Semua Bab Terjebak Perangkap Sang CEO: Bab 21 - Bab 30

71 Bab

21. Sedikit Ketenangan

Di rumah Oma, makan malam berlangsung dengan tenang, atau setidaknya bagi sebagian besar orang di meja makan. Hidangan-hidangan mewah tersaji di atas meja panjang yang tertata elegan, suara percakapan terdengar bersahut-sahutan, menciptakan atmosfer akrab khas jamuan keluarga.Namun bagi Aruna, suasana ini tidak lebih dari ujian kesabaran yang harus ia hadapi lagi dan lagi.Sejak awal kedatangannya, Aruna harus berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang entah kenapa masih saja ingin keluar. Ia merasa dua kali lipat lebih lelah dengan kondisinya. Yang ingin Aruna lakukan adalah menghilang tanpa pernah kembali atau ditemukan.Belum lagi Aruna masih harus menghadapi mertuanya, Kumala, ibu Baskara, yang tidak melewatkan kesempatan untuk menyindirnya dengan halus tapi menusuk.“Aruna, kenapa kamu berantakan sekali? Tidak pantas seorang istri dari keluarga Adiwireja terlihat lusuh seperti ini,” ujar Kumala dengan nada yang terdengar ramah, tapi ada sesuatu di baliknya yang membuat Aruna l
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-12
Baca selengkapnya

22. Pria Hipokrit

Aruna melangkah masuk ke kantor pusat Adiwireja. Suasana kantor yang sibuk dengan karyawan berlalu lalang membuatnya sedikit terintimidasi, namun ia mencoba mengabaikannya. Kali terakhir ia menginjakkan kaki di kantor adalah saat pengunduran dirinya. Lalu tujuannya kali ini untuk menyetujui ajakan makan siang dengan Hani. Tapi sebelum bertemu Hani, Aruna ingin menemui Baskara lebih dulu.Hanya saja entah kenapa, sejak masuk ke dalam kantor, ada perasaan mengganjal di hatinya. Sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan, tapi cukup membuatnya gelisah.Sesampainya di lantai eksekutif, Aruna berjalan mendekati meja sekretaris Baskara. Yasmin, sekretaris yang selalu terlihat profesional dengan setelan rapi dan rambut yang tertata sempurna, menatapnya dengan ekspresi kaku."Aruna–um, Bu Aruna," sapa Yasmin kikuk dengan senyum tipis. Asisten Baskara itu pasti masih kesulitan dengan posisi Aruna yang kini sebagai istri dari atasannya. Yasmin melanjutkan dengan sopan, "Ada yang bisa saya bantu?""Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-13
Baca selengkapnya

23. Menenangkan Diri

Aruna masih merasakan sesak di dadanya saat duduk di dalam mobil bersama Arga. Tatapan kosongnya menembus kaca jendela, melihat jalanan ibu kota yang ramai. Namun, semua itu terasa jauh. Perasaannya masih kacau setelah kejadian di kantor Baskara. Bayangan Tania yang duduk di pangkuan suaminya itu masih jelas di benaknya, menghantam hatinya dengan kejam.Arga, yang duduk di sebelahnya, melirik sekilas ke arah Aruna. Ia bisa melihat bagaimana wanita itu masih tenggelam dalam pikirannya sendiri. Arga mendesah pelan sebelum akhirnya memutar kemudinya, berbelok ke sebuah kafe kecil di sudut jalan.“Ayo turun,” katanya sambil melepas sabuk pengaman.Aruna mengerutkan kening. “Kemana?”“Kita beli sesuatu dulu sebelum ke rumah Oma.”Aruna hendak menolak, tetapi melihat ekspresi tenang Arga, ia menghela napas dan akhirnya mengikuti langkah pria itu keluar dari mobil. Udara siang yang sejuk menyambut mereka saat memasuki kafe dengan aroma manis dari roti yang baru dipanggang memenuhi ruangan. S
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-13
Baca selengkapnya

24. Ancaman Lagi

Menjelang malam, barulah Aruna kembali ke apartemen. Aruna membuka pintu apartemen dengan hati yang masih berat. Langkahnya ragu-ragu, seakan setiap inci ruangan itu terasa lebih dingin dan asing daripada sebelumnya. Lampu-lampu sudah dinyalakan, menandakan bahwa Baskara sudah lebih dulu pulang. Namun, Aruna tidak ingin melihatnya—setidaknya belum. Ia terlalu lelah, terlalu sakit hati untuk kembali berhadapan dengan pria itu setelah apa yang dilihatnya di kantor tadi. Tarikan napasnya berat saat ia melepas sepatu dan melangkah pelan menuju kamarnya. Ia berharap bisa melewati malam ini tanpa harus bertemu atau berbicara dengan Baskara. Ia tidak ingin mendengar alasan atau penjelasan apa pun. Bayangan Tania yang duduk di pangkuan Baskara masih begitu jelas di kepalanya, membuat dadanya kembali sesak. Saat melewati ruang tengah, Aruna sempat melihat siluet Baskara yang duduk di sofa dengan laptop terbuka di pangkuannya. Pria itu tampaknya sibuk dengan pekerjaannya, seakan tidak ada yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

25. Kabar Buruk

Suara bentakan kasar membangunkan Aruna dari tidurnya. Ia membuka mata dengan terkejut dan mendapati Baskara berdiri di samping ranjang, wajahnya merah padam menahan amarah."Apa maksudnya ini?!" seru Baskara, sambil mengangkat ponselnya tepat di depan wajah Aruna.Aruna yang masih setengah sadar mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya melihat layar ponsel itu. Foto-foto dirinya bersama Arga terpampang jelas di sana. Salah satunya saat ia duduk di kafe dengan Arga, dan yang lainnya saat Arga menyuapinya pastry di dalam mobil. Aruna segera tahu siapa pengirimnya—Tania.Hati Aruna mencelos."Kamu tidak mau menjelaskan sesuatu padaku?" suara Baskara menekan, dingin dan penuh tuduhan.Aruna mengerang frustasi, duduk dan merapikan rambutnya yang berantakan. "Aku tidak punya kewajiban menjelaskan apa pun padamu. Aku hanya pergi ke rumah Oma bersama Arga, itu saja. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan."Ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

26. Gelisah

Aruna duduk di sofa ruang tengah, tubuhnya terasa lelah setelah seharian di rumah sakit. Matanya masih sembab, pikirannya terus dipenuhi kondisi ibunya yang semakin memburuk. Belum lagi Adrian yang sepertinya belum ingin menyerah mengganggu Aruna.Tidak lama, Baskara masuk ke dalam apartemen. Pria itu melepas jas lalu berdiri dengan tangan diselipkan di saku celana, menatap Aruna dengan ekspresi dingin yang begitu khas. "Besok pagi kita berangkat ke acara gathering kantor di Bali. Aku ingin kamu ikut."Aruna mengangkat wajahnya, terkejut. "Apa? Kenapa?""Gathering perusahaan memperbolehkan karyawan membawa keluarga. Maka dari itu aku ingin kamu menemaniku sebagai istri. Aku tidak mau orang-orang mempertanyakan keberadaanmu jika kamu tidak ikut," ulang Baskara dengan nada yang tak mengizinkan penolakan.Aruna menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan emosinya. "Aku tidak bisa, Baskara. Ibuku sakit. Aku harus menjaga ibuku," ucap Aruna dengan suara lirih, berharap suaminya bisa menurun
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

27. Kabar Mengejutkan

Aruna berdiri di tepi area gathering, memperhatikan para karyawan yang tertawa dan bersenda gurau sambil menikmati berbagai permainan yang telah disiapkan. Senyum mereka terlihat begitu lepas, seolah dunia ini tidak memiliki beban.Ponsel Aruna tiba-tiba bergetar di sakunya. Aruna melihat nama Anindya di layar dan segera menjawabnya.“Kak! Ibu…” suara Anindya terdengar bergetar, membuat jantung Aruna langsung berdebar keras.“Ada apa, Nin?” Aruna bertanya cepat, suaranya mulai ikut gemetar.“Ibu semakin kritis. Dokter bilang kondisinya semakin memburuk. Sekarang Ibu koma, Kak. Kakak harus pulang sekarang juga!”Dunia Aruna seakan runtuh dalam sekejap. Napasnya tercekat, matanya membelalak, dan tubuhnya terasa lemas.“Apa?” Aruna nyaris tidak bisa berkata-kata. “Kenapa bisa?”“Tadi siang kondisinya menurun, terus sekarang dokter bilang kemungkinan terburuk bisa terjadi kapan saja,” suara Anindya sudah mulai menangis. “Kak, ayo pulang. Kakak harus ada di sini.”Tanpa berpikir panjang, A
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

28. Kehilangan Ibu

Perjalanan kembali ke Jakarta terasa dua kali lipat lebih lama. Sepanjang jalan, pikiran Aruna tidak bisa diam, kepalanya penuh dengan ketakutan dan kecemasan akan kondisi ibunya.Hingga akhirnya sampai di rumah sakit, Aruna segera berlari menuju ruang perawatan ibunya, meninggalkan Arga di belakangnya.Langkah Aruna terhenti di ambang pintu kamar perawatan. Dunia seakan berhenti berputar saat matanya menangkap pemandangan yang paling ia takuti.Di atas ranjang rumah sakit, tubuh ibunya terbaring diam, sudah tertutupi kain putih. Anindya terduduk di samping tubuh sang ibu, bahunya terguncang hebat oleh tangis yang tak terbendung.Untuk beberapa detik, Aruna tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa berpikir. Yang ia rasakan hanyalah kehampaan yang mendadak memenuhi rongga dadanya, mencengkeramnya erat hingga ia nyaris sulit bernapas.Tidak. Ini tidak nyata.Ia mencoba melangkah, tapi kakinya seperti tidak memiliki tenaga. Jantungnya berdetak begitu kencang, sementara udara terasa semakin men
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

29. Kekalutan Aruna

Dengan langkah lunglai, Aruna meninggalkan rumah, didampingi Arga yang berjalan di sisinya. Arga membawa Aruna masuk ke dalam mobil.Mobil melaju pelan di bawah langit yang mulai gelap. Di dalamnya, Aruna duduk diam di kursi penumpang, memeluk tubuhnya sendiri, seolah ingin bersembunyi dari semua rasa sakit yang menghimpit dadanya. Air matanya terus mengalir tanpa bisa ia hentikan.Di sampingnya, Arga mengemudi dengan tenang, tetapi sesekali melirik Aruna dengan sorot khawatir. Dibiarkannya gadis itu menangis sepuasnya, tanpa paksaan untuk berhenti, tanpa kalimat klise untuk menenangkannya.Ketika mobil berhenti di depan apartemen Aruna, Arga tidak langsung menyuruhnya turun. Ia hanya menunggu, memberi ruang bagi Aruna untuk berbicara jika wanita itu butuh waktu sejenak.Dan benar saja, tak lama kemudian, suara gemetar Aruna akhirnya terdengar."Aku sendirian, Arga."Arga menoleh, melihat bagaimana bahu Aruna bergetar, tangan gadis itu saling memilin, seolah berusaha menahan dirinya a
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya

30. Alasan Yang Sebenarnya

Pagi masih remang-remang saat Aruna melangkah keluar dari kamarnya. Semalaman ia tidak bisa tidur, hanya tenggelam dalam duka dan kesedihan akan nasibnya. Ibunya pergi untuk selamanya dan adiknya tidak ingin lagi berurusan dengannya. Aruna mulai mempertanyakan untuk apa lagi dirinya ada di sini, di penjara emas yang menjebaknya dalam kesengsaraan?Udara di apartemen terasa sunyi saat Aruna mencari sosok Baskara. Pria itu sudah menunggunya di ruang tamu, duduk di sofa dengan ekspresi yang sulit ditebak."Aruna, kita perlu bicara," suara Baskara terdengar tegas, namun tidak setajam dan sekaku biasanya.Aruna menghela napas, jantungnya sudah kembali berdebar dua kali lebih cepat. Ia tahu, cepat atau lambat, pembicaraan ini harus terjadi, terlebih setelah apa yang Aruna lakukan semalam. Baskara sudah pasti menginginkan penjelasan.Dengan langkah mantap, Aruna berjalan ke arah sofa dan duduk di hadapan Baskara."Aku akan jujur sama kamu," ucap Aruna memulai pembicaraan, suaranya nyaris ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status