Utusan Kekaisaran Demir baru saja tiba di wilayah kekuasaan keluarga Blanchett. Titah kaisar menyebutkan bahwa keluarga tersebut harus menyerahkan anak gadis mereka untuk dijadikan istri sang kaisar.
Sebagai utusan sang penguasa yang memiliki kekuasaan hampir di seluruh daratan, tentu kedatangan mereka bukanlah untuk sebuah penolakan. Mereka harus kembali dengan membawa apa yang diinginkan kaisar. Sementara keluarga Blanchett merupakan keluarga grand duke yang berada di wilayah perbatasan antara Kekaisaran Demir di wilayah barat dan Kerajaan Corbella di wilayah utara. Selama ini Grand Duke Blanchett memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai ksatria yang setia kepada Kerajaan Cobella. Namun, setelah perang panjang menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Corbella, tak ada lagi peperangan yang melanda benua. Kini keluarga Blanchett tinggal menikmati kerja keras para leluhur mereka. Terlebih kedua kerajaan yang berbatasan dengan wilayah Grand Duke Blanchett pun memiliki hubungan baik, jadi tak pernah ada pertumpahan darah di antara keduanya. Itu menjadikan wilayah Grand Duke Blanchett memiliki keuntungan besar meski berada di wilayah perbatasan kedua kerajaan.Usaha perdagangan dan tambang milik keluarga itu pun berjalan lancar tanpa ada kendala yang cukup berarti. Hal itu membuat keluarga tersebut dilimpahi kekayaan.Namun, fakta yang harus Reinhart pahami bahwa ia bukanlah keturunan resmi yang berhak mendapatkan warisan dari keluarga Blanchett, selain gelar nama yang ia sandang. Itu pun diberikan atas kemurahan hati Grand Duke terdahulu.Jika bukan karena beliau, ia tak akan pernah mendapatkan pengakuan dari pria yang mengaku sebagai ayah, tapi tak pernah berlaku sebagaimana mestinya. Ibunya bukanlah istri sah dari sang tuan tanah. Alias selir yang dipelihara oleh Lupeon Blanchett sebelum mati akibat kelicikan istri sahnya. Yang berarti ia tak berhak mendapatkan apa pun, selain semua itu nantinya bakal diwariskan kepada anak tertua sekaligus anak lelaki mereka. Edgar Blanchett.Selain itu, masih ada dua anak lainnya yang dilahirkan oleh Anastasya Blanchett. Amarilis Blanchett yang dua tahun lebih dua dari Reinhart dan Aster yang saat ini masih berusia sepuluh tahun.Jangan tanyakan hubungan mereka. Selain berebut kekuasaan, mereka tak pernah menganggap Reinhart sebagai saudara."Saya menghadap Yang Mulai Grand Duke dan Gran Duchess Blanchett," ucap Reinhart sambil membentangkan gaun dan membungkuk di hadapan orang yang mengaku sebagai ayah serta nyonya di rumah ini."Kamu akan berangkat ke Demir besok pagi!" titah Lupeon Blanchett di sela makan malam. "Saya sudah mengatakan ini sebelumnya, Ayah. Saya tidak mau menjadi istri Kaisar Demir.""Apa kau pikir, kau berada dalam posisi menolak perintah ini?!" Seru sang nyonya rumah dengan wajah marah. Reinhart melirik ke arah Anastasya Blanchett. Wanita itu tengah menatapnya dengan raut muka bengis seolah ingin melenyapkannya. "Saya dengar, raja hanya ingin menikahi perempuan itu selama 99 hari. Setelahnya dia akan menghukum mati siapa pun yang bakal menjadi istrinya. Apa Anda kira saya mau menyerahkan nyawa saya begitu saja hanya demi mempercepat kematian saya?" Reinhart mengucapkan kalimat itu dengan berani. "Kau memang pantas mati. Memang siapa yang menginginkan kamu hidup di dunia ini?" Edgar Blanchett ikut memberikan tanggapan hingga membuat tangan Reinhart mengepal geram. "Benar, tak ada seorang pun yang berharap kamu hidup di dunia ini!" Amarilis anak kedua dalam keluarga Blanchett, menambahkan."Apa kamu percaya dengan rumor murahan semacam itu? Kaisar adalah orang yang penuh perhatian kepada istrinya. Para permaisuri itu berumur pendek karena mereka memiliki penyakit," tegur Anastasya membungkam mulut Reinhart."Jika kaisar bersikap bengis pada para istrinya, tak mungkin kaisar memerintahkan utusan untuk datang jauh-jauh ke wilayah Blanchett!" sambung wanita itu dengan penuh penekanan."Apa kamu kira pekerjaan mereka hanya untuk menemukan calon istri yang tak tahu malu seperti kamu?" tandasnya lebih tegas."Kau dengar kata Ibu, pergilah menjadi istri kaisar dan kau akan mati pada hari ke-99," tandas Amarilis dengan raut muka yang benar-benar menjijikan.Kalau saja Reinhart memiliki kekuatan untuk melawan, ia ingin sekali menancapkan garpu ke atas punggung tangan perempuan yang hanya selisih dua tahun lebih tua darinya. Bahkan seekor nyamuk sekalipun masih diberi kesempatan untuk hidup. Mengapa dirinya sebagai manusia tak memiliki harapan untuk hidup juga? Geram Reinhart menahan kesal. Sayangnya, benar apa yang diucapkan Anastasya Blanchett. Ia sama sekali tak memiliki kekuatan apalagi kekuasaan untuk melawan. Meski begitu, mulutnya tetap saja dengan lancang mengatakan,"Kalau begitu, kenapa tidak kau saja pergi untuk menjadi istri Kaisar Demir?""Kau! Beraninya mulut kotormu itu mengucapkan kalimat yang begitu kejam!" Seru Anastasya sambil membanting pisau dan garpunya. "Kekaisaran Demir dan Kerajaan Corbella memiliki hubungan baik selama ini. Apa tidak masalah jika putri yang dikirimkan ke Demir sama sekali tak memiliki darah bangsawan dalam darahnya?" Reinhart terus melawan meski pada akhirnya ia tetap tak bisa membantah keputusan yang telah ditetapkan."Beraninya kau?! Kau anggap apa darah Blanchett yang mengalir dalam tubuhmu?!" gertak Lupeon dengan rahang mengeras."Apa yang merasuki tubuhmu hingga membuatmu bersikap lancang seperti ini?" imbuhnya lagi sambil menatap marah pada Reinhart."Maafkan aku Ayah, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku tak pantas mendapatkan gelar Blanchett di belakang namaku.""Kau sudah mulai gila rupanya! Beraninya kau membantah ucapan Grand Duke!" Suara Grand Duchess Blanchett."Benar-benar tak tahu diri. Apa ini balasan yang kau berikan pada Blanchett yang sudah merawatmu?!" Sebagai anak tertua, Egdar kembali ambil bagian."Anda sepertinya melewatkan hal terpenting, Tuan Muda. Seperti yang saya katakan di awal, bukankah ini akan menjadi penghinaan bagi Blanchett jika saya yang dikirimkan kepada Kaisar Demir?""Lagipula, bukankah itu yang selalu Anda katakan pada saya, Nyonya? Saya hanya seorang anak budak yang bahkan tak pantas mendapatkan gelar Blanchett!" lawan Reinhart sama sekali tak merasa takut dengan ucapan sang ibu tiri."Sudah cukup! Hentikan semua omong kosong ini! Bagaimanapun asal-usulmu, kau tetap menyandang gelar Blanchett yang sah. Kenapa kau selalu memperdebatkan hal itu?!""Jadi, baru di saat seperti ini saya diakui sebagai keluarga Blanchett?"Reinhart tersenyum getir. Menatap satu per satu setiap wajah di meja makan yang menunjukkan ekspresi menjijikan.***"Argh ... hah, hah ...."Kim Nara terbangun dengan napas terengah. Keringat membasahi kening dan seluruh tubuhnya. Ia baru saja mengalami mimpi yang cukup panjang.Bukan, itu bukan mimpi. Ketimbang mimpi, apa yang baru saja ia alami lebih mirip seperti potongan ingatan pemilik tubuh sebelumnya. Reinhart Blanchett.Ya, nama itulah yang harus ia sandang mulai saat ini. Ia harus segera membiasakan diri."Nona Reinhart! Apa yang terjadi, Nona?"Kepala pelayan yang ditugaskan untuk melayaninya sejak tadi malam, menghampirinya tergesa dengan wajah panik. Namanya Nyonya Clottie. Wanita itulah yang akan bertugas melayani Reinhart Blanchett mulai saat ini."Ti-tidak apa-apa, Nyonya Clottie. Aku tidak apa-apa," jawab Reinhart menyembunyikan apa yang terjadi.Mana mungkin ia mengatakan pada wanita itu tentang kejadian yang baru saja dialami.Mengatakan hal itu sama dengan membeberkan rahasianya bahwa ia bukanlah Reinhart Blanchett yang sesungguhnya.Beruntung pelayan wanita itu tampak mengerti. Ia tak memaksa Reinhart untuk mengatakan apa yang baru saja terjadi."Kalau begitu, saya harus membantu Anda bersiap, Nona. Hari ini merupakan hari pernikahan Anda dengan Kaisar Caspain.""Ya? Kau bilang apa, Nyonya Clottie?" Perempuan itu menjawab dengan tergagap."Anda harus bersiap, Nona Reinhart. Bukankah Anda calon istri sang Kaisar? Hari ini adalah hari pernikahan Anda."'Jadi aku benar-benar calon istri sang kaisar?' ucap perempuan itu dalam hati.Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang kepala pelayan membuatnya menyadari satu hal. Bahwa ia dikirim ke istana ini untuk menjadi istri sang kaisar.Haha ... rasanya ia ingin tertawa sekaligus kabur di saat yang bersamaan. Bagaimana bisa ia berada di tempat ini dan harus menjadi istri kaisar?Dewa, penyihir, sang pengendali waktu, atau apa pun itu, pasti melakukan kesalahan. Bisa-bisanya Ia menjebak manusia yang tak tahu apa-apa seperti Kim Nara ke dalam perempuan bernama Reinhart.'Untuk menjadi istri sang Kaisar?' ulangnya tak percaya dalam hati.Sungguh, ini benar-benar situasi yang tak bisa ia pahami. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Jelas, ia tak bisa kabur begitu saja dari istana ini."Nona, air hangat sudah siap. Anda mau mandi sekarang?" pertanyaan kepala pelayan itu membuat Kim Nara tertegun.Tak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya sebagai Reinhart.Kalau saja pertanyaan itu diajukan sebagai Kim Nara, tentu ia ingin pergi dari dunia ini dan kembali
Jika membayangkan pernikahan kaisar dengan seorang nona muda dari keluarga Blanchett sangat meriah dan dihadiri banyak orang, maka itu suatu anggapan yang keliru. Pada faktanya, Reinhart berjalan seorang diri ke arah altar diikuti tatapan para tamu undangan yang tak bisa diterjemahkan.Bahkan tak ada seorang pun dari keluarga Blanchett yang menghadiri pernikahannya. Reinhart benar-benar sendiri ketika berjalan menuju altar.'Apa dia benar-benar anak yang tak diharapkan?' bisik perempuan itu dalam hati. Kim Nara merasa prihatin dengan sosok yang kini tubuhnya ia tempati. Namun, senyum sinis di ujung bibirnya tak bisa ia kendalikan begitu saja.'Apa sekarang waktunya mengkhawatirkan orang lain? Bahkan nasibmu ke depan sama tak jelasnya dengan nasib wanita ini.' Kim Nara kembali berbisik di dalam hati.Tak lama, ia berusaha mengabaikan perasaannya. Perempuan itu tak ingin tenggelam dalam kekhawatiran yang bisa menyesatkan.Yang harus ia lakukan sekarang adalah menjalankan tugas dari san
Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang Pendeta Agung sama sekali tak terdengar ketika pria itu meminta pasangan yang baru saja ia nikahkan harus berciuman. Lebih tepatnya Reinhart tak ingin mendengar permintaan sang Pendeta Agung. Lagipula, bagaimana ia bisa mencium bibir lelaki yang tidak dicintai? Apa pemilik tubuh sebelumnya juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi saat ini? Atau ia akan berontak melawan sang kaisar? "Lakukan tugasmu sebagai istri," ucap sang Kaisar mengejutkan perempuan itu. Kesadarannya tersentak tiba-tiba ketika Kaisar Caspian berbisik di telinga kanannya. Lantas mendekatkan bibirnya ke arah bibir perempuan yang telah menjadi istrinya. Namun, apa yang terjadi sama sekali tak terbayangkan oleh Reinhart. Bukannya melakukan adegan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang, Caspian justru menciumnya secara brutal. Seakan ada kekesalan, kemarahan, serta kebengisan yang berusaha ditunjukkan Caspian kepada perempuan yang telah menjadi istrinya. Bahkan
Reinhart mungkin sudah gila. Padahal lelaki itu baru saja menamparnya hingga membuatnya tersungkur di atas lantai. Tak hanya itu, sikapnya pun sangat kasar. Namun, perempuan itu bukannya gentar, justru memeluk tubuh sang kaisar dengan erat. Entah apa yang ada dalam pikiran Reinhart. Mungkin ia terpancing dengan ucapan Caspian dan hanya ingin selamat malam ini. Ancaman Caspian terdengar tak main-main. Mungkin itu yang mendorong Reinhart bertindak nekat.Ia masih perlu kembali ke dunia asalnya untuk membalas dendam kepada mantan kekasih dan mantan atasannya. Ia tak boleh mati begitu saja di dunia ini. "Apa kamu pikir perbuatanmu itu bisa meredakan amarahku? Apa cuma ini yang bisa kau lakukan sebagai istri?""Eh?" Reinhart kembali tersentak ketika Caspian mendorong tubuhnya. Perempuan itu terpaku di tempat. Ia tak menyangka jika akan menghadapi situasi seperti saat ini. "Sa-saya hanya berusaha untuk melakukan tugas saya sebagai is-istri, Yang Mulia." Dengan membuang rasa malu, Re
Keesokan harinya, Reinhart terbangun dengan sekujur badan terasa remuk. Ia bahkan membutuhkan beberapa waktu untuk bangkit dari tempat tidur. Nyonya Clottie dan beberapa pelayan yang melayani Reinhart membantu perempuan itu untuk bangun. Tetap saja, rasa remuk di seluruh tubuhnya masih tak bisa tertahankan. "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mandi, Tuan Putri," ucap Nyonya Clottie sambil membantu Reinhart bangun dari tempat tidur. Ia hanya mengangguk saja. Kalau boleh memilih, Reinhart ingin lebih lama berada di atas kasur. Namun, ada hal yang harus dikerjakan.Terutama bagaimana cara berkomunikasi dengan Sang Pengendali Waktu entah apa pun itu. Sejak terakhir kali sosok itu muncul, ia tak pernah menemui Reinhart lagi. Dirinya dibiarkan tersesat dan menghadapi kaisar kejam seperti Caspian. Beruntung ia tidak langsung dihukum mati. Tapi, jika desas-desus yang beredar tentang kaisar itu benar, pada akhirnya ia tetap akan mati bukan? Kalau begitu, apa bedanya ia hidup sebagai K
Langkah Reinhart begitu ringan ketika memasuki ruangan besar dan penuh dengan buku-buku. Wajahnya mendadak cerah. Kondisi tubuhnya yang seakan remuk, tiba-tiba terlupakan begitu saja. Ia memiliki tenaga yang berlebih untuk menyusuri setiap lorong di perpustakaan ini. Sebagai orang yang menyukai buku-buku dan bekerja menjadi asisten editor di kehidupan sebelumnya, tentu saja perempuan itu antusias melihat banyaknya tumpukan buku yang berada di ruangan tersebut. Tanpa sadar, senyum Reinhart mengembang. Tampak jelas jika ia sedang merasa antusias. "Ada berapa banyak buku yang ada di sini?" gumam Reinhart seorang diri. Iselt memilih berdiri cukup jauh dari sang putri yang tengah berlarian kecil di antara lorong rak-rak buku berukuran besar dan tinggi menyentuh langit-langit. Ruangan ini memiliki cukup penerangan. Jadi, Iselt tak perlu menempel pada Reinhart sambil membawa lentera yang masih berada di tangannya sejak awal. Reinhart sendiri pun tak lagi peduli pada pelayan yang dipek
Reinhart tertimpa buku di tangannya sendiri ketika bayangan itu tiba-tiba menyergapnya. Padahal dirinya berniat menggunakan buku itu sebagai senjata. Yang ada Reinhart justru kaget. Semakin terkejut saat di depannya berdiri seorang lelaki berpakaian aneh di mata perempuan itu. Lelaki itu mengenakan jubah panjang berwarna biru gelap dengan sulaman benang emas di bagian dada. Sekilas hampir menyerupai jubah yang dipakai para pendeta. Yang membedakan hanyalah tudung yang dibiarkan menggantung di belakang punggung lelaki itu. Rambut panjangnya dikuncir sebagian dan dibiarkan tergerai bagian bawahnya. Jarak mereka cukup dekat sebelum Reinhart terjatuh di lantai perpustakaan yang mendadak terasa dingin dan gelap. Kalau saja buku digenggaman Reinhart tak jatuh mengenai dirinya sendiri, ia berniat melemparkan benda itu pada si lelaki. Justru benda itu menjadi senjata makan tuan dan menimpa dirinya. Berkat buku tebal itu pula Reinhart terjatuh ketika si sosok lelaki muncul entah dari ma
Reinhart berusaha berlari sekuat tenaga setelah berhasil mengalihkan fokus sang Penyihir Menara. Lelaki itu tidak mengejarnya. Meski begitu, Reinhart masih mendengar suara tawa si penyihir menggema di seluruh ruangan. Ia lebih tidak peduli dan terus melarikan diri. Hingga langkahnya berhenti di depan sebuah pintu yang sama sekali berbeda dengan pintu yang pertama kali ia masuki bersama Iselt. Tanpa berpikir panjang, Reinhart membuka pintu itu dan mendapati dirinya berada di sebuah selasar yang terlihat tanpa ujung. Tak peduli, Reinhart memilih berlari sambil terus membawa buku yang semula digunakannya untuk memukul si penyihir. "Sial, ini benar-benar kacau! Gimana bisa aku tiba-tiba berada di tempat asing seperti ini? Apa yang kamu lakukan padaku sebenarnya?!" teriak Reinhart kesal mengutuk perbuatan sang Pengendali Waktu begitu ia tak juga menemukan ujung selasar yang dilewatinya. Reinhart merasa ujung lorong yang ia lewati justru semakin menjauh. Sebelum akhirnya ia melihat an