Alice menyusul masuk ke dalam usai beberapa menit Hayes lebih dulu ke dalam.Suara yang samar, terdengar lebih jelas, langah Alice sempat terhenti, gadis itu hanya bisa terperangah takjub melihat melihat keramaian di dalam sebuah aula besar ruangan pesta.Suara musik yang indah, ruangan yang besar dengan langit-langit yang berkubah tinggi dihiasi sebuah lampu besar yang bergelantung, ruangan besar itu ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh. Dekorasi pesta yang didominasi oleh putih dari bunga-bunga segar asli yang mengeluarkan harum dan kuning khas royal party.Orang-orang berkumpul dengan aktivitas mereka masing-masing, segala keindahan dan kemewahan memanjakan mata. Mereka berpakaian cantik dan terlihat teratur.Alice melangkah ragu, rasa percaya dirinya kembali ditekan begitu kuat sampai ke dasar karena keberadaannya seperti setetes air di antara hujan yang turun.Orang-orang yang tidak sengaja melihat keberadannya berbisik dan menatap penuh tanya, seakan mempertanyakan apakah keha
“Jika Anda tahu asal usul saya, mungkin Anda akan berpikir seribu kali untuk berteman dengan orang seperti saya.”Sebuah senyuman terukir di bibir Calla, sekali lagi dia meneguk sampanyenya dan menatap lekat Alice. “Saat pertama kali melihatmu di keramaian tadi, aku merasa bernostalgia. Mengingat jika dulu aku juga sepertimu, tidak percaya diri dengan keadaanku dan selalu berkecil hati dalam tekanan yang menyesakkan. Rasanya cukup berat sampai jatuh terpuruk. Seiring dengan berjalannya waktu, aku tersadar bahwa aku sudah melewati masa sulit itu begitu saja dengan baik selama aku selalu berusaha memperbaiki diriku sendiri dan percaya, Tuhan akan memberikan sesuatu yang luar biasa untuk seseorang yang terus berjalan dalam kebaikan.”Alice tertegun sampai keramaian di sekitarnya tidak terdengar dan pendengarannya hanya fokus pada cerita singkat Calla.“Terima kasih sudah mau berbagi cerita dengan saya,” ucap Alice terharu.“Apa kau tahu, filosofi kupu-kupu yang mengajarkan bagaimana per
“Kau naik kelas social dengan cara yang mudah dan terlalu cepat sehingga tidak terbiasa. tidak mengherankan kau masih membawa kebiasaan kehidupan miskinmu di lingkungan Hayes,” komentar Bella dengan celaan yang tajam.Tangan Alice terkepal di bawah meja, terus menerus diserang banyak hal yang menyudutkan dirinya dengan berbagai penghinaan. Alice kesal disalah pahami, dan dia bosan terus menerus mengalah seperti seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk membela diri.“Aku tidak pernah berniat naik kelas social.”Sudut bibir Bella tersenyum merendahkan, mendengar Alice yang tidak lagi berbicara formal kepadanya. “Dasar munafik. Jika kau memang tidak berniat panjat kelas social dan masih memiliki rasa tahu malu, kau tidak mungkin memberanikan diri menginjakan kaki di tempat ini dan menjadi pusat perhatian untuk dipermalukan.”Alice menarik napasnya dalam-dalam merasakan ada sesuatu yang panas di dalam hatinya mendengar penghinaan Bella yang tidak ada hentinya. “Kau sungguh tidak tahu
Alice pergi meninggalkan keramaian pesta, keluar dari aula ruangan dan berjalan sendirian dengan suatu kesedihan yang menggelayut di dalam hatinya.Alice tidak tahu kemana arah dia harus berjalan, yang dia butuhkan saat ini hanyalah ketenangan dan tidak bertemu dengan siapapun.Suara keramaian pesta tidak lagi terdengar, Alice semakin berjalan menjauh, ada sebuah teras yang menghadap ke sebuah labirin rumput. Di sana Alice duduk untuk menenangkan diri, memandangi langit yang gelap sangat pekat.Pikiran Alice berkenala, berputar dalam belenggu masalah yang sulit dia tinggalkan bila seluruh tubuhnya dalam keadaan terluka. “Kapan aku benar-benar bisa melangkah? Apa aku terlalu banyak mengeluh atau dunia memang kejam kepadaku? Mengapa aku tidak seberani orang lain? Mengapa trauma mengalahkan seluruh keberanianku?” tanya Alice pada kesunyian.Alice menghela napasnya dengan berat, gadis itu mengusap dadanya, merasakan sisa-sisa sakit yang masih bisa dirasa karena ucapan Bella.Suara derakan
“Silahkan.” Theodor mempersilahkan Alice berjalan lebih dulu, dan tidak mengindahkan penolakan halus gadis itu. Sesungguhnya, Theodor harus memastikan jika di area sekitar tidak ada siapapun lagi dan Theodor harus memastikan kebenaran bahwa Alice datang dengan tamunya.Theodor menempatkan kedua tangannya di belakang, pria itu melirik Alice yang berjalan di sampingnya dengan gugup. Gadis itu benar-benar sudah salah kostum, jika dia datang dengan orang yang tidak dikenali para pengawal Theodor, sudah jelas dia pasti akan di usir.Theodor bertanya-tanya, dari mana rasa percaya dirinya muncul hingga berani mengenakan pakaian yang seperti akan pergi ke super market?“Dengan siapa kau datang?” tanya Theodor tetap tidak berbicara formal.Alice tersenyum tipis, segan untuk mengakui datang dengan suaminya. “Saya datang dengan kenalan saya,” jawab Alice ragu.“Kau suka dengan pestanya?”Dengan cepat Alice mengangguk. “Semuanya sangat indah, orang-orang juga terlihat senang. Ini pertama kalinya
Untuk yang kemarin enggak sengaja sudah buka bab 37 yang double, bisa kembali dibuka karena isinya sudah berubah.Tidak perlu pakai koin lagi, kalau isinya tetap sama, coba log out dulu.Maaf ya, gara-gara gangguan signal jadi double.***“Jangan pernah ikut campur lagi dengan urusan rumah tangga kami, kau terlalu jauh terlibat. Apa kau mengerti Bella?” peringat Hayes penuh tekanan.Senyuman manis di bibir Bella memudar, wajah cantiknya terlihat pucat, Bella terkejut karena Hayes langsung membela Alice tepat di depan matanya.Seharusnya Hayes tidak keberatan dengan semua tindakan Bella karena Hayes membenci Alice. Tapi mengapa sekarang Hayes justru seperti sedang melindungi Alice dari masalah?Rahang Bella mengetat menahan amarah, harga dirinya terluka dikalahkan oleh seorang gadis kampungan yang tidak tahu apa-apa. “Aku tidak bermaksud ikut campur Hayes, aku hanya memperkenalkan dia pada teman-teman kita, apakah itu salah?” ucap Bella membeladiri.“Aku tidak akan mempermasalahkanny
“Theodor bukan orang yang mudah akrab pada orang lain, dari cara dia berbicara dan menatapmu jelas ada sesuatu yang berbeda. Apa kau sudah menggodanya?”Alice tercengang kaget, betapa mudahnya Hayes menuduh seseorang tanpa berpikir. “Kenapa kau sangat suka menuduhku atas dasar hal-hal yang tidak berdasar?”“Aku tidak menuduhmu. Tapi, karena kau anak seorang pelacur yang pandai menggoda laki-laki, siapa tahu kebiasaan ibumu menurun padamu.”Alice terpaku, seluruh darah di dalam nadinya seperti berhenti berdenyut. Betapa dalamnya kata-kata Hayes dalam menghinanya, betapa tajamnya lidah Hayes melukainya.Alice menarik napasnya dengan sesak, gadis itu membuang muka dan tidak membalas penghinaan Hayes, tangan Alice hanya bisa mengepal di bawah meja, berusaha menahan amarahnya dalam diam.Keterdiaman Alice menyadarkan Hayes akan ucapannya yang sudah terlalu jauh.Hayes sendiri tidak menyangka bahwa dia akan menghina Alice lagi tanpa terkendali. Hayes bingung, dia tidak mengerti mengapa tiba
“Mau berdansa denganku?”Alice mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang telah didengarnya bukanlah sebuah halusinasi. “Anda jangan bercanda,” jawab Alice tidak percaya. Alice tidak habis pikir, bagaimana bisa pria luar biasa seperti Theodor mau mengajak Alice berdansa? Tidakkah pria itu sadar bahwa dia akan mengalami banyak kerugian jika mereka menari bersama?Jangankan untuk menari, dhanya dengan uduk berhadapan seperti ini, Alice bisa menyadari ada berapa banyak pasang mata yang kini mengintimidasinya karena rasa iri.Theodor tersenyum tanpa beban. “Tidak sopan mengajak perempuan berdansa di pesta resmi hanya untuk sebuah candaan.”“Mengapa Anda ingin mengajak saya berdansa?”Ada jeda keheningan dalam beberapa detik, entah kata-kata seperti yang harus Theodor rangkai sebagai jawaban untuk diberikan kepada Alice.“Naluriku, aku selalu bertindak sesuai naluriku dibandingkan dengan logika. Kali ini, naluriku juga yang mendorongku untuk berdansa dengan