?" Felia Maharza, si bungsu dari keluarga Maharza itu tertawa menggoda Hera, membuat gadis itu tersenyum malu-malu. Melihat respon Hera yang seperti itu, membuat keempat temannya tertawa."Emm, sebenarnya ini rahasia, tapi aku ingin sekali menceritakannya pada kalian. Jadi, tolong rahasiakan ini demi aku" keempat gadis itu mengangguk, menunjukkan jari kelingking mereka sebagai tanda perjanjian.Menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan agar tak gugup, Hera lantas mu