Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, Alice masih belum tertidur, gadis itu terlihat duduk di lantai sedang menonton televisi bersama Mery dan dua pelayan lainnya yang tengah menikmati waktu istirahat mereka.Alice senang, kehadirannya di sambut dengan baik.Mulai hari ini, Alice sudah memutuskan untuk melangkah sedikit lebih maju, belajar untuk menjadi lebih berani, belajar untuk berinteraksi dengan orang lain, memandang mata lawan bicaranya, dan mempelajari apa yang mereka lakukan.Semua yang ingin dilakukan Alice mungkin terdengar sangat biasa dan mendasar untuk seseorang.Pada kenyataannya Alice tidak lebih seperti hewan yang terbiasa di hutan yang hanya terbiasa untuk bertahan hidup saja. Bahkan, mungkin orang-orang tidak akan percaya bahwa sebenarnya Alice tidak bisa melakukan apapun selain bekerja kasar seperti mencuci dengan tangan, memotong rumput dan mengangkat benda-benda yang berat.Hari ini, Alice baru merasakan sensasi kesenangan di tengah keramaian orang-orang yan
Pagi-pagi sekali, jauh sebelum matahari terbit, Alice sudah bangun dan menggunakan kamar mandi.Alice sudah duduk di lantai sisi jendela kamar, dia tidak sabar melihat pemandangan matahari terbit yang terlihat di antara pepohonan.Pemandangan kediaman keluarga Borsman sangat sempurna, mereka tidak hanya memiliki rumah mewah yang besar, namun juga penataan taman hingga lapangan golf pribadi dibuat dengan baik.Hayes bergerak gelisah dalam tidurnya, perlahan pria itu membuka matanya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Alice yang tengah duduk di depan jendela dalam keadaan rambut panjangnya yang basah.Hayes tidak dapat menyembunyikan senyuman masamnya melihat penampilan Alice yang tetap lusuh seperti pengemis di musim dingin. Gadis itu terbalut pakaian tebal tertutup, dan wajahnya tidak mengenakan apapun.Perlahan Hayes duduk dan bersandar di kepala ranjang, kepalanya masih pusing dan perutnya masih mual padahal semalam dia sudah banyak muntah.Hayes tidak begitu suka mabuk, nam
Damian berdiri di ambang pintu, memperhatikan Hayes yang menghabiskan waktu paginya untuk berenang.Kejadian semalam mungkin bukan masalah besar, namun Damian tidak ingin apa yang terjadi semalam kembali terulang, Damian harus berbicara dengan putranya.Damian memutuskan mendekat dan berdiri di tepian, menunggu Hayes selesai berolahraga dan naik ke permukaan. Damian menyerahkan sebuah handuk kepada Hayes begitu putranya nik kepermukaan.Mungkin selama ini Damian dan Hayes sering bersitegang dan berdebat, namun mereka berdua tidak benar-benar menunjukan ada masalah apapun secara terang-terangan.Dalam beberapa hal, Damian menerima kegagalan dirinya sebagai seorang ayah untuk Hayes, disisi lain Damian harus menjaga sesuatu yang penting untuknya agar semua orang tidak terluka.Pada saatnya nanti sudah tiba, Damian berharap jika Hayes menerima kebenaran yang sesungguhnya.“Apa kau sudah baikan?” tanya Damian terdengar berbasa-basi.“Aku baik-baik saja.”“Kau akan melakukan pertandingan g
Flashback..Malam itu, di jam Sembilan malam, seperti biasanya Alice keluar dari ruang bawah tanah tempatnya tinggalnya.Samar suara musik terdengar bersama keramaian orang-orang yang memenuhi kediaman utama Giselle, malam itu sedang digelar pesta ulang tahun Athur yang ke dua belas.Pesta digelar dengan meriah, dipersiapkan dengan sangat teliti empat hari sebelum dimulai, semua teman Athur datang dan mengikuti pesta.Empat pelayan di kediaman Giselle sibuk bekerja membawa makanan baru, sebagiannya lagi membawa perabotan kotor dari dalam ruangan pesta. Alice yang baru datang langsung disambut oleh segunung perabotan kotor yang harus dicuci olenya. Alice harus bekerja terlebih dahulu baru akan diberi makan, jika pekerjaannya malam ini tidak selesai, mungkin Alice harus menahan laparnya atau diam-diam mencuri makanan selagi orang-orang tertidur.Di sela-sela pekerjaannya yang menumpuk, sesekali wajah Alice terangkat, melihat kediaman rumah Giselle yang kain ramai. Hal seperti ini selal
“Sa-saya tidak sengaja melalukannya, maafkan saya,” ucap Alice terbata ikut dibuat terkejut karena tidak tahu jika ada sebuah gelas di sisi wastafel, dengan terburu-buru Alice mengumpulkan pecahan gelas yang tersebar di lantai.“Astaga, itu gelas mahal yang dibeli nyonya pemberian dari teman arisannya, bagaimana jika nyonya tahu?” kata Martha.Wajah Alice memucat, gadis itu tertunduk dengan beban rasa bersalah yang kian berat karena gelas yang dia pecahkan milik Giselle. “Maafkan saya,” ucap Alice sekali lagi.“Memangnya maafmu bisa mengembalikan gelas itu kembali? Dasar tidak berguna,” hardik Martha.Cecaran kemarahan semua orang yang tertuju kepadanya membuat Alice tidak mampu berkata-kata, gadis itu hanya bisa tertunduk menahan tangisan yang mendesaknya.Chelsie yang menyadari jika gelas yang dia taruh sembarangan telah pecah, diam-diam wanita menjadi panik, Chelsie tidak ingin di salahkan atas kejadian ini.“Aku tidak mau tahu, Martha harus memberitahu nyonya jika gelas miliknya
Cuaca yang cerah di kota Andreas mendukung Alice yang baru pertama kali keluar sendirian untuk bisa melihat keramaian dan berkeliaran seorang diri untuk pertama kalinya. Alice sangat bersemangat, gadis itu tidak berhenti tersenyum dengan langkah yang cepat, memperhatikan setiap hal yang baru dilihatnya.Bangunan-bangunan cantik yang berdiri kokoh, orang-orang yang berjalan dan bersepeda, mengantri di halte untuk menunggu bus untuk bepergian. Mereka terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing karena tahu arah tujuan hidup mereka.Alice berdiri di sebuah tiang besar lampu jalanan, pipinya bersemu malu karena senang melihat kesibukan semua orang.Ada banyak anak-anak yang tengah bermain di taman, mereka terlihat menikmati taman bermain gratis di sana.Samar bibi Alice tersenyum sendu, mengingat jika dulu dia tidak pernah bermain, sekalinya keluar, dia akan bekerja dan diam-diam memperhatikan Giselle dari kejauhan yang tengah menemani Athur.Kini Alice bersyukur, sebelum dia menutup m
Theodor sudah mengabiskan sarapannya dengan cepat, pria itu masih tidak beranjak dari restaurant dan memilih memesan secangkir kopi sambil menikmati hari yang cerah.Setelah konser berakhir, kini dia memiliki sedikit lebih banyak waktu karena tugasnya hanya tinggal memantau sekola seni.Sekolah seni yang dibangun Crissan bertarap internasional dan cukup berpengaruh sebagai sekolah favorit untuk anak-anak yang ingin terjun ke dunia entertainment.Tidak hanya kelas musik dan menari, kelas acting pun tersedia di sana.Kini Theodor harus terus memantaunya, mempertahankan semua yang telah Crissan perjuangkan. Dari kejauhan, Theodor memandangi sebuah piano yang terletak di sisi jendela, tertutup oleh kain putih.Theodor berkedip pelan, pria itu menghela napasnya dengan berat, pikirannya ditarik ke belakang, tenggelam dalam kenangan masa kecilnya yang lebih banyak dia habiskan bersama Crissan.Piano tua yang ada di sisi jendela restaurant itu, dulu dia dan Crisan pernah memainkan musik di
“Aku tahu Hayes tersiksa dengan pernikahan ini. Aku akan tetap berada di sisi Hayes dalam keadaan apapun, seandainya aku dan Hayes kembali bersama, bisakah Bibi mendukung kami?”Ivana langsung menarik tangannya dari genggaman Bella, wanita itu semakin tidak dapat menjawab sepatah katapun kata-kata Bella yang mengejutkannya.“Bibi, aku sangat yakin jika Hayes akan jauh lebih bahagia saat bersamaku karena aku lebih mengerti dia, aku mohon, dukung aku dan Hayes bersama,” ucap Bella lagi penuh permohonan. “Hayes sudah dewasa, dia tahu apa yang dia inginkan, jangan melibatkan aku dengan keputusan hidupnya,” jawab Ivana mengejutkan.“Bibi menyukai Alice?” tanya Bella.“Aku membencinya.”“Apakah Bibi rela Hayes, putra kesayangan Anda menikah dengan anak perempuan yang sudah merusak rumah tangga Anda?” pancing Bella.“Cukup Bella! Kau tidak bisa berkata sesuatu yang sama sekali tidak kau ketahui. Aku ingin istirahat,” ucap Ivana menghindari percakapan lebih lanjut. Ivana mengambil tongkatny