Home / Rumah Tangga / Usai Keputusan Cerai / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Usai Keputusan Cerai: Chapter 71 - Chapter 80

90 Chapters

71. Serius 2

Bre membantu anak-anak untuk memilih varian es krim. Sementara Bu Rika menyuruh Hilya dan kakaknya memilih menu. Mbak Asmi sampai sungkan dan bingung harus memilih apa. Yang ia kenal hanya masakan Nusantara. Sementara di daftar menu, ada beberapa pilihan western food. "Kamu yang pilih, Hil," ujarnya lirih."Ayo, Nak Asmi. Pilih menu yang kalian mau," ujar Bu Rika menyadari kecanggungan mereka.Tidak lama kemudian, seorang pramusaji datang mengambil catatan pesanan. Sambil menunggu, mereka berbincang. Suasana mulai santai seiring dengan percakapan mereka yang mulai mengalir. Anak-anak masih duduk anteng sambil makan snack dan es krim yang disuguhkan lebih dulu. Hilya tadi khawatir kalau Rifky tidak bisa duduk diam.Bu Rika, Mbak Asmi, dan Hilya berbincang untuk saling mengenal. Sementara Bre disibukkan dengan Rifky dan Yazid yang makan es krim.Meski sambil menanggapi ucapan Bu Rika, Mbak Asmi bisa merasakan ketulusan Bre pada anak-anak. Sikap yang natural, tidak dipaksakan.Tidak lam
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

72. Serius 3

Angin malam berhembus lembut menyapa Hilya dan Bre yang duduk berhadap-hadapan di meja bundar kecil. Lampu‐lampu kota berkilau di bawah sana, menciptakan latar yang romantis dan penuh harapan. Suasana sepi dan hangat mengelilingi mereka, sementara musik jazz mengalun dari speaker tersembunyi. "Maaf, Mbak Hilya. Kalau mama saya terlalu mendesak tadi." "Nggak apa-apa, Pak Bre. Saya mengerti perasaan seorang ibu," jawab Hilya dengan dada berdebar-debar. "Tapi saya memang serius. Saya harap Mbak Hilya mempercayai itu." Hilya menatap jauh ke langit malam. "Saya hidup bukan untuk diri saya sendiri dan Rifky. Tapi ada Mbak Asmi dan Yazid. Saya nggak bisa ninggalin mereka." "Saya tidak meminta Mbak Hilya untuk meninggalkan mereka. Saya tahu bagaimana Mbak mencintai Mbak Asmi dan anaknya. Saya bersedia merangkul semuanya. Saya akan menanggung juga kehidupan mereka." Sejenak Hilya merasakan napasnya terhenti. Meski keraguan membisiki, tapi ia melihat ketulusan lelaki itu. Mata Bre me
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

73. Calon Suami 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Calon SuamiAuthor's POV Arham gelisah karena pesan yang dikirim pada mantan kakak iparnya belum di respon walaupun sudah dibaca. Ia melihat jam di layar ponselnya. Sudah hampir setengah sepuluh malam. Arham memandang langit yang kelam. Seolah mencerminkan perasaan yang terjebak dalam kenangan dan penyesalan.Sebenarnya mereka ke mana?Pasti sekarang pertemanan Hilya semakin luas karena jabatannya sudah bagus di perusahaan. Mungkin rekannya yang mengundang mereka malam itu. Hilya yang pernah dikhianati, kini bangkit dengan usahanya sendiri.Arham menatap kosong ke arah jalan yang sepi, berpikir tentang Rifky yang sudah hampir dua bulan tidak ia temui. Rindu itu begitu menyiksa, membuatnya ingin segera mengulurkan tangan memeluk sang anak.Perasaan Arham porak poranda. Hubungan dengan Atika semakin meruncing. Setiap hari adanya hanya pertempuran yang tiada habisnya.Di tengah kekacauan rumah tangganya dengan Atika, Arham mulai membayangkan sebuah kemungkinan me
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

74. Calon Suami 2

"Aku tadi mengajukan persyaratan pada Bre. Aku bisa mempertimbangkan asalkan Mbak Asmi dan Yazid boleh ikut bersamaku.""Jangan begitu. Mbak akan baik-baik saja bersama Yazid. Kalian bisa mengunjungi kami kapan pun. Sebab mbak rasa, Bre pasti akan mengajakmu tinggal di Malang. Kami juga bisa mengunjungi kalian di sana."Hilya diam sejenak, menatap layar televisi yang menyala dengan hiburan ringan. Namun pikirannya melayang jauh. Ia tahu bahwa pilihan hatinya tidaklah mudah. Di satu sisi, ada Bre yang menawarkan kebahagiaan dan kepastian setelah tiga bulan mereka saling kenal. Di sisi lain ada keterikatan emosional yang mendalam terhadap kakak dan keponakannya."Aku nggak akan mengambil keputusan apapun kalau Mbak nggak ikut kami."Mbak Asmi mengusap bahu adiknya dengan lembut. "Hilya, kamu harus pikirkan juga apa yang terbaik untukmu dan Rifky. Jangan bebani Bre dengan hal yang bukan tanggungjawabnya.""Nggak, Mbak. Ini memang syarat yang kuberikan. Sebab Mbak dan Yazid keluarga yang
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

75. Calon Suami 3

Arham terhenyak sejenak. Siapa Om Ble yang dimaksud anaknya. Apakah kekasihnya Hilya? Perasaan Arham tak enak. Benarkah Hilya sudah membuka hati pada lelaki lain? Namun Rifky pasti belum mengerti kalau ditanya.Tidak lama kemudian, Hilya muncul dari dalam. Wanita itu tampak cantik dan anggun, memakai setelan kerja celana panjang abu-abu dan blouse warna putih. Parfumnya tercium dengan aroma lembut. Hilya tidak pernah mengganti wangi parfumnya."Rifky, bunda berangkat kerja, ya," pamitnya memandang sang anak di pangkuan papanya."Iya." Rifky turun lalu mencium tangan bundanya."Nggak boleh nakal sama budhe di rumah.""Iya, Unda."Hilya berjongkok, mencium kedua pipi putranya dan sejenak mata mereka saling pandang. Rifky tersenyum bersipandang dengan bundanya. Kemudian Hilya berdiri dan memandang Arham. "Mas, kutinggal dulu!" pamit Hilya.Arham mengangguk dan dari balik jendela kaca ruang tamu, ia memandangi mantan istrinya hingga pergi mengendarai motor. Ada cinta dan rindu yang membun
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

76. Sebuah Jawaban 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Sebuah Jawaban Author's POV Tidak hanya Pak RT, Hilya dan Mbak Asmi yang mendengarnya pun terkejut dengan jawaban Bre. Namun Mbak Asmi mendukung pria itu, agar Hilya tidak kelamaan berpikir. Dirinya memang pernah merasakan sakit dan kecewa, tapi dia tidak ingin Hilya terlalu lama dalam traumanya."Oh, Alhamdulillah kalau Nak Hilya sudah punya calon. Memang nggak baik juga kalau kelamaan sendiri. Nak Hilya masih muda." Pak RT memandang Hilya dan Bre bergantian. Memperhatikan mereka sampai selesai menata barang.Hilya tidak berkutik. Dia tidak mungkin membantah, tapi ucapan Bre bisa menjadi berita heboh di lingkungan mereka tak lama lagi. Perasaannya campur aduk. Duh senekat itu, Bre."Maaf, kami pergi dulu, Pak," pamit Bre pada Pak RT. Hilya juga mengangguk sopan. "Hati-hati di jalan!""Makasih, Pak."Hilya hendak membuka pintu belakang, tapi Bre menahannya. "Duduk di depan saja, Mbak Hilya." Pria itu membukakan pintu bagian depan.Tidak lama kemudian mobil me
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

77. Sebuah Jawaban 2

"Kita sarapan dulu di rest area, ya? Kalian belum sarapan, kan?" tanya Bre memandang Hilya."Iya, Pak." Hilya mengangguk. Jarak beberapa meter kemudian Bre membelokkan mobilnya di rest area Singosari.Mereka turun dan langsung menuju sebuah rumah makan. Anak-anak turun dan berlarian lebih dulu. Mereka sungguh ceria. Mbak Asmi baru melihat, bagaimana anak-anak begitu bahagia. Ia yang mengawasi dua bocah lelaki itu, supaya Hilya dan Bre memiliki kesempatan untuk saling bicara. Namun sampai mereka melanjutkan perjalanan lagi, Bre tidak bicara apa-apa. Waktunya tidak pas untuk membahas hal yang serius.Setelah perjalanan beberapa lama, mereka tiba juga di Batu. Suasana di sana berbeda. Udara sejuk, pepohonan rindang, tidak seperti Surabaya yang membara dan berisik. "Kita mampir dulu ke rumah saya. Untuk menjemput Leon." Bre mengajak Hilya dan keluarganya mampir di rumahnya terlebih dahulu."Ya, Pak."Saat mereka tiba di depan sebuah rumah dua lantai dengan halaman luas dan taman yang te
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

78. Sebuah Jawaban 3

Bre dengan tekadnya, terus berusaha membuka hati Hilya. Meski ada kemungkinan dia akan ditolak jika terus mendesak. Hilya yang telah melalui begitu banyak luka, sudah pasti penuh pertimbangan untuk membuat keputusan.Dia tidak bisa terus menunggu, sementara dalam diamnya dia tahu kalau Tristan menyukai wanita yang duduk di sebelahnya ini. Bre bisa menduganya, karena dia pun sudah cukup berpengalaman untuk memahami bahasa tubuh seseorang. "Hilya, setiap jiwa, betapapun terlukanya pasti masih mendambakan kebahagiaan."Hilya mengangguk pelan. Bre benar. Tidak dipungkiri kalau dia pun berharap bisa kembali merasakan kebahagiaan. Berharap di antara segala rintangan akan tumbuh sebuah cinta yang mampu menyembuhkan setiap luka. Cinta yang bukan hanya memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga menyatukan dua hati dalam kehangatan yang tulus.Hanya saja karena ketakutannya akan kembali dikecewakan, membuat Hilya mengabaikan itu semua."Saya masih ingat ucapanmu saat kita dinner seminggu yang la
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

79. Hari Spesial 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Hari Spesial Author's POV "Ayo, masuk!" Bu Rika dengan suka cita mempersilakan Hilya, Mbak Asmi, dan anak-anak untuk masuk ke rumah. Wanita yang memakai gamis warna putih tulang itu menggandeng dua bocah masuk ke dalam rumahnya."Hilya, Mbak Asmi, silakan!" ujar Bre.Hilya dan Mbak Asmi melangkah masuk dengan canggung. Mereka duduk di sofa ruang tamu dan memperhatikan sekeliling ruangan yang luas dan mewah. Di sana deretan guci antik dan vas bunga yang terbuat dari keramik mahal menghiasi sudut ruangan. Mbak Asmi menjaga Rifky dan Yazid agar tidak berlarian di sana. Mereka anteng makan kukis yang disuguhkan oleh ART.Rumah itu sungguh megah, dengan lantai berlapis marmer, jendela besar yang berkilau di bawah sinar matahari, dan halaman luas yang tertata rapi. Hilya merasa tidak ada artinya. Dia bisa beradu argumentasi dalam setiap pertemuan, meeting, atau berhadapan dengan relasi perusahaan. Namun untuk berhadapan dengan kemegahan seperti ini, dia menyerah. P
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

80. Hari Spesial 2

"Minumlah!" Bu Rida meletakkan kopi di meja teras, di depan Arham. Wanita itu kemudian duduk di kursi kosong samping putranya."Aku ingin bercerai saja, Ma. Hubunganku dengan Atika semakin memburuk. Berapa kali kuajak datang ke sini saja menolak. Kami selalu berakhir dengan pertengkaran. Apalagi jika membicarakan tentang Rifky." Arham terlihat sangat lelah. Bu Rida menghela nafas panjang. Dia sendiri merasa sangat lelah mendengar cerita sang anak. Hendak bilang kalau itu kesalahan Arham sendiri, tapi sudah tidak tega. Berulang kali ia menyalahkan anaknya."Mama nggak tahu lagi harus bilang bagaimana. Terserah kamu, Ham. Sebenarnya mama nggak ingin kamu kawin cerai. Tapi kamu yang jalanin. Sekuat mana, kamu yang lebih tahu. Mama bisanya hanya mendoakan yang terbaik buatmu, buat rumah tanggamu."Arham menekan ujung rokoknya di asbak. Kemudian menerawang memandang hujan. Dia belum mengirim pesan lagi pada mantan kakak iparnya, apakah sudah pulang dari Malang atau belum.Perasaannya tak
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status