Suara pintu yang terbuka langsung membangunkan Hayes, pria itu kembali membuka matanya dan melihat kepergian Alice yang terlihat sempoyongan.“Mau kemana dia?” bisik Hayes bertanya.Tidak lebih dari tiga menit Alice pergi, gadis itu sudah kembali dengan membawa segelas air panas dan menutup pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu.Alice sama sekali tidak menyadari jika sejak dia pergi keluar kamar, Hayes sudah memperhatikannya.Di antara remang cahaya, Hayes melihat gelagat aneh Alice yang kini duduk meringkuk di sofa dan terdengar menggeram menahan suaranya, gadis itu sama sekali tidak memutuskan tidur.Dengan kesal Hayes langsung duduk.“Kenapa kau tidak bisa diam? Kau sudah mengganggu tidurku!” protes Hayes.“Maaf, aku harus mengambil air hangat,” jawab Alice dengan suara yang terdengar serak.“Sekali kau menganggu tidurku, tidurlah diluar!” ancam Hayes.“Aku mengerti,” jawab Alice samar terdengar.Kening Hayes mengerut samar, pria itu menyadari ada sesuatu yang telah terjadi.
“Berhenti mengharapkan Hayes, dia sudah menjadi suami perempuan lain,” nasihat Stefany.Bella mendengus kesal, Stefany sama sekali tidak mendukungnya meski dia sebelumnya sangat mengharapkan Hayes akan menjadi menantunya. Tetapi semenjak Stefany menikah, keinginan itu seakan lenyap dengan mudah.“Mengapa sekarang Ibu tidak mendukungku?” tanya Bella tidak terima.“Apa kau bodoh? Hayes sudah memiliki isteri!”“Aku mencintai Hayes, mengapa Ibu tidak memahami perasanku? Lagi pula, Hayes tidak mencintai isterinya, lambat laun mereka akan bercerai,” jawab Bella dengan percaya diri.“Kau hanya boleh mendekati Hayes lagi setelah mereka benar-benar bercerai Bella.”“Aku tidak mau!” jawab Bella dengan tegas, Bella tidak ingin menunggu Hayes bercerai lebih dulu. Jika Bella membiarkan pernikahan Hayes dan Alice tenang begitu saja, bagaimana jika nanti Hayes justru menaruh hati pada gadis kampungan itu.Stefany bersedekap. “Apa kau tahu Bella, musuh terbesar wanita adalah wanita juga, wanita yang
Kepulan asap terlihat di udara, Giselle menghisap rokoknya beberapa kali, matanya hanya tertuju dengan fokus pada selembar photo yang tergeletak di atas meja.Dengan kuat Giselle kembali menghisap rokoknya, kakinya bergerak gelisah dibawah pengaruh kecemasan yang berlebihan.Semenjak Alice pergi, dia tidak memiliki sesuatu yang bisa menjadi pelampiasan segala kegelisahan di dalam pikirannya, dan kini Giselle melampiaskan kegelisan dan amarahanya pada sebuah photo.Giselle kedapatan mengayunkan pisau dan menusukannya pada photo di atas meja.Photo itu adalah sebuah potret di masa lalunya ketika dia masih berteman dengan Ivana dan sama-sama sekolah dia sekolah desain dengan cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang desainer terkenal.Ivana memiliki orang tua yang kaya raya yang bisa memenuhi segala apayang Ivana mau, sementara Giselle bisa sekolah karena beasiswa dan kedua orang tuanya adalah buruh.Pertemanan mereka cukup indah, namun berakhir semenjak Giselle mengenal Damian, teman
“Pakai baju itu saat nanti ke pesta,” titah Hayes meletakan tas paper bag yang telah dibawanya di depan Alice. Hayes sudah menyempatkan diri memilih pakaian yang harus Alice kenakan, dia tidak ingin kedatangan Alice nanti ke pesta akan mempermalukannya sama halnya seperti apa yang terjadi saat waktu di pesta pernikahan.Kali ini Hayes berbaik hati akan membawa Alice semata-mata karena rasa bersalah atas dua kesalahan yang dia buat. Hayes memberi jalan untuk Alice jika dia ingin naik kelas social, di pesta nanti akan ada banyak orang penting, jika Alice cukup cerdas dia bisa memanfaatkan moment itu.Alice membuka tas yang dibawa Hayes dan memeriksa pakaiannya. Respon pertama Alice adalah terkejut, Hayes memberikan gaun yang cantik, namun terbuka sedikit terbuka.Alice tidak bisa mengenakan pakaian seperti itu. Bagaimana cara Alice menjelaskannya agar tidak menimbulkan kesalah pahaman?“Kenapa? Kau tidak suka?” tanya Hayes menebak melalui ekspresi Alice yang terlihat tertekan.“Maafkan
Damian berdiri di depan jendela, memandangi jalanan yang ada bawahanya. Sepanjang hari ini dia tidak bisa bekerja dengan baik, Damian terus terus teringat percakapan singkatnya bersama Alice.Mendengarkan sebuah pengakuan yang tidak pernah Damian pikirkan akan terucap dari mulut gadis itu.Damian bertanya-tanya, apakah selama ini kehidupan Alice jauh lebih buruk dari sekadar sebuah cerita yang pernah Damian dengar?Bagaimana bisa Giselle yang dulu dia kenal sangat lembut dan penyayang bisa berubah sekejam ini kepada darah dagingnya sendiri?Rasa bersalah memenuhi dada, memikirkan jika Damian memiliki andil dalam penyebab derita yang Alice alami dan perubahan sikap Giselle.Andai saja dulu Damian memiliki keberanian yang lebih besar untuk meninggalkan Ivana dan memilih Giselle, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut Damian, pria itu kembali duduk di meja kerjanya. Damian kembali memikirkan apa yang kini harus dia lakukam agar bisa membantu
Dalam langkah yang bimbang Alice pergi keluar menemui Hayes yang sudah menunggu. Di depan pintu, keduanya saling bertemu dan saling berpandangan.Tidak ada yang berbicara..Napas Hayes tertahan di dada, pandangannya bergerak dengan teliti memperhatikan penampilan Alice yang mengenakan sweater over dress dibawah lutut.Ada yang menarik ketika Hayes menaikan pandangannya, melihat wajah Alice yang tersapu oleh riasan tipis yang membuat wajahnya terlihat segar bersama rambut yang sedikit bergelombang. Hayes tidak bisa berbohong jika kini Alice seperti seperti salju pertama yang turun di malam hari. Dia terlihat polos namun tidak mudah ditangkap ke dalam genggaman.Hayes langsung membuang muka dengan cepat begitu tersadar bahwa dia sudah terlalu lama memandangi Alice.“Aku hanya bisa berpakaian seperti ini, jika ini akan mempermalukanmu, kau bisa pergi tanpaku,” kata Alice.“Mau bagaimana lagi, aku tidak memiliki pilihan lain selain membawamu. Cepatlah,” titah Hayes dengan gerakan di dag
Ketika Hayes keluar dari mobil, Alice memutuskan untuk tetap diam menunggu dan memperhatikan apa yang terjadi, Alice tidak mau jika dia menyusul keluar, kehadirannya akan mengganggu.Bella yang sudah cukup lama menunggu terlihat sumringah melihat kedatangan Hayes.Bella berjalan tergesa dengan heelsnya yang tinggi, gaun cantik yang dia kenakan berkibar, Bella melompat ke dalam pelukan Hayes dengan penuh kelegaan.“Terima kasih sudah datang, aku sampai tidak tahu harus menghubungi siapa lagi.”Hayes mendorong bahu Bella dengan pelan agar wanita itu mundur. “Ambil barang-barangmu, kita harus segera pergi sebelum terlambat.”“Aku tidak membawa barang apapun lagi selain tas. Sopirku akan menunggu mekanik datang.”Hayes menghela tubuh Bella, menuntunnya untuk ke sebrang jalan menuju keberadaan kendaraannya. Senyuman sumringah Bella memudar dengan cepat begitu dia membuka pintu depan dan menemukan kehadiran Alice yang duduk menunggu sejak tadi.“H-hay,” sapa Bella tidak menutupi keterkejuta
Alice menyusul masuk ke dalam usai beberapa menit Hayes lebih dulu ke dalam.Suara yang samar, terdengar lebih jelas, langah Alice sempat terhenti, gadis itu hanya bisa terperangah takjub melihat melihat keramaian di dalam sebuah aula besar ruangan pesta.Suara musik yang indah, ruangan yang besar dengan langit-langit yang berkubah tinggi dihiasi sebuah lampu besar yang bergelantung, ruangan besar itu ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh. Dekorasi pesta yang didominasi oleh putih dari bunga-bunga segar asli yang mengeluarkan harum dan kuning khas royal party.Orang-orang berkumpul dengan aktivitas mereka masing-masing, segala keindahan dan kemewahan memanjakan mata. Mereka berpakaian cantik dan terlihat teratur.Alice melangkah ragu, rasa percaya dirinya kembali ditekan begitu kuat sampai ke dasar karena keberadaannya seperti setetes air di antara hujan yang turun.Orang-orang yang tidak sengaja melihat keberadannya berbisik dan menatap penuh tanya, seakan mempertanyakan apakah keha
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.