Beranda / Romansa / 30 Days Girlfriend / 59 Menghapus Jejaknya

Share

59 Menghapus Jejaknya

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suasana sarapan mereka hari itu terasa sangat menegangkan. Wicak, Rafli, Tomi, dan Hani hanya bisa saling pandang sambil menghabiskan makanan mereka dengan cepat. Sementara Rhea dan Naren seperti ada dalam zona peperangan sendiri. Keduanya menunduk sambil sesekali melemparkan tatapan tajam.

"Kalau kalian sudah selesai, langsung jalan aja. Hari ini saya bawa mobil sendiri." perintah Naren sambil berlalu meninggalkan mereka.

Hani mencolek lengan Rhea. "Berantem?"

Rhea mengedikkan bahu sebagai pertanda tidak mau menjawabnya. Pun ia sendiri tidak tahu apakah ia memang bertengkar dengan Naren, karena mereka berdua sama-sama memilih diam untuk menekan segala ego dan emosi.

Ponsel yang diletakkan Rhea di atas meja bergetar, ia melihat sebentar pesan yang baru masuk ke ponselnya, kemudian meraih tasnya. "Aku nggak bareng kalian ya, temenku jemput sekalian dia mau balik ke Jakarta," ucapnya sambil berlalu.

"Sekarang tau kan kenapa suasananya nggak enak banget?" Hani menatap sisa anggota tim ya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • 30 Days Girlfriend   60 Harus Berakhir

    Rhea menghabiskan waktu sore sepulang kerja dengan berendam di bathtub. Ia hampir tidak pernah menggunakan bathtub yang tersedia di kamar mandi karena menurutnya buang-buang air. Tapi sepertinya kali ini ia benar-benar butuh untuk sekadar melepaskan penat dan ... berpikir.Sesekali ia menenggelamkan kepalanya, siapa tahu otaknya bisa kembali normal. Bagaimana mungkin ia berdebar ketika Naren mengecup punggung tangannya? Bagaimana bisa debaran jantungnya tidak terkontrol saat Naren mengatakan ingin menghapus jejak Brama di lehernya?"Wake up, Rhe! Kamu nggak mau kan terjerumus ketiga kalinya!" hardik hati kecilnya. "Dasar lemah."Entah selama apa Rhea menghabiskan waktu di dalam bathtub, yang jelas ia baru menyelesaikan prosesi berendamnya setelah ujung jarinya terlihat keriput.Setelah itu pun, ia masih rebahan di atas kasur sambil bermain ponsel. Sekitar jam makan malam, barulah ia turun ke lanti bawah, bergabung bersama rekan timnya yang lain.Matanya terbelalak ketika melihat seora

  • 30 Days Girlfriend   61 Pengorbanan

    Satu jam lamanya Naren diam dalam posisinya. Lama-lama ia lelah juga. Tapi ia tidak bisa menurunkan kewaspadaannya. Atau mungkin Brama tidak akan datang? Tidak mungkin. Buat apa dia membuat seisi villa teler kalau bukan karena ingin datang ke villa.Saat itu lah Naren mendengar derit pintu. Saat pintu di hadapannya terbuka, sosok Brama muncul. Bekas luka yang sempat ia berikan untuk laki-laki itu sudah hampir pudar walau masih ada beberapa lebam kebiruan di sekitar matanya."Lama juga ya. Padahal udah dari tadi semua orang nggak sadar." Naren menatap Brama tanpa rasa gentar sedikit pun. "Oh, atau sengaja? Sampai kamu yakin kalau semua orang yang ada di sini nggak akan terbangun untuk mencegah niat busukmu?"Brama terkekeh. Kini ia sama sekali tidak merasa takut dengan Naren. Ia hanya ingin segera menuntaskan dendamnya kepada Rhea dan kepada laki-laki di hadapannya yang dengan jemawa menantangnya. "Sebuah kehormatan bagi saya, Pak Naren mau menyambut saya seperti ini. Yaah, walaupun se

  • 30 Days Girlfriend   62 Bibirku Luka, Tapi Masih Bisa Melakukan Hal Lain

    "Rhe, tolongin dong. Naren belum makan. Kasian kalo mesti naik turun," ucap Pras.Seharian itu, baik Pras, Brian, Rama terlihat sibuk mengurus berbagai hal. Mulai dari memeriksakan satu per satu orang yang baru sadar dari efek obat tidur, menyusun bukti-bukti, mengambil rekaman cctv, mengantar Naren ke kantor polisi untuk memberikan keterangan dan bahkan menemani Naren untuk visum.Rhea benar-benar bersyukur atas kehadiran mereka. Ia tidak bisa membayangkan kalau harus menghadapinya seorang diri.Ketukan di pintu kamarnya membuat Naren berdecak kesal. Ia baru saja kembali dari kantor polisi dan ingin menghabiskan waktu dengan tidur karena badannya masih terasa remuk."Apa?" ucapnya sedikit berteriak.Rhea membuka pintu kamar Naren dan menemukan lelaki itu sedang berbaring sambil memejamkan mata."Makan dulu."Mata Naren seketika terbuka begitu mendengar suara Rhea."Sorry, Rhe. Kirain anak-anak."Rhea masuk ke dalam kamar dan meletakkan makanan yang dibawanya ke atas nakas."Aku ngant

  • 30 Days Girlfriend   63 Menatap Cermin yang Salah

    Seminggu setelah peristiwa Naren dihajar Brama dan Brama akhirnya ditangkap, Naren secara resmi membubarkan timnya. Tugas timnya sudah beres, bahkan timnya memberikan insight baru kepada perusahaan yoghurt kesayangan almarhumah neneknya itu agar bisa melakukan diversifikasi usaha.Untuk merayakan pencapaian mereka, Naren sengaja memesan tempat di restoran salah satu hotel berbintang yang ada di Bogor, sebelum mereka kembali ke Jakarta.Sembari menunggu makanan yang dipesannya datang, Naren mengeluarkan lima kotak berwarna hitam dari paper bag yang sejak tadi ditentengnya dan menyerahkannya kepada masing-masing anggota timnya. "Simbol ucapan terima kasih dan hadiah dari Pak Aditama." Naren memang selalu menggunakan sapaan resmi jika berhubungan dengan pekerjaan.Kelimanya saling lirik penuh tanya, ragu untuk membukanya, tapi penasaran isinya."Buka aja kalo penasaran," ujar Naren sembil tersenyum.Rafli yang pertama kali membuka kotak itu. Matanya seketika berbinar, dan karena melihat

  • 30 Days Girlfriend   64 Mau Minta Kamu ke Papamu

    "Mama! Mama! Bangun, Ma! Kakak pulang bawa cowok."Ranu, adik Rhea satu-satunya, dengan perbedaan jarak 17 tahun, tapi hubungan mereka tetap terjalin akrab. Sama-sama punya jiwa menindas. Rhea menindas adiknya dengan segala perintahnya yang harus dituruti karena ia anak tertua dan Ranu membalas kakaknya dengan segala jenis kejahilannya. Melihat kakaknya mengajak teman laki-laki pulang ke rumah tentu saja akan menjadi bahan kejahilannya yang terbaru."Beneran?" Wanita bernama Dyah Hapsari itu segera membuka mata, tanpa ekspektasi terlalu tinggi. Rhea masih memegang prinsipnya seperti dulu, hanya akan mengenalkan pacarnya kalau ia dalam tahapan yang serius. Maka setiap laki-laki yang diajak pulang, statusnya hanya mentok sebagai teman, benar-benar teman, tidak lebih.Dyah merapikan tampilannya sebelum turun ke ruang tamu. Ia sempat mengintip sebelum masuk ke ruang tamu. Benar, ada seorang lelaki yang duduk di seberang anaknya, terlihat cukup canggung menghadapi suaminya."Udah pulang,

  • 30 Days Girlfriend   65 Nitip Anak Om Ya!

    "Kamu ngapain, Kak?” tanya Haris yang tengah mengenakan kaus kaki di kursi teras depan rumahnya.Dua koper sudah tersusun rapi di ujung teras. Rhea yang sedang mengelap spion mobilnya seketika menoleh kepada papanya sambil mengernyit bingung. “Manasin mobil buat nganter ke bandara kan?”“Oooh, nggak usah,” jawab Haris tanpa mendongak sama sekali ke arah putrinya.“Lah terus? Mau naik taksi? Aku anter aja lah, Pa.”Belum sempat papanya menjawab, teriakan seseorang terdengar dari luar pagar. “Sore, Om.”“Sore. Bukain pagernya, Kak.”Rhea menatap Naren dan papanya bergantian, kemudian beranjak ke belakang pagar untuk menuruti perintah papanya membukakan pagar untuk Naren.“Mau ngapain? Aku mau nganter keluargaku ke bandara.” ucap Rhea di depan Naren. Ia sengaja tidak bersuara terlalu kencang. Orang tuanya bisa memberinya ceramah tujuh hari tujuh malam kalau ia bersikap atau berucap kasar ke orang lain, apalagi orang tuanya kelihatan menyukai Naren yang selalu dipuji-puji telah ‘menyelama

  • 30 Days Girlfriend   66 Bukan yang Pertama

    Rhea melemparkan diri ke kasurnya begitu tiba di kamar. Ia meraih bantal dan menangkupkannya di atas wajahnya."Aaaargh. Rhea!" Ia berteriak lumayan kencang karena itulah ia membutuhkan bantal untuk meredam suaranya.Selain teriakannya, kini kakinya ikut menendang-nendang udara.Semua sel tubuhnya seakan protes atas apa yang telah dilakukan si empunya tubuh. Padahal semua sel itu berhianat padanya saat kejadian itu terjadi.Bisa-bisanya ia menerima ciuman Naren dan malah memejamkan mata.***-Beberapa jam sebelumnya-Rhea menatap fotonya dengan Naren. Ia tersenyum melihatnya. Lelaki di foto itu, Naren, adalah pacar pertamanya. Kadang ia rindu saat itu, saat di mana ia rela menjadi pacar tiga puluh hari seorang Narendra, dan diperlakukan istimewa oleh lelaki itu.Sekarang lelaki itu ada di sampingnya, memberikan harapan, lalu menyakiti, dan datang kembali dengan mengaku cinta. Harus bagaimana ia bersikap?Saat pikirannya tengah bercabang, ia merasakan dagunya ditarik seseorang dan dala

  • 30 Days Girlfriend   67 Nikah vs Kawin

    -Jingga kelas 1 SMA & Naren kelas 3 SMA-"Kamu ngantuk banget kayaknya?" Naren menatap Jingga yang beberapa kali menguap saat Naren mengajaknya ke mall untuk mencari jaket.Jingga tersenyum menahan malu sekaligus menahan kantuknya."Ya udah sabar ya, bentar, aku bayar dulu ini, abis itu pulang."Pada akhirnya, Naren mengajak Jingga pulang ke rumahnya karena Jingga bersikeras tidak mau pulang ke rumahnya sendiri. Mamanya sedang mengadakan arisan di rumahnya, dan Jingga terlalu malas menghadapi kebisingan ibu-ibu itu, sementara kantuknya sudah tidak tertahan lagi."Kamu begadang semalam?" Naren mengambilkan guling dari dalam kamar tamu agar Jingga merasa nyaman walaupun dia tidur di sofa."Aku nggak bisa ngerjain PR fisika, Kak. Serius otakku bener-bener nggak nyampe.""Kita nggak harus bisa di semua pelajaran, Ngga. Toh nilai kamu di matematika bagus, di kimia apa lagi. Udah lah, nyerah aja sama fisika." Naren kini duduk di lantai dengan bersandar pada sofa, sekaligus merebahkan kepala

Bab terbaru

  • 30 Days Girlfriend   164 Extra Part (Sesak Napas)

    “Dek.” Rhea menatap anak bungsunya yang terlihat pucat. “Kenapa, Dek?”Yara menunjuk ke dadanya, ditambah dengan suara napasnya yang tersendat.Dengan panik, Rhea menghubungi Ega untuk mendapatkan pertolongan pertama untuk Yara.Syukurnya, dalam beberapa dering, Ega langung mengangkat sambungan telepon dari Rhea.“Ga. Yara, Ga.”“Kenapa, Rhe? Yara kenapa? Ceritain kondisinya.”“Dia lagi main di deket kolam renang, kucingnya dia kepleset masuk ke kolam renang, Yara ketakutan, trus nangis, sekarang dia pucet banget, napasnya mengi. Aku mesti gimana?”“Bikin Yara duduk tegak, arahin Yara buat narik napas panjang, berulang-ulang sampai normal lagi. Abis itu, kalo udah mulai normal, kasih air anget ya. Aku on the way ke sana.”Rhea memutus sambungan telepon, kemudian melakukan apa yang disarankan Ega. “Dek, ikutin Mama ya. Tarik napas ….”***Mobil Naren memasuki pelataran rumahnya bertepatan dengan sebuah mobil sedan hitam keluar. Dengan penasaran, Naren bertanya kepada security rumahnya.

  • 30 Days Girlfriend   163 Extra Part (Persidangan untuk Ervin)

    Aileen dan Ervin masuk ke dalam rumah sambil terbahak membicarakan uang jajan Ervin yang habis karena harus menyuap semua teman sekelasnya demi melindungi ia yang bolos setengah jam pelajaran olahraga.“Lagian pake cabut.” Aileen puas tertawa.Sedari kecil mereka sadar kalau kondisi keluarga mereka jauh di atas rata-rata. Mereka hidup berkecukupan. Apa yang mereka mau sebenarnya bisa dituruti orang tua mereka, tapi orang tua mereka memilih untuk tidak melakukannya.Sejak kelas 1 SMP mereka masing-masing diberikan uang saku per minggu. Hal itu sudah berlangsung sejak era Aileen, sekarang Ervin, dan mungkin nanti hingga Yara.Dan saat itu masih hari selasa, ketika Ervin menghabiskan jatah seminggunya.“Gantiin kek, Kak. Aku kan bantuin Kakak.”“Enak aja. Nggak ada yang minta bantuan kok,” sahut Aileen cuek, walau tentu saja Aileen tidak akan membiarkan Ervin gigit jari di sekolah karena kehabisan uang jajan.“Ck! Uang tabunganku buat beli PS, Kak.”“Pilih game apa pilih makan di kantin?

  • 30 Days Girlfriend   162 Extra Part (Pelindung)

    “Vin, kakak lo dipepet sama kakak kelas di deket gudang buat nyimpen alat olahraga.”Saat itu Ervin masih duduk di kelas 1 SMP ketika mendapat laporan dari temannya. Usianya yang hanya berbeda lima belas bulan dengan kakaknya membuat mereka bersekolah di tempat yang sama, beda satu tingkat.Aileen duduk di kelas 3 SMP dan … memiliki musuh bertebaran. Ervin tidak kaget lagi untuk satu hal ini. Ucapan kakaknya yang sepedas cabe dan kegalakan kakaknya yang mengalahkan satpam komplek, tentu saja membuatnya memiliki banyak musuh, baik dari makhluk berjenis kelamin perempuan, maupun lawan jenis.“Cewek apa cowok yang mepet kakak gue?” Karen Ervin yakin kakaknya itu mampu kalau hanya mengatasi sekumpulan gadis puber yang biasa melabraknya karena gebetan mereka naksir berat dengan Aileen dan segala keangkuhannya.“Cowok, dua orang.”Ervin langsung melemparkan bola basket yang sedang ia mainkan. Kelasnya memang sedang ada jam perlajaran olahraga, karena itu ia bingung kenapa kakaknya bisa dipe

  • 30 Days Girlfriend   161 Extra Part (Hilangnya Aileen)

    "Ibu ... Neng Aileen, Bu."Ucapan dari ujung sambungan telepon itu membuat Rhea langsung tersadar bahwa ada yang tidak beres dengan anaknya."Aileen kenapa, Mbak?" tanya Rhea kepada baby sitter yang biasa menjemput anak-anaknya saat ia tidak bisa menjemput. Seperti kali ini Rhea terpaksa meminta baby sitter untuk menjemput Aileen dan Ervin karena Yara sedang sakit."Neng Aileen nggak ada di sekolahannya."Jantung Rhea serasa mencelos saat mendengarnya. "Mbak udah nanya ke temen-temennya? Ke gurunya?""Sudah, Bu. Ini sekolahan udah hampir sepi, tapi nggak ada yang tau Neng Aileen di mana.""Ervin gimana?" tanya Rhea berusaha menutupi paniknya."Mas Ervin sudah di mobil, Bu.""Kamu minta supir pulang nganter Ervin ya. Kamu di situ dulu, cari di sekitaran sekolah, tanya sama temen-temennya, saya langsung jalan ke sana.""Iya, Bu."Rhea menghela napas, mencoba menenangkan diri walau rasanya sulit. Setelah menitipkan Yara yang sedang demam pada baby sitter, Rhea segera berlari, mengambil k

  • 30 Days Girlfriend   160 Extra Part (Tempat Duduk Aileen Callia Candra)

    "Ya ampun Nareeen, kamu tu nggak bisa nahan apa gimana sih? Kasihan kan Aileen masih nyusu, terus sekarang Rhea isi lagi. Mana kemaren pas Aileen kan operasi. Cek ke dokter, pastiin ini bahaya apa nggak."Pukulan bertubi-tubi dan ocehan panjang lebar didapatkan Naren dari tantenya yang langsung terbang ke Jakarta saat mendengar kabar Rhea hamil (lagi).Sementara Naren yang menjadi bulan-bulanan tantenya hanya tersenyum bangga, bukannya merasa bersalah. "Udah ke dokter kok, Mi. Biar rumahnya rame."Adila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan kesal. Kemudian ia mendekat ke sisi Rhea yang sedang menyusui Aileen di atas kasur, yang kadang terkikik mendengar perdebatan unfaedah suami dan tantenya."Rhea lagi pengen sesuatu nggak?""Pengen gelato, Mi.""Naren, tuh denger, Rhea pengen gelato.""Di mana, Sayang? Biar Mas cariin."Rhea menggeleng. "Nggak tau aku."Adila mencebik kesal melihat Naren hanya garuk-garuk kepala. "Udah sana, cari aja di google di mana gelato terenak se-Jakar

  • 30 Days Girlfriend   159 Ending

    "Sayang ...." Naren terdiam sesaat. Sebenarnya ia masih ragu untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya."Kenapa?" Rhea menjawab sambil lalu karena dia juga sedang berkutat memakaikan baju Aileen yang baru saja dimandikan.Sudah seminggu mereka tinggal di kediaman Candra. Rumah itu memang tidak ada yang menempati setelah Aditama pindah ke Dieng dan Adityo memilih tinggal sendiri di rumahnya. Aditama sendiri belum tega menjual atau menyewakan rumah itu. Karenanya, Aditama benar-benar memohon kepada cucu dan cucu menantunya itu agar menempati kediaman keluarga mereka, tidak perlu lagi mencari rumah.Naren mendekat, sambil menowel pipi Aileen dengan gemasnya, mencoba berbicara dengan istrinya. Biasanya mood Rhea lebih bagus kalau Aileen sedang tidak rewel. "Aku nggak tau terlalu cepet atau nggak aku ngomong gini. Tapi kayaknya mulai kita perlu pikirin. Kamu ... setelah ini mau berhenti ngurus Amigos atau gimana?"Rhea melirik suaminya sekilas, tapi kemudian perhatiannya kembali

  • 30 Days Girlfriend   158 Kado untuk Aileen

    “Mau kubantuin?” tanya Naren saat melihat istrinya berjalan tertatih menuju kamar mandi.Hari itu Rhea baru saja keluar dari rumah sakit. Dia sudah bisa berjalan tanpa bantuan, tapi memang harus pelan-pelan karena jahitannya masih terasa sakit. Naren mengambil cuti dadakan setelah kelahiran Aileen dan setia menemani Rhea dalam masa pemulihan sambil mencoba mengurus Aileen, walaupun masih terlihat sangat canggung.“Bisa sendiri kok, jagain Aileen aja. Nanti kalo nangis dan kamu nggak bisa nenangin, panggil Mama aja, Mas. Aku agak lama kayaknya di kamar mandi.”Naren mengangguk. “Nggak usah dikunci pintunya, kalo butuh bantuan, teriak aja.”“Iya.”Mereka memang tinggal di rumah orang tua Rhea untuk sementara. Seperti umumnya seorang wanita yang baru melahirkan, Rhea juga ingin berada di dekat mamanya untuk mendapatkan perhatian dan bimbingan dari mamanya. Bukan berarti ART di kediaman Candra tidak ada yang mengerti bagaimana mengurus anak, tapi tetap saja menurut Rhea rasanya berbeda de

  • 30 Days Girlfriend   157 Membuatku Utuh

    Tubuh Rhea melemas dan jantungnya mulai berdebar kencang saat menyadari apa yang terjadi padanya.Ia mencoba untuk tenang, walaupun rasanya sangat sulit. Sekarang baru ia tahu bagaimana rasanya mengkhawatirkan orang lain melebihi dirinya sendiri. Ya, dia jauh lebih khawatir pada keadaan janinnya dibanding dirinya sendiri.Rhea lantas meraih ponsel yang ada di atas meja, mencoba menghubungi dokter kandungannya. Untungnya dokter itu mengangkat panggilannya setelah dering ketiga. Rhea menceritakan semuanya, dan setelah sambungan itu berakhir, ia langsung beralih menekan nomor ponsel suaminya.Naren tidak langsung menjawab teleponnya. Memang saat itu belum masuk jam makan siang, jadi mungkin saja suaminya sedang meeting.Di saat Rhea mengatur napasnya untuk menenangkan diri dan agar tidak terdengar panik, Naren pun mengangkat teleponnya."Iya, Sayang?""Mas lagi apa?""Kerja lah. Masa jalan-jalan ke mall?" jawab Naren terkekeh. "Kenapa?""Mas kira-kira kalo ke sini butuh berapa lama?""Hm

  • 30 Days Girlfriend   156 Kelelahan yang Berakibat Fatal

    "Sayang, dua minggu lagi perusahaan ngadain dinner party. Perayaan tiga proyek baru kita."Intro pembicaraan yang membuat Rhea bertanya-tanya, apa yang selanjutnya akan diucapkan suaminya."Aku mau ngajak kamu tapi ... udah deket HPL-mu.""HPL-ku kan masih sebulan lagi, Mas.""Iya tapi kan itu riskan banget, tinggal dua minggu sebelum HPL kan.""Jadi aku nggak diajak?" Bukannya Rhea suka datang ke pesta-pesta. Tapi belakangan ini dia suka resah kalau ditinggal Naren, apalagi saat malam hari."Kamu mau ikut? Beneran nggak apa-apa? Nggak bakal kecapekan?""Mau ikut. Anggep aja terakhir sebelum lahiran. Boleh? Atau kamu malu?"Naren mengusapi puncak kepala istrinya. "Ngomong apa sih? Baper banget sejak hamil. Nggak mungkin aku malu ngajak kamu. Aku cuma beneran takut kamu capek."Rhea tidak menjawab lagi. Ia memberi waktu dan membiarkan suaminya mengambil keputusan."Ya udah, kita booking satu kamar aja buat istirahat kalau kamu kecapekan. Tapi kamu tetep nggak boleh pake heels ya. Aku n

DMCA.com Protection Status