Alice memasuki pintu yang mengarah ke tangga darurat, dengan gaun pengantin yang masih melekat padanya, gadis itu terduduk di lantai dan bersandar ke pintu untuk mengatur napas menenangkan diri.
Tangan Alice yang gemetar dan berkeringat dingin beberapa kali mencoba meremas permukaan gaun.“Ya Tuhan,” bisik Alice dengan lirihan sakitnya terngiang ucapan Giselle beberapa saat yang lalu.Alice mengusap dadanya yang sesak dan sakit, beberapa kali dia memukulnya agar bisa tenang.Luka yang terlalu dalam di dalam hatinya tidak mampu membuat Alice menangis, Alice kesulitan mengekspresikan kesedihannya karena sudah terlalu sering memendamnya dalam diam.Pandangan Alice sedikit mengabur, kepalanya berdenyut sakit, dengan lemah gadis itu tetap berusaha mengatur napasnya agar bisa memiliki kekuatan untuk kembali bangkit.Perlu beberapa menit untuk Alice menghabiskan waktu agar bisa keluar.Tangan Alice terkepal kuat, dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa hari ini mungkin saja penderitaan terakhirnya, Alice berharap jika kehidupan barunya akan sedikit lebih baik.Alice tidak boleh lemah, masih ada harapan untuknya merasakan arti sebuah kebahagiaan.Baru beberapa langkah Alice berjalan, langkahnya gadis itu dibuat terhenti di balik jendela besar, pandangannya tertuju ke arah taman, memperhatikan Hayes yang terlihat tertawa dengan bahagia tengah berbicara dengan teman-temannya.Ternyata, Pria yang sangat dingin dan terus menatap jijik Alice itu bisa tersenyum lebar dan hangat kepada orang lain.Alice membuang muka, gadis itu kembali melangkah pergi, dia harus segera mengganti pakaiannya karena Damian akan membawanya pulang.“Kakak.”Alice membalikan badannya, melihat Athur yang ternyata berlari menyusulnya.Mata Alice bergetar, setiap kali mendengar Athur diam-diam sering memanggilnya ‘kakak’ dikala tidak ada orang lain di sekitar mereka.Berkat Athur yang sering memanggilnya kakak, Alice merasa di akui atas keberadaannya.Athur selalu dimanja, diberikan apapun yang dia inginkan, dia juga orang yang sulit ditangani. Menakjubkannya Athur bisa berbuat kepada Alice lebih dari siapapun.Athur baru mengetahui kebenaran bahwa Alice kakaknya adalah ketika dia menginjak delapan belas tahun.Mereka memiliki hubungan yang canggung dan asing satu sama lainnya karena selama ini Alice selalu berusaha dijauhkan dari Athur. Bagi semua orang yang berada di kediaman Giselle, Alice tidak lebih seperti kotoran yang akan menodai Athur jika mereka berdekatan.Karena hal itulah, Athur selalu berhati-hati dengan tindakannya. Alice dan Athur memiliki kesempatan saling melihat dan berbicara hanya ketika tidak ada siapapun yang melihat.Jika seseorang melihat Alice berbicara dengan Athur, maka Alice akan mendapatkan hukuman. “Kakak,” panggil Athur lagi sambil mengatur napasnya.“Ada apa Athur?” tanya Alice samar.Athur mengedarkan pandangannya, memastikan jika tidak ada seorangpun yang akan mendengarkan ucapannya. “Aku tahu mungkin aku berkata kurang ajar kepada Kakak, namun ingin tetap mengatakannya. Tolong jangan kembali ke rumahku, ini semua bukan karena aku tidak ingin melihat kehadiran Kakak, namun karena aku belum bisa benar-benar melindungi Kakak jika Kakak berada di rumah.”Bibir Alice bergetar tidak mampu berkata-kata, perhatian Athur membuat dirinya terdesak ingin menangis.“Mulailah hidup semau Kakak di rumah baru, jangan sia-siakan kesempatan yang ada untuk menikmati kebahagiaan.”“Aku mengerti Athur, terima kasih atas perhatianmu.”Athur mengusap wajahnya dengan kasar, pemuda itu terlihat sedih memikirkan seberapa rumitnya perjalanan hidup Alice, sementara dirinya tidak bisa melakukan apapun untuk melindunginya.Athur mengambil kotak kecil obat dari balik saku jassnya. “Aku tidak memiliki kado apapun untuk hari pernikahan Kakak, bawalah obat ini dan jangan terluka lagi, aku harap saat nanti kita kembali bertemu, kakak menjadi orang yang hebat karena Tuhan selalu bersama Kakak.”Dengan ragu Alice mengambilnya, belum sempat dia mengucapkan terima kasih, Athur sudah pergi berlari karena Inara datang menyusul.Alice memeluk erat kotak kecil obatnya, ini untuk pertama kalinya dia mendapatkan hadiah dari seseorang.***Alice keluar dari mobil yang mengantarnya ke kediaman keluarga Brosman.Alice mendongkakan kepalanya, gadis itu berdecak kagum melihat rumah besar berlantai tiga dengan sebuah taman besar, halaman luas yang membuat keberadaan bangunan rumah menjadi jauh dari gerbang utama.Damian mempersilahkan Alice untuk masuk lebih dulu ke dalam rumah.“Selamat datang di rumah, anggaplah jika ini rumahmu sendiri,” ucap Damian dengan senyuman ramahnya, mendorong bahu Alice untuk melangkah masuk lebih jauh.Pandangan Alice mengedar, melihat ke penjuru arah rumah yang mewah besar dan artistik. Samar bibir Alice tersenyum, “Terima kasih Ayah atas sambutannya.”“Pergilah beristirahat pasti kau lelah, nanti sore kau baru menemui isteriku di taman.”Alice mengangguk patuh.“Hayes, bawa Alice ke kamarmu,” titah Damian.“Ikut aku,” ajak Hayes terdengar dingin tidak bersahabat.Alice berjalan mengikuti langkah Hayes, mereka belum terlibat percakapan apapun semenjak di altar untuk melakukan sumpah pernikahan, bahkan sepanjang jalan pulang ke rumah, Hayes yang murah senyum dan ceria di depan teman-temannya mendadak dingin seperti es, dia tidak berucap sepatah katapun.To Be Continued..Hayes membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk, berdiri di depan ranjangnya, pria itu berbalik melihat Alice yang kini sudah berdiri di belakang pintu kamar.Hayes langsung merasakan sesuatu yang menyesakan dada. Hayes harus mengucapkan selamat tinggal pada masa mudanya yang cerah, kini dia sudah menikah dengan gadis menyebalkan, gadis yang akan membuat harinya menjadi suram karena harus sering melihat wajahnya.Pernikahan ini akan berlangsung dua bulan, Hayes harus bersabar demi posisi penerus yang harus jatuh ke tangan dia.“Kau sudah tahu kan jika ayahku sudah membelimu dan sudah memberikan banyak uang untuk ibumu,” ucap Hayes seraya melepas kasar dasi dan jassnya, tatapannya yang tajam tidak berhenti memperhatikan penampilan norak Alice yang sangat mengganggu.Alice mengangguk pelan tanpa suara.“Gara-garamu, sekarang aku harus berbagi kamar dengan orang yang sangat aku benci, karena kini kau sudah dibeli, jadi bersikap penurutlah seperti peliharaan.”Samar Alice tersenyum menye
Mery memandu Alice untuk bertemu dengan Ivana, wanita paruh baya itu pergi menuju halaman belakang rumah yang terdapat sebuah taman bunga dengan berbagai jenis tumbuhan yang terawat di sana.Alice sempat dibuat terpukau, terpesona dengan keindahan taman keluarga Borsman.Mery sempat memberitahu Alice jika taman bunga itu adalah tempat Ivana menyendiri dan menenangkan diri, Ivana sangat suka aroma bunga-bunga. Semenjak Ivana kehilangan penglihatannya, dia mulai belajar memperkuat kemampuan indra penciumannya, karena hal itulah taman bunga di halaman belakang rumah keluarga Borsman sangat diperhatikan secara khusus.Langkah Mery terhenti di antara jalan setapak.“Silahkan,” ucap Mery mempersilahkan.“Anda tidak akan masuk?”Mery tersenyum samar menyadari kegugupan Alice saat ini. “Tidak, saya akan menunggu di sini, tapi jika Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa memanggil saya.”“Terima kasih,” jawab Alice melangkah ragu masuk ke dalam, sementara Mery berdiri menunggu di ujung jalan setap
“Kau menemui ibuku?” tanya Hayes.“Aku minta maaf,” jawab Alice mengakui kesalahannya.“Untuk apa kau lancang menemui ibuku? Kau ingin membanggakan diri karena ayah menikahkan aku dengan anak selingkuhannya?” tanya Hayes dengan tuduhan yang tidak berdasar.Alice tertunduk seketika, tuduhan dan kebencian di mata Hayes membuatnya takut. “Aku diperintahkan oleh tuan Damian untuk memperkenalkan diri pada nyonya Ivana, karena itulah aku datang ke sini,” jawab Alice menjelaskan.Hayes mendengus kesal. “Kau dan ayahku sama saja tidak tahu malunya.”“Sebaiknya jangan dulu menuduhku tanpa alasan,” jawab Alice sedikit membela diri.“Tanpa alasan? Memangnya butuh berapa alasan lagi untuk mengatakan jika kau perempuan tidak tahu malu? Jika kau masih memiliki harga diri setidaknya jaga sikapmu, ibuku membencimu, jangan pernah menunjukan diri di hadapannya lagi!”Alice tersentak kaget, tubuhnya menegang kaku tidak mampu bergerak, pupil mata Alice bergetar melihat kepergian Hayes yang sudah semakin
“Apa kau tidak memiliki waktu tadi pagi? Sebelum pernikahan berlangsung, ada banyak waktu dan kesempatan untukmu berkenalan dengan isteri Hayes,” ucap Theodor terdengar tajam.Bella bergerak kaku, ucapan sederhana Theodor membuatnya tertekan sampai harus memikirkan jawaban apa yang harus diberikan. “A-aku tidak bermaksud bersikap lancang, aku hanya lupa jika tadi pagi belum berkenalan.”“Kenapa kalian meributkan hal sepele? Akhir pekan nanti Hayes akan membawa isterinya ke pesta,” timpal Axel.“Kalian tidak perlu berkenalan dengan dia, kalian sudah tahu kan namanya Alice? Itu saja sudah cukup,” ucap Hayes terlihat semakin badmood karena semua orang membicarakan Alice. “Aku akan pulang,” pamit Hayes sebelum melangkah pergi.“Tolong antar aku ke apartement, hari ini aku tidak membawa mobil,” pinta Bella mengejar langkah Hayes.Hayes hanya menjawabnya dengan anggukan dan membiarkan Bella mengikutinya dari belakang.“Ada apa denganmu? Kenapa kau berbicara kasar padanya? Kau tahu sendiri
Di sepanjang perjalanan pulang, perkataan Theodor terus terngiang di kepala Hayes, Hayes marah dan tersinggung, Hayes sangat kesal karena Theodor sudah berbicara begitu enteng tentang pernikahannya.Hayes datang untuk bersenang-senang dan bertemu dengan teman lamanya yang sudah cukup lama tidak dijumpai, tapi justru Theodor membuatnya kesal dan merusak kembali suasana hatinya.Tidak banyak orang yang tahu bahwa selama ini Hayes telah menjalani kehidupan yang menyebalkan.Di mata orang lain, Hayes mungkin terlihat sempurna karena memiliki karier yang cemerlang, orang tua yang sukses dan mencintainya. Di depan umum keluarga Borman adalah keluarga yang kompak dan rukun.Orang-orang tidak pernah tahu jika sebenarnya, sepanjang pernikahan kedua orang tuanya, Damian selalu menghabiskan waktunya untuk mencari cinta pertamanya, Giselle.Kesibukan Damian yang mencari Giselle terkadang membuat Hayes dan Ivana terabaikan. Tidak peduli meski Ivana memohon kepada Damian agar tetap tinggal, Damian
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, Alice masih belum tertidur, gadis itu terlihat duduk di lantai sedang menonton televisi bersama Mery dan dua pelayan lainnya yang tengah menikmati waktu istirahat mereka.Alice senang, kehadirannya di sambut dengan baik.Mulai hari ini, Alice sudah memutuskan untuk melangkah sedikit lebih maju, belajar untuk menjadi lebih berani, belajar untuk berinteraksi dengan orang lain, memandang mata lawan bicaranya, dan mempelajari apa yang mereka lakukan.Semua yang ingin dilakukan Alice mungkin terdengar sangat biasa dan mendasar untuk seseorang.Pada kenyataannya Alice tidak lebih seperti hewan yang terbiasa di hutan yang hanya terbiasa untuk bertahan hidup saja. Bahkan, mungkin orang-orang tidak akan percaya bahwa sebenarnya Alice tidak bisa melakukan apapun selain bekerja kasar seperti mencuci dengan tangan, memotong rumput dan mengangkat benda-benda yang berat.Hari ini, Alice baru merasakan sensasi kesenangan di tengah keramaian orang-orang yan
Pagi-pagi sekali, jauh sebelum matahari terbit, Alice sudah bangun dan menggunakan kamar mandi.Alice sudah duduk di lantai sisi jendela kamar, dia tidak sabar melihat pemandangan matahari terbit yang terlihat di antara pepohonan.Pemandangan kediaman keluarga Borsman sangat sempurna, mereka tidak hanya memiliki rumah mewah yang besar, namun juga penataan taman hingga lapangan golf pribadi dibuat dengan baik.Hayes bergerak gelisah dalam tidurnya, perlahan pria itu membuka matanya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Alice yang tengah duduk di depan jendela dalam keadaan rambut panjangnya yang basah.Hayes tidak dapat menyembunyikan senyuman masamnya melihat penampilan Alice yang tetap lusuh seperti pengemis di musim dingin. Gadis itu terbalut pakaian tebal tertutup, dan wajahnya tidak mengenakan apapun.Perlahan Hayes duduk dan bersandar di kepala ranjang, kepalanya masih pusing dan perutnya masih mual padahal semalam dia sudah banyak muntah.Hayes tidak begitu suka mabuk, nam
Damian berdiri di ambang pintu, memperhatikan Hayes yang menghabiskan waktu paginya untuk berenang.Kejadian semalam mungkin bukan masalah besar, namun Damian tidak ingin apa yang terjadi semalam kembali terulang, Damian harus berbicara dengan putranya.Damian memutuskan mendekat dan berdiri di tepian, menunggu Hayes selesai berolahraga dan naik ke permukaan. Damian menyerahkan sebuah handuk kepada Hayes begitu putranya nik kepermukaan.Mungkin selama ini Damian dan Hayes sering bersitegang dan berdebat, namun mereka berdua tidak benar-benar menunjukan ada masalah apapun secara terang-terangan.Dalam beberapa hal, Damian menerima kegagalan dirinya sebagai seorang ayah untuk Hayes, disisi lain Damian harus menjaga sesuatu yang penting untuknya agar semua orang tidak terluka.Pada saatnya nanti sudah tiba, Damian berharap jika Hayes menerima kebenaran yang sesungguhnya.“Apa kau sudah baikan?” tanya Damian terdengar berbasa-basi.“Aku baik-baik saja.”“Kau akan melakukan pertandingan g