Flashback..Malam itu, di jam Sembilan malam, seperti biasanya Alice keluar dari ruang bawah tanah tempatnya tinggalnya.Samar suara musik terdengar bersama keramaian orang-orang yang memenuhi kediaman utama Giselle, malam itu sedang digelar pesta ulang tahun Athur yang ke dua belas.Pesta digelar dengan meriah, dipersiapkan dengan sangat teliti empat hari sebelum dimulai, semua teman Athur datang dan mengikuti pesta.Empat pelayan di kediaman Giselle sibuk bekerja membawa makanan baru, sebagiannya lagi membawa perabotan kotor dari dalam ruangan pesta. Alice yang baru datang langsung disambut oleh segunung perabotan kotor yang harus dicuci olenya. Alice harus bekerja terlebih dahulu baru akan diberi makan, jika pekerjaannya malam ini tidak selesai, mungkin Alice harus menahan laparnya atau diam-diam mencuri makanan selagi orang-orang tertidur.Di sela-sela pekerjaannya yang menumpuk, sesekali wajah Alice terangkat, melihat kediaman rumah Giselle yang kain ramai. Hal seperti ini selal
“Sa-saya tidak sengaja melalukannya, maafkan saya,” ucap Alice terbata ikut dibuat terkejut karena tidak tahu jika ada sebuah gelas di sisi wastafel, dengan terburu-buru Alice mengumpulkan pecahan gelas yang tersebar di lantai.“Astaga, itu gelas mahal yang dibeli nyonya pemberian dari teman arisannya, bagaimana jika nyonya tahu?” kata Martha.Wajah Alice memucat, gadis itu tertunduk dengan beban rasa bersalah yang kian berat karena gelas yang dia pecahkan milik Giselle. “Maafkan saya,” ucap Alice sekali lagi.“Memangnya maafmu bisa mengembalikan gelas itu kembali? Dasar tidak berguna,” hardik Martha.Cecaran kemarahan semua orang yang tertuju kepadanya membuat Alice tidak mampu berkata-kata, gadis itu hanya bisa tertunduk menahan tangisan yang mendesaknya.Chelsie yang menyadari jika gelas yang dia taruh sembarangan telah pecah, diam-diam wanita menjadi panik, Chelsie tidak ingin di salahkan atas kejadian ini.“Aku tidak mau tahu, Martha harus memberitahu nyonya jika gelas miliknya
Cuaca yang cerah di kota Andreas mendukung Alice yang baru pertama kali keluar sendirian untuk bisa melihat keramaian dan berkeliaran seorang diri untuk pertama kalinya. Alice sangat bersemangat, gadis itu tidak berhenti tersenyum dengan langkah yang cepat, memperhatikan setiap hal yang baru dilihatnya.Bangunan-bangunan cantik yang berdiri kokoh, orang-orang yang berjalan dan bersepeda, mengantri di halte untuk menunggu bus untuk bepergian. Mereka terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing karena tahu arah tujuan hidup mereka.Alice berdiri di sebuah tiang besar lampu jalanan, pipinya bersemu malu karena senang melihat kesibukan semua orang.Ada banyak anak-anak yang tengah bermain di taman, mereka terlihat menikmati taman bermain gratis di sana.Samar bibi Alice tersenyum sendu, mengingat jika dulu dia tidak pernah bermain, sekalinya keluar, dia akan bekerja dan diam-diam memperhatikan Giselle dari kejauhan yang tengah menemani Athur.Kini Alice bersyukur, sebelum dia menutup m
Theodor sudah mengabiskan sarapannya dengan cepat, pria itu masih tidak beranjak dari restaurant dan memilih memesan secangkir kopi sambil menikmati hari yang cerah.Setelah konser berakhir, kini dia memiliki sedikit lebih banyak waktu karena tugasnya hanya tinggal memantau sekola seni.Sekolah seni yang dibangun Crissan bertarap internasional dan cukup berpengaruh sebagai sekolah favorit untuk anak-anak yang ingin terjun ke dunia entertainment.Tidak hanya kelas musik dan menari, kelas acting pun tersedia di sana.Kini Theodor harus terus memantaunya, mempertahankan semua yang telah Crissan perjuangkan. Dari kejauhan, Theodor memandangi sebuah piano yang terletak di sisi jendela, tertutup oleh kain putih.Theodor berkedip pelan, pria itu menghela napasnya dengan berat, pikirannya ditarik ke belakang, tenggelam dalam kenangan masa kecilnya yang lebih banyak dia habiskan bersama Crissan.Piano tua yang ada di sisi jendela restaurant itu, dulu dia dan Crisan pernah memainkan musik di
“Aku tahu Hayes tersiksa dengan pernikahan ini. Aku akan tetap berada di sisi Hayes dalam keadaan apapun, seandainya aku dan Hayes kembali bersama, bisakah Bibi mendukung kami?”Ivana langsung menarik tangannya dari genggaman Bella, wanita itu semakin tidak dapat menjawab sepatah katapun kata-kata Bella yang mengejutkannya.“Bibi, aku sangat yakin jika Hayes akan jauh lebih bahagia saat bersamaku karena aku lebih mengerti dia, aku mohon, dukung aku dan Hayes bersama,” ucap Bella lagi penuh permohonan. “Hayes sudah dewasa, dia tahu apa yang dia inginkan, jangan melibatkan aku dengan keputusan hidupnya,” jawab Ivana mengejutkan.“Bibi menyukai Alice?” tanya Bella.“Aku membencinya.”“Apakah Bibi rela Hayes, putra kesayangan Anda menikah dengan anak perempuan yang sudah merusak rumah tangga Anda?” pancing Bella.“Cukup Bella! Kau tidak bisa berkata sesuatu yang sama sekali tidak kau ketahui. Aku ingin istirahat,” ucap Ivana menghindari percakapan lebih lanjut. Ivana mengambil tongkatny
“Kau tidak marah kan, jika kedepannya aku dan Hayes masih dekat sama seperti dulu sebelum dia menikah?” tanya Bella.“Anda bisa langsung menanyakannya kepada Hayes karena dia yang menjadi teman Anda,” jawab Alice datar.“Apa itu artinya kau melarangku berteman dengan Hayes?”“Saya tidak melarang Anda,” jawab Alice terbata. “Lalu apa maksudmu?”Alice berbalik dan memberikan kopi buatannya kepada Bella. “Saya tidak akan pernah mengatur pergaulan Hayes karena dia sudah dewasa, Anda tidak perlu meminta izin apapun lagi kepada saya, bertemanlah sesuka hati Anda dan Hayes.”Rahang Bella mengetat, wanita itu tampak kesal karena Alice berbicara dengan tenang saat menghadapi kata-kata tidak menyenangkannya. Seharusnya Alice marah, tapi responnya diluar apa yang Bella harapkan.“Kopi yang Anda mau.” Bella menerima kopi buatan Alice, namun begitu Alice melepaskan cangkirnya, dengan gerakan sengaja wanita itu menepis cangkir kopi itu ke arahnya hingga air panas kopi membasahi dressnya.Suara de
Setelah apa yang telah terjadi di dapur, Alice memutuskan mengurung diri di dalam kamar, duduk dalam kesendirian sambil merenungkan sesuatu yang tidak bisa ungkapkan.Alice duduk di atas lantai, memeluk lututnya dengan kuat, sorot matanya yang penuh luka.Alice tinggal bersama keluarga Borsman baru dua hari, tapi sudah ada banyak kejadian yang menyudutkannya dan mengoyak harapan yang Alice bawa untuk bisa menjadi seseorang yang lebih kuat dan bisa melangkah dari lingkaran hitam kehidupan yang menyesakkan.Alice menghela napasnya dengan berat. “Mengapa aku selalu seperti ini? Mengapa seluruh hal menyakitkan dan ketidak adilan selalu datang padaku disetiap harinya? Apa sekotor itu menjadi anak hasil pemerkosaan?” tanya Alice bertanya kepada dirinya sendiri.Alice menarik napasnya dengan sesak, memandangi langit yang terlihat cerah menyilaukan.Andai Alice mendapatkan segenggam cahaya dari langit itu untuk menerangi langkahnya, mungkin kini dia tidak terus mencari pintu cahaya untuk kelu
“Nyonya ingin bertemu dengan Anda,” ucap Mery memberitahu.“Anda serius?” tanya Alice terkejut.“Benar, barusan nyonya berpesan jika beliau ingin bertemu dengan Anda di taman kemarin.”Pada akhirnya kini Ivana memanggil Alice lebih dulu setelah kejadian dua hari yang lalu. Alice ragu untuk setuju bertemu karena tidak ingin membuat Ivana histeris hingga membuat keributan, disisi lain Alice tidak memiliki pilihan menolak karena ini berhubungan dengan rasa hormatnya pada Ivana yang memanggilnya.“Ba-baik,” jawab Alice terbata.Memahami kegugupan Alice, Mery tersenyum mengusap bahu gadis itu. “Anda jangan khawatir, nyonya Ivana tidak akan histeris lagi, percayalah kepada saya. Jika beliau yang meminta Anda datang terlebih dahulu, itu artinya nyonya Ivana baik-baik saja dengan Anda.”Alice membuang napasnya dengan berat, dia berusaha untuk mempercayai ucapan Mery dan berharap jika Ivana memang akan baik-baik saja.“Anda bisa ke sana sendirian,” titah Mery lagi.“Baik.”Dengan berat Alice