Semua Bab Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!: Bab 41 - Bab 50

53 Bab

Bab 41. Ingin Tahu Lebih Banyak

Helena Wijaya, satu-satunya pewaris tunggal keluarga Wijaya. Pernikahannya dengan Henry Wicaksana-kakek Zayden-putra dari keluarga Wicaksana membuat bisnis kedua keluarga ini kian membesar. Insting bisnisnya cukup kuat, dan keputusan yang dia buat nyaris tidak pernah meleset. Dia tidak kalah hebat dengan suaminya dalam membesarkan bisnis mereka, hanya saja sejak beberapa bulan yang lalu, kondisi kesehatan Henry mengalami penurunan hingga akhirnya membuat Helena harus menetap sementara di luar negeri demi memastikan semuanya tetap berjalan stabil—baik bisnis, maupun kesehatan sang suami. Kini, di ruang yang sama, Alisha saat ini sudah duduk di samping Zayden. Tangan pria itu masih menggenggam tangan Alisha erat, seolah tak ingin melepaskannya. Akan tetapi, perhatian Alisha teralih bukan pada genggaman itu, melainkan pada interaksi diam-diam yang terjadi antara Zayden dan Helena. Ada sesuatu yang terasa janggal. Apalagi ketika Zayden menyapa neneknya dengan sebutan formal—“Nyonya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 42. Istri yang Tahu Cara Bermain

Suasana mendadak hening sejenak sesaat setelah Helena mengatakan hal itu. Helena mengundang Alisha untuk makan malam di rumahnya? Hal ini jelas membuat Zayden menatap Helena dengan cukup dalam. “Mengenalnya lebih dalam?” pertanyaan yang keluar dari mulut Zayden ini terkesan sangat dingin sekali.Helena mengangguk memastikan. “Tidak perlu mengenalnya lebih dalam, lagipula bukankah Anda punya pekerjaan yang lebih penting daripada sekedar mengurusi masalah pernikahanku ini.” Zayden jelas menolak perintah Helena tersebut.Akan tetapi Helena tersenyum tipis dan melihat ke arah Alisha dengan tatapan yang cukup tajam.“Alisha kan namamu?” Helena berkata pada Alisha.Alisha mengangguk pelan, saat mata tajam Helena tertuju padanya.“Aku mengundangmu ke kediamanku besok. Seharusnya, kamu tidak menolak ajakan dari tetua keluarga besar suamimu, kan?” Pertanyaan itu terdengar sedikit menekan.Zayden kembali ingin menjawab, hanya saja Alisha mengeratkan genggaman tangan mereka untuk membuatnya dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Bab 43. Melindungimu

Begitu duduk di dalam mobil, Alisha memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan lewat mulut. “Hmm... lumayan lega,” gumamnya pelan, mencoba menenangkan diri akibat dari tekanan yang dia terima dari nenek Zayden tadi. Tapi ketenangannya hanya bertahan sekejap. Saat membuka mata dan melihat ke arah Zayden—pria itu melihatnya dengan sorot mata gelap penuh tekanan—tubuhnya spontan berlonjak karena terkejut. “Ya ampun! Kaget tahu! Muka kamu serem banget kayak ib ….” sadar kalau mulutnya nyaris melakukan kesalahan Alisha langsung merapatkan bibirnya dan tidak meneruskan kalimatnya. “Apa?” Zayden berkata dengan nada dingin. “Mau mengatakan aku ini seperti iblis?” lanjut pria itu lagi. “Itu ….” Alisha langsung menunduk dan memainkan ujung-ujung jarinya, karena merasa bersalah sudah keterlaluan bicara dengan bahasa yang tidak pantas pada atasanya dan juga ‘suami’-nya itu. “Atau … mau mengatakan kalau kamu tidak suka wajah dinginku karena terlihat sepe
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

Bab 44. Terima Kasih

Alisha berkedip pelan, matanya masih berat oleh kantuk. Tapi ada sorot aneh di matanya—bukan sepenuhnya sadar, tapi cukup membuat Zayden menahan napas. Tatapan itu ... seperti menggambarkan sesuatu yang seharusnya tak tertangkap. Seperti mendengar bisikan yang tak ditujukan untuknya. “Kamu …,” gumam Alisha, suaranya serak dan pelan, seolah hendak mengulang potongan kalimat yang baru saja melayang di telinganya. Zayden membeku. Mata Alisha menatap lurus ke arah Zayden. “Kamu bilang aku pasti melin—” Tok! Panik singkat membuat Zayden tanpa pikir panjang menyentil kening Alisha dengan sedikit keras. “Aw!” Alisha meringis pelan, tangannya spontan menutup keningnya yang memerah. “Apa-apaan sih?!” protesnya dengan wajah kesal, matanya kini terbuka lebar karena rasa nyeri di keningnya akibat sentilan yang dibuat oleh zayden barusan. Zayden pura-pura bersikap santai, padahal jelas gugup. Ia mengangkat bahu, acuh. “Kamu mengigau, jadi aku bantu bangunin. Daripada kamu mimpi bica
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

Bab 45. Bukti yang Tak Terbantahkan

Sudah hampir pukul setengah satu malam, tetapi Alisha masih betah berlama-lama di lantai bawah. Tangannya sibuk merapikan barang bawaan dan menata belanjaannya, meski sebenarnya pekerjaan itu bisa selesai jauh lebih cepat. Namun, dia sengaja memperlambat gerakannya—berpura-pura sibuk demi menghindari satu hal: menatap mata Zayden. Sejak insiden tadi, tubuhnya terasa panas dingin, dan jantungnya tak berhenti berdebar.“A-apa yang kamu lakukan barusan?” Suara Zayden terdengar datar saat itu, namun cukup untuk memecah keheningan yang sempat tercipta karena ulahnya itu. Nada terkejutnya begitu jelas, sama bingungnya dengan apa yang dirasakan Alisha.Alisha jelas panik. “Itu tadi … cuma ungkapan terima kasih! Iya, terima kasih aja!” jawabnya tergagap, tak berani menatap wajah pria itu. Wajahnya sudah memerah karena malu. Tanpa berpikir panjang, dia segera berbalik dan menjauhi Zayden, sibuk dengan barang-barang miliknya yang diletakkan oleh Zayden di ruang tengah.‘Alisha kamu benar-benar g
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

Bab 46. Laporan ...?

“Apa kamu bilang?!”Zayden mengembuskan napas dalam sambil menggeleng pelan, seolah menertawakan sesuatu yang hanya bisa ia mengerti. Senyumnya mengembang tipis, nyaris mengejek, namun tak sepenuhnya dingin. Ia menatap Alisha dengan ekspresi geli. Lagipula, apa yang dalam pikiran Zayden tentu saja berbeda dengan Alisha.“Alisha, sudah kukatakan ini tidak sesederhana itu,” ujarnya tenang, matanya menelusuri wajah polos Alisha yang masih penuh rasa penasaran.‘Tentu saja tidak sederhana… karena kamu tidak suka wanita!’ seru Alisha dalam hati. Tapi dia menahan diri untuk tidak mengatakannya. Ia tidak ingin menyakiti Zayden atau membuatnya merasa tersudut dengan ‘kelainannya’.“Aku hanya mengatakan hal yang paling mungkin saja, lagi pula alasan nenekmu tidak suka denganku sangat logis, karena aku ini bukan siapa-siapa. Seharusnya yang menjadi pendampingmu setidaknya orang yang satu level dan satu lingkungan dengan keluargamu.” Alisha mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya kepada Zayde
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

Bab 47. Apa Berubah Selera?

Di dalam kendaraan yang membawanya pulang kembali ke kantor Zayden mengirimkan pesan singkat itu pada Alisha, dan tidak berselang lama, wanita itu membalasnya.[“Baiklah! Sore nanti pulang kantor aku akan pergi ke rumah sakit dulu untuk menjenguk Nariza.”]Hanya saja Zayden membacanya dengan wajah datar dan tanpa ekspresi berarti.“Tuan, untuk pengerjaan interior apartemen Anda bisa diselesaikan seluruhnya dalam waktu dua hari lagi dan paling lama bisa tiga hari lagi.” Ucapan Arsel barusan membuat Zayden mengalihkan perhatiannya dari ponsel itu dan segera memasukkan benda pipih itu ke dalam sakunya.“Tidak masalah, yang jelas kamar untuk Nariza selesaikan lebih cepat, karena dokter yang merawatnya mengatakan padaku kalau anak itu sudah bisa pulang besok.” Zayden berkata dengan tenang.“Untuk kamar, sudah saya katakan pada pemborong untuk mempercepatnya, kemungkinan hari ini semuanya sudah rampung.” Arsel langsung memberikan keterangannya.Zayden mengangguk singkat. “Alisha … apa dia a
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 48. Interaksi Itu ....

Setelah pulang bekerja, seperti yang dikatakan Alisha pada Zayden, kalau dia akan mengunjungi Nariza sore ini.Taksi yang membawanya ke rumah sakit sudah sampai.Dengan langkah cepat dia segera ke kamar perawatan Nariza, benar saja seperti perkiraannya, Dokter Hari yang merawat Nariza baru saja keluar dari kamar perawatan Nariza.“Alisha, apa kabar?” tanya dokter Hari berbasa-basi.“Sangat baik, Dok.” Alisha tersenyum lebar. “Nariza, bagaimana, Dok?” Tentu Alisha cukup bersemangat sekarang ini.“Tinggal menjalankan satu kali lagi pemeriksaan besok, kalau hasilnya bagus bisa langsung pulang.” Dokter Hari berkata dengan senyum lebar di wajahnya.“Beneran, Dok?” Alisha berkata dengan nada takjub.“Ya bener dong masa bohongan. Saya yakin hasilnya jauh lebih baik. Saya berharap Mudah-mudahan dia bisa terus mempertahankan keadaannya minimal seperti saat ini.” Dokter Hari berkata tenang, tetapi jelas memberikan kesan sangat bermakna dalam kalimatnya itu.“Aku percaya Nariza pasti bisa lebih b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Bab 49. Kamu Dengan Siapa?

Sudah untuk yang keberapa kali, Alisha mondar-mandir di dalam kamar. Gelisah. Matanya melirik ke arah jam dinding. Sudah lewat pukul sepuluh malam.Bayangan video itu kembali melintas di benaknya, memutar ulang tanpa izin. Zayden yang tertawa pelan, senyumnya begitu lebar saat memotong makanan di piringnya lalu menukarnya dengan piring wanita lain di seberangnya. Gerakan yang lembut, penuh perhatian. Persis seperti adegan romansa di drama seri maupun cerita novel yang dia saksikan.“Lagi pula, apa peduliku?” gumamnya sambil mengerucutkan bibir, lebih untuk meyakinkan diri daripada menjawab pikirannya sendiri.Dengan cepat ia meraih ponselnya dari atas meja, mengecek layar yang masih sepi. Tidak ada notifikasi apa pun.“Dia ke mana, sih?” gumamnya pelan.Jarinya sempat melayang di atas layar, ragu-ragu mengetik pesan. Tapi akhirnya diurungkan.“Kalau aku hubungin sekarang... ganggu gak, ya?” tanyanya pada diri sendiri. Lalu buru-buru menggeleng. “Nggak, nggak. Nggak usah. Jangan berlebi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya

Bab 50. Apa Kamu Cemburu Alisha?

Terdengar dengkuran halus tak lama setelah Alisha melontarkan kalimat manja itu. Tapi Zayden bukanlah pria yang bisa dibodohi semudah itu. Sebelah sudut bibirnya terangkat. Tangannya yang semula menahan tubuh agar tak sepenuhnya menindih Alisha, perlahan dilepaskannya, membuat tubuhnya kini benar-benar menghimpit wanita itu.Lalu, dengan suara rendah dan napas hangat yang menyapu helai rambut Alisha, ia berbisik pelan di telinganya, “Berhenti bermain dan bangunlah.”Tak ada respons. Kelopak mata Alisha tetap terpejam, napasnya tetap teratur seolah ia benar-benar masih tertidur.Zayden menarik napas panjang, berusaha menahan diri. Namun jemarinya mulai bergerak. Perlahan menyusuri garis wajah Alisha, turun ke dagu, mengarah ke leher, dan sempat bermain sejenak di sekitar tulang selangka. Sentuhannya tak menekan, tapi cukup membuat detak jantung siapa pun tak akan tenang.“Bangunlah, atau aku akan umumkan siapa sebenarnya istriku pada semua orang,” ucapnya dingin, namun dengan tekanan ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status