Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang Pendeta Agung sama sekali tak terdengar ketika pria itu meminta pasangan yang baru saja ia nikahkan harus berciuman.
Lebih tepatnya Reinhart tak ingin mendengar permintaan sang Pendeta Agung. Lagipula, bagaimana ia bisa mencium bibir lelaki yang tidak dicintai?Apa pemilik tubuh sebelumnya juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi saat ini? Atau ia akan berontak melawan sang kaisar?"Lakukan tugasmu sebagai istri," ucap sang Kaisar mengejutkan perempuan itu.Kesadarannya tersentak tiba-tiba ketika Kaisar Caspian berbisik di telinga kanannya. Lantas mendekatkan bibirnya ke arah bibir perempuan yang telah menjadi istrinya.Namun, apa yang terjadi sama sekali tak terbayangkan oleh Reinhart. Bukannya melakukan adegan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang, Caspian justru menciumnya secara brutal.Seakan ada kekesalan, kemarahan, serta kebengisan yang berusaha ditunjukkan Caspian kepada perempuan yang telah menjadi istrinya. Bahkan Reinhart sampai kewalahan mengimbangi gerakan Caspian yang brutal."Ya-yang Mulia, sa-saya tidak bisa bernapas," ucap Reinhart sambil berusaha mendorong tubuh pria itu agar menjauh darinya.Namun, Caspian tetap menuntut dan tak membiarkan Reinhart lepas begitu saja. Gerakannya justru semakin kasar dan brutal."Aku menjadikanmu istri untuk memenuhi kebutuhanku! Aku tak suka mengatakannya dua kali. Lakukanlah tugasmu sebagai istri," tegas Caspian ketika ia telah selesai menuntaskan hasratnya.Sementara Reinhart tampak syok dan kelelahan. Baru kali ini ia berciuman dengan begitu panas dan menggebu. Kalau saja Nyonya Clottie tak segera menangkapnya begitu sang kaisar selesai menuntaskan hasratnya, Reinhart pasti akan tersungkur ke tanah."Mari saya bantu, Tuan Putri."Nyonya Clottie mengulurkan tangan. Disambut Reinhart dengan tubuh gemetar. Wajah perempuan itu pucat.Sementara orang-orang yang berada di kuil sang Pendeta Agung tampak kasak-kasuk begitu begitu Reinhart meninggalkan ruangan. Menyusul sang kaisar yang lebih dulu pergi tanpa menoleh lagi.***Reinhart tampak gelisah di kamarnya. Beberapa saat lalu, Nyonya Clottie baru saja mengatakan padanya bahwa malam ini Kaisar Caspian menginginkan Reinhart untuk menemaninya.Jelas, ia tak siap. Reinhart belum pernah melakukan hal itu sebelumnya. Ia bingung apa yang harus dilakukan untuk menghadapi sang kaisar.Terlebih saat mengingat perlakuan Caspian tadi siang. Reinhart semakin tak siap berhadapan dengan Kaisar Demir itu.Pikiran Reinhart dipengaruhi bayangan buruk akan tak pernah ia harapkan bakal terjadi. Namun, tetap saja hal itu tak bisa ia enyahkan begitu saja dari benaknya.Ia bahkan sempat memohon pada Nyonya Clottie agar tak perlu menemani kaisar malam ini."A-apa boleh aku tidur saja malam ini, Nyonya Clottie? Rasanya aku sangat capek dan ingin segera tidur," ucap Reinhart mencari alasan.Namun, wajah Nyonya Clottie berubah tegang. Menunjukkan bahwa wanita itu tak sanggup membantah ucapan sang kaisar."Maafkan saya, Tuan Putri, tapi ... Anda harus menemani Kaisar Caspian malam ini. Bila tidak ...." Ucapan Nyonya Clottie tak tuntas, tapi cukup membuat Reinhart paham dengan maksud ucapan itu."Baiklah, aku paham, Nyonya Clottie. Apa bisa tunggu di luar? Aku akan bersiap sebelum bertemu Kaisar.""Biar saya bantu, Tuan Putri.""Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri. Tak perlu khawatir," tolak Reinhart ketika Nyonya Clottie menawarkan bantuan.Perempuan itu hanya ingin menikmati waktunya seorang diri lebih lama sebelum bertemu dengan Kaisar Caspian.Ia sama sekali tak tahu akan bagaimana malam ini terlewati. Semakin memikirkannya membuat Reinhart kian gemetar ketakutan.Apalagi dengan kemungkinan tak pasti yang bakal ia hadapi.Ditambah desas-desus yang semakin sering ia dengar setelah melangsungkan pernikahan dengan kaisar."Aku kasihan jika Nona Reinhart bakal berakhir seperti permaisuri sebelumnya ataupun para perempuan yang dinikahi Kaisar.""Benar, sejak permaisuri pertama mangkat, tak ada satu pun perempuan yang dinikahi Kaisar yang naik tahta. Mereka semua berakhir sama di Lembah Naga.""Apa menurutmu itu juga yang bakal terjadi pada, Nona Reinhart?"Obrolan para pelayan itu tak sengaja terdengar oleh Reinhart. Ia berusaha mendekat dan bertanya tentang apa yang dibicarakan para pelayan. Namun, mereka justru melarikan diri dan memohon ampun.Sementara, Reinhart tak mungkin bertanya pada Nyonya Clottie. Di antara semua orang justru wanita itulah yang seakan paling gigih menyembunyikan fakta dari Reinhart."Lembah Naga? Di mana tempat itu dan kenapa para pelayan seperti sangat ketakutan saat membicarakannya?" gumam Reinhart pada dirinya sendiri.Ia masih belum beranjak dari kamar semenjak Nyonya Clottie meninggalkannya bersiap."Sial, bahkan Sang Pengendali Waktu atau apa pun itu, sama sekali tak memberikan petunjuk. Bagaimana aku bisa selamat dari situasi ini?"Reinhart mondar-mandir di dekat tempat tidur sambil menggigit ujung kuku.Raut muka perempuan itu tampak tegang."Apa mungkin rumor yang sempat aku lihat dalam ingatan perempuan ini benar? Bahwa Kaisar bakal membunuh istrinya setelah 99 hari?" Reinhart bergumam dengan gestur gelisah.Ia bahkan tak lagi fokus untuk bersiap menyambut sang Kaisar yang memintanya untuk menemani lelaki itu malam ini."Kalau benar begitu, bukannya aku tidak boleh di sini? Tapi kenapa si Pengendali Waktu itu justru membawaku ke sini? Apa dia akan membuatku mati untuk kedua kali?"Tok ... tok ...Reinhart tersentak. Ketukan di pintu membuatnya kaget.Tak lama terdengar suara Nyonya Clottie disambut prajurit yang berjaga di depan pintu kamar Reinhart."Yang Mulia Matahari Kekaisaran Demir telah tiba, Tuan Putri.""Yang Mulai Kaisar Caspian memasuki ruangan!"Ucapan Nyonya Clottie dan prajurit penjaga kekaisaran bersamaan.Tubuh Reinhart membeku seketika, ketika seorang lelaki memasuki kamarnya dengan wajah kaku tanpa ekspresi.Bahkan setelah meminta Nyonya Clottie keluar ruangan, lelaki itu tanpa basa-basi langsung merengkuh tubuh Reinhart dan menyusuri bagian tengku perempuan itu dengan brutal."Bukannya sudah kubilang, lakukan tugasmu sebagai istri! Aku tidak suka mengulang ucapan! Seharusnya kamu bisa paham sebelum nyawamu lebih cepat melayang!" bisik Caspian di telinga Reinhart hingga membuat badan perempuan itu benar-benar menegang."A ... i-itu, maafkan saya, Yang Mulia."Plak!Tamparan keras mendarat di pipi Reinhart sebagai tanggapan permintaan maafnya.Tubuh perempuan itu terjengkang. Ia tersungkur di atas lantai sambil memegangi pipinya yang terasa perih.Senyum bengis membingkai wajah sang Kaisar.Lelaki itu berjalan mendekati Reinhart dan berjongkok di hadapan si perempuan yang masih bersimpuh di atas lantai.Tanpa ampun, Caspian mencekak kedua pipi perempuan itu hingga membuatnya meringis kesakitan."A-ampun, Yang Mulia," ucap Reinhart tertahan.Perlakuan Caspian sangat kasar dan terlambat bagi Reinhart untuk melawan sekarang.Tenaganya berada dalam kendali lelaki di hadapannya. Maka yang bisa ia lakukan hanyalah mengikuti permainan Kaisar Caspian."Sekali lagi kau membuatku mengulang kalimat yang sama, aku akan memenggal kepalamu!" ancam Caspian menjadikan Reinhart kian gemetar.Tanpa sadar ia memejamkan mata ketika menarik tubuh Caspian agar jatuh ke dalam pelukannya.Reinhart mungkin sudah gila. Padahal lelaki itu baru saja menamparnya hingga membuatnya tersungkur di atas lantai. Tak hanya itu, sikapnya pun sangat kasar. Namun, perempuan itu bukannya gentar, justru memeluk tubuh sang kaisar dengan erat. Entah apa yang ada dalam pikiran Reinhart. Mungkin ia terpancing dengan ucapan Caspian dan hanya ingin selamat malam ini. Ancaman Caspian terdengar tak main-main. Mungkin itu yang mendorong Reinhart bertindak nekat.Ia masih perlu kembali ke dunia asalnya untuk membalas dendam kepada mantan kekasih dan mantan atasannya. Ia tak boleh mati begitu saja di dunia ini. "Apa kamu pikir perbuatanmu itu bisa meredakan amarahku? Apa cuma ini yang bisa kau lakukan sebagai istri?""Eh?" Reinhart kembali tersentak ketika Caspian mendorong tubuhnya. Perempuan itu terpaku di tempat. Ia tak menyangka jika akan menghadapi situasi seperti saat ini. "Sa-saya hanya berusaha untuk melakukan tugas saya sebagai is-istri, Yang Mulia." Dengan membuang rasa malu, Re
Keesokan harinya, Reinhart terbangun dengan sekujur badan terasa remuk. Ia bahkan membutuhkan beberapa waktu untuk bangkit dari tempat tidur. Nyonya Clottie dan beberapa pelayan yang melayani Reinhart membantu perempuan itu untuk bangun. Tetap saja, rasa remuk di seluruh tubuhnya masih tak bisa tertahankan. "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mandi, Tuan Putri," ucap Nyonya Clottie sambil membantu Reinhart bangun dari tempat tidur. Ia hanya mengangguk saja. Kalau boleh memilih, Reinhart ingin lebih lama berada di atas kasur. Namun, ada hal yang harus dikerjakan.Terutama bagaimana cara berkomunikasi dengan Sang Pengendali Waktu entah apa pun itu. Sejak terakhir kali sosok itu muncul, ia tak pernah menemui Reinhart lagi. Dirinya dibiarkan tersesat dan menghadapi kaisar kejam seperti Caspian. Beruntung ia tidak langsung dihukum mati. Tapi, jika desas-desus yang beredar tentang kaisar itu benar, pada akhirnya ia tetap akan mati bukan? Kalau begitu, apa bedanya ia hidup sebagai K
Langkah Reinhart begitu ringan ketika memasuki ruangan besar dan penuh dengan buku-buku. Wajahnya mendadak cerah. Kondisi tubuhnya yang seakan remuk, tiba-tiba terlupakan begitu saja. Ia memiliki tenaga yang berlebih untuk menyusuri setiap lorong di perpustakaan ini. Sebagai orang yang menyukai buku-buku dan bekerja menjadi asisten editor di kehidupan sebelumnya, tentu saja perempuan itu antusias melihat banyaknya tumpukan buku yang berada di ruangan tersebut. Tanpa sadar, senyum Reinhart mengembang. Tampak jelas jika ia sedang merasa antusias. "Ada berapa banyak buku yang ada di sini?" gumam Reinhart seorang diri. Iselt memilih berdiri cukup jauh dari sang putri yang tengah berlarian kecil di antara lorong rak-rak buku berukuran besar dan tinggi menyentuh langit-langit. Ruangan ini memiliki cukup penerangan. Jadi, Iselt tak perlu menempel pada Reinhart sambil membawa lentera yang masih berada di tangannya sejak awal. Reinhart sendiri pun tak lagi peduli pada pelayan yang dipek
Reinhart tertimpa buku di tangannya sendiri ketika bayangan itu tiba-tiba menyergapnya. Padahal dirinya berniat menggunakan buku itu sebagai senjata. Yang ada Reinhart justru kaget. Semakin terkejut saat di depannya berdiri seorang lelaki berpakaian aneh di mata perempuan itu. Lelaki itu mengenakan jubah panjang berwarna biru gelap dengan sulaman benang emas di bagian dada. Sekilas hampir menyerupai jubah yang dipakai para pendeta. Yang membedakan hanyalah tudung yang dibiarkan menggantung di belakang punggung lelaki itu. Rambut panjangnya dikuncir sebagian dan dibiarkan tergerai bagian bawahnya. Jarak mereka cukup dekat sebelum Reinhart terjatuh di lantai perpustakaan yang mendadak terasa dingin dan gelap. Kalau saja buku digenggaman Reinhart tak jatuh mengenai dirinya sendiri, ia berniat melemparkan benda itu pada si lelaki. Justru benda itu menjadi senjata makan tuan dan menimpa dirinya. Berkat buku tebal itu pula Reinhart terjatuh ketika si sosok lelaki muncul entah dari ma
Reinhart berusaha berlari sekuat tenaga setelah berhasil mengalihkan fokus sang Penyihir Menara. Lelaki itu tidak mengejarnya. Meski begitu, Reinhart masih mendengar suara tawa si penyihir menggema di seluruh ruangan. Ia lebih tidak peduli dan terus melarikan diri. Hingga langkahnya berhenti di depan sebuah pintu yang sama sekali berbeda dengan pintu yang pertama kali ia masuki bersama Iselt. Tanpa berpikir panjang, Reinhart membuka pintu itu dan mendapati dirinya berada di sebuah selasar yang terlihat tanpa ujung. Tak peduli, Reinhart memilih berlari sambil terus membawa buku yang semula digunakannya untuk memukul si penyihir. "Sial, ini benar-benar kacau! Gimana bisa aku tiba-tiba berada di tempat asing seperti ini? Apa yang kamu lakukan padaku sebenarnya?!" teriak Reinhart kesal mengutuk perbuatan sang Pengendali Waktu begitu ia tak juga menemukan ujung selasar yang dilewatinya. Reinhart merasa ujung lorong yang ia lewati justru semakin menjauh. Sebelum akhirnya ia melihat an
Tubuh Reinhart masih gemetar meski dirinya kini sudah berhasil kembali ke ruangan yang disediakan untuknya. Salah seorang pelayan menemukan Reinhart ketika mereka sibuk mencari perempuan itu setelah mendengar laporan dari Iselt jika dirinya menghilang.Semula ia berusaha nekat hendak kabur dari Kekaisaran Demir begitu mengumpulkan kewarasannya yang masih tersisa.Tinggal di tempat ini sekarang bukanlah pilihan yang bijaksana. Reinhart merasa hal buruk bakal terjadi padanya cepat atau lambat. Apalagi setelah mendengar perbincangan kedua pelayan istana yang tanpa sengaja ia dengar ketika berada di taman. Perempuan itu semakin gelisah akan masa depan yang sama sekali tak pasti. Ia bukanlah perempuan seberani itu hingga mengorbankan kehidupannya untuk tetap bertahan dalam situasi ini. Bahkan ia sama sekali tak berani melawan ketika tertindas di bawah kekuatan sang kaisar. Namun, ia juga tak punya pilihan lain sekarang.'Aku harus tenang. Bagaimanapun aku harus mengumpulkan lebih banya
Caspian merasa tak tenang. Sudah dua hari dirinya gelisah setiap kali malam menjelang. Padahal, dua hari yang lalu, ia bisa melewati siksaan panjang yang sudah terjadi bertahun-tahun setiap malam. Bahkan setelah menghabiskan sebotol anggur yang dibawakan pelayan, Caspian masih saja tak bisa memejamkan mata dan membuatnya semakin gelisah. Dengan kasar, ia bangkit dari kursi berlengan besar dan memiliki sandaran yang cukup tinggi, demi mengusir perasaan gelisah yang mengusik hatinya. Sang Kaisar Demir berjalan ke arah balkon di kamarnya. Berusaha mengalihkan perhatian sambil memandang rembulan yang tampak pucat di langit malam.Ia bahkan sama sekali tak peduli ketika angin dingin menerpa dadanya yang separuh bertelanjang. "Yang Mulia," sapaan panasihat kekaisaran kepercayaannya, tiba-tiba muncul dari pintu yang separuh terbuka. Di Kekaisaran Demir, tinggal Duke Maxwell-lah satu-satunya orang yang dipercaya oleh Caspian saat ini sejak sepeninggalan sang permaisuri. "Ada apa, Paman?
Kondisi Reinhart lebih baik setelah pelayan membantunya mandi dan menyediakan makanan. Wajahnya kembali cerah dan segar.Meski masih terlihat lesu akibat tak makan ataupun minum selama dua hari. Begitu juga dengan Iselt yang ikut dikeluarkan dari penjara gelap nan lembab bawah tanah atas permintaan perempuan itu. Pelayan belasan tahun itu, sudah kembali ke sisi Reinhart setelah ia diberikan pakaian bersih dan makanan oleh Nyonya Clottie yang bertanggung jawab atas semua pelayan di Kekaisaran Demir. Semula wanita itu sempat menentang. Berbuat baik pada pelayan hanya akan membuat mereka semakin kurang ajar dan berani meski telah melakukan kesalahan. Tak hanya itu, sikap Iselt bisa saja ditiru oleh pelayan lain. Lebih parahnya lagi, mereka bisa saja beranggapan bahwa kekaisaran telah kehilangan kekuatannya dan membiarkan begitu saja pelayan yang telah bersalah kembali ke sisi sang tuan putri. Namun, Reinhart masih bersikeras bahwa apa yang terjadi tidak sepenuhnya salah Iselt dan ia