Semua Bab Terjebak Perangkap Sang CEO: Bab 31 - Bab 40

71 Bab

31. Kenyataan Tidak Terelakan

Aruna menatap piring di depannya dengan tatapan kosong. Nasi dan lauk yang tersaji tampak begitu asing, seolah bukan sesuatu yang seharusnya masuk ke dalam tubuhnya. Tapi ia memaksakan diri, berharap menelan makanan bisa menelan juga kesedihan yang terus mengikat hatinya.Di seberangnya, Baskara makan dalam diam. Tidak ada percakapan, tidak ada tatapan, seolah mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan berbagi meja makan. Dan mungkin sepanjang sisa hidup Aruna, ini yang akan ia alami tiap harinya.Suapan pertama terasa hambar. Begitu juga yang kedua. Aruna bahkan tidak yakin dirinya benar-benar mengunyah. Hanya refleks, hanya dorongan tubuh untuk bertahan hidup.Namun, semakin ia memaksakan diri, perutnya terasa semakin tidak nyaman. Rasa mual mulai merayap dari lambungnya, naik ke tenggorokan. Aruna meletakkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya

32. Menerima Kenyataan

Sudah sepuluh menit Aruna duduk di ruang tunggu klinik dengan gusar. Tangannya dingin, entah karena suhu udara yang menggunakan penyejuk ruangan atau karena pikirannya yang gelisah. Hasil tes kehamilan di rumah sudah menunjukkan dua garis positif, tapi ia tetap ingin memastikan.Saat namanya dipanggil, Aruna bangkit dengan langkah ragu dan masuk ke dalam ruang praktik dokter kandungan. Seorang dokter perempuan paruh baya menyambutnya dengan senyum ramah."Silakan duduk, Bu Aruna."Aruna mengangguk pelan, duduk di kursi yang disediakan. Setelah berbasa-basi sebentar, dokter mulai melakukan pemeriksaan USG. Layar monitor di samping tempat tidur menampilkan gambar samar, tapi jelas ada titik kecil di sana."Selamat, Bu Aruna, Ibu positif hamil. Usianya masih sangat muda, sekitar lima minggu."Aruna menahan napas. Meski sudah menduganya, mendengar langsung dari dokter membuat kenyataan itu semakin nyata. Ada kehidupan yang sedang tumbuh di dalam tubuhnya.Dokter melanjutkan dengan suara le
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

33. Obrolan Menenangkan

“Aruna?” Arga langsung menghampiri sang gadis yang masih berdiri di depan mandi. Keningnya berkerut melihat keadaan sepupunya yang jelas tidak baik-baik saja. “Kamu sakit?”Aruna hanya diam, enggan menjawab. Tubuhnya masih terasa lemas setelah muntah tadi, dan kepalanya masih berdenyut ringan. Ia memilih berjalan kembali ke taman belakang untuk menghirup udara segar.“Hanya mual sedikit,” jawab Aruna singkat.Saat keduanya sampai di taman belakang, Oma menimpali. “Dia hanya mual-mual, Arga. Wajar saja, namanya juga sedang hamil.”Namun tatapan Arga semakin keheranan. Ia melihat ke arah Aruna, mempelajari gerak-gerik tubuh sang gadis. Tatapan Arga yang penuh curiga itu tentu membuat Aruna tidak nyaman.“Kamu kenapa ada di sini?” tanya Oma pada Arga.Arga memberikan bingkisan pada Oma. “Mama meminta aku mengantar ini untuk Oma. Dia baru pulang dari Jepang.”Oma menerima bingkisan itu lalu berjalan ke dalam rumah untuk menaruhnya. Setelah kepergian Oma, Arga kembali menatap Aruna dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

34. Kondisi Melemah

Sepanjang pagi, Aruna merasakan perutnya kram dan tubuhnya terasa pegal. Ia tahu ini mungkin efek dari kehamilannya, tetapi ia memilih untuk mengabaikannya. Tidak ada gunanya mengeluh, terutama di hadapan Baskara.Dengan langkah pelan, Aruna menyiapkan sarapan seperti biasa. Tangannya sedikit gemetar saat menuangkan kopi ke dalam cangkir Baskara, tetapi ia tetap berusaha terlihat normal. Ia tidak ingin menarik perhatian pria itu.Baskara duduk di meja makan, membuka ponselnya dengan ekspresi serius. Tanpa mengangkat kepala, ia berkata dengan nada tegas, “Nanti malam, kamu ikut denganku ke acara pesta peresmian gedung baru rekanan bisnis.”Aruna yang tengah meletakkan piring di atas meja, seketika menghentikan gerakannya. Ia ingin menolak. Tubuhnya sedang tidak enak badan, pikirannya pun masih kacau dengan kehamilan yang baru ia sadari. Namun, menatap Baskara yang tetap sibuk dengan ponselnya, ia tahu bahwa menolak hanya akan memperburuk keadaan.Sesaat, Aruna menggigit bibirnya, menco
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya

35. Malam Pesta

Pesta makan malam yang mewah dan dipenuhi orang-orang penting terasa begitu menyesakkan bagi Aruna. Lampu kristal yang berkilauan, suara gelak tawa, dan dentingan gelas anggur hanya menambah pusing di kepalanya. Namun, ia tetap memasang senyum di wajahnya, berpura-pura baik-baik saja.Setiap langkah yang Aruna ambil terasa berat. Perutnya terasa kram, keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya, dan pandangannya sedikit kabur. Tapi ia tahu ia tidak bisa menunjukkan kelemahannya di depan Baskara. Pria itu bahkan nyaris tidak memperhatikannya sejak mereka datang.Aruna berusaha menahan sakit yang menyerang tubuhnya sejak awal acara. Ia duduk di meja bersama Baskara, memasang ekspresi tenang meski tubuhnya terasa begitu lelah. Aruna tidak bisa menunjukkan kelemahan di depan semua orang.Sementara itu, Baskara tampak sibuk berbincang dengan rekan bisnisnya, seolah keberadaan Aruna di sisinya hanya sekadar formalitas. Aruna melirik jam tangan, berharap waktu berjalan lebih cepat agar ia b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-20
Baca selengkapnya

36. Kehilangan Besar

Aruna perlahan membuka matanya. Pandangan di sekelilingnya buram dan berbayang, tapi ia bisa merasakan aroma khas rumah sakit yang langsung menusuk hidungnya. Ada dengungan lembut dari mesin medis di sampingnya, diselingi suara detak pelan yang konsisten. Tubuhnya terasa lemah luar biasa, seperti tidak memiliki tenaga sedikit pun.Ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi bahkan itu pun terasa berat. Napasnya pendek-pendek, dan ketika ia berusaha sedikit bergeser, rasa nyeri menusuk langsung menyerang perutnya. Refleks, Aruna menyentuh perutnya dengan tangan gemetar.Perutnya...Ingatan tentang apa yang terjadi mulai kembali, meski samar dan terpecah-pecah. Tania. Tangga. Dorongan kasar. Jatuh. Dan darah... begitu banyak darah.Panik menjalar dalam benaknya. Ia merasakan jantungnya mulai berdegup kencang meski tubuhnya masih terlalu lemah untuk bergerak lebih banyak.“Bayiku,” bisiknya parau, hampir tanpa suara. “Bagaimana bayiku?”Sebelum ia sempat merespons lebih jauh, pintu kamar rum
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

37. Sikap yang Membingungkan

Kondisi Aruna yang masih lemah membuatnya harus mendapatkan perawatan intensif lebih lama. Ia pasrah saja saat dokter berkata dirinya harus berada di rumah sakit untuk beberapa hari ke depan.Aruna menghabiskan waktu dengan terbaring di tempat tidur rumah sakit, wajahnya pucat dan matanya sembab akibat terlalu banyak menangis. Tubuhnya lemah, tapi lebih dari itu, jiwanya terasa kosong.Sementara itu, Baskara duduk di sofa kecil di sudut ruangan. Pria itu selalu mendampingi Aruna, nyaris tidak pernah meninggalkan kamar kecuali saat benar-benar diperlukan. Namun, sikapnya tetap kaku. Meski Baskara ada dekat Aruna, pria itu jarang berbicara. Tidak ada kata-kata hiburan, tidak ada pertanyaan tentang bagaimana perasaan Aruna. Baskara hanya diam, duduk di dekatnya, seolah menjaga dari jauh.Tidak lama, waktu makan tiba. Seorang perawat masuk ke kamar, membawa nampan berisi semangkuk sup hangat, sepotong roti, dan segelas jus jeruk. Aruna yang masih terbaring lemah hanya melirik sekilas, lal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

38. Tekanan Keluarga

Esok paginya, Aruna terbangun dari tidurnya dengan kepala yang berat. Tubuhnya terasa lemas, tetapi setidaknya rasa nyeri di perutnya sedikit mereda. Namun, begitu kesadaran kembali sepenuhnya, seketika saja rasa sakit di hatinya kembali menyeruak. Pikirannya kembali penuh dengan kehilangan dan kesedihan.Baskara tidak ada di ruangan. Aruna menduga pria itu mungkin keluar untuk mengurus sesuatu. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba bangkit dari tempat tidur ketika pintu kamar perlahan terbuka.Riadi dan Kumala, orangtua Baskara, masuk dengan langkah pasti dan mengintimidasi seperti biasanya. Wajah mereka datar, tidak menunjukkan ekspresi simpati yang Aruna harapkan. Ia langsung tahu kedatangan dua orang itu bukan untuk menjenguk dan memberikannya semangat. Tiba-tiba saja perut Aruna terasa diremas kuat. Rasa gugup menyerangnya.“Oh, kamu sudah bangun,” ujar Kumala sambil mendekati tempat tidur Aruna. Namun, suaranya terdengar dingin, seperti seseorang yang sedang berbasa-basi, buk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

39. Hati yang Mencair

Di bawah langit pagi yang mulai merona dan matahari yang tidak bersinar terlalu terik, Baskara mendorong kursi roda Aruna perlahan menuju taman rumah sakit. Udara pagi terasa sejuk, diselingi suara gemericik air mancur kecil yang terletak di tengah taman. Aroma bunga mawar dan melati menyeruak dari hamparan tanaman yang berjajar di sepanjang jalur pejalan kaki.Aruna duduk diam di kursi rodanya, memandang ke depan tanpa banyak ekspresi. Tubuhnya terasa lemah, dan pikirannya penuh dengan banyak pertanyaan yang berputar-putar tanpa henti. Sejak kejadian di kamar tadi, ia masih belum bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Perasaan antara terkejut, bingung, dan tak percaya masih mendominasi hatinya.Baskara menghentikan dorongannya tepat di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Mereka berada di sudut taman yang cukup sepi, jauh dari keramaian pasien lain. Baskara lalu berjongkok di samping Aruna, sejajar dengan pandangannya, sambil memperhatikan wajah pucat istrinya yang tampak lelah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

40. Momen Kecil

Baskara menyodorkan lagi sendok berisi bubur ke arah Aruna, namun gadis itu sudah tidak sanggup lagi untuk makan. Aruna mengangkat tangannya, memberi tanda ia sudah kenyang. “Satu kali lagi,” ujar Baskara memaksa, namun suaranya lembut. Aruna menggeleng. Helai rambut mengenai wajahnya. Ia menyingkirkan helaian rambutnya yang mulai lepek dan berminyak itu dari wajahnya. Tiba-tiba saja Baskara membantu Aruna dengan mengaitkan rambut sang gadis ke belakang telinga. Tatapan mereka bertemu, membuat Aruna seketika menahan napas dan menelan ludah. “Sejak kamu di sini, kamu belum membersihkan rambutmu. Pasti rasanya tidak nyaman, ya?” tanya Baskara pelan. Aruna mengangguk kecil. Baskara benar. Rambutnya yang panjang dan hitam itu kini terasa lepek, membuat kepalanya terasa tidak nyaman. Sudah beberapa hari ia belum sempat mencuci rambutnya, dan perasaan itu semakin membuatnya tidak betah dengan dirinya sendiri. “Mau aku bantu membersihkan rambutmu?” tanya Baskara singkat. Aruna terkejut
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status