Caspian merasa tak tenang. Sudah dua hari dirinya gelisah setiap kali malam menjelang. Padahal, dua hari yang lalu, ia bisa melewati siksaan panjang yang sudah terjadi bertahun-tahun setiap malam. Bahkan setelah menghabiskan sebotol anggur yang dibawakan pelayan, Caspian masih saja tak bisa memejamkan mata dan membuatnya semakin gelisah. Dengan kasar, ia bangkit dari kursi berlengan besar dan memiliki sandaran yang cukup tinggi, demi mengusir perasaan gelisah yang mengusik hatinya. Sang Kaisar Demir berjalan ke arah balkon di kamarnya. Berusaha mengalihkan perhatian sambil memandang rembulan yang tampak pucat di langit malam.Ia bahkan sama sekali tak peduli ketika angin dingin menerpa dadanya yang separuh bertelanjang. "Yang Mulia," sapaan panasihat kekaisaran kepercayaannya, tiba-tiba muncul dari pintu yang separuh terbuka. Di Kekaisaran Demir, tinggal Duke Maxwell-lah satu-satunya orang yang dipercaya oleh Caspian saat ini sejak sepeninggalan sang permaisuri. "Ada apa, Paman?
Kondisi Reinhart lebih baik setelah pelayan membantunya mandi dan menyediakan makanan. Wajahnya kembali cerah dan segar.Meski masih terlihat lesu akibat tak makan ataupun minum selama dua hari. Begitu juga dengan Iselt yang ikut dikeluarkan dari penjara gelap nan lembab bawah tanah atas permintaan perempuan itu. Pelayan belasan tahun itu, sudah kembali ke sisi Reinhart setelah ia diberikan pakaian bersih dan makanan oleh Nyonya Clottie yang bertanggung jawab atas semua pelayan di Kekaisaran Demir. Semula wanita itu sempat menentang. Berbuat baik pada pelayan hanya akan membuat mereka semakin kurang ajar dan berani meski telah melakukan kesalahan. Tak hanya itu, sikap Iselt bisa saja ditiru oleh pelayan lain. Lebih parahnya lagi, mereka bisa saja beranggapan bahwa kekaisaran telah kehilangan kekuatannya dan membiarkan begitu saja pelayan yang telah bersalah kembali ke sisi sang tuan putri. Namun, Reinhart masih bersikeras bahwa apa yang terjadi tidak sepenuhnya salah Iselt dan ia
Suasana berubah mencekam begitu perbincangan di antara kedua orang lintas generasi - bahkan lintas dimensi itu - berakhir dengan pertanyaan Reinhart yang dibiarkan menggantung.Duke Maxwell hanya terdiam. Namun, justru itu yang membuat Reinhart kian berpikiran macam-macam. Hingga menjadikan suasana di antara semakin tidak nyaman. "Duke Maxwell?" panggil Reinhart berusaha untuk tetap terlihat tanpa gentar. Pria tua itu menghela napas panjang. Ditatapnya Reinhart dengan raut wajah semakin suram. "Ya, Tuan Putri.""Jadi benar kalau aku juga bakal dibunuh setelah 99 hari?"Dengan berat hati, tapi didorong tekad yang kuat akhirnya Duke Maxwell menjawab pertanyaan yang diajukan sang istri kaisar. "Ya Tuan Putri, Kaisar Caspian berencana bakal membunuh Anda begitu hari ke-99. Sama seperti mereka yang sebelumnya datang ke Demir tanpa tahu apa pun dan bersuka cita menjadi istri kaisar yang bakal dibunuh pada hari ke-99.""Mereka benar-benar tak tahu apa pun ketika datang?""Pihak Kekaisara
Duke Maxwell mengerutkan kening begitu menghadapi sikap Reinhart yang dirasa aneh. Perempuan itu masih menggenggam tangannya dan mengucapkan kalimat yang sama sekali tak ia pahami. Untuk kedua kali setelah Reinhart mengatakan sesuatu yang terdengar seperti 'pembunuhan berencana'. Apalagi itu? Ditambah dengan sikap si perempuan yang kini terlihat semakin aneh di mata pria tua yang menjabat sebagai penasihat Kekaisaran Demir itu. Apakah itu cara yang dilakukan oleh orang-orang Cobella di wilayah Blanchett? Meski hubungan kedua negara memang cukup dekat, Maxwell sama sekali tak pernah melihat perilaku yang ditunjukkan Reinhart. Namun, Duke Maxwell tak perlu ambil pusing. Yang paling penting sekarang, Lady Reinhart sudah berpihak dan mendukung keputusannya. Dengan begitu, Duke Maxwell juga bisa memiliki cara untuk melindungi perempuan itu, sekaligus mengubah sikap sang kaisar. Sementara Reinhart tampak terkejut dengan sikapnya sendiri. Dua kali ia menunjukkan perilaku yang seharusny
Fakta bahwa istri sang kaisar hendak dibunuh di dalam ruangannya sendiri, menyebar dengan cepat. Bahkan hal itu mengusik Kaisar Caspian yang semula sama sekali tak peduli dengan keberadaan Reinhart kecuali pada malam pertama yang mereka habiskan bersama. Lebih tepatnya malam pertama yang mereka lewati dengan paksaan terhadap si perempuan. Begitu kabar tentang percobaan bunuh diri menyebar, Caspian dengan segera meminta pengurus istana untuk menyelidiki kasus ini. Entah apa yang ia pikirkan. Duke Maxwell bahkan tampak bingung dengan sikap tiba-tiba sang kaisar. Meski begitu, tidak ada jejak yang ditinggalkan oleh si penyusup yang berhasil membawakan racun pada Reinhart. Keberadaan pelayan yang mengantarkan teh pada hari itu pun lenyap tanpa jejak. Seakan penyusupan itu sudah direncanakan matang-matang sebelumnya. "Batasi orang-orang yang keluar-masuk istana tanpa keperluan penting ataupun mendesak!" perintah Kaisar Caspian pada para pengurus istana. Termasuk pada Duke Maxwell. "
Denting lonceng di kejauhan mulai terdengar. Waktu panggilan bagi para umat untuk bersembahyang di kuil Pendeta Agung. Sembahyang memang biasa dilaksanakan setiap pukul 08.00 pagi dan 15.00 sore. Biasanya diikuti oleh para pengikut Pendeta Agung yang taat. Upacara dipimpin langsung oleh Pendeta Agung ataupun para muridnya yang telah dianggap mampu untuk memimpin para jemaat. "Sudah waktunya sembahyang, Tuan Putri. Apa Anda mau langsung pergi ke kuil?""Ya, Iselt. Kita ke sana sekarang!" jawab perempuan itu tanpa ragu-ragu. Reinhart yang baru saja mengikuti kelas Madame Marianna memilih untuk pergi ke kuil begitu mendengar suara lonceng di kejauhan. Ia bukanlah orang yang taat di kehidupannya yang lalu, tapi perempuan itu menjadi sering datang ke kuil sejak diselamatkan Duke Maxwell dari penjara bawah tanah. Perempuan itu ingin lebih dekat dengan sang Pencipta kehidupan agar bisa segera pergi dari tempat ini. Bagaimanapun tetap itulah harapan Reinhart paling besar. Selain itu, a
Wajah Reinhart tampak menunjukkan kerut tanda tanya. Selama tinggal di Kekaisaran Demir, ia belum pernah mendengar tentang nama Lady Rosemary. Madame Marianna juga tidak pernah menyebutkan nama wanita itu. Padahal Madame Marianna sudah mengenalkan beberapa nama yang perlu Reinhart ingat untuk menarik simpati dan mendapatkan dukungan mereka. Juga beberapa orang yang harus dihindari agar tidak menjadi batu sandungan bagi perempuan itu ke depannya. Namun, tidak ada nama Lady Rosemary dari nama-nama yang disebutkan oleh Madame Marianna. Sekalipun Reinhart juga belum pernah bertemu secara langsung dengan orang-orang yang disebutkan Madame Marianna, akibat kunjungan untuk dirinya masih dibatasi sampai orang yang hendak membunuhnya ditemukan. Setidaknya ia ingat betul nama orang-orang yang telah disebutkan oleh pengajarnya itu. "Siapa Lady Rosemary, Nyonya Clottie?" tanya Reinhart tak sanggup membendung rasa penasaran. "Ah, beliau sepupu jauh Kaisar Caspian, Tuan Putri. Ibunya adalah c
Makan malam berakhir dalam diam. Tak ada lagi percakapan sepanjang makan malam yang melibatkan ketiga orang tersebut. Kaisar Caspian buru-buru meninggalkan tempatnya begitu menghabiskan menu yang disajikan. Tanpa tertarik untuk bicara lebih lama dengan Rosemary ataupun Reinhart. Jangankan bicara, melirik pun tidak. Yang ia lakukan seakan tak lebih dari sekadar formalitas menyambut tamu saja. Tak lebih. Bahkan ia sama sekali tak peduli ketika Rosemary menghalanginya untuk pergi. "Urus urusanmu sendiri, Rose! Paman Maxwell atau pelayan lain akan membantumu!" tegas Caspian tanpa menunjukkan rasa pedulinya sedikit pun. "Tapi, aku masih mau berbincang denganmu, Ian.""Sayangnya aku tak punya waktu Rose. Selama berada di sini kamu bisa tinggal di Kastil Westminster," tegas Caspian sebelum benar-benar pergi. Tanpa sadar Reinhart kembali tersenyum. Melihat betapa menyedihkannya perempuan itu yang tak berhasil menggoda Kaisar Demir. Rosemary bahkan diminta untuk tinggal di kediaman Duke
Sepasang mata perempuan itu terasa berat. Perlu tenaga ekstra untuk membuatnya terbuka. Butuh waktu pula untuk membuatnya terbiasa dengan cahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam retina matanya. Suara alat-alat yang berdengung serta menempel di tubuhnya, menjadi pemandangan pertama yang tertangkap indra pendengarannya. Gerak tangannya yang lemah tapi intens, cukup menyita perhatian seorang perempuan muda serta pemuda yang terlihat dua atau tiga tahun lebih tua, yang duduk di samping kanan serta kiri tempat tidur pasien. "Nuna!" seru pemuda itu pertama kali saat menyadari gerakan si perempuan. "Eonni! Kamu sudah sadar?" Si perempuan muda ikut berseru. Lantas berlari keluar kamar untuk memanggil dokter. Perempuan itu tak lagi peduli ketika kakak laki-lakinya berusaha menghentikannya. Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dua orang perawat kembali masuk ke dalam ruangan dan memeriksa kondisi sang pasien. "Selamat siang, Nona. Apa Anda bisa mendengar suara saya?" tanya dokter itu s
Tujuh tahun kemudian... "Hidup Yang Mulia Kaisar William! Hidup Matahari Agung Kekaisaran Demir!""Hidup, Yang Mulia!""Hidup, Yang Mulia Kaisar!"Sorakan orang-orang terdengar menggema di seluruh Alun-alun Ibukota Demir setelah Pendeta Agung mengucapkan sumpah janji kekaisaran diikuti oleh sang putra mahkota yang kini telah resmi dilantik menjadi kaisar menggantikan ayahnya. Seluruh rakyat Kekaisaran Demir bersuka cita. Mereka memenuhi alun-alun ibukota tanpa peduli golongan dan kasta. Semua membaur tanpa ada sekat untuk merayakan pelantikan sang kaisar. Sementara, pemuda yang baru berusia lima belas tahun itu, tampak tersenyum lepas ketika menyambut sorakan meriah seluruh rakyatnya. Ia sama sekali berbeda dengan sang ayah yang sejak muda sudah menunjukkan sifat arogansinya. Pemuda yang kini mengenakan pakaian kebesaran Kekaisaran Demir itu, terlihat lebih hangat dan disukai oleh semua orang. "Hidup Yang Mulia Kaisar William!" seruan rakyat Demir masih terus berkumandang hingga
Dari semua peristiwa yang terjadi sampai saat ini, tak ada hal yang lebih mengecewakan kecuali pengkhianatan yang dilakukan oleh Putra Duke Aidin. Tuan Muda Alfonso. Sejak kedatangannya ke dunia ini, Reinhart mendengar kabar bahwa putra sang duke berada jauh di luar negeri untuk mengenyam pendidikan. Keluarga itu pun, dikabarkan tak pernah mau terlibat dalam urusan politik keluarga kaisar.Tak ada niat bagi garis keturunan Duke Aidin untuk merebut takhta dari kaisar terdahulu ataupun sekarang. Namun, kemunculan para ksatria dengan lambang harimau putih yang berkeliaran di depan kamar Reinhart pada malam itu, membuatnya terus berpikir sepanjang waktu. Terlebih ketika mengetahui fakta bahwa simbol tersebut adalah milik keluarga Duke Aidin. Sikap Madame Marianna yang begitu baik padanya, juga sikap hangat sang tuan duke, membuat Reinhart hampir terlena. Namun, ia tak bisa menutup mata saat mengetahui kebenaran tersebut. Ia mencari bukti dan dapat menemukannya berkat bantuan Iselt. B
"Marquis Michael, Anda ditangkap karena dianggap telah membelot, mengkhianati kekaisaran, dan merencanakan kudeta pada, Kaisar Caspian!"Dengan ini pula, status kebangsawanan Anda dicopot dan semua harta benda Anda menjadi rampasan!" seru ksatria Kekaisaran Demir saat hendak membekuk Marquis Michael yang mencoba melarikan diri. Pria itu ditangkap saat bersiap kabur ketika ksatria istana Kekaisaran Demir mencapai gerbang kastilnya. Ia sempat berontak dan mencoba melawan. Termasuk berteriak jika penangkapan terhadap dirinya hanyalah salah sasaran. "Kalian tidak bisa menangkapku!" teriak Marquis Michael tidak terima ketika dilumpuhkan. "Apa buktinya jika aku telah melakukan kesalahan?!" seru pria itu tak juga menyadari kesalahannya. "Menghasut Kaisar, bersekongkol dengan Lady Rosemary, merencanakan kudeta, menjebak Permaisuri Ariadne hingga berusaha mencelakai Tuan Putri Reinhart! Itu semua daftar kesalahan yang sudah Anda lakukan, Marquis!""Itu bukan bukti bahwa aku sudah melakukan
Reinhart tampak puas dengan hasil akhir dari peristiwa yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Ia lolos dari hukuman gantung yang sebelumnya diserukan oleh sang kaisar di depan seluruh rakyat Demir. Ia benar-benar merasa lega, saat melihat reaksi sang kaisar ketika Iselt selesai membacakan permintaan terakhir yang sebenarnya wasiat dari permaisuri sebelumnya. Bagaimanapun ia tak memiliki kepercayaan diri penuh ketika mengatakan pada sang kaisar, terkait pesan terakhir yang ingin disampaikan. Perbuatannya terbilang nekat, meski berakhir sesuai harapan. "Terima kasih, Rein," ucap sang kaisar malam itu. Wajah pria itu tak juga membaik meski telah bertemu dengan buah hatinya. Garis penyesalan masih tergurat jelas di wajahnya. "Sebaiknya Anda tak perlu melakukan itu, Yang Mulia. Justru saya yang harusnya mengatakan terima kasih, karena sudah memercayai saya.""Seharusnya aku memang percaya padamu sejak awal," ucap Caspian terdengar sangat menyesal. Ia bahkan tak sanggup mendekati Reinha
"Ya, Yang Mulia. Pelayan Permaisuri Ariadne yang berhasil lolos pada hari penghukuman itu, berhasil melarikan diri bersama putra Anda dan buku catatan di tangan Iselt. "Perlu Anda ketahui Yang Mulia, ibu Iselt lah pelayan Permaisuri Ariadne yang setia itu."Wajah Caspian tampak semakin hancur begitu mendengar ucapan Reinhart. Ia menatap sang perempuan dengan sorot penuh luka. "Berapa lama kamu mengetahui hal ini, Rein?" tanya pria itu dengan getar suara semakin hebat. Ia tak peduli lagi dengan harga dirinya sebagai kaisar sebuah kekaisaran yang besar nan agung. Caspian bahkan mendorong Rosemary menjauh ketika perempuan itu hendak membangunkannya dari posisinya saat ini. "Dua hari lalu. Selama ini, catatan Permaisuri Ariadne dilindungi sihir yang cukup kuat. Saya tidak bisa membacanya sampai bagian terakhir. "Lalu, Tuan Julius Randle menunjukkan salah satu sihir hitam yang bisa digunakan untuk menghancurkan sihir yang paling kuno sekalipun. "Sihir hitam yang sesungguhnya bukan be
Keduanya sama-sama bertahan. Reinhart sama sekali tak menundukkan atau mengalihkan pandangannya dari sang kaisar. Perempuan itu masih berusaha mencari perasaan yang tersisa sebagai manusia dalam diri Kaisar Caspian. Meski hampir mustahil. "Aku tak akan berlama-lama menahan eksekusi matimu, Lady Blanchett. Kau akan segera dieksekusi mati setelah mendengarkan pesan terakhirmu."Dada Reinhart bergemuruh. Bahkan pria itu memanggilnya dengan nama Lady Blanchett. Padahal sebelumnya, dia masih berusaha mengambil hati Reinhart yang sudah terlanjur beku akibat sikap keji sang kaisar. Namun, ia tak akan menunjukkan kelemahannya begitu saja. Justru kesempatan yang diberikan digunakan sebaik mungkin oleh Reinhart. 'Ini waktu yang tepat!' bisik Reinhart dalam hati. "Kalimat terakhirku akan dibacakan oleh sahabatku yang setia. Nona Iselt, dialah yang akan membacakan permintaan terakhirku."Senyum sinis membingkai wajah sang kaisar begitu mendengar ucapan Reinhart. Perempuan itu masih tetap sam
Reinhart tak memercayai pendengarannya sendiri ketika Caspian berseru agar menyeret dirinya ke tiang gantungan.Perempuan itu menatap sang kaisar dengan wajah tercengang. Ia hendak berteriak, tapi suaranya tenggelam dalam lautan manusia yang berada di sekitarnya. "Yang Mulia, Anda harus dengarkan saya dulu!" seru Reinhart di antara ribuan manusia yang memenuhi Area Terlarang. Percuma saja, suaranya tenggelam begitu saja. Justru dengan mendengar seruan perempuan itu, orang-orang semakin beringas. Mereka menyerbu Reinhart dan menjadikan sasaran amukan massa. "Bertahan, Rein. Aku akan melindungimu," ucap Julius Randle yang masih berusaha melindungi Reinhart dari amukan rakyat Kekaisaran Demir. Perempuan itu tampak nelangsa. Padahal ia baru saja menghancurkan perjanjian yang selama ini merugikan rakyat Demir. Tapi, ia justru diperlakukan tak sebagaimana mestinya dan dituduh sebagai penyihir hitam. Apa semudah itu orang-orang terprovokasi dan melupakan kebaikannya?! "Singkirkan! Pisa
Caspian tak juga beranjak dari kamarnya. Seorang pengawal sudah menghadap sejak beberapa jam lalu dan mengatakan bahwa ritual penghancuran akan segera dimulai. Namun, pria itu tak juga beranjak dari kamarnya setelah para pelayan menyiapkan air mandi dan pakaian ganti. Tatapan pria itu menerawang jauh ke depan. Melewati hamparan padang ilalang yang tampak dari jendela kamarnya yang dibiarkan terbuka. Angin sudah terasa dingin. Menjelang akhir bulan November di mana musim dingin sepertinya bakal datang lebih cepat kali ini. Perasaan sang kaisar, sama dinginnya dengan angin yang baru saja berembus menerpa wajahnya. Ucapan Rosemary kembali terngiang. Ucapan yang kemudian membuat Caspian kembali delima dengan perasaannya sendiri. Hingga ketukan di pintu kamarnya kembali terdengar. Kali ini disusul seruan sang penjaga yang mengatakan bahwa kereta kuda menuju Area Terlarang telah siap. Dengan enggan, Caspian beranjak dari tempatnya. Tak mungkin ia tetap berada di tempat itu, sementara