Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang kepala pelayan membuatnya menyadari satu hal. Bahwa ia dikirim ke istana ini untuk menjadi istri sang kaisar.
Haha ... rasanya ia ingin tertawa sekaligus kabur di saat yang bersamaan. Bagaimana bisa ia berada di tempat ini dan harus menjadi istri kaisar?Dewa, penyihir, sang pengendali waktu, atau apa pun itu, pasti melakukan kesalahan. Bisa-bisanya Ia menjebak manusia yang tak tahu apa-apa seperti Kim Nara ke dalam perempuan bernama Reinhart.'Untuk menjadi istri sang Kaisar?' ulangnya tak percaya dalam hati.Sungguh, ini benar-benar situasi yang tak bisa ia pahami. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Jelas, ia tak bisa kabur begitu saja dari istana ini."Nona, air hangat sudah siap. Anda mau mandi sekarang?" pertanyaan kepala pelayan itu membuat Kim Nara tertegun.Tak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya sebagai Reinhart.Kalau saja pertanyaan itu diajukan sebagai Kim Nara, tentu ia ingin pergi dari dunia ini dan kembali untuk membalas dendam kepada manusia-manusia hina yang sudah membunuhnya.Cih, mengingat hal itu, tangan Kim Nara mengepal. Ia kembali diliputi perasaan kesal sekaligus dendam."Nona Reinhart?" Suara Nyonya Clottie terdengar lagi.Membuyarkan lamunan Kim Nara yang kini harus membiasakan diri sebagai Reinhart.Perempuan itu menghela napas panjang. Tiba-tiba menjadi istri sang kaisar tentu bukanlah hal mudah. Apalagi, ia sama sekali tak tahu tentang keberadaan dunia ini. Namun, jika ini memang tugas yang harus diselesaikan agar bisa kembali ke dunianya dan membalas perbuatan para bedebah yang telah membunuhnya, tentu tak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Kecuali menyelesaikan tugas ini sampai akhir."Saya akan segera membantu Anda bersiap.""Baik, Nyonya Clottie. Aku serahkan semuanya padamu," ucap Reinhart dengan berat hati.Dengan sigap, Nyonya Clottie membantu Reinhart untuk bersiap. Wanita yang menginjak usia lima puluh tahun itu, menyiapkan air hangat dibantu para pelayan istana.Nyonya Clottie juga yang menyiapkan gaun yang akan dikenakan Reinhart hari ini di upacara pernikahannya dengan sang kaisar.Meski merasa tak nyaman, tak ada yang bisa dilakukan Kim Nara selain menerima perlakuan Nyonya Clottie. Lagipula ia adalah Reinhart sekarang. Lebih dari itu, apa yang bisa dilakukan di dunia antah berantah yang bahkan tak ia kenal batas wilayahnya ini?Mungkin menerima takdirnya sebagai istri sang kaisar akan lebih baik ketimbang tersesat di hutan belantara yang tak pernah ia tahu di mana ujungnya. Sungguh, itu terdengar lebih baik ketimbang ia mati diterkam oleh hewan buas atau makhluk mengeringkan lainnya.Siapa yang tahu hewan buas atau makhluk mengerikan apa yang berkeliaran di luar istana megah ini? Ia bahkan tidak tahu apakah di dunia ini ada makhluk magis atau semacamnya atau tidak.Lagipula, Kaisar Caspian terlihat cukup baik. Hanya wajahnya saja yang tampak dingin dan kejam. Sekalipun ia tak bisa memungkiri bahwa raut muka pria itu sangat tampan seandainya sedikit senyum membingkai wajahnya. Ekspresi muka yang datar itu membuat sang kaisar terlihat tak berperasaan.Meski begitu, sang kaisar terlihat sedikit lebih baik dibandingkan ksatria yang berada di sampingnya.Sungguh Reinhart seakan perlu mewaspadai ksatria dengan bekas luka di wajahnya itu. Dari wajah dan sikapnya saja sudah terlihat begitu menyeramkan. Reinhart bergidik ngeri.Itulah yang dipikirkan Reinhart sekarang. Toh, jika sang kaisar memang kejam, mana mungkin pria itu memberikan kamar dan pakaian yang hangat untuknya setelah keluar dari ruangan gelap tadi malam?Ah, meski keberadaannya dalam ruangan tersebut masih meninggalkan tanda tanya. Memang wajar calon istri sang kaisar diperlakukan seperti budak?'Itu tak penting sekarang!' tegas suara dalam benaknya.Setidaknya yang ia terima lebih baik bagi dirinya sekarang. Kamar dan pakaian yang hangat yang ia kenakan sudah lebih dari cukup untuk bertahan hidup di dunia yang sama sekali tak ia kenal.Hal yang paling penting, ia memiliki cukup waktu untuk mencari cara agar bisa kembali ke dunianya sendiri tanpa kurang suatu apa pun dan secepat yang ia bisa.Untuk itu, ia harus mendapatkan tempat berteduh sebelum dirinya benar-benar bisa kembali dari dunia ini.Meski begitu, ada hal yang mengganggu pikiran Reinhart. Terutama tentang ingatan yang muncul tiba-tiba dari pemilik tubuh sebelumnya.'Apakah rumor itu benar?' pikirnya dalam hati. Namun, ia segera mengesampingkan pikiran tersebut mengingat hari ini merupakan hari pernikahannya dengan sang kaisar.Salah satu tugas yang diberikan agar ia bisa kembali ke dunia asalnya. Tak peduli rumor itu benar atau tidak, yang penting ini merupakan tugas yang harus diselesaikan.'Ya, benar. Itu semua hanya rumor. Rumor bisa saja salah. Kalaupun benar, aku harus mencari cara agar tetap selamat sebelum 99 hari ke depan.' Reinhart berbisik dalam hati. Memantapkan diri.Perempuan itu bahkan terlalu fokus hingga tak menyadari bahwa Nyonya Clottie sedang memperhatikannya yang sedang melamun."Ada hal yang mengganggu Anda, Nona?" tanya Nyonya Clottie membuyarkan lamunan Reinhart."Ah ...." Perempuan itu menoleh. Ia mendapati wajah Nyonya Clottie tampak cemas."Tidak, Nyonya Clottie."Wanita paruh baya itu terlihat ragu-ragu sebelum melanjutkan kalimatnya."A-apa Anda ... mendengar sesuatu saat selama perjalanan menuju Demir?" tanya Nyonya Clottie.Sepasang alis Reinhart berkerut. Merasa aneh dengan pertanyaan yang diajukan oleh wanita itu."Memang hal apa yang seharusnya kudengar, Nyonya Clottie?"Wanita itu menggelengkan kepala. Wajahnya tampak bersalah dan seakan tak ingin melanjutkan pembicaraan mereka."Tidak, Nona. Kita harus menuju kuil sekarang. Pendeta Agung sudah menunggu untuk menikahkan Anda dengan Kaisar Caspian."Ucapan Nyonya Clottie membuat jantung Reinhart berdebar semakin kencang. Separuh tubuhnya gemetar ketika wanita paruh baya itu menggandeng tangannya keluar dari kamar.Sepanjang selasar yang membawa keduanya menuju Kuil Pendeta Agung, para pelayan yang kebetulan bersimpangan dengan mereka menunjukkan raut muka datar. Hampir tanpa ekspresi.Meski begitu, Reinhart masih bisa mendengar beberapa di antaranya berbincang dengan suara pelan."Apa mungkin kejadian yang sama bakal terulang?""Sstt ... jangan bicarakan itu lagi. Ingat pesan, Nyonya Clottie.""Tapi, kalau sampai kejadian itu terulang, Nona Blanchett benar-benar sial.""Sstt ... sudah kubilang, jangan sebutkan hal itu sekarang! Kau mau kehilangan lidahmu?""Aku ... hanya kasihan pada Nona muda itu. Dia seperti seekor burung yang baru saja dilepaskan ke alam liar. Tubuhnya terlalu lemah dan ringkih.""Ck, kau benar-benar. Hentikan sekarang juga sebelum kau benar-benar kehilangan lidahmu!"Mendengar percakapan kedua pelayan itu, terbersit pertanyaan dalam benak Reinhart. Ia hendak bertanya kepada sang kepala pelayan, sebelum wanita paruh baya itu lebih dulu menyampaikan apa yang dipikirkan."Anda tak perlu khawatir, Nona Blanchett. Mereka hanya pelayan yang suka bergosip. Ke depan, saya akan pastikan tak akan ada hal seperti ini lagi.""Ah ... baik, Nyonya Clottie."Nyonya Clottie menepuk punggung tangan Reinhart. Sekarang mereka sudah berdiri di depan pintu Kuil Pendeta Agung.Dua orang ksatria menjaga pintu berdampingan di samping kiri dan kanan. Salah satunya berseru sebelum membuka pintu besar dan tinggi di belakang mereka."Nona Reinhart Bellatrix Blanchett, telah tiba."Sebelum pintu benar-benar terbuka, Nyonya Clottie berbisik kepada Reinhart yang terlihat semakin tegang."Jangan khawatir, Nona. Ini hari pernikahan Anda. Anda harus menunjukkan senyuman terbaik kepada semua orang!"Jika membayangkan pernikahan kaisar dengan seorang nona muda dari keluarga Blanchett sangat meriah dan dihadiri banyak orang, maka itu suatu anggapan yang keliru. Pada faktanya, Reinhart berjalan seorang diri ke arah altar diikuti tatapan para tamu undangan yang tak bisa diterjemahkan.Bahkan tak ada seorang pun dari keluarga Blanchett yang menghadiri pernikahannya. Reinhart benar-benar sendiri ketika berjalan menuju altar.'Apa dia benar-benar anak yang tak diharapkan?' bisik perempuan itu dalam hati. Kim Nara merasa prihatin dengan sosok yang kini tubuhnya ia tempati. Namun, senyum sinis di ujung bibirnya tak bisa ia kendalikan begitu saja.'Apa sekarang waktunya mengkhawatirkan orang lain? Bahkan nasibmu ke depan sama tak jelasnya dengan nasib wanita ini.' Kim Nara kembali berbisik di dalam hati.Tak lama, ia berusaha mengabaikan perasaannya. Perempuan itu tak ingin tenggelam dalam kekhawatiran yang bisa menyesatkan.Yang harus ia lakukan sekarang adalah menjalankan tugas dari san
Tubuh Reinhart membeku. Ucapan sang Pendeta Agung sama sekali tak terdengar ketika pria itu meminta pasangan yang baru saja ia nikahkan harus berciuman. Lebih tepatnya Reinhart tak ingin mendengar permintaan sang Pendeta Agung. Lagipula, bagaimana ia bisa mencium bibir lelaki yang tidak dicintai? Apa pemilik tubuh sebelumnya juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi saat ini? Atau ia akan berontak melawan sang kaisar? "Lakukan tugasmu sebagai istri," ucap sang Kaisar mengejutkan perempuan itu. Kesadarannya tersentak tiba-tiba ketika Kaisar Caspian berbisik di telinga kanannya. Lantas mendekatkan bibirnya ke arah bibir perempuan yang telah menjadi istrinya. Namun, apa yang terjadi sama sekali tak terbayangkan oleh Reinhart. Bukannya melakukan adegan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang, Caspian justru menciumnya secara brutal. Seakan ada kekesalan, kemarahan, serta kebengisan yang berusaha ditunjukkan Caspian kepada perempuan yang telah menjadi istrinya. Bahkan
Reinhart mungkin sudah gila. Padahal lelaki itu baru saja menamparnya hingga membuatnya tersungkur di atas lantai. Tak hanya itu, sikapnya pun sangat kasar. Namun, perempuan itu bukannya gentar, justru memeluk tubuh sang kaisar dengan erat. Entah apa yang ada dalam pikiran Reinhart. Mungkin ia terpancing dengan ucapan Caspian dan hanya ingin selamat malam ini. Ancaman Caspian terdengar tak main-main. Mungkin itu yang mendorong Reinhart bertindak nekat.Ia masih perlu kembali ke dunia asalnya untuk membalas dendam kepada mantan kekasih dan mantan atasannya. Ia tak boleh mati begitu saja di dunia ini. "Apa kamu pikir perbuatanmu itu bisa meredakan amarahku? Apa cuma ini yang bisa kau lakukan sebagai istri?""Eh?" Reinhart kembali tersentak ketika Caspian mendorong tubuhnya. Perempuan itu terpaku di tempat. Ia tak menyangka jika akan menghadapi situasi seperti saat ini. "Sa-saya hanya berusaha untuk melakukan tugas saya sebagai is-istri, Yang Mulia." Dengan membuang rasa malu, Re
Keesokan harinya, Reinhart terbangun dengan sekujur badan terasa remuk. Ia bahkan membutuhkan beberapa waktu untuk bangkit dari tempat tidur. Nyonya Clottie dan beberapa pelayan yang melayani Reinhart membantu perempuan itu untuk bangun. Tetap saja, rasa remuk di seluruh tubuhnya masih tak bisa tertahankan. "Saya akan menyiapkan air hangat untuk mandi, Tuan Putri," ucap Nyonya Clottie sambil membantu Reinhart bangun dari tempat tidur. Ia hanya mengangguk saja. Kalau boleh memilih, Reinhart ingin lebih lama berada di atas kasur. Namun, ada hal yang harus dikerjakan.Terutama bagaimana cara berkomunikasi dengan Sang Pengendali Waktu entah apa pun itu. Sejak terakhir kali sosok itu muncul, ia tak pernah menemui Reinhart lagi. Dirinya dibiarkan tersesat dan menghadapi kaisar kejam seperti Caspian. Beruntung ia tidak langsung dihukum mati. Tapi, jika desas-desus yang beredar tentang kaisar itu benar, pada akhirnya ia tetap akan mati bukan? Kalau begitu, apa bedanya ia hidup sebagai K
Langkah Reinhart begitu ringan ketika memasuki ruangan besar dan penuh dengan buku-buku. Wajahnya mendadak cerah. Kondisi tubuhnya yang seakan remuk, tiba-tiba terlupakan begitu saja. Ia memiliki tenaga yang berlebih untuk menyusuri setiap lorong di perpustakaan ini. Sebagai orang yang menyukai buku-buku dan bekerja menjadi asisten editor di kehidupan sebelumnya, tentu saja perempuan itu antusias melihat banyaknya tumpukan buku yang berada di ruangan tersebut. Tanpa sadar, senyum Reinhart mengembang. Tampak jelas jika ia sedang merasa antusias. "Ada berapa banyak buku yang ada di sini?" gumam Reinhart seorang diri. Iselt memilih berdiri cukup jauh dari sang putri yang tengah berlarian kecil di antara lorong rak-rak buku berukuran besar dan tinggi menyentuh langit-langit. Ruangan ini memiliki cukup penerangan. Jadi, Iselt tak perlu menempel pada Reinhart sambil membawa lentera yang masih berada di tangannya sejak awal. Reinhart sendiri pun tak lagi peduli pada pelayan yang dipek
Reinhart tertimpa buku di tangannya sendiri ketika bayangan itu tiba-tiba menyergapnya. Padahal dirinya berniat menggunakan buku itu sebagai senjata. Yang ada Reinhart justru kaget. Semakin terkejut saat di depannya berdiri seorang lelaki berpakaian aneh di mata perempuan itu. Lelaki itu mengenakan jubah panjang berwarna biru gelap dengan sulaman benang emas di bagian dada. Sekilas hampir menyerupai jubah yang dipakai para pendeta. Yang membedakan hanyalah tudung yang dibiarkan menggantung di belakang punggung lelaki itu. Rambut panjangnya dikuncir sebagian dan dibiarkan tergerai bagian bawahnya. Jarak mereka cukup dekat sebelum Reinhart terjatuh di lantai perpustakaan yang mendadak terasa dingin dan gelap. Kalau saja buku digenggaman Reinhart tak jatuh mengenai dirinya sendiri, ia berniat melemparkan benda itu pada si lelaki. Justru benda itu menjadi senjata makan tuan dan menimpa dirinya. Berkat buku tebal itu pula Reinhart terjatuh ketika si sosok lelaki muncul entah dari ma
Reinhart berusaha berlari sekuat tenaga setelah berhasil mengalihkan fokus sang Penyihir Menara. Lelaki itu tidak mengejarnya. Meski begitu, Reinhart masih mendengar suara tawa si penyihir menggema di seluruh ruangan. Ia lebih tidak peduli dan terus melarikan diri. Hingga langkahnya berhenti di depan sebuah pintu yang sama sekali berbeda dengan pintu yang pertama kali ia masuki bersama Iselt. Tanpa berpikir panjang, Reinhart membuka pintu itu dan mendapati dirinya berada di sebuah selasar yang terlihat tanpa ujung. Tak peduli, Reinhart memilih berlari sambil terus membawa buku yang semula digunakannya untuk memukul si penyihir. "Sial, ini benar-benar kacau! Gimana bisa aku tiba-tiba berada di tempat asing seperti ini? Apa yang kamu lakukan padaku sebenarnya?!" teriak Reinhart kesal mengutuk perbuatan sang Pengendali Waktu begitu ia tak juga menemukan ujung selasar yang dilewatinya. Reinhart merasa ujung lorong yang ia lewati justru semakin menjauh. Sebelum akhirnya ia melihat an
Tubuh Reinhart masih gemetar meski dirinya kini sudah berhasil kembali ke ruangan yang disediakan untuknya. Salah seorang pelayan menemukan Reinhart ketika mereka sibuk mencari perempuan itu setelah mendengar laporan dari Iselt jika dirinya menghilang.Semula ia berusaha nekat hendak kabur dari Kekaisaran Demir begitu mengumpulkan kewarasannya yang masih tersisa.Tinggal di tempat ini sekarang bukanlah pilihan yang bijaksana. Reinhart merasa hal buruk bakal terjadi padanya cepat atau lambat. Apalagi setelah mendengar perbincangan kedua pelayan istana yang tanpa sengaja ia dengar ketika berada di taman. Perempuan itu semakin gelisah akan masa depan yang sama sekali tak pasti. Ia bukanlah perempuan seberani itu hingga mengorbankan kehidupannya untuk tetap bertahan dalam situasi ini. Bahkan ia sama sekali tak berani melawan ketika tertindas di bawah kekuatan sang kaisar. Namun, ia juga tak punya pilihan lain sekarang.'Aku harus tenang. Bagaimanapun aku harus mengumpulkan lebih banya