Home / Rumah Tangga / Usai Keputusan Cerai / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Usai Keputusan Cerai: Chapter 61 - Chapter 70

90 Chapters

61. Tidak Waras 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Tidak WarasAuthor's POV "Maaf, Pak Arham. Saya ingin bicara sebentar dengan Mbak Hilya." Tristan bicara setelah mendekat."Ya, silakan!" Arham mundur. Meski tahu Tristan menyukai Hilya, tapi dia tidak bisa menunjukkan rasa tak sukanya. Hilya bukan lagi siapa-siapa baginya, posisi sekarang juga masih di kantor. Mungkin ada urusan kantor yang harus mereka bicarakan.Arham tampak gelisah menunggu mereka selesai bicara. Beberapa kali memandang ke arah mereka berdua. Tampak Tristan memandang Hilya dengan tatapan begitu dalam. Cemburu. Tapi untuk menunjukkan perasaan itu pun sudah tidak layak. Dia tahu di mana mereka berada sekarang. Bahkan seharusnya dia pergi dari sana karena memang waktunya pulang.Sementara Tristan dan Hilya serius berbincang. Tristan mengatakan akan mengajak Hilya ke pertemuan penting di dengan partner kerja mereka besok jam sepuluh pagi. "Asisten Pak Tristan harus ikut kalau kita harus pergi. Kita memang mengurus pekerjaan, Pak. Tapi kita mes
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

62. Tidak Waras 2

"Halo, assalamu'alaikum." Hilya menjawab panggilan."Wa'alaikumsalam. Maaf, apa saya mengganggu, Mbak?""Nggak, Pak.""Baru pulang dari kantor?""Tadi menjelang Maghrib saya sampai di rumah." Setelah itu Hilya menjawab pertanyaan Bre lewat pesan tadi. Akhirnya mereka serius membahas tentang pekerjaan. Padahal sebenarnya itu hanya basa-basi Bre, agar Hilya tidak merasa terganggu. Biar punya alasan untuk bicara dengan Hilya."Besok sore saya sampai di Surabaya, Mbak.""Oh, mau jenguk mamanya, Pak Bre?""Keponakan saya ulang tahun. Besok saya nganterin Leon. Ponakan yang ikut tinggal bersama saya di Malang pulang ke Surabaya, karena yang sedang berulang tahun besok itu adiknya." Bre menceritakan sekilas tentang Leon yang sudah beberapa tahun ikut dengannya tinggal di Malang."Misalnya besok sepulang kerja saya ajak ketemuan bisa, Mbak?" Bre bertanya sangat hati-hati."Ketemuan untuk apa, Pak? Kalau membahas pekerjaan, bukankah sebaiknya di kantor saja.""Ini bukan tentang pekerjaan.""La
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

63. Tidak Waras 3

Ada duda usia empat puluhan yang tinggal di ujung gang sana, seorang guru SMK. Pernah mencoba dekat dengan sang kakak, tapi berujung dengan keputusan untuk berteman saja. Dia pria yang baik, taat beribadah, tapi entahlah. Mungkin kakaknya juga masih menyimpan trauma seperti dirinya."Pergilah untuk menemuinya besok. Berdua saja, jangan bawa anak."Hilya tidak menjawab. Dia mengunyah nasi sambil mempertimbangkan perkataan kakaknya. Rasa takut gagal untuk yang kesekian kali memang ada, tapi masih ada keuntungan baginya. Dia bisa berteman dengan Bre dan menambah koneksinya. Siapa tahu suatu hari nanti, dia butuh bantuan untuk pergi dari Surabaya jika keadaan sudah tidak bisa berkompromi lagi. Bukankah Bre terlihat sangat baik dan sopan?đź–¤LSđź–¤"Hilya, kita berangkat sekarang." Tristan memanggilnya dari ambang pintu pagi itu."Ya, Pak." Hilya meraih tasnya, lantas tergesa menyusul. Masih sempat Hilya menghampiri Ani untuk pamitan."Hati-hati, Hilya."Hilya tersenyum lantas melangkah pergi
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

64. Pertemuan Kala Senja 1

USAI KEPUTUSAN CERAI - Pertemuan Kala Senja Author's POV Bre memperhatikan wajah di hadapannya. Wajah yang beberapa hari terakhir sering menghantui pikirannya. Ada sesuatu dalam diri wanita ini yang membuatnya ingin tahu lebih dalam, lebih dari sekadar rekan kerja atau seorang ibu muda yang mandiri."Apa yang Pak Bre tahu tentang saya?""Kisah hidup, Mbak Hilya." Bre mengulas apa yang diceritakan oleh Ani beberapa hari yang lalu. Tentu dengan tidak membongkar siapa yang memberitahunya. Bre sudah berjanji pada Ani supaya merahasiakannya. Lagipula Bre juga belum tahu siapa mantan suaminya Hilya.Hilya terlihat agak tegang. Tatapannya beralih ke luar jendela, memperhatikan lalu lintas senja yang mulai padat meski gerimis turun. Semenjak bercerai dari Arham, dia bisa santai dan cuek terhadap laki-laki. Terlebih lelaki yang berusaha iseng terhadapnya. Tapi di depan Bre, dia bisa segemetar itu. Pria di depannya ini memiliki pesona yang berbeda. "Pak Bre, dapat cerita tentang saya dari m
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

65. Pertemuan Kala Senja 2

"Saya tidak minta kepastian sekarang." Bre melanjutkan. "Saya tahu Mbak Hilya butuh waktu untuk percaya. Dan itu tidak mudah. Tidak mengapa, kita bisa berteman dulu. Jangan jauhi saya karena berprasangka kalau saya hanya lelaki iseng. Saya tidak seperti itu."Suasana menjadi sedikit tegang. Hilya menghela napas perlahan."Saya tidak akan memaksa. Tapi saya akan membuktikan bahwa saya tidak akan pergi hanya karena Mbak Hilya meragukan niat baik saya."Hening sejenak. Di luar langit semakin gelap dan dingin. Tapi lampu-lampu di dalam kafe yang menyala, menghadirkan suasana hangat."Kita lanjutkan makan dulu, Mbak Hilya. Maaf, makanan jadi dingin karena kita tinggal ngobrol."Hilya tersenyum lantas memegang kembali sendoknya. Bre pun sama. Sesekali ia memandang pada wanita di depannya yang makan sambil sesekali memperhatikan di luar sana.Ia merasakan luka Hilya. Meski wanita itu tidak bercerita sama sekali. Juga melihat sebuah benteng pertahanan yang ia bangun cukup tangguh. Bre tidak a
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

66. Pertemuan Kala Senja 3

"Tidak sama sekali. Saya yang mengajak Mbak Hilya ketemu. Semoga kita lanjutkan pada pertemuan-pertemuan berikutnya."Hilya termangu sejenak. Lantas keduanya melangkah keluar kafe. "Liburan nanti, ajak anak-anak ke Malang, Mbak. Saya bawa kalian keliling kota Malang. Anak-anak pasti suka dengan banyaknya permainan di sana. Bilang saja, perlu saya jemput atau ....""Nanti saya kabari, Pak Bre," potong Hilya dengan cepat."Saya tunggu. Setelah ini saya akan lebih sering ke Surabaya. Kita bisa ketemu lagi.""Insyaallah. Saya pulang dulu, Pak Bre. Gerimis sudah mulai reda. Sekali lagi, terima kasih banyak."Bre tersenyum seraya mengangguk. Saat Hilya masih memakai mantelnya, Bre menunggu. Pria itu juga mengikuti di belakang motornya Hilya hingga wanita itu berbelok di tikungan menuju rumahnya.Bre membunyikan klakson, lantas melaju pergi ke rumah mantan kakak iparnya. Tadi sang mama sudah berangkat ke sana bersama Ferry, istrinya, dan anak mereka.Untuk Hilya, Bre memang harus menunggu
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

67. Gelisah 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Gelisah Author's POV Hilya mengabaikan panggilan karena ada Tristan. Di gesernya ponsel ke tepi dan tidak lama kemudian berhenti deringnya. Tidak ada panggilan lagi setelah itu. Mungkin Bre pun paham kalau Hilya sedang sibuk. Hilya harus mementingkan bosnya, kan?"Kenapa nggak kamu jawab? Siapa yang telepon?" tanya Tristan pura-pura tidak tahu lalu duduk di kursi depan Hilya."Pak Bre, Pak. Beliau tadi ngabari kalau sudah perjalanan ke sini," jawab Hilya jujur. "Hmm," gumam Tristan seraya menatap Hilya dengan gelisah."Ada apa, Pak Tristan? Ada yang perlu kita bahas sebelum bertemu Pak Bre?" Hilya tetap bicara secara formal. Karena dia tidak tahu kalau Tristan sedang cemburu pada sahabatnya.Tristan diam sejenak. Apa yang hendak disampaikan pada Hilya mengenai pekerjaan, mendadak lenyap dari kepalanya setelah membaca nama yang tertera di layar ponsel wanita itu. Bre sebagai duda yang bebas, membawa bayang‑bayang persaingan yang tak bisa ia terima begitu saja.
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

68. Gelisah 2

Tristan dan Bre menyimak layar laptop yang menampilkan grafik, kemudian profit sharing. Yaitu pembagian hasil yang berasal dari total pendapatan dikurangi biaya operasional projek yang akan mereka jalani. Dengan begitu baik investor dan pemilik bisnis dapat memeriksa laporan keuangan secara rinci, supaya mengetahui total hasil bisnis yang bisa dibagi dalam pekerjaan yang akan mereka lakukan. Bre juga bisa menganalisis laporan keuangan bisnis yang akan didanaiPercakapan itu berjalan sepanjang pagi. Berulangkali tanpa disadari, Tristan dan Bre saling bertukar pandang setiap kali Hilya menjelaskan. Bre semakin tertarik, sementara Tristan semakin takut kehilangan."Ada yang belum jelas, Pak Tristan dan Pak Bre?""Saya rasa sudah cukup, Mbak Hilya," jawab Bre.Sementara Tristan hanya manggut-manggut. Pikirannya saat itu bukan pada pekerjaan. Di antara diskusi strategi dan target keuangan, benih-benih persaingan mulai tumbuh secara diam-diam, tersembunyi di balik senyum ramah dan percakapa
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

69. Gelisah 3

Hilya kembali fokus ke berkas dan layar laptopnya. Pekerjaan itu tidak akan selesai dengan cepat. Dia mulai gelisah. Pasti kakak dan anak-anak sudah bersiap karena tadi siang sudah diberitahu. "Nggak apa-apa, Hilya. Nggak ada salahnya menyambut niat baiknya. Mbak kan bilang, kalau kalian nggak bisa bersama, setidaknya bisa berteman. Anak-anak biar seneng, kalau sesekali di undang dinner di luar. Biar bisa seperti anak-anak lainnya." Hilya terharu dengan kalimat terakhir sang kakak.Selama ini, anak-anak memang jarang sekali diajak jalan lalu makan di tempat istimewa. Paling setelah dari taman kota di akhir pekan, mereka mampir ke warung bakso pinggir jalan atau di gerobak yang ada di pinggiran taman. Padahal dengan posisi dan gajinya sekarang ini, Hilya bisa sesekali memanjakan mereka. Namun kebutuhan di depan begitu banyak. Rumah yang mereka tempati, perlu di renovasi karena kayu untuk atapnya dah banyak yang lapuk.Di helanya napas panjang. Apa niat untuk membahagiakan mereka denga
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

70. Serius 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- SeriusAuthor's POV "Diterima nggak?" Mbak Asmi memandang Hilya."Mbak, angkat dulu nggak apa-apa."Mbak Asmi mundur agak menjauh untuk menerima telepon agar tidak terdengar oleh Rifky."Halo. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Mbak, saya di depan rumah. Mbak Asmi dan anak-anak ke mana?""Kami ada acara di luar.""Di mana?""Ada acara dengan temannya Hilya.""Oh, jam berapa pulang?""Belum tahu.""Saya tunggu, ya, Mbak.""Jangan, Ham. Kami nggak tahu jam berapa sampai di rumah. Besok atau lusa saja datang lagi.""Saya kangen Rifky." Suara Arham terdengar berat."Besok saja.""Ya, baiklah, Mbak."Selesai menelepon Mbak Asmi kembali menghampiri Hilya. "Dia di depan rumah. Mbak bilang kalau kita keluar. Dia rindu sama anaknya, Hil. Sudah hampir dua bulan nggak ketemu, kan. Cuman video call saja."Hilya diam mendengarkan kakaknya bicara. Dia tidak menanggapi karena takut di dengar Rifky. "Dia masih berusaha menjadi ayah yang bertanggungjawab. Dia masih memiliki
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status