“Dimana Alice?” tanya Hayes. Dia sudah mencari keberadaan Alice di beberapa penjuru tempat hingga kamar, namun gadis itu tidak ditemukan keberadaannya.Mery tercengang, dia terkejut karena ini untuk pertama kalinya Mery mendengar Hayes menyebutkan nama isterinya. “Nona Alice sedang berbicara dengan nyonya.”“Dia tidak ada di sana,” jawab Hayes.Samar kening Mery mengerut bingung, beberapa saat yang lalu dia sendiri melihat Alice pergi ke taman, mustahil jika percakapannya dengan Ivana berjalan singkat.“Kalau tidak ada di taman, saya tidak tahu,” kata Mery.Hayes bertolak pinggang. “Dia selalu bersamamu, bagaimana bisa kau tidak tahu?”“Saya benar-benar tidak tahu, mungkin saja beliau pergi keluar untuk jalan-jalan.”“Telepon Philip, bawa dia kembali.”“Nona Alice pergi keluar selalu sendirian dan menolak di antar oleh sopir, apakah Anda tidak tahu itu?” jawab Mery dengan senyuman kakunya.Hayes membuang napasnya dengan kasar, dia tidak tahu apapun tentang Alice karena selama beberapa
Alice menurunkan pandangannya. “Anu, apakah Anda sering bermain piano?”Pertanyaan yang tidak terduga keluar dari mulut Alice membuat Theodor tersenyum heran. Tidak pernah sekalipun Theodor mendapatkan pertanyaan konyol seperti sedang berbasa-basi.Apakah gadis itu memang sedang berbasa-basi karena ada tujuan tertentu? Theodor ingin mengujinya.“Memangnya kenapa?” tanya Theodor dengan suara yang berubah dingin.Wajah Alice sedikit terangkat, menangkap kecurigaan di mata Theodor. Dengan ragu Alice berkata, “Kemarin saya tidak sengaja melihat Anda bermain piano di restaurant, saya merasa senang mendengarnya. Jika Anda sering bermain piano, apakah Anda bisa memberitahu saya dimana saya bisa melihat Anda bermain piano lagi?”“Aku tidak bermain piano di sembarangan tempat,” jawab Theodor dengan nada sombongnya.Alice terdiam tidak memahami jawaban Theodor, dengan senyuman yang sedikit memudar gadis itu mengangguk ragu. “Maaf sudah mengganggu Anda. Saya permisi.”Melihat Alice yang berbalik
Makan malam telah tiba, ada sesuatu yang berbeda dari biasanya karena malam ini, Ivana juga ada di meja makan.Ketika Alice datang, Ivana sudah duduk dengan tenang di kursinya ditemani oleh Damian. Ivana tidak berbicara apapun, ekspresi di wajahnya terlihat datar tidak menunjukan tanda-tanda bahwa dia akan langsung mengusir Alice.Sesaat tatapan Alice bertemu dengan Hayes, dengan cepat keduanya saling membuang muka dan duduk berdampingan.Hayes masih canggung bila mengingat dia sudah membuat dua kesalahan, yaitu menuduh Alice sudah menumpahkan kopi pada Bella dan mengusir Alice yang sempat ingin menemui ibunya dan menuduhnya dengan sesuatu yang tidak menyenangkan.Hayes tidak memiliki pembelaan apapun bila nanti Alice mengungkitnya di depan Damian. Hayes bukan seseorang yang bisa menyangkal atas kesalahan yang telah diperbuatnya.“Aku dengar Theodor sudah pulang, apa kau bisa mengundangnya ke kantor? Ayah ingin membicarakan masalah beasiswa untuk beberapa anak karyawan di perusahaan,”
Sendok di tangan Alice gemetar, bibir mungilnya terbuka menerima sedikit es krim yang dia ambil. Lidah Alice sedikit menegang, merasakan dingin dan sesuatu yang meleleh di dalam mulutnya tanpa menyisakan apapun, selebihnya semuanya terasa hambar sama seperti bubur yang dia makan sebelumnya.Andai Alice tahu rasa es krim yang sebenarnya seperti apa.“Kau suka?” tanya Damian penuh harap.Alice mengangguk dan kembali menyuapkan secuil es krim lagi. Tidak ada yang membuat Alice berkesan, indra perasanya sudah tidak dapat berfungsi dengan benar, semua yang masuk ke dalam mulut Alice terasa hambar, Alice menyukai es krim yang dia makan karena dia merasakan ada sensasi lelehan di dalam mulutnya.“Alice, apa tidak makanan lain yang ingin kau cicipi selain bubur? Ayah khawatir dengan kondisi kesehatanmu jika kau hanya memakan bubur, itupun dalam jumlah yang sedikit,” kata Damian.Hayes tidak pernah berpikir sejauh Damian, dan ketika dia mencoba memperhatikan tangan Alice, pada saat itu juga H
“Apa sekarang kau senang tinggal di sini?”Samar kening Alice mengerut bingung, bertanya-tanya apakah Ivana akan menyindirnya jika dia menjawab?“Kenapa kau diam saja? Kau tidak suka karena benci melihat wajahku?” desak Ivana dengan tuduhan yang tidak masuk akal. “Ti-tidak seperti itu,” sangkal Alice terbata, “saya senang tinggal di sini, berkat kemurahan hati Anda dan tuan Damian, saya bisa nyaman tinggal di sini.”Ivana kembali mendekat satu langkah, mengikis jaraknya dengan Alice. “Apa kau dan Giselle saling menghubungi? Atau jaungan-jangan saat kau pergi keluar, kau menemuinya.”“Ti-tidak Nyonya,” jawab Alice.“Kau pasti berbohong,” sangkal Ivana menolak percaya dengan jawaban Alice. “Jika ibumu menghubungimu, katakan kepadanya, dia sudah sangat berhasil mengirim sebuah neraka untuk menyiksaku di rumah ini, berkat kau ada di rumah ini, setiap malam aku harus minum obat penenang lagi agar tidak mimpi buruk,” ucap Ivana begitu tidak menyenangkan.Tangan Alice terkepal kuat menahan
Suara pintu yang terbuka langsung membangunkan Hayes, pria itu kembali membuka matanya dan melihat kepergian Alice yang terlihat sempoyongan.“Mau kemana dia?” bisik Hayes bertanya.Tidak lebih dari tiga menit Alice pergi, gadis itu sudah kembali dengan membawa segelas air panas dan menutup pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu.Alice sama sekali tidak menyadari jika sejak dia pergi keluar kamar, Hayes sudah memperhatikannya.Di antara remang cahaya, Hayes melihat gelagat aneh Alice yang kini duduk meringkuk di sofa dan terdengar menggeram menahan suaranya, gadis itu sama sekali tidak memutuskan tidur.Dengan kesal Hayes langsung duduk.“Kenapa kau tidak bisa diam? Kau sudah mengganggu tidurku!” protes Hayes.“Maaf, aku harus mengambil air hangat,” jawab Alice dengan suara yang terdengar serak.“Sekali kau menganggu tidurku, tidurlah diluar!” ancam Hayes.“Aku mengerti,” jawab Alice samar terdengar.Kening Hayes mengerut samar, pria itu menyadari ada sesuatu yang telah terjadi.
“Berhenti mengharapkan Hayes, dia sudah menjadi suami perempuan lain,” nasihat Stefany.Bella mendengus kesal, Stefany sama sekali tidak mendukungnya meski dia sebelumnya sangat mengharapkan Hayes akan menjadi menantunya. Tetapi semenjak Stefany menikah, keinginan itu seakan lenyap dengan mudah.“Mengapa sekarang Ibu tidak mendukungku?” tanya Bella tidak terima.“Apa kau bodoh? Hayes sudah memiliki isteri!”“Aku mencintai Hayes, mengapa Ibu tidak memahami perasanku? Lagi pula, Hayes tidak mencintai isterinya, lambat laun mereka akan bercerai,” jawab Bella dengan percaya diri.“Kau hanya boleh mendekati Hayes lagi setelah mereka benar-benar bercerai Bella.”“Aku tidak mau!” jawab Bella dengan tegas, Bella tidak ingin menunggu Hayes bercerai lebih dulu. Jika Bella membiarkan pernikahan Hayes dan Alice tenang begitu saja, bagaimana jika nanti Hayes justru menaruh hati pada gadis kampungan itu.Stefany bersedekap. “Apa kau tahu Bella, musuh terbesar wanita adalah wanita juga, wanita yang
Kepulan asap terlihat di udara, Giselle menghisap rokoknya beberapa kali, matanya hanya tertuju dengan fokus pada selembar photo yang tergeletak di atas meja.Dengan kuat Giselle kembali menghisap rokoknya, kakinya bergerak gelisah dibawah pengaruh kecemasan yang berlebihan.Semenjak Alice pergi, dia tidak memiliki sesuatu yang bisa menjadi pelampiasan segala kegelisahan di dalam pikirannya, dan kini Giselle melampiaskan kegelisan dan amarahanya pada sebuah photo.Giselle kedapatan mengayunkan pisau dan menusukannya pada photo di atas meja.Photo itu adalah sebuah potret di masa lalunya ketika dia masih berteman dengan Ivana dan sama-sama sekolah dia sekolah desain dengan cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang desainer terkenal.Ivana memiliki orang tua yang kaya raya yang bisa memenuhi segala apayang Ivana mau, sementara Giselle bisa sekolah karena beasiswa dan kedua orang tuanya adalah buruh.Pertemanan mereka cukup indah, namun berakhir semenjak Giselle mengenal Damian, teman