"Gadis yang malang. Seharusnya ia tak perlu mati sia-sia jika tahu di mana tempatnya!"
Suara itu kembali terdengar meski begitu samar. Tangannya refleks mengepal. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dengan menahan geram. Berusaha menemukan pemilik suara yang tiba-tiba ia benci sampai ke tulang-tulang.Namun, yang ia temukan sama sekali berbeda dengan fakta yang diharapkan. Perempuan itu tak menemukan orang yang seharusnya telah menghina, merampas, hingga membuatnya terluka.Luka?Perempuan itu meraba bagian belakang kepalanya. Tak ada luka yang seharusnya berada di sana.Padahal ia ingat betul lelaki berengsek itu memukul kepalanya hingga kehilangan kesadaran. Ia pikir dirinya sudah mati, tapi ternyata dirinya terbangun dalam keadaan linglung.Dipikir-pikir, ia tak mengenali tempat di mana dirinya berada sekarang. Tempat itu berupa sebuah ruangan yang luas dan besar.Gelap. Tak ada peneranggan. Perempuan itu hanya mendengar suara yang kembali terulang. Meski tak pernah tahu, di mana keberadaan suara-suara itu."Benar-benar gadis yang malang.""Dia yang memilih jalannya sendiri.""Apa boleh buat. Kaisar sudah menentukan pilihan."Suara-suara di sekitarnya pun semakin jelas terdengar. Namun, tak ada seorang pun yang terlihat batang hidungnya."Halo!" seru perempuan itu. Berharap seseorang membalas seruannya.Meski begitu, tak ada satu pun yang memberikan tanggapan."Percuma, tak akan ada orang yang mendengar suaramu. Suara-suara itu hanya berada dalam kepalamu," ucap sebuah suara dengan tiba-tiba.Panik, ia menoleh ke sembarang arah. Kondisi ruangan yang gelap sama sekali tak menguntungkan bagi dirinya."Siapa di situ?" tanya si perempuan dengan suara gemetar."Aku sang pengendali waktu!"Si perempuan semakin panik setelah mendengar jawaban. Tubuhnya yang setengah gemetar kembali ambruk ke atas lantai yang lembab dan dingin. Otaknya masih tak bisa mencerna di mana ia berada sekarang."Pe-pengendali waktu? A-anda, Dewa?""Bukan.""Kalau bukan, la-lalu apa Anda, penyihir?""Bukan. Terserah apa kau menyebutnya. Aku hanya ingin mengatakan beberapa hal yang harus kamu tahu!" Suara itu mulai tak sabar."Sa-saya tidak mengerti maksud ucapan Anda.""Itulah mengapa aku datang untuk memberi tahumu."Suara itu semakin terdengar keras dan dekat. Namun, tetap tak ada satu pun sosok yang tertangkap oleh retina.Seakan suara itu hanya berasal dari dalam kepalanya sendiri. Apa ia sudah mulai gila? Kalaupun ia memang tidak gila, memang apa yang diharapkan dari tempat gelap tanpa penerangan seperti ini?Sosok perempuan itu hanya sanggup bersimpuh di atas lantai yang dingin tanpa tahu apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri."Kamu harus mendengarkan aku, Kim Nara!" sambung suara yang mengaku bahwa dirinya Sang Pengendali Waktu, membuat perempuan itu tersentak.Untuk beberapa waktu ia sempat lupa siapa namanya. Satu-satunya hal yang ia ingat hanyalah bagaimana seorang wanita menindih tubuh kekasihnya dan lelaki berengsek itu justru memukul kepalanya hingga terluka. Bahkan mungkin hingga tak lagi bernyawa.Faktanya ia terbangun dalam kondisi yang sama sekali tak dipahami. Dengan seseorang yang mengaku sebagai Sang Pendendali Waktu."Harusnya, kau sudah mati saat lelaki yang mengaku sebagai pacarmu itu memukul bagian belakang kepalamu. Tapi aku menyelamatkanmu dan membawamu ke dunia ini.""A-apa? Mati? Jadi aku benar-benar sudah mati dan hidup kembali?" tanya Kim Nara yang sudah mengingat kembali namanya."Lebih tepatnya aku memindahkan nyawamu yang sudah sekarat ke tubuh perempuan yang kau tempati sekarang.""Tu-tunggu, tunggu. Aku tak memahami ucapanmu, Tu-tuan?"Dari suaranya jelas ia terdengar panik. Kim Nara bahkan tak lagi menggunakan bahasa formal yang sebelumnya ia gunakan.Kini ia semakin tak memahami dengan apa yang terjadi."Argh, sudahlah. Aku tak punya banyak waktu untuk menjelaskannya padamu. Intinya, kamu bisa hidup di dalam tubuh perempuan yang kau tempati sekarang. Anggap saja ini kesempatan kedua yang diberikan padamu," suara itu kembali terdengar tak sabar."Kau tentu ingin balas dendam kepada lelaki yang sudah membuatmu seperti ini bukan?"Meski tak tahu dengan apa yang ia harapkan, Kim Nara mengangguk sebagai jawaban."Jika memang begitu, selesaikan tugasmu di dunia ini dan kamu bisa kembali untuk membalaskan dendammu pada Axel!""Jadi, benar aku bisa kembali dan membalas dendam pada mereka?" Nara bertanya dengan sedikit harapan yang membuncah."Tentu saja, kamu bisa kembali pada akhirnya. Asalkan, kamu bisa menyelesaikan tugasmu dengan baik.""Apa yang harus kulakukan?""Kamu akan segera tahu. Yang paling penting sekarang, kamu bukan lagi Kim Nara, melainkan Reinhart Blanchett.""Aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa lagi nanti!" Suara itu tiba-tiba menghilang. Tak menyisakan apa pun selain Kim Nara yang sendirian."Tunggu, siapa Reinhart Blanchett?" teriak perempuan itu tak lagi mendapatkan jawaban.Bahkan ia tak mendapati suara apa pun, kecuali kesunyiaan. Namun, hal itu tak bertahan lama.Suara yang memekakkan telinga membuat punggung Kim Nara tegak sepenuhnya. Ia kini berdiri di tengah ruangan sambil menatap keadaan sekitar dengan waspada.Drakk!!Suara itu makin keras terdengar. Seperti berasal dari pintu besar dan berat yang mengayun terbuka.Lentera tiba-tiba menyala. Ruangan gelap seketika berganti dengan cahaya terang yang berasal dari nyala obor.Saat itulah, Kim Nara baru menyadari bahwa ia sedang berada di sebuah ruangan yang sangat besar dan luas. Dinding-dindingnya dipenuhi berbagai macam patung dan relief yang sangat indah. Seperti muncul dari sebuah lukisan kuno yang sesekali ia nikmati di museum ketika hari libur.Perempuan itu terpaku. Sekalipun ia tetap tidak tahu di mana dirinya berada sekarang."Yang Mulai Kaisar memasuki ruangan!" seru seseorang yang berada paling dekat dengan pintu.Tubuh Kim Nara kian menegang. Perempuan itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, sepertinya sang pemilik tubuh sebelumnya mengingat apa yang harus dilakukan di saat seperti ini.Terbukti, tubuhnya membungkuk 90 derajat sambil membentangkan gaun yang ia kenakan. Sekalipun Kim Nara bisa merasakan jika gerakannya sangat kaku dan sedikit menantang."Salam kepada Matahari Kekaisaran Demir. Seharusnya Kaisar tak perlu datang ke sini hanya untuk memastikan perempuan ini selamat. Saya yang akan melaporkannya pada Kaisar." Seorang pria berpakaian ksatria tiba-tiba berjalan di samping lelaki yang disebut-sebut sebagai kaisar.Kim Nara sama sekali tak berani mengangkat tubuhnya. Ia masih membungkuk dalam sambil menyaksikan langkah kedua orang yang mendekat ke arahnya."Aku ingin tahu, seperti apa perempuan yang akan menjadi permaisuriku," ucap sebuah suara terdengar berat dan tegas.Menggetarkan seluruh tubuh Kim Nara yang tak berhenti gemetar."Hei, angkat kepalamu!" suara lain terdengar sedikit lebih kejam. Diikuti gerakan yang cukup kasar. Memaksa Kim Nara mengangkat wajahnya di hadapan kaisar."Inilah bedanya kamu dengan seorang lady yang terhormat. Apa orang tuamu tak pernah mengajarkan cara memberi salam pada Kaisar?" ucap pria itu semakin dingin dan kejam.Kini, Kim Nara bisa melihat bagaimana sosok dan rupa orang yang telah membentaknya. Pria itu memiliki tubuh yang besar dan tegap. Wajahnya ternyata sangat tampan. Namun, bekas luka yang membentang di sekitar wajahnya menceritakan seberapa keras hidup yang dilaluinya."Saya memberi salam kepada Matahari Kekaisaran Demir," ujar Kim Nara terdengar kaku.Ia hendak membungkukkan badan untuk kedua kali ketika seorang lelaki menahan bahunya dengan ujung pedang.Jujur saja, itu lebih menakutkan ketimbang semua hal yang pernah ia hadapi sebelumnya. Apa mungkin ia bakal kehilangan kepalanya jika membuat kesalahan? Itulah yang Kim Nara pikirkan hingga membuat seluruh tubuhnya semakin gemetar ketakutan."Tak perlu berlebihan, kita akan menjadi pasangan suami-istri sebentar lagi," ucap sang kaisar dengan nada lembut.Anehnya, itu sama sekali bertolak belakang dengan raut wajah yang terlihat dingin dan datar. Bahkan, sorot matanya lebih terlihat mematikan ketimbang semua lelaki yang pernah Kim Nara kenal.Hanya dengan bertatapan sekali saja, membuat seluruh tubuh Kim Nara gemetar ketakutan.Apa ini tugas yang harus ia selesaikan setelah berpindah dimensi? Menjadi istri Kaisar?!Utusan Kekaisaran Demir baru saja tiba di wilayah kekuasaan keluarga Blanchett. Titah kaisar menyebutkan bahwa keluarga tersebut harus menyerahkan anak gadis mereka untuk dijadikan istri sang kaisar. Sebagai utusan sang penguasa yang memiliki kekuasaan hampir di seluruh daratan, tentu kedatangan mereka bukanlah untuk sebuah penolakan. Mereka harus kembali dengan membawa apa yang diinginkan kaisar. Sementara keluarga Blanchett merupakan keluarga grand duke yang berada di wilayah perbatasan antara Kekaisaran Demir di wilayah barat dan Kerajaan Corbella di wilayah utara. Selama ini Grand Duke Blanchett memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai ksatria yang setia kepada Kerajaan Cobella. Namun, setelah perang panjang menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Corbella, tak ada lagi peperangan yang melanda benua. Kini keluarga Blanchett tinggal menikmati kerja keras para leluhur mereka. Terlebih kedua kerajaan yang berbatasan dengan wilayah Grand Duke Blanchett pun memiliki hubun
Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang kepala pelayan membuatnya menyadari satu hal. Bahwa ia dikirim ke istana ini untuk menjadi istri sang kaisar.Haha ... rasanya ia ingin tertawa sekaligus kabur di saat yang bersamaan. Bagaimana bisa ia berada di tempat ini dan harus menjadi istri kaisar?Dewa, penyihir, sang pengendali waktu, atau apa pun itu, pasti melakukan kesalahan. Bisa-bisanya Ia menjebak manusia yang tak tahu apa-apa seperti Kim Nara ke dalam perempuan bernama Reinhart.'Untuk menjadi istri sang Kaisar?' ulangnya tak percaya dalam hati.Sungguh, ini benar-benar situasi yang tak bisa ia pahami. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Jelas, ia tak bisa kabur begitu saja dari istana ini."Nona, air hangat sudah siap. Anda mau mandi sekarang?" pertanyaan kepala pelayan itu membuat Kim Nara tertegun.Tak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya sebagai Reinhart.Kalau saja pertanyaan itu diajukan sebagai Kim Nara, tentu ia ingin pergi dari dunia ini dan kembali
Jika membayangkan pernikahan kaisar dengan seorang nona muda dari keluarga Blanchett sangat meriah dan dihadiri banyak orang, maka itu suatu anggapan yang keliru. Pada faktanya, Reinhart berjalan seorang diri ke arah altar diikuti tatapan para tamu undangan yang tak bisa diterjemahkan.Bahkan tak ada seorang pun dari keluarga Blanchett yang menghadiri pernikahannya. Reinhart benar-benar sendiri ketika berjalan menuju altar.'Apa dia benar-benar anak yang tak diharapkan?' bisik perempuan itu dalam hati. Kim Nara merasa prihatin dengan sosok yang kini tubuhnya ia tempati. Namun, senyum sinis di ujung bibirnya tak bisa ia kendalikan begitu saja.'Apa sekarang waktunya mengkhawatirkan orang lain? Bahkan nasibmu ke depan sama tak jelasnya dengan nasib wanita ini.' Kim Nara kembali berbisik di dalam hati.Tak lama, ia berusaha mengabaikan perasaannya. Perempuan itu tak ingin tenggelam dalam kekhawatiran yang bisa menyesatkan.Yang harus ia lakukan sekarang adalah menjalankan tugas dari san
Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang Pendeta Agung sama sekali tak terdengar ketika pria itu meminta pasangan yang baru saja ia nikahkan harus berciuman. Lebih tepatnya Reinhart tak ingin mendengar permintaan sang Pendeta Agung. Lagipula, bagaimana ia bisa mencium bibir lelaki yang tidak dicintai? Apa pemilik tubuh sebelumnya juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi saat ini? Atau ia akan berontak melawan sang kaisar? "Lakukan tugasmu sebagai istri," ucap sang Kaisar mengejutkan perempuan itu. Kesadarannya tersentak tiba-tiba ketika Kaisar Caspian berbisik di telinga kanannya. Lantas mendekatkan bibirnya ke arah bibir perempuan yang telah menjadi istrinya. Namun, apa yang terjadi sama sekali tak terbayangkan oleh Reinhart. Bukannya melakukan adegan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang, Caspian justru menciumnya secara brutal. Seakan ada kekesalan, kemarahan, serta kebengisan yang berusaha ditunjukkan Caspian kepada perempuan yang telah menjadi istrinya. Bahkan
Reinhart mungkin sudah gila. Padahal lelaki itu baru saja menamparnya hingga membuatnya tersungkur di atas lantai. Tak hanya itu, sikapnya pun sangat kasar. Namun, perempuan itu bukannya gentar, justru memeluk tubuh sang kaisar dengan erat. Entah apa yang ada dalam pikiran Reinhart. Mungkin ia terpancing dengan ucapan Caspian dan hanya ingin selamat malam ini. Ancaman Caspian terdengar tak main-main. Mungkin itu yang mendorong Reinhart bertindak nekat.Ia masih perlu kembali ke dunia asalnya untuk membalas dendam kepada mantan kekasih dan mantan atasannya. Ia tak boleh mati begitu saja di dunia ini. "Apa kamu pikir perbuatanmu itu bisa meredakan amarahku? Apa cuma ini yang bisa kau lakukan sebagai istri?""Eh?" Reinhart kembali tersentak ketika Caspian mendorong tubuhnya. Perempuan itu terpaku di tempat. Ia tak menyangka jika akan menghadapi situasi seperti saat ini. "Sa-saya hanya berusaha untuk melakukan tugas saya sebagai is-istri, Yang Mulia." Dengan membuang rasa malu, Re
Keesokan harinya, Reinhart terbangun dengan sekujur badan terasa remuk. Ia bahkan membutuhkan beberapa waktu untuk bangkit dari tempat tidur. Nyonya Clottie dan beberapa pelayan yang melayani Reinhart membantu perempuan itu untuk bangun. Tetap saja, rasa remuk di seluruh tubuhnya masih tak bisa tertahankan. "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mandi, Tuan Putri," ucap Nyonya Clottie sambil membantu Reinhart bangun dari tempat tidur. Ia hanya mengangguk saja. Kalau boleh memilih, Reinhart ingin lebih lama berada di atas kasur. Namun, ada hal yang harus dikerjakan.Terutama bagaimana cara berkomunikasi dengan Sang Pengendali Waktu entah apa pun itu. Sejak terakhir kali sosok itu muncul, ia tak pernah menemui Reinhart lagi. Dirinya dibiarkan tersesat dan menghadapi kaisar kejam seperti Caspian. Beruntung ia tidak langsung dihukum mati. Tapi, jika desas-desus yang beredar tentang kaisar itu benar, pada akhirnya ia tetap akan mati bukan? Kalau begitu, apa bedanya ia hidup sebagai K
Langkah Reinhart begitu ringan ketika memasuki ruangan besar dan penuh dengan buku-buku. Wajahnya mendadak cerah. Kondisi tubuhnya yang seakan remuk, tiba-tiba terlupakan begitu saja. Ia memiliki tenaga yang berlebih untuk menyusuri setiap lorong di perpustakaan ini. Sebagai orang yang menyukai buku-buku dan bekerja menjadi asisten editor di kehidupan sebelumnya, tentu saja perempuan itu antusias melihat banyaknya tumpukan buku yang berada di ruangan tersebut. Tanpa sadar, senyum Reinhart mengembang. Tampak jelas jika ia sedang merasa antusias. "Ada berapa banyak buku yang ada di sini?" gumam Reinhart seorang diri. Iselt memilih berdiri cukup jauh dari sang putri yang tengah berlarian kecil di antara lorong rak-rak buku berukuran besar dan tinggi menyentuh langit-langit. Ruangan ini memiliki cukup penerangan. Jadi, Iselt tak perlu menempel pada Reinhart sambil membawa lentera yang masih berada di tangannya sejak awal. Reinhart sendiri pun tak lagi peduli pada pelayan yang dipek
Reinhart tertimpa buku di tangannya sendiri ketika bayangan itu tiba-tiba menyergapnya. Padahal dirinya berniat menggunakan buku itu sebagai senjata. Yang ada Reinhart justru kaget. Semakin terkejut saat di depannya berdiri seorang lelaki berpakaian aneh di mata perempuan itu. Lelaki itu mengenakan jubah panjang berwarna biru gelap dengan sulaman benang emas di bagian dada. Sekilas hampir menyerupai jubah yang dipakai para pendeta. Yang membedakan hanyalah tudung yang dibiarkan menggantung di belakang punggung lelaki itu. Rambut panjangnya dikuncir sebagian dan dibiarkan tergerai bagian bawahnya. Jarak mereka cukup dekat sebelum Reinhart terjatuh di lantai perpustakaan yang mendadak terasa dingin dan gelap. Kalau saja buku digenggaman Reinhart tak jatuh mengenai dirinya sendiri, ia berniat melemparkan benda itu pada si lelaki. Justru benda itu menjadi senjata makan tuan dan menimpa dirinya. Berkat buku tebal itu pula Reinhart terjatuh ketika si sosok lelaki muncul entah dari ma