Kepulan asap terlihat di udara, Giselle menghisap rokoknya beberapa kali, matanya hanya tertuju dengan fokus pada selembar photo yang tergeletak di atas meja.Dengan kuat Giselle kembali menghisap rokoknya, kakinya bergerak gelisah dibawah pengaruh kecemasan yang berlebihan.Semenjak Alice pergi, dia tidak memiliki sesuatu yang bisa menjadi pelampiasan segala kegelisahan di dalam pikirannya, dan kini Giselle melampiaskan kegelisan dan amarahanya pada sebuah photo.Giselle kedapatan mengayunkan pisau dan menusukannya pada photo di atas meja.Photo itu adalah sebuah potret di masa lalunya ketika dia masih berteman dengan Ivana dan sama-sama sekolah dia sekolah desain dengan cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang desainer terkenal.Ivana memiliki orang tua yang kaya raya yang bisa memenuhi segala apayang Ivana mau, sementara Giselle bisa sekolah karena beasiswa dan kedua orang tuanya adalah buruh.Pertemanan mereka cukup indah, namun berakhir semenjak Giselle mengenal Damian, teman
“Pakai baju itu saat nanti ke pesta,” titah Hayes meletakan tas paper bag yang telah dibawanya di depan Alice. Hayes sudah menyempatkan diri memilih pakaian yang harus Alice kenakan, dia tidak ingin kedatangan Alice nanti ke pesta akan mempermalukannya sama halnya seperti apa yang terjadi saat waktu di pesta pernikahan.Kali ini Hayes berbaik hati akan membawa Alice semata-mata karena rasa bersalah atas dua kesalahan yang dia buat. Hayes memberi jalan untuk Alice jika dia ingin naik kelas social, di pesta nanti akan ada banyak orang penting, jika Alice cukup cerdas dia bisa memanfaatkan moment itu.Alice membuka tas yang dibawa Hayes dan memeriksa pakaiannya. Respon pertama Alice adalah terkejut, Hayes memberikan gaun yang cantik, namun terbuka sedikit terbuka.Alice tidak bisa mengenakan pakaian seperti itu. Bagaimana cara Alice menjelaskannya agar tidak menimbulkan kesalah pahaman?“Kenapa? Kau tidak suka?” tanya Hayes menebak melalui ekspresi Alice yang terlihat tertekan.“Maafkan
Damian berdiri di depan jendela, memandangi jalanan yang ada bawahanya. Sepanjang hari ini dia tidak bisa bekerja dengan baik, Damian terus terus teringat percakapan singkatnya bersama Alice.Mendengarkan sebuah pengakuan yang tidak pernah Damian pikirkan akan terucap dari mulut gadis itu.Damian bertanya-tanya, apakah selama ini kehidupan Alice jauh lebih buruk dari sekadar sebuah cerita yang pernah Damian dengar?Bagaimana bisa Giselle yang dulu dia kenal sangat lembut dan penyayang bisa berubah sekejam ini kepada darah dagingnya sendiri?Rasa bersalah memenuhi dada, memikirkan jika Damian memiliki andil dalam penyebab derita yang Alice alami dan perubahan sikap Giselle.Andai saja dulu Damian memiliki keberanian yang lebih besar untuk meninggalkan Ivana dan memilih Giselle, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut Damian, pria itu kembali duduk di meja kerjanya. Damian kembali memikirkan apa yang kini harus dia lakukam agar bisa membantu
Dalam langkah yang bimbang Alice pergi keluar menemui Hayes yang sudah menunggu. Di depan pintu, keduanya saling bertemu dan saling berpandangan.Tidak ada yang berbicara..Napas Hayes tertahan di dada, pandangannya bergerak dengan teliti memperhatikan penampilan Alice yang mengenakan sweater over dress dibawah lutut.Ada yang menarik ketika Hayes menaikan pandangannya, melihat wajah Alice yang tersapu oleh riasan tipis yang membuat wajahnya terlihat segar bersama rambut yang sedikit bergelombang. Hayes tidak bisa berbohong jika kini Alice seperti seperti salju pertama yang turun di malam hari. Dia terlihat polos namun tidak mudah ditangkap ke dalam genggaman.Hayes langsung membuang muka dengan cepat begitu tersadar bahwa dia sudah terlalu lama memandangi Alice.“Aku hanya bisa berpakaian seperti ini, jika ini akan mempermalukanmu, kau bisa pergi tanpaku,” kata Alice.“Mau bagaimana lagi, aku tidak memiliki pilihan lain selain membawamu. Cepatlah,” titah Hayes dengan gerakan di dag
Ketika Hayes keluar dari mobil, Alice memutuskan untuk tetap diam menunggu dan memperhatikan apa yang terjadi, Alice tidak mau jika dia menyusul keluar, kehadirannya akan mengganggu.Bella yang sudah cukup lama menunggu terlihat sumringah melihat kedatangan Hayes.Bella berjalan tergesa dengan heelsnya yang tinggi, gaun cantik yang dia kenakan berkibar, Bella melompat ke dalam pelukan Hayes dengan penuh kelegaan.“Terima kasih sudah datang, aku sampai tidak tahu harus menghubungi siapa lagi.”Hayes mendorong bahu Bella dengan pelan agar wanita itu mundur. “Ambil barang-barangmu, kita harus segera pergi sebelum terlambat.”“Aku tidak membawa barang apapun lagi selain tas. Sopirku akan menunggu mekanik datang.”Hayes menghela tubuh Bella, menuntunnya untuk ke sebrang jalan menuju keberadaan kendaraannya. Senyuman sumringah Bella memudar dengan cepat begitu dia membuka pintu depan dan menemukan kehadiran Alice yang duduk menunggu sejak tadi.“H-hay,” sapa Bella tidak menutupi keterkejuta
Alice menyusul masuk ke dalam usai beberapa menit Hayes lebih dulu ke dalam.Suara yang samar, terdengar lebih jelas, langah Alice sempat terhenti, gadis itu hanya bisa terperangah takjub melihat melihat keramaian di dalam sebuah aula besar ruangan pesta.Suara musik yang indah, ruangan yang besar dengan langit-langit yang berkubah tinggi dihiasi sebuah lampu besar yang bergelantung, ruangan besar itu ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh. Dekorasi pesta yang didominasi oleh putih dari bunga-bunga segar asli yang mengeluarkan harum dan kuning khas royal party.Orang-orang berkumpul dengan aktivitas mereka masing-masing, segala keindahan dan kemewahan memanjakan mata. Mereka berpakaian cantik dan terlihat teratur.Alice melangkah ragu, rasa percaya dirinya kembali ditekan begitu kuat sampai ke dasar karena keberadaannya seperti setetes air di antara hujan yang turun.Orang-orang yang tidak sengaja melihat keberadannya berbisik dan menatap penuh tanya, seakan mempertanyakan apakah keha
“Jika Anda tahu asal usul saya, mungkin Anda akan berpikir seribu kali untuk berteman dengan orang seperti saya.”Sebuah senyuman terukir di bibir Calla, sekali lagi dia meneguk sampanyenya dan menatap lekat Alice. “Saat pertama kali melihatmu di keramaian tadi, aku merasa bernostalgia. Mengingat jika dulu aku juga sepertimu, tidak percaya diri dengan keadaanku dan selalu berkecil hati dalam tekanan yang menyesakkan. Rasanya cukup berat sampai jatuh terpuruk. Seiring dengan berjalannya waktu, aku tersadar bahwa aku sudah melewati masa sulit itu begitu saja dengan baik selama aku selalu berusaha memperbaiki diriku sendiri dan percaya, Tuhan akan memberikan sesuatu yang luar biasa untuk seseorang yang terus berjalan dalam kebaikan.”Alice tertegun sampai keramaian di sekitarnya tidak terdengar dan pendengarannya hanya fokus pada cerita singkat Calla.“Terima kasih sudah mau berbagi cerita dengan saya,” ucap Alice terharu.“Apa kau tahu, filosofi kupu-kupu yang mengajarkan bagaimana per
“Kau naik kelas social dengan cara yang mudah dan terlalu cepat sehingga tidak terbiasa. tidak mengherankan kau masih membawa kebiasaan kehidupan miskinmu di lingkungan Hayes,” komentar Bella dengan celaan yang tajam.Tangan Alice terkepal di bawah meja, terus menerus diserang banyak hal yang menyudutkan dirinya dengan berbagai penghinaan. Alice kesal disalah pahami, dan dia bosan terus menerus mengalah seperti seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk membela diri.“Aku tidak pernah berniat naik kelas social.”Sudut bibir Bella tersenyum merendahkan, mendengar Alice yang tidak lagi berbicara formal kepadanya. “Dasar munafik. Jika kau memang tidak berniat panjat kelas social dan masih memiliki rasa tahu malu, kau tidak mungkin memberanikan diri menginjakan kaki di tempat ini dan menjadi pusat perhatian untuk dipermalukan.”Alice menarik napasnya dalam-dalam merasakan ada sesuatu yang panas di dalam hatinya mendengar penghinaan Bella yang tidak ada hentinya. “Kau sungguh tidak tahu