Semua Bab Terperangkap Gairah Liar Mantan Atasan: Bab 41 - Bab 50

61 Bab

Bab 41

“Sayang, bangun nak,” ucap Angelica menepuk lembut pipi sang anak.Olivia mengerjap, lalu tersenyum.“Mama,” panggilnya.“Iya, sayang. Mama bawa makanan kesukaan Via. Biar gak keburu dingin kita makan sekarang ya, nanti setelah makanan habis Via boleh bobok lagi.”Angelica tak ingin membahas masalah rancauan sang anak saat terlelap. Hatinya sangat sakit melihat Olivia yang begitu ingin bertemu dengan Papa kandungnya.Meski Olivia merasa sangat mengantuk, namun dia tidak menolak keinginan sang mama untuk memberinya makanan. Akan tetapi, baru beberapa suap masuk ke dalam mulutnya suara Olivia kembali terdengar.“Via mau Papa, Ma. Hiks hiks.” Rengekan kecil itu terdengar jelas dan berhasil membuat Angelica meneteskan air mata.Angelica memeluk tubuh mungil sang anak.“Papa pasti doain yang terbaik untuk Via. Makanya Via harus sembuh ya, biar kita bisa segera cari Papa.”Kembali Olivia hanya mengangguk pasrah. Entah kenapa Olivia perlu ingin ada yang melindungi. Dia memang belum paham op
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 42

William setengah berlari menyusul sang atasan yang melangkah cepat tanpa menoleh sedikit pun. Alex berjalan lurus ke arah mobil dengan ekspresi wajah datar dan mata tajam yang menatap kosong ke depan. Begitu sampai, tanpa banyak bicara, ia membuka pintu dan langsung duduk di kursi penumpang depan, tepat di samping kemudi.William segera menyusul, membuka pintu di sisi pengemudi dan duduk sambil menyalakan mesin. Suasana di antara mereka terasa tegang, seperti ada beban besar yang Alex rasakan.“Kita balik ke kantor,” ucap Alex datar, tanpa memandang ke arah asistennya.Suaranya tidak menunjukkan emosi, tapi dari caranya menghela napas, William tahu pria itu sedang tidak baik-baik saja. Hari yang seharusnya penuh kebahagiaan karena kelahiran anak Sophia, justru menjadi hari yang paling membingungkan dan berat bagi Alex.Seluruh keluarga Alex memang sudah datang ke rumah sakit untuk menyambut kelahiran bayi itu. Tapi, tidak satu pun dari mereka yang menunjukkan itikad untuk tinggal bers
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 43

Salah satu anestesiolog langsung menyesuaikan dosis obat penstabil tekanan. Jantung Olivia memang sudah lemah. Jika tekanan turun terlalu banyak, tindakan bisa gagal sebelum dimulai. Tapi waktu mereka juga tidak banyak. “Tekanan naik perlahan. 80 per 55. Cukup. Kita mulai.”Dokter memberi isyarat. Tim pun bergerak. Pemotongan dimulai dari bagian tengah dada, menyusuri garis sternum. Gunting bedah tulang bekerja secara perlahan tapi pasti. Ruangan tetap sunyi kecuali suara alat dan detak mesin.“Bypass siap?”“Siap. Sirkulasi eksternal aktif.”Darah dari tubuh Olivia dialihkan ke mesin. Jantungnya akan dihentikan untuk sementara waktu agar bisa dilepas. Jantung lamanya sudah terlalu rusak, tidak akan bertahan.“Mulai proses pelepasan.”Dokter memotong pembuluh-pembuluh besar satu per satu, menjaga agar tidak ada perdarahan besar. Salah satu perawat mengelap keringat yang mengalir dari dahi sang dokter. Waktu berjalan lambat di dalam ruangan itu. Lima belas menit, lalu dua puluh.“Jant
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 44

“Kamarnya kosong. Di mana mereka?” tanya Alex dengan nada panik, matanya langsung menyapu sekeliling ruangan.Langkahnya makin cepat memasuki ruang rawat inap yang tampak sepi. Di depan pintu masih tertempel jelas tulisan larangan masuk selain orang tua pasien. Tapi Alex dan William tak mengindahkannya. Bagi Alex, saat ini tidak ada aturan yang lebih penting dari mencari tahu keberadaan Olivia.Begitu memasuki ruangan, William langsung melihat ke sekeliling. Matanya berhenti pada tumpukan barang di pojok ruangan.“Tuan, ini tas dan sepatunya Angel. Ini juga seragam kerja dari anda,” ujarnya sambil menunjuk. “Berarti dugaan kita benar. Olivia memang anaknya.”Deg.Jantung Alex serasa berhenti berdetak sesaat. Alex tak bisa diam. Ia melangkah cepat menuju tas yang ditunjuk William, lalu meraihnya dan membuka tanpa ragu. Tangannya sedikit gemetar saat membuka resleting. Di dalam tas itu, ia menemukan dompet kecil, beberapa perlengkapan wanita, dan satu ponsel tua dengan layar retak di b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 45

William segera berlari ke arah meja perawat. “Tolong! Pasien di UGD pingsan lagi. Cepat panggil dokter!” teriaknya.Tak butuh waktu lama, dua orang dokter bersama satu perawat masuk ke dalam ruang UGD tempat Angelica dirawat. Mereka langsung memeriksa kondisinya. Salah satu dokter memerintahkan pemasangan oksigen sambil memantau tekanan darah dan denyut jantung Angelica.Alex berdiri di samping ranjang, tak berpaling sedikit pun. Wajahnya tegang, penuh kecemasan. Tangannya menggenggam jemari Angelica yang terasa sangat dingin.“Bagaimana keadaannya, Dok?” tanya Alex, suara seraknya nyaris tak terdengar.Dokter wanita yang memimpin pemeriksaan menoleh cepat. “Tekanan darahnya turun drastis. Tubuhnya sangat lelah dan dehidrasi. Suster tadi juga mengatakan kalau pasien belum tidur sama sekali sejak dua hari lalu, sejak sebelum operasi putrinya. Itu membuat daya tahan tubuhnya sangat drop, ditambah dengan keadaan putrinya yang dalam keadaan kritis.”Alex menatap wajah Angelica yang tampak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 46

Tubuh kecil Olivia masih terbaring tak bergerak. Selang oksigen terpasang di hidung mungilnya, alat bantu napas bekerja terus-menerus, mengatur napasnya yang tidak lagi bisa dikendalikan sendiri.Pintu kaca terbuka perlahan. Dokter Aurora masuk bersama seorang rekan sejawat—dokter muda laki-laki berseragam putih lengkap, serta dua perawat yang membawa tray berisi perlengkapan pemeriksaan.Dokter Aurora berjalan paling depan. Wajahnya tegas namun mata lelahnya tak bisa menyembunyikan rasa khawatir yang terus menggelayuti. Ia berdiri di sisi kanan tempat tidur Olivia, lalu memberi isyarat pada perawat untuk mulai.“Cek tekanan darah dan saturasi oksigennya dulu,” ucap Aurora singkat.“Baik, Dok,” jawab salah satu suster.Sementara perawat bekerja, dokter pria yang ikut bersamanya membuka catatan rekam medis dan membandingkan data terbaru dari alat monitor.“Masih di bawah 90, saturasinya belum stabil juga,” lapor dokter itu dengan suara rendah.Aurora hanya mengangguk. Tatapannya jatuh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 47

“Viaaaaa, Mama mohon berjuanglah, nak. Mama bisa kehilangan apapun kecuali kamu, sayang. Mama mohon kembali, hiks hiks.” Tubuh Angelica kembali bergetar hebat karena tak kuasa menahan sakit melihat putrinya kritis di saat operasi sudah dilaksanakan.“Maafkan Mama telah menyembunyikan tentang keberadaan Papamu, sayang. Mama hanya ingin kita hidup tenang, nak. Maaf kalau Mama belum sempat buat kamu bahagia. Kembalilah, nak. Mama mohon.”Alex memeluk erat Angelica, mengecup puncak kepala wanita itu. Demi apapun jika ada yang harus disalahkan soal penderitaan Angelica dan Olivia, orang itu adalah dirinya.Alex sampai menyentuh ulu hatinya karena terasa sakit dan sesak. Dia sampai meremasnya untuk menghilangkan rasa sakit itu.Alex tak sanggup berdiri lagi. Lututnya goyah, tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Ia berlutut di depan kursi roda Angelica, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam emosi yang sudah tak terbendung. Tanpa berkata apa-apa, ia meletakkan kepalanya ke pangkuan Angelica, meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 48

Tubuh Angelica yang tak sadarkan diri langsung diangkat dari kursi roda oleh dua petugas medis wanita yang datang membawa brankar. Dengan cekatan, mereka memindahkannya ke ranjang dorong, sementara salah satu perawat memeriksa tekanan darah dan denyut nadinya yang melemah. Wajah Angelica pucat, dingin, dan basah oleh keringat dingin serta air mata yang belum sempat mengering.“Bawa saja ke ruang perawatan anaknya dulu biar bisa istirahat di sana. Cepat,” perintah salah satu dokter yang hendak masuk ke ruang ICU.“Baik dok,” jawab mereka.Alex mengejar mereka beberapa langkah, tapi kemudian menoleh ke arah William yang masih berdiri tegang di dekat kaca ICU, tatapannya kosong.“William…” suara Alex serak, nyaris tak terdengar. Ia mendekat dan menggenggam bahu pria itu, keras. “Kamu tetap di sini. Apa pun yang terjadi sama Olivia… sekecil apa pun perubahannya, langsung kabari aku.”William mengangguk cepat. “Baik, Tuan…”Alex tak menjawab. Ia hanya menatap sekali lagi ke arah ruang ICU,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 49

Alex membuka matanya perlahan. Ia tidak tahu sudah berapa lama tertidur di sisi ranjang itu. Pandangannya masih buram, tapi begitu fokusnya kembali, yang pertama kali ia lihat adalah wajah Angelica—pucat, tenang, dan sangat lemah. Napas wanita itu teratur, meski tetap terdengar lirih. Infus masih terpasang di punggung tangannya, dan alat pemantau detak jantung masih berdetak pelan namun stabil di samping ranjang.Ia mengusap wajahnya sendiri, mengembus napas panjang. Tadi, saat Angelica kembali kehilangan kesadaran karena terlalu terpukul, Alex sendiri yang meminta tim medis untuk memberinya obat penenang ringan. Angelica butuh istirahat. Dia tak akan mampu berdiri lagi jika terus seperti tadi.Sekarang, wanita itu benar-benar terlelap. Tak ada air mata. Tak ada rintihan. Tapi justru itulah yang membuat dada Alex makin sesak. Karena ketenangan itu bukan hasil dari kedamaian, tapi hasil dari tubuh yang sudah terlalu lelah menangis dan hati yang nyaris kehilangan harapan.Perlahan, Alex
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya

Bab 50

PraaaankSaking terburu-burunya ingin mengejar Alex, Markus tanpa sengaja menabrak petugas gizi yang sedang membawa satu gelas teh di atas nampan untuk salah satu pasien yang barusan menelepon mereka. “Kau punya mata gak sih!” Seru Markus marah.“Ma–maaf, Tuan,” jawabnya terbata. Padahal jelas Markus yang salah bukan petugas gizi itu. Tapi justru Markus yang marah-marah. “Sial, hilang kemana dia?” tanyanya pada diri sendiri.Dia mencoba berjalan lurus di lorong itu, mengabaikan pakaiannya yang basah karena tumpahan teh hangat. Markus sedikit heran pada Alex, sebab pria itu sama sekali tidak ada mengunjungi Sophia. Tapi ngapain saja dia di rumah sakit sampai jam segini? pikirnya.Tak ingin berlama-lama ada di sana, karena sudah tak menemukan Alex. Markus pun memilih untuk kembali ke ruangan Sophia. Sebab kedua mertua dan istrinya baru sampai di rumah sakit.Sementara itu, Alex sudah berada di dalam ruang kerja dokter Aurora. Wajah dokter perempuan itu tampak lelah, matanya sedikit se
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status