Setelah apa yang telah terjadi di dapur, Alice memutuskan mengurung diri di dalam kamar, duduk dalam kesendirian sambil merenungkan sesuatu yang tidak bisa ungkapkan.Alice duduk di atas lantai, memeluk lututnya dengan kuat, sorot matanya yang penuh luka.Alice tinggal bersama keluarga Borsman baru dua hari, tapi sudah ada banyak kejadian yang menyudutkannya dan mengoyak harapan yang Alice bawa untuk bisa menjadi seseorang yang lebih kuat dan bisa melangkah dari lingkaran hitam kehidupan yang menyesakkan.Alice menghela napasnya dengan berat. “Mengapa aku selalu seperti ini? Mengapa seluruh hal menyakitkan dan ketidak adilan selalu datang padaku disetiap harinya? Apa sekotor itu menjadi anak hasil pemerkosaan?” tanya Alice bertanya kepada dirinya sendiri.Alice menarik napasnya dengan sesak, memandangi langit yang terlihat cerah menyilaukan.Andai Alice mendapatkan segenggam cahaya dari langit itu untuk menerangi langkahnya, mungkin kini dia tidak terus mencari pintu cahaya untuk kelu
“Nyonya ingin bertemu dengan Anda,” ucap Mery memberitahu.“Anda serius?” tanya Alice terkejut.“Benar, barusan nyonya berpesan jika beliau ingin bertemu dengan Anda di taman kemarin.”Pada akhirnya kini Ivana memanggil Alice lebih dulu setelah kejadian dua hari yang lalu. Alice ragu untuk setuju bertemu karena tidak ingin membuat Ivana histeris hingga membuat keributan, disisi lain Alice tidak memiliki pilihan menolak karena ini berhubungan dengan rasa hormatnya pada Ivana yang memanggilnya.“Ba-baik,” jawab Alice terbata.Memahami kegugupan Alice, Mery tersenyum mengusap bahu gadis itu. “Anda jangan khawatir, nyonya Ivana tidak akan histeris lagi, percayalah kepada saya. Jika beliau yang meminta Anda datang terlebih dahulu, itu artinya nyonya Ivana baik-baik saja dengan Anda.”Alice membuang napasnya dengan berat, dia berusaha untuk mempercayai ucapan Mery dan berharap jika Ivana memang akan baik-baik saja.“Anda bisa ke sana sendirian,” titah Mery lagi.“Baik.”Dengan berat Alice
Hayes sangat membenci Alice, dia selalu merasa puas bila melihat gadis itu bersedih atas ucapannya, namun Hayes tidak suka menyakiti Alice dengan kesalah pahaman. Itu sama saja dengan menunjukan sisi bodoh Hayes.Rasa penasaran Hayes bertambah bila dia mengingat kejadian kemarin, dia harus pergi ke ruangan cctv dan melihat apa yang sebenarnya terjadi diantara Alice dan Bella.Apakah kali ini Alice juga bisa membuktikan bahwa kejadian itu juga dia tidak bersalah dan justru Bella yang berbohong?Ketika Hayes pergi ke ruangan cctv, terdapat seorang penjaga ruangan cctv disana yang langsung membantunya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk Hayes agar dia bisa melihat apa yang sebenarnya telah terjadi kemarin.Dengan serius Hayes melihat segalanya, dimulai dari kedatangan Bella ke dapur hingga terjadinya percakapan yang tidak bisa dengar.Ada ketegangan di antara Bella dan Alice, namun keduanya tetap tenang dan terus berbicara. Sampai pada akhirnya, Alice pergi membuat kopi dan Bella berdir
“Apa kau bodoh hah? Hanya dengan kau menunjukan wajah di depan Athur, itu sudah menjadi kesalahanmu!” tuduh Giselle menyudutkan segala kesalahan kepada Alice.Pupil mata Alice gemetar , gadis itu memaki dirinya sendiri, andai saja dia tidak bisa mendengar, mungkin itu akan lebih baik dibandingkan harus mendengarkan makian dan kata-kata buruk dari orang lain sepanjang waktu.“Jangan pernah muncul di hadapan Athur! Sekali lagi kau membuat masalah, aku akan mematahkan kakimu!” ancam Giselle tidak main-main. Dengan ekspresi jijiknya Giselle melepaskan cengkramannya dan mendorong Alice untuk mundur.Alice menarik napasnya dengan sesak sambil memeluk tubuhnya sendiri, wajah Alice sedikit terangkat mencoba memberanikan diri membalas tatapan Giselle. “Jika keinginan Anda adalah saya jauh dari Athur, mengapa Anda tidak membiarkan saya keluar saja dari rumah ini, mungkin itu lebih baik,” ucap Alice memberanikan diri menyeruakan jeritan hatinya yang sangat ingin pergi keluar dari kediaman Gisel
“Dimana Alice?” tanya Hayes. Dia sudah mencari keberadaan Alice di beberapa penjuru tempat hingga kamar, namun gadis itu tidak ditemukan keberadaannya.Mery tercengang, dia terkejut karena ini untuk pertama kalinya Mery mendengar Hayes menyebutkan nama isterinya. “Nona Alice sedang berbicara dengan nyonya.”“Dia tidak ada di sana,” jawab Hayes.Samar kening Mery mengerut bingung, beberapa saat yang lalu dia sendiri melihat Alice pergi ke taman, mustahil jika percakapannya dengan Ivana berjalan singkat.“Kalau tidak ada di taman, saya tidak tahu,” kata Mery.Hayes bertolak pinggang. “Dia selalu bersamamu, bagaimana bisa kau tidak tahu?”“Saya benar-benar tidak tahu, mungkin saja beliau pergi keluar untuk jalan-jalan.”“Telepon Philip, bawa dia kembali.”“Nona Alice pergi keluar selalu sendirian dan menolak di antar oleh sopir, apakah Anda tidak tahu itu?” jawab Mery dengan senyuman kakunya.Hayes membuang napasnya dengan kasar, dia tidak tahu apapun tentang Alice karena selama beberapa
Alice menurunkan pandangannya. “Anu, apakah Anda sering bermain piano?”Pertanyaan yang tidak terduga keluar dari mulut Alice membuat Theodor tersenyum heran. Tidak pernah sekalipun Theodor mendapatkan pertanyaan konyol seperti sedang berbasa-basi.Apakah gadis itu memang sedang berbasa-basi karena ada tujuan tertentu? Theodor ingin mengujinya.“Memangnya kenapa?” tanya Theodor dengan suara yang berubah dingin.Wajah Alice sedikit terangkat, menangkap kecurigaan di mata Theodor. Dengan ragu Alice berkata, “Kemarin saya tidak sengaja melihat Anda bermain piano di restaurant, saya merasa senang mendengarnya. Jika Anda sering bermain piano, apakah Anda bisa memberitahu saya dimana saya bisa melihat Anda bermain piano lagi?”“Aku tidak bermain piano di sembarangan tempat,” jawab Theodor dengan nada sombongnya.Alice terdiam tidak memahami jawaban Theodor, dengan senyuman yang sedikit memudar gadis itu mengangguk ragu. “Maaf sudah mengganggu Anda. Saya permisi.”Melihat Alice yang berbalik
Makan malam telah tiba, ada sesuatu yang berbeda dari biasanya karena malam ini, Ivana juga ada di meja makan.Ketika Alice datang, Ivana sudah duduk dengan tenang di kursinya ditemani oleh Damian. Ivana tidak berbicara apapun, ekspresi di wajahnya terlihat datar tidak menunjukan tanda-tanda bahwa dia akan langsung mengusir Alice.Sesaat tatapan Alice bertemu dengan Hayes, dengan cepat keduanya saling membuang muka dan duduk berdampingan.Hayes masih canggung bila mengingat dia sudah membuat dua kesalahan, yaitu menuduh Alice sudah menumpahkan kopi pada Bella dan mengusir Alice yang sempat ingin menemui ibunya dan menuduhnya dengan sesuatu yang tidak menyenangkan.Hayes tidak memiliki pembelaan apapun bila nanti Alice mengungkitnya di depan Damian. Hayes bukan seseorang yang bisa menyangkal atas kesalahan yang telah diperbuatnya.“Aku dengar Theodor sudah pulang, apa kau bisa mengundangnya ke kantor? Ayah ingin membicarakan masalah beasiswa untuk beberapa anak karyawan di perusahaan,”
Sendok di tangan Alice gemetar, bibir mungilnya terbuka menerima sedikit es krim yang dia ambil. Lidah Alice sedikit menegang, merasakan dingin dan sesuatu yang meleleh di dalam mulutnya tanpa menyisakan apapun, selebihnya semuanya terasa hambar sama seperti bubur yang dia makan sebelumnya.Andai Alice tahu rasa es krim yang sebenarnya seperti apa.“Kau suka?” tanya Damian penuh harap.Alice mengangguk dan kembali menyuapkan secuil es krim lagi. Tidak ada yang membuat Alice berkesan, indra perasanya sudah tidak dapat berfungsi dengan benar, semua yang masuk ke dalam mulut Alice terasa hambar, Alice menyukai es krim yang dia makan karena dia merasakan ada sensasi lelehan di dalam mulutnya.“Alice, apa tidak makanan lain yang ingin kau cicipi selain bubur? Ayah khawatir dengan kondisi kesehatanmu jika kau hanya memakan bubur, itupun dalam jumlah yang sedikit,” kata Damian.Hayes tidak pernah berpikir sejauh Damian, dan ketika dia mencoba memperhatikan tangan Alice, pada saat itu juga H