Pagi-pagi sekali, jauh sebelum matahari terbit, Alice sudah bangun dan menggunakan kamar mandi.Alice sudah duduk di lantai sisi jendela kamar, dia tidak sabar melihat pemandangan matahari terbit yang terlihat di antara pepohonan.Pemandangan kediaman keluarga Borsman sangat sempurna, mereka tidak hanya memiliki rumah mewah yang besar, namun juga penataan taman hingga lapangan golf pribadi dibuat dengan baik.Hayes bergerak gelisah dalam tidurnya, perlahan pria itu membuka matanya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Alice yang tengah duduk di depan jendela dalam keadaan rambut panjangnya yang basah.Hayes tidak dapat menyembunyikan senyuman masamnya melihat penampilan Alice yang tetap lusuh seperti pengemis di musim dingin. Gadis itu terbalut pakaian tebal tertutup, dan wajahnya tidak mengenakan apapun.Perlahan Hayes duduk dan bersandar di kepala ranjang, kepalanya masih pusing dan perutnya masih mual padahal semalam dia sudah banyak muntah.Hayes tidak begitu suka mabuk, nam
Damian berdiri di ambang pintu, memperhatikan Hayes yang menghabiskan waktu paginya untuk berenang.Kejadian semalam mungkin bukan masalah besar, namun Damian tidak ingin apa yang terjadi semalam kembali terulang, Damian harus berbicara dengan putranya.Damian memutuskan mendekat dan berdiri di tepian, menunggu Hayes selesai berolahraga dan naik ke permukaan. Damian menyerahkan sebuah handuk kepada Hayes begitu putranya nik kepermukaan.Mungkin selama ini Damian dan Hayes sering bersitegang dan berdebat, namun mereka berdua tidak benar-benar menunjukan ada masalah apapun secara terang-terangan.Dalam beberapa hal, Damian menerima kegagalan dirinya sebagai seorang ayah untuk Hayes, disisi lain Damian harus menjaga sesuatu yang penting untuknya agar semua orang tidak terluka.Pada saatnya nanti sudah tiba, Damian berharap jika Hayes menerima kebenaran yang sesungguhnya.“Apa kau sudah baikan?” tanya Damian terdengar berbasa-basi.“Aku baik-baik saja.”“Kau akan melakukan pertandingan g
Flashback..Malam itu, di jam Sembilan malam, seperti biasanya Alice keluar dari ruang bawah tanah tempatnya tinggalnya.Samar suara musik terdengar bersama keramaian orang-orang yang memenuhi kediaman utama Giselle, malam itu sedang digelar pesta ulang tahun Athur yang ke dua belas.Pesta digelar dengan meriah, dipersiapkan dengan sangat teliti empat hari sebelum dimulai, semua teman Athur datang dan mengikuti pesta.Empat pelayan di kediaman Giselle sibuk bekerja membawa makanan baru, sebagiannya lagi membawa perabotan kotor dari dalam ruangan pesta. Alice yang baru datang langsung disambut oleh segunung perabotan kotor yang harus dicuci olenya. Alice harus bekerja terlebih dahulu baru akan diberi makan, jika pekerjaannya malam ini tidak selesai, mungkin Alice harus menahan laparnya atau diam-diam mencuri makanan selagi orang-orang tertidur.Di sela-sela pekerjaannya yang menumpuk, sesekali wajah Alice terangkat, melihat kediaman rumah Giselle yang kain ramai. Hal seperti ini selal
“Sa-saya tidak sengaja melalukannya, maafkan saya,” ucap Alice terbata ikut dibuat terkejut karena tidak tahu jika ada sebuah gelas di sisi wastafel, dengan terburu-buru Alice mengumpulkan pecahan gelas yang tersebar di lantai.“Astaga, itu gelas mahal yang dibeli nyonya pemberian dari teman arisannya, bagaimana jika nyonya tahu?” kata Martha.Wajah Alice memucat, gadis itu tertunduk dengan beban rasa bersalah yang kian berat karena gelas yang dia pecahkan milik Giselle. “Maafkan saya,” ucap Alice sekali lagi.“Memangnya maafmu bisa mengembalikan gelas itu kembali? Dasar tidak berguna,” hardik Martha.Cecaran kemarahan semua orang yang tertuju kepadanya membuat Alice tidak mampu berkata-kata, gadis itu hanya bisa tertunduk menahan tangisan yang mendesaknya.Chelsie yang menyadari jika gelas yang dia taruh sembarangan telah pecah, diam-diam wanita menjadi panik, Chelsie tidak ingin di salahkan atas kejadian ini.“Aku tidak mau tahu, Martha harus memberitahu nyonya jika gelas miliknya
Cuaca yang cerah di kota Andreas mendukung Alice yang baru pertama kali keluar sendirian untuk bisa melihat keramaian dan berkeliaran seorang diri untuk pertama kalinya. Alice sangat bersemangat, gadis itu tidak berhenti tersenyum dengan langkah yang cepat, memperhatikan setiap hal yang baru dilihatnya.Bangunan-bangunan cantik yang berdiri kokoh, orang-orang yang berjalan dan bersepeda, mengantri di halte untuk menunggu bus untuk bepergian. Mereka terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing karena tahu arah tujuan hidup mereka.Alice berdiri di sebuah tiang besar lampu jalanan, pipinya bersemu malu karena senang melihat kesibukan semua orang.Ada banyak anak-anak yang tengah bermain di taman, mereka terlihat menikmati taman bermain gratis di sana.Samar bibi Alice tersenyum sendu, mengingat jika dulu dia tidak pernah bermain, sekalinya keluar, dia akan bekerja dan diam-diam memperhatikan Giselle dari kejauhan yang tengah menemani Athur.Kini Alice bersyukur, sebelum dia menutup m
Theodor sudah mengabiskan sarapannya dengan cepat, pria itu masih tidak beranjak dari restaurant dan memilih memesan secangkir kopi sambil menikmati hari yang cerah.Setelah konser berakhir, kini dia memiliki sedikit lebih banyak waktu karena tugasnya hanya tinggal memantau sekola seni.Sekolah seni yang dibangun Crissan bertarap internasional dan cukup berpengaruh sebagai sekolah favorit untuk anak-anak yang ingin terjun ke dunia entertainment.Tidak hanya kelas musik dan menari, kelas acting pun tersedia di sana.Kini Theodor harus terus memantaunya, mempertahankan semua yang telah Crissan perjuangkan. Dari kejauhan, Theodor memandangi sebuah piano yang terletak di sisi jendela, tertutup oleh kain putih.Theodor berkedip pelan, pria itu menghela napasnya dengan berat, pikirannya ditarik ke belakang, tenggelam dalam kenangan masa kecilnya yang lebih banyak dia habiskan bersama Crissan.Piano tua yang ada di sisi jendela restaurant itu, dulu dia dan Crisan pernah memainkan musik di
“Aku tahu Hayes tersiksa dengan pernikahan ini. Aku akan tetap berada di sisi Hayes dalam keadaan apapun, seandainya aku dan Hayes kembali bersama, bisakah Bibi mendukung kami?”Ivana langsung menarik tangannya dari genggaman Bella, wanita itu semakin tidak dapat menjawab sepatah katapun kata-kata Bella yang mengejutkannya.“Bibi, aku sangat yakin jika Hayes akan jauh lebih bahagia saat bersamaku karena aku lebih mengerti dia, aku mohon, dukung aku dan Hayes bersama,” ucap Bella lagi penuh permohonan. “Hayes sudah dewasa, dia tahu apa yang dia inginkan, jangan melibatkan aku dengan keputusan hidupnya,” jawab Ivana mengejutkan.“Bibi menyukai Alice?” tanya Bella.“Aku membencinya.”“Apakah Bibi rela Hayes, putra kesayangan Anda menikah dengan anak perempuan yang sudah merusak rumah tangga Anda?” pancing Bella.“Cukup Bella! Kau tidak bisa berkata sesuatu yang sama sekali tidak kau ketahui. Aku ingin istirahat,” ucap Ivana menghindari percakapan lebih lanjut. Ivana mengambil tongkatny
“Kau tidak marah kan, jika kedepannya aku dan Hayes masih dekat sama seperti dulu sebelum dia menikah?” tanya Bella.“Anda bisa langsung menanyakannya kepada Hayes karena dia yang menjadi teman Anda,” jawab Alice datar.“Apa itu artinya kau melarangku berteman dengan Hayes?”“Saya tidak melarang Anda,” jawab Alice terbata. “Lalu apa maksudmu?”Alice berbalik dan memberikan kopi buatannya kepada Bella. “Saya tidak akan pernah mengatur pergaulan Hayes karena dia sudah dewasa, Anda tidak perlu meminta izin apapun lagi kepada saya, bertemanlah sesuka hati Anda dan Hayes.”Rahang Bella mengetat, wanita itu tampak kesal karena Alice berbicara dengan tenang saat menghadapi kata-kata tidak menyenangkannya. Seharusnya Alice marah, tapi responnya diluar apa yang Bella harapkan.“Kopi yang Anda mau.” Bella menerima kopi buatan Alice, namun begitu Alice melepaskan cangkirnya, dengan gerakan sengaja wanita itu menepis cangkir kopi itu ke arahnya hingga air panas kopi membasahi dressnya.Suara de
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.