“Alice, apa ada sesuatu yang ingin kau lakukan sebelum pulang ke rumah?” tanya Damian yang duduk di hadapan Alice.
Wajah Alice sedikit terangkat, gadis itu menggeleng dengan canggung, tidak terbiasa dengan tatapan hangat penuh kelembutan dari seseorang. “Tidak ada, Tuan.”“Mulai sekarang, panggil aku ayah. Sekarang kau bagian dari keluargaku.”“Baik, Ayah,” ucap Alice terbata.Damian tersenyum sendu diselimuti rasa kasihan, dari sekian banyak tamu undangan, tidak ada yang benar-benar memperlakukan Alice dengan baik, terutama kedua orang tua Alice sendiri yang tidak peduli dengan putrinya.“Aku minta maaf, Ivana tidak datang karena tengah sakit, dia juga memiliki gangguan dengan penglihatannya, tolong jangan kecewa, kalian bisa berkenalan di rumah,” ucap Damian.“Tidak apa-apa Ayah, saya mengerti dengan keadaan nyonya Ivana.”“Mulai sekarang kau harus belajar memanggilnya ibu juga.”“Baik, Ayah.”“Nona, ibu Anda ingin berbicara,” ucap Inara yang berdiri di belakang Alice untuk memberitahu.Damian melihat ke belakang, melihat Giselle yang sudah pergi keluar ruangan seorang diri.Sejak datang, Giselle dan Xavier hanya menemuinya sebentar, itupun hanya untuk meminta bayaran pelunasan uang atas konpensasi Damian yang membawa Alice.“Saya permisi dulu Ayah,” ucap Alice beranjak.“Kau mau aku ditemani?”Mata Alice bergetar, dia sungguh ingin ditemani namun disisi lain dia tidak terbiasa menunjukan seberapa gelap kehidupannya yang sebenarnya.“Tidak perlu, saya baik-baik saja,” jawab Alice tidak yakin. Alice akhirnya pergi bersama dengan Inara, assistant Giselle.Sekali lagi Damian melihat ke belakang, memperhatikan kepergian Alice dan memperhatikan keberadaan putranya yang asyik sendiri bersama dengan Bella dan teman-temannya yang lain.Damian tahu pernikahan ini sangat dibenci oleh Hayes dan ditentang keras oleh Ivana isterinya, namun mereka berdua tidak memiliki kekuasaan untuk menolak permintaan Damian ketika Damian mengancam tidak akan mewariskan sepeserpun hartanya kepada Hayes jika putranya tidak mau menikahi Alice.Damian sangat ngotot menjadikan Alice menantunya meski dia tahu ada lebih banyak calon menantu yang jauh lebih sempurna di luar sana.Ada banyak alasan kuat yang Damian miliki hingga akhirnya dia memutuskan untuk menjadikan Alice sebagai menantunya, Damian ingin bertanggung jawab atas kehidupan Alice setelah kesalahan besar yang dia lakukan di masa lalu kepada Giselle.Hari ini Alice sudah resmi menjadi menantunya, Damian tahu mungkin kedatangannya ke rumah tidak akan disambut dengan baik, namun Damian akan memastikan jika Alice akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan hidup di rumah ibu kandungnya sendiri.***Di sebuah gudang penyimpanan barang-barang Alice berhadapan dengan Giselle yang kini berdiri menunggu sambil menghisap rokoknya, sementara di balik pintu terdapat Inara yang tengah menunggu. Alice tertunduk menatap lantai berusaha untuk tidak bertatapan mata dengan Giselle.Ada banyak tekanan yang Alice terima setiap kali berhadapan dengan Giselle. Tatapan jijik dan kata-kata kotor Giselle selalu membuat Alice merasa tidak berharga dan bertanya-tanya, apa alasan dirinya hidup?Sekarang, entah untuk apa Giselle meminta bertemu, Alice segan untuk bertanya karena takut dimarahi.Kepulan asap rokok bergerak di depan Alice, gadis itu hanya bisa menahan napasnya beberapa kali karena baunya yang tidak mengenakan.“Aku mendapatkan dua juta dollar dengan menjualmu, aku tidak menyangka jika sampah menjijikan sepertimu memiliki harga juga,” ucap Giselle dengan santai seakan semua kata-kata kasar seperti ini sudah biasa untuk dia ucapkan kepada Alice.“Apa sekarang kau senang keluar dari rumahku?” tanya Giselle dingin.Alice tidak sanggup berbicara, dia sendiri tidak tahu harus takut atau senang akhirnya keluar dari rumah Giselle, satu hal yang pasti, Alice berharap dia bisa menjalani hari-hari terakhirnya dengan sedikit lebih baik.Giselle tersenyum sinis melihat keterdiaman Alice. “Jika kau merasa senang, aku juga senang karena mulai detik ini tidak melihat wajah bajingan sepertimu di rumahku lagi, aku tidak perlu membagi makanan anjing kesayanganku kepadamu, dan aku juga tidak perlu menutup hidung karena bau bangkai di sekitarku yang selalu membuatku mual.”Bibir Alice menekan membentuk garis, menahan sakit hati yang tidak pernah berubah meski dia sudah sering mendengar kata-kata buruk seperti itu lebih dari ratusan kali.Hari demi hari yang dia jalani selalu dipupuk oleh rasa sakit hingga luka dihatinya menggunung dan tidak bisa diukur dengan apapun. Alice sampai tidak tahu, apakah sebelum dia meninggal, dia mampu mengobati seluruh luka di dalam hatinya atau tidak.“Syukurlah jika Anda senang,” jawab Alice dengan suara bergetar.“Rasa senangku akan sempurna jika kau segera mati.”Napas Alice tertahan di dada, dia tahu bahwa dia adalah anak yang tidak diharapkan siapapun, keberadaannya tidak dinginkan, meskipun begitu, apakah semua ini salah Alice?Alice kian tertunduk, gadis itu mengusap siku tangannya dan tersenyum pahit. “Saya tahu, keberadaan saya tidak pernah Anda harapkan, tapi salahkah jika saya juga ingin hidup?” tanya Alice getir.Giselle tertawa kesal, rokok di tangannya bergerak cepat, ujungnya yang masih menyala mendarat di lengan baju pengantinnya hingga serat pakaian pengantin Alice terbakar dan menembus kulitnya.Alice meringis gemetar merasakan panas ujung rokok yang membakar kulitnya dan cengkraman kuat Giselle yang menahan pergerakannya.“Pantaskah bajingan yang membawa derita sepertimu ingin hidup? Dasar tidak tahu diri!” geram Giselle seraya mendorong kasar Alice.Alice sedikit mundur seraya mengusap sisi lengannya yang berdenyut sakit.“Sekarang kau sudah menikah, mulai detik ini aku tidak mengizinkanmu datang apalagi menginjakan kakimu di rumahku. Jangan pernah lagi menunjukan wajah buruk rupamu di hadapanku sampai kau mati, apa kau mengerti?” peringat Giselle.“Saya mengerti,” bisik Alice yaris tidak terdengar.“Pergilah!” usir Giselle dengan kibasan di tangannya.Alice berbalik dan pergi keluar dari gudang, di ambang pintu terdapat Inara juga Athur yang baru datang. Athur dan Alice sempat saling melihat, Athur yang sempat ingin mengajak berbicara segera menahan diri begitu Alice melangkah cepat menjauh dari keberadaannya.Dalam langkahnya yang lebar, Alice melihat telapak tangannya yang gemetar dan berkeringat dingin.“Hari ini, aku selamat,” bisik Alice gemetar. Jarang sekali dia terlibat percakapan bersama Giselle sedekat tadi, biasanya Giselle akan langsung menghukumnya jika Alice menjawab perkataannya.To Be Continued...Alice memasuki pintu yang mengarah ke tangga darurat, dengan gaun pengantin yang masih melekat padanya, gadis itu terduduk di lantai dan bersandar ke pintu untuk mengatur napas menenangkan diri.Tangan Alice yang gemetar dan berkeringat dingin beberapa kali mencoba meremas permukaan gaun.“Ya Tuhan,” bisik Alice dengan lirihan sakitnya terngiang ucapan Giselle beberapa saat yang lalu.Alice mengusap dadanya yang sesak dan sakit, beberapa kali dia memukulnya agar bisa tenang.Luka yang terlalu dalam di dalam hatinya tidak mampu membuat Alice menangis, Alice kesulitan mengekspresikan kesedihannya karena sudah terlalu sering memendamnya dalam diam.Pandangan Alice sedikit mengabur, kepalanya berdenyut sakit, dengan lemah gadis itu tetap berusaha mengatur napasnya agar bisa memiliki kekuatan untuk kembali bangkit.Perlu beberapa menit untuk Alice menghabiskan waktu agar bisa keluar.Tangan Alice terkepal kuat, dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa hari ini mungkin saja penderitaan
Hayes membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk, berdiri di depan ranjangnya, pria itu berbalik melihat Alice yang kini sudah berdiri di belakang pintu kamar.Hayes langsung merasakan sesuatu yang menyesakan dada. Hayes harus mengucapkan selamat tinggal pada masa mudanya yang cerah, kini dia sudah menikah dengan gadis menyebalkan, gadis yang akan membuat harinya menjadi suram karena harus sering melihat wajahnya.Pernikahan ini akan berlangsung dua bulan, Hayes harus bersabar demi posisi penerus yang harus jatuh ke tangan dia.“Kau sudah tahu kan jika ayahku sudah membelimu dan sudah memberikan banyak uang untuk ibumu,” ucap Hayes seraya melepas kasar dasi dan jassnya, tatapannya yang tajam tidak berhenti memperhatikan penampilan norak Alice yang sangat mengganggu.Alice mengangguk pelan tanpa suara.“Gara-garamu, sekarang aku harus berbagi kamar dengan orang yang sangat aku benci, karena kini kau sudah dibeli, jadi bersikap penurutlah seperti peliharaan.”Samar Alice tersenyum menye
Mery memandu Alice untuk bertemu dengan Ivana, wanita paruh baya itu pergi menuju halaman belakang rumah yang terdapat sebuah taman bunga dengan berbagai jenis tumbuhan yang terawat di sana.Alice sempat dibuat terpukau, terpesona dengan keindahan taman keluarga Borsman.Mery sempat memberitahu Alice jika taman bunga itu adalah tempat Ivana menyendiri dan menenangkan diri, Ivana sangat suka aroma bunga-bunga. Semenjak Ivana kehilangan penglihatannya, dia mulai belajar memperkuat kemampuan indra penciumannya, karena hal itulah taman bunga di halaman belakang rumah keluarga Borsman sangat diperhatikan secara khusus.Langkah Mery terhenti di antara jalan setapak.“Silahkan,” ucap Mery mempersilahkan.“Anda tidak akan masuk?”Mery tersenyum samar menyadari kegugupan Alice saat ini. “Tidak, saya akan menunggu di sini, tapi jika Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa memanggil saya.”“Terima kasih,” jawab Alice melangkah ragu masuk ke dalam, sementara Mery berdiri menunggu di ujung jalan setap
“Kau menemui ibuku?” tanya Hayes.“Aku minta maaf,” jawab Alice mengakui kesalahannya.“Untuk apa kau lancang menemui ibuku? Kau ingin membanggakan diri karena ayah menikahkan aku dengan anak selingkuhannya?” tanya Hayes dengan tuduhan yang tidak berdasar.Alice tertunduk seketika, tuduhan dan kebencian di mata Hayes membuatnya takut. “Aku diperintahkan oleh tuan Damian untuk memperkenalkan diri pada nyonya Ivana, karena itulah aku datang ke sini,” jawab Alice menjelaskan.Hayes mendengus kesal. “Kau dan ayahku sama saja tidak tahu malunya.”“Sebaiknya jangan dulu menuduhku tanpa alasan,” jawab Alice sedikit membela diri.“Tanpa alasan? Memangnya butuh berapa alasan lagi untuk mengatakan jika kau perempuan tidak tahu malu? Jika kau masih memiliki harga diri setidaknya jaga sikapmu, ibuku membencimu, jangan pernah menunjukan diri di hadapannya lagi!”Alice tersentak kaget, tubuhnya menegang kaku tidak mampu bergerak, pupil mata Alice bergetar melihat kepergian Hayes yang sudah semakin
“Apa kau tidak memiliki waktu tadi pagi? Sebelum pernikahan berlangsung, ada banyak waktu dan kesempatan untukmu berkenalan dengan isteri Hayes,” ucap Theodor terdengar tajam.Bella bergerak kaku, ucapan sederhana Theodor membuatnya tertekan sampai harus memikirkan jawaban apa yang harus diberikan. “A-aku tidak bermaksud bersikap lancang, aku hanya lupa jika tadi pagi belum berkenalan.”“Kenapa kalian meributkan hal sepele? Akhir pekan nanti Hayes akan membawa isterinya ke pesta,” timpal Axel.“Kalian tidak perlu berkenalan dengan dia, kalian sudah tahu kan namanya Alice? Itu saja sudah cukup,” ucap Hayes terlihat semakin badmood karena semua orang membicarakan Alice. “Aku akan pulang,” pamit Hayes sebelum melangkah pergi.“Tolong antar aku ke apartement, hari ini aku tidak membawa mobil,” pinta Bella mengejar langkah Hayes.Hayes hanya menjawabnya dengan anggukan dan membiarkan Bella mengikutinya dari belakang.“Ada apa denganmu? Kenapa kau berbicara kasar padanya? Kau tahu sendiri
Di sepanjang perjalanan pulang, perkataan Theodor terus terngiang di kepala Hayes, Hayes marah dan tersinggung, Hayes sangat kesal karena Theodor sudah berbicara begitu enteng tentang pernikahannya.Hayes datang untuk bersenang-senang dan bertemu dengan teman lamanya yang sudah cukup lama tidak dijumpai, tapi justru Theodor membuatnya kesal dan merusak kembali suasana hatinya.Tidak banyak orang yang tahu bahwa selama ini Hayes telah menjalani kehidupan yang menyebalkan.Di mata orang lain, Hayes mungkin terlihat sempurna karena memiliki karier yang cemerlang, orang tua yang sukses dan mencintainya. Di depan umum keluarga Borman adalah keluarga yang kompak dan rukun.Orang-orang tidak pernah tahu jika sebenarnya, sepanjang pernikahan kedua orang tuanya, Damian selalu menghabiskan waktunya untuk mencari cinta pertamanya, Giselle.Kesibukan Damian yang mencari Giselle terkadang membuat Hayes dan Ivana terabaikan. Tidak peduli meski Ivana memohon kepada Damian agar tetap tinggal, Damian
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, Alice masih belum tertidur, gadis itu terlihat duduk di lantai sedang menonton televisi bersama Mery dan dua pelayan lainnya yang tengah menikmati waktu istirahat mereka.Alice senang, kehadirannya di sambut dengan baik.Mulai hari ini, Alice sudah memutuskan untuk melangkah sedikit lebih maju, belajar untuk menjadi lebih berani, belajar untuk berinteraksi dengan orang lain, memandang mata lawan bicaranya, dan mempelajari apa yang mereka lakukan.Semua yang ingin dilakukan Alice mungkin terdengar sangat biasa dan mendasar untuk seseorang.Pada kenyataannya Alice tidak lebih seperti hewan yang terbiasa di hutan yang hanya terbiasa untuk bertahan hidup saja. Bahkan, mungkin orang-orang tidak akan percaya bahwa sebenarnya Alice tidak bisa melakukan apapun selain bekerja kasar seperti mencuci dengan tangan, memotong rumput dan mengangkat benda-benda yang berat.Hari ini, Alice baru merasakan sensasi kesenangan di tengah keramaian orang-orang yan
Pagi-pagi sekali, jauh sebelum matahari terbit, Alice sudah bangun dan menggunakan kamar mandi.Alice sudah duduk di lantai sisi jendela kamar, dia tidak sabar melihat pemandangan matahari terbit yang terlihat di antara pepohonan.Pemandangan kediaman keluarga Borsman sangat sempurna, mereka tidak hanya memiliki rumah mewah yang besar, namun juga penataan taman hingga lapangan golf pribadi dibuat dengan baik.Hayes bergerak gelisah dalam tidurnya, perlahan pria itu membuka matanya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Alice yang tengah duduk di depan jendela dalam keadaan rambut panjangnya yang basah.Hayes tidak dapat menyembunyikan senyuman masamnya melihat penampilan Alice yang tetap lusuh seperti pengemis di musim dingin. Gadis itu terbalut pakaian tebal tertutup, dan wajahnya tidak mengenakan apapun.Perlahan Hayes duduk dan bersandar di kepala ranjang, kepalanya masih pusing dan perutnya masih mual padahal semalam dia sudah banyak muntah.Hayes tidak begitu suka mabuk, nam
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.