Home / Rumah Tangga / Usai Keputusan Cerai / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Usai Keputusan Cerai: Chapter 151 - Chapter 160

201 Chapters

151. Biar Saja 1

USAI KEPUTUSAN CERAI - Biar SajaAuthor's POV Langit siang mengintip dari balik tirai jendela kamar rumah sakit, menumpahkan cahaya terang ke dalam ruangan yang berbau antiseptik. Aruna duduk bersandar di atas ranjang perawatan, mengenakan piyama rumah sakit berwarna biru. Wajahnya masih tampak pucat.Senyumnya mengembang saat Bre masuk setelah Tristan membukakan pintu. Pria itu meletakkan sekotak buah segar di atas meja."Sudah lebih baik, Runa?" tanya Bre membalas senyum istri sahabatnya.Aruna mengerjapkan mata. Entah kenapa perasaannya bergejolak. Ia pernah menyebut Hilya sebagai pelakor. Sekarang wanita itu menjadi istri pria di depannya ini. Ia pernah menyimpan prasangka yang kini terasa begitu konyol. "Iya, Mas. Terima kasih sudah datang," jawabnya.Bre menarik kursi untuk duduk di sebelah Tristan. "Dapat salam dari Hilya, semoga kamu lekas sembuh. Dia nggak bisa ikut karena hari ini acara pernikahan kakaknya.""Oh, iya. Makasih banyak. Salam balik padanya. Apa kabarnya Hilya
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

152. Biar Saja 2

"Kalau dia tidak mencintaimu. Aruna tidak akan begitu terluka, begitu marah. Dia tidak akan sekuat ini bertahan di pernikahan kalian yang penuh ketidakpastian. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat."Tristan terdiam. Tatapannya menerawang. Ingat satu setengah bulan yang lalu disaat dirinya meringkuk tak berdaya patah hati, karena Hilya hendak tunangan dengan Bre. "Makan dulu, Mas. Kamu belum makan sejak pagi tadi. Habis itu minum obat. Bandanmu panas." Aruna membawa nampan ke kamar berisi nasi, air minum, dan obat.Kala itu Tristan hanya tengkurap dan diam. Aruna sudah tahu kalau Hilya resign karena akan menikah. Ada staf kantor yang memberitahunya. Jadi sudah pasti Aruna tahu sakitnya sang suami karena apa. Hanya saja dia belum tahu siapa pria yang akan menikahi Hilya.Akhirnya Tristan bangun dan makan sedikit. Lalu berbaring lagi hingga di hari ketiga, Tristan bilang ingin ke Jakarta. Padahal tugas itu bisa dilakukan oleh kepala divisi. Aruna yang mulai tak banyak bicara hanya mengi
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

153. Biar Saja 3

Izam menarik napas dalam, lalu menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Saat itu mereka duduk berhadapan di atas ranjang pengantin. Setelah ngobrol cukup lama, secara alamiah mereka memulai ritual malam pertama. "Dek, sebelum kita melewati malam ini, aku ingin kita awali semuanya dengan doa. Agar kebersamaan kita penuh berkah untuk selamanya."Mbak Asmi mengangguk, hatinya menghangat dan berdebar, meski kalimat Izam terdengar kaku dan formal. Tidak ada rayuan yang romantis.Izam merapalkan doa dengan khusyuk. Suaranya terdengar tenang, penuh keyakinan. Asmi ikut mengamini dan berharap keberkahan senantiasa menaungi rumah tangga mereka.Ustadz yang hafal adab sebelum menyentuh istrinya itu, memandang Mbak Asmi dengan tatapan teduh. Lalu mengecup tangan, kening, dan mereka larut dalam kebersamaan sebagai pasangan yang sudah halal.Di luar kamar, angin malam berhembus pelan. Bintang-bintang bertaburan di langit, seolah menjadi saksi bahwa dua hati telah dipersatukan dalam ikatan suci.
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

154. Perpisahan 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Perpisahan Author's POV Mobil Bre melaju perlahan memasuki halaman rumah yang luas dan tertata rapi. Pak Umar yang duduk di kursi penumpang, memandangi hunian megah itu dengan perasaan bahagia sekaligus haru. Dulu putri-putrinya hidup dalam kesulitan tanpanya. Namun sekarang kenyataan di hadapannya, mereka hidup berkecukupan dan mendapatkan suami yang sangat baik dan bertanggungjawab. Rumah ini adalah bukti bahwa Hilya hidup dengan sangat baik."Silakan masuk, Pak," ucap Bre sopan seraya membuka pintu rumah.Pak Umar menelusuri tiap sudut rumah yang besar dan elegan. Ia mencoba menekan rasa canggung yang menyergap. Kini ia berdiri di rumah menantunya yang sangat megah.Dari dalam rumah, Mak As muncul dengan senyum ramah. Wanita itu lalu mengendong Rifky untuk dibawa masuk ke dalam.Setelah duduk Pak Umar menghela napas panjang. Ia merasa lega melihat Hilya hidup bahagia. Namun ada perasaan getir yang sulit ditepis. Telah melewatkan banyak waktu mengabaikan ked
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

155. Perpisahan 2

Malam itu, lampu-lampu kota berpendar lembut di kaca mobil Bre yang melaju menuju restoran. Pak Umar duduk di kursi penumpang, sesekali melirik ke arah menantunya yang tengah menyetir dengan tenang. Di bangku belakang, Hilya menggenggam tangan kecil Rifky yang tengah mengoceh riang.Setelah turun mereka melangkah memasuki restoran. Bre menggendong Rifky yang terus berbicara tanpa henti. Oleh pramusaji mereka dibawa ke meja di dekat jendela besar yang menyajikan pemandangan kota yang gemerlap. Pak Umar merasa begitu dihormati oleh menantunya. Hal yang sama sekali tidak ia dapatkan di Bali."Terima kasih sudah membantu saya sampai ke sini. Kalau tidak ada kamu, saya mungkin tak akan pernah bertemu keluarga di sini. Bertemu anak, mantu, dan cucu," ucap Pak Umar setelah mereka duduk dan menunggu makanan yang dipesan.Bre tersenyum. "Alhamdulillah, di hari bahagianya Mbak Asmi, Bapak bisa pulang."Pak Umar memandang Hilya. "Maafkan bapak, Nduk. Bapak nggak bisa menjadi walimu saat menikah.
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

156. Perpisahan 3

Bre menurunkan anaknya. Rifky berlari riang menghampiri sang kakek. Spontan Pak Umar langsung memeluknya. "Hmm, sudah wangi." Pria itu menggendong Rifky lalu membawanya ke ruang makan."Dudukkan di sini saja, Pak." Hilya menggeser baby chair. "Nggak usah, biar bapak pangku." Kakek dan cucu makan ayam kremes sepiring berdua. Bre dan Hilya membiarkan kebersamaan itu. Terlihat Rifky sangat nyaman dengan sang kakek. Pak Umar bahagia juga terharu. Entah kapan lagi bisa seperti itu."Kalau Bapak kangen, ingin ke rumah kami atau ke Surabaya, telepon saja. Bapak, sudah menyimpan nomer saya, kan? Nanti saya belikan tiket." Bre memandang sang bapak mertua."Terima kasih, Nak Bre," jawab lelaki itu singkat. Terlihat dia merasa sangat tidak enak hati. Disambut baik oleh anak, menantu, dan cucu yang membuat rasa bersalahnya kian menyesakkan dada.Sementara Bre sendiri sudah membahas hal itu dengan sang istri, setelah mereka bercinta tadi malam. Mereka bicara dari hati ke hati. Bagaimanapun juga P
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

157. Pulang 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Pulang Author's POV Arham terkejut, begitu juga dengan Hilya. Arham memeluk putranya dengan sikap waspada. Khawatir Atika nekat menyakiti Rifky demi mendapatkan perhatiannya. Atika turun lantas membuka pintu pagar dengan kasar."Kenapa kamu ada di sini?" tanya Arham. Jelas tak menyangka kalau istrinya itu bisa mengikuti hingga ke Malang. Kenapa dalam perjalanan tadi dia tidak menyadarinya. Apa karena Atika mengendarai mobil lain, mungkin milik temannya atau mobil sewa."Susah sekali menemuimu, makanya aku mengikutimu."Hilya mengambil Rifky dari gendongan papanya. "Selesaikan dulu urusan kalian, baru temui Rifky. Aku nggak ingin terjadi kekacauan di sini karena kalian berdua. Jangan bawa urusan rumah tangga kalian di rumah kami. Kalau sampai terjadi keributan, nggak segan aku akan menelepon aparat," ancam Hilya. Membuat Arham tercekat sesaat. Atika juga terkejut.Perempuan itu menatap tajam pada Hilya. Kemudian memandang rumah megah dua lantai di depannya. Ter
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

158. Pulang 2

Sementara dibalik jendela kaca, Rifky berdiri di sofa dan memandang keluar. Bocah itu menoleh pada sang bunda yang duduk di sebelahnya. "Papa, ana Unda?""Papa ada urusan. Kapan-kapan bertemu Rifky lagi. Tadi ada Tante yang marah di depan. Bunda takut, makanya kita jangan keluar rumah." Hilya meraih sang anak supaya duduk di pangkuannya. Rifky manut dan sesekali melihat ke halaman. Tiba-tiba wajahnya kembali berbinar lalu berdiri lagi di sofa. "Papa, Unda," teriaknya.Namun kali ini bukan Arham yang kembali, melainkan Bre yang mengendarai SUV warna hitam memasuki halaman rumah dan langsung menuju ke carport. Saat itu senja telah tenggelam."Assalamu'alaikum." Bre muncul di depan pintu."Wa'alaikumsalam.""Papa!" teriak Rifky kegirangan. Bre langsung menggendong anaknya dan menciumi pipi gembilnya. Rasa kehilangan karena papa kandungnya tiba-tiba pergi, kini terobati oleh kehadiran papa tirinya. Rifky belum paham kenapa memiliki dua papa. Dia hanya menikmati apa yang terjadi dalam hidu
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

159. Pulang 3

"Pa, Giska sudah bilang ke Mama kalau Giska nggak akan nakal, supaya Mama jangan sakit lagi." Giska bicara sangat antusias pada papanya. Tristan memandang Aruna yang menyeka air mata. Hatinya pun tersentuh. Padahal tidak ada satu orang pun yang bilang, kalau Aruna sakit karena Giska. Mungkin anak itu merasa sering berdebat dengan sang mama hanya karena urusan sepele.Suasana hening sesaat, lantas mereka semua menoleh ke pintu saat benda itu perlahan terkuak. Muncul Zara bersama suami dan dua anak perempuannya, yang berumur tujuh tahun dan lima tahun. "Assalamu'alaikum," ucap wanita itu dengan senyum ramah. Di tangannya membawa parcel buah.Waktu tiba-tiba melambat. Sejenak pandangan mata Zara bentrok dengan Tristan. Datar. Tidak ada senyum, juga tidak ada kemarahan. Hanya canggung yang menggantung. Tristan lalu menyalami suaminya Zara dan mempersilakan duduk."Aruna," suara Zara akhirnya pecah.Aruna berdiri meski tubuhnya masih gemetar. Dua wanita itu saling berpelukan. "Maafkan aku,
last updateLast Updated : 2025-04-04
Read more

160. Setelah Dua Bulan 1

USAI KEPUTUSAN CERAI- Setelah Dua BulanAuthor's POV Pintu apartemen perlahan terbuka. Aroma vanila menguar menyambut kedatangan Aruna dan rombongannya. Dari dalam muncul Denta dan sang istri yang sudah menunggu di sana."Semoga tempat ini nyaman untuk pengobatan dan pemulihanmu." Nayla membantu adiknya duduk di sofa.Hari itu mereka berkumpul di apartemen hingga sore. Mereka juga memberikan pengertian pada Giska, kenapa mamanya tidak pulang saja di rumah mereka. Membuat Aruna merasa bersalah. Anaknya yang tidak tahu apa-apa harus ikut menanggung segala sengketa di antara mereka."Aku akan menemanimu di sini, sampai kondisimu membaik. Setidaknya sudah tidak butuh kursi roda lagi," kata Tristan setelah kakak iparnya pamitan."Ada mamaku, Mas.""Mama harus sering pulang nengokin papa, kan?"Untuk satu minggu kemudian, Tristan benar-benar menemani Aruna di apartemen. Berangkat kerja dan pulang dari sana. Hingga hari ketujuh, Aruna mengajaknya bicara."Mas, pulanglah ke rumah. Kita ngga
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
21
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status