Keesokan harinya, Reinhart terbangun dengan sekujur badan terasa remuk. Ia bahkan membutuhkan beberapa waktu untuk bangkit dari tempat tidur. Nyonya Clottie dan beberapa pelayan yang melayani Reinhart membantu perempuan itu untuk bangun. Tetap saja, rasa remuk di seluruh tubuhnya masih tak bisa tertahankan. "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mandi, Tuan Putri," ucap Nyonya Clottie sambil membantu Reinhart bangun dari tempat tidur. Ia hanya mengangguk saja. Kalau boleh memilih, Reinhart ingin lebih lama berada di atas kasur. Namun, ada hal yang harus dikerjakan.Terutama bagaimana cara berkomunikasi dengan Sang Pengendali Waktu entah apa pun itu. Sejak terakhir kali sosok itu muncul, ia tak pernah menemui Reinhart lagi. Dirinya dibiarkan tersesat dan menghadapi kaisar kejam seperti Caspian. Beruntung ia tidak langsung dihukum mati. Tapi, jika desas-desus yang beredar tentang kaisar itu benar, pada akhirnya ia tetap akan mati bukan? Kalau begitu, apa bedanya ia hidup sebagai K
Langkah Reinhart begitu ringan ketika memasuki ruangan besar dan penuh dengan buku-buku. Wajahnya mendadak cerah. Kondisi tubuhnya yang seakan remuk, tiba-tiba terlupakan begitu saja. Ia memiliki tenaga yang berlebih untuk menyusuri setiap lorong di perpustakaan ini. Sebagai orang yang menyukai buku-buku dan bekerja menjadi asisten editor di kehidupan sebelumnya, tentu saja perempuan itu antusias melihat banyaknya tumpukan buku yang berada di ruangan tersebut. Tanpa sadar, senyum Reinhart mengembang. Tampak jelas jika ia sedang merasa antusias. "Ada berapa banyak buku yang ada di sini?" gumam Reinhart seorang diri. Iselt memilih berdiri cukup jauh dari sang putri yang tengah berlarian kecil di antara lorong rak-rak buku berukuran besar dan tinggi menyentuh langit-langit. Ruangan ini memiliki cukup penerangan. Jadi, Iselt tak perlu menempel pada Reinhart sambil membawa lentera yang masih berada di tangannya sejak awal. Reinhart sendiri pun tak lagi peduli pada pelayan yang dipek
Reinhart tertimpa buku di tangannya sendiri ketika bayangan itu tiba-tiba menyergapnya. Padahal dirinya berniat menggunakan buku itu sebagai senjata. Yang ada Reinhart justru kaget. Semakin terkejut saat di depannya berdiri seorang lelaki berpakaian aneh di mata perempuan itu. Lelaki itu mengenakan jubah panjang berwarna biru gelap dengan sulaman benang emas di bagian dada. Sekilas hampir menyerupai jubah yang dipakai para pendeta. Yang membedakan hanyalah tudung yang dibiarkan menggantung di belakang punggung lelaki itu. Rambut panjangnya dikuncir sebagian dan dibiarkan tergerai bagian bawahnya. Jarak mereka cukup dekat sebelum Reinhart terjatuh di lantai perpustakaan yang mendadak terasa dingin dan gelap. Kalau saja buku digenggaman Reinhart tak jatuh mengenai dirinya sendiri, ia berniat melemparkan benda itu pada si lelaki. Justru benda itu menjadi senjata makan tuan dan menimpa dirinya. Berkat buku tebal itu pula Reinhart terjatuh ketika si sosok lelaki muncul entah dari ma
Reinhart berusaha berlari sekuat tenaga setelah berhasil mengalihkan fokus sang Penyihir Menara. Lelaki itu tidak mengejarnya. Meski begitu, Reinhart masih mendengar suara tawa si penyihir menggema di seluruh ruangan. Ia lebih tidak peduli dan terus melarikan diri. Hingga langkahnya berhenti di depan sebuah pintu yang sama sekali berbeda dengan pintu yang pertama kali ia masuki bersama Iselt. Tanpa berpikir panjang, Reinhart membuka pintu itu dan mendapati dirinya berada di sebuah selasar yang terlihat tanpa ujung. Tak peduli, Reinhart memilih berlari sambil terus membawa buku yang semula digunakannya untuk memukul si penyihir. "Sial, ini benar-benar kacau! Gimana bisa aku tiba-tiba berada di tempat asing seperti ini? Apa yang kamu lakukan padaku sebenarnya?!" teriak Reinhart kesal mengutuk perbuatan sang Pengendali Waktu begitu ia tak juga menemukan ujung selasar yang dilewatinya. Reinhart merasa ujung lorong yang ia lewati justru semakin menjauh. Sebelum akhirnya ia melihat an
Tubuh Reinhart masih gemetar meski dirinya kini sudah berhasil kembali ke ruangan yang disediakan untuknya. Salah seorang pelayan menemukan Reinhart ketika mereka sibuk mencari perempuan itu setelah mendengar laporan dari Iselt jika dirinya menghilang.Semula ia berusaha nekat hendak kabur dari Kekaisaran Demir begitu mengumpulkan kewarasannya yang masih tersisa.Tinggal di tempat ini sekarang bukanlah pilihan yang bijaksana. Reinhart merasa hal buruk bakal terjadi padanya cepat atau lambat. Apalagi setelah mendengar perbincangan kedua pelayan istana yang tanpa sengaja ia dengar ketika berada di taman. Perempuan itu semakin gelisah akan masa depan yang sama sekali tak pasti. Ia bukanlah perempuan seberani itu hingga mengorbankan kehidupannya untuk tetap bertahan dalam situasi ini. Bahkan ia sama sekali tak berani melawan ketika tertindas di bawah kekuatan sang kaisar. Namun, ia juga tak punya pilihan lain sekarang.'Aku harus tenang. Bagaimanapun aku harus mengumpulkan lebih banya
Caspian merasa tak tenang. Sudah dua hari dirinya gelisah setiap kali malam menjelang. Padahal, dua hari yang lalu, ia bisa melewati siksaan panjang yang sudah terjadi bertahun-tahun setiap malam. Bahkan setelah menghabiskan sebotol anggur yang dibawakan pelayan, Caspian masih saja tak bisa memejamkan mata dan membuatnya semakin gelisah. Dengan kasar, ia bangkit dari kursi berlengan besar dan memiliki sandaran yang cukup tinggi, demi mengusir perasaan gelisah yang mengusik hatinya. Sang Kaisar Demir berjalan ke arah balkon di kamarnya. Berusaha mengalihkan perhatian sambil memandang rembulan yang tampak pucat di langit malam.Ia bahkan sama sekali tak peduli ketika angin dingin menerpa dadanya yang separuh bertelanjang. "Yang Mulia," sapaan panasihat kekaisaran kepercayaannya, tiba-tiba muncul dari pintu yang separuh terbuka. Di Kekaisaran Demir, tinggal Duke Maxwell-lah satu-satunya orang yang dipercaya oleh Caspian saat ini sejak sepeninggalan sang permaisuri. "Ada apa, Paman?
Kondisi Reinhart lebih baik setelah pelayan membantunya mandi dan menyediakan makanan. Wajahnya kembali cerah dan segar.Meski masih terlihat lesu akibat tak makan ataupun minum selama dua hari. Begitu juga dengan Iselt yang ikut dikeluarkan dari penjara gelap nan lembab bawah tanah atas permintaan perempuan itu. Pelayan belasan tahun itu, sudah kembali ke sisi Reinhart setelah ia diberikan pakaian bersih dan makanan oleh Nyonya Clottie yang bertanggung jawab atas semua pelayan di Kekaisaran Demir. Semula wanita itu sempat menentang. Berbuat baik pada pelayan hanya akan membuat mereka semakin kurang ajar dan berani meski telah melakukan kesalahan. Tak hanya itu, sikap Iselt bisa saja ditiru oleh pelayan lain. Lebih parahnya lagi, mereka bisa saja beranggapan bahwa kekaisaran telah kehilangan kekuatannya dan membiarkan begitu saja pelayan yang telah bersalah kembali ke sisi sang tuan putri. Namun, Reinhart masih bersikeras bahwa apa yang terjadi tidak sepenuhnya salah Iselt dan ia
Suasana berubah mencekam begitu perbincangan di antara kedua orang lintas generasi - bahkan lintas dimensi itu - berakhir dengan pertanyaan Reinhart yang dibiarkan menggantung.Duke Maxwell hanya terdiam. Namun, justru itu yang membuat Reinhart kian berpikiran macam-macam. Hingga menjadikan suasana di antara semakin tidak nyaman. "Duke Maxwell?" panggil Reinhart berusaha untuk tetap terlihat tanpa gentar. Pria tua itu menghela napas panjang. Ditatapnya Reinhart dengan raut wajah semakin suram. "Ya, Tuan Putri.""Jadi benar kalau aku juga bakal dibunuh setelah 99 hari?"Dengan berat hati, tapi didorong tekad yang kuat akhirnya Duke Maxwell menjawab pertanyaan yang diajukan sang istri kaisar. "Ya Tuan Putri, Kaisar Caspian berencana bakal membunuh Anda begitu hari ke-99. Sama seperti mereka yang sebelumnya datang ke Demir tanpa tahu apa pun dan bersuka cita menjadi istri kaisar yang bakal dibunuh pada hari ke-99.""Mereka benar-benar tak tahu apa pun ketika datang?""Pihak Kekaisara