Share

158. Pulang 2

last update Last Updated: 2025-04-04 15:06:32

Sementara dibalik jendela kaca, Rifky berdiri di sofa dan memandang keluar. Bocah itu menoleh pada sang bunda yang duduk di sebelahnya. "Papa, ana Unda?"

"Papa ada urusan. Kapan-kapan bertemu Rifky lagi. Tadi ada Tante yang marah di depan. Bunda takut, makanya kita jangan keluar rumah." Hilya meraih sang anak supaya duduk di pangkuannya. Rifky manut dan sesekali melihat ke halaman. Tiba-tiba wajahnya kembali berbinar lalu berdiri lagi di sofa. "Papa, Unda," teriaknya.

Namun kali ini bukan Arham yang kembali, melainkan Bre yang mengendarai SUV warna hitam memasuki halaman rumah dan langsung menuju ke carport. Saat itu senja telah tenggelam.

"Assalamu'alaikum." Bre muncul di depan pintu.

"Wa'alaikumsalam."

"Papa!" teriak Rifky kegirangan. Bre langsung menggendong anaknya dan menciumi pipi gembilnya. Rasa kehilangan karena papa kandungnya tiba-tiba pergi, kini terobati oleh kehadiran papa tirinya. Rifky belum paham kenapa memiliki dua papa. Dia hanya menikmati apa yang terjadi dalam hidu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Adfazha
Aruna moga cpt pulih ya lahir batinnya luka fisik bs cpt smbuh klo luka psikis lama smbhnya hya dg berdamai & ikhlas br bs pulihkan hati
goodnovel comment avatar
Adfazha
Yupz bre hrs extra hati2 sm siluman uler lgpla emang selayaknya Arham minta izin bre tiap mw ketemu Rifky cz skrg udh jd tgung jwb Bre
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
semangat Runa.. klo pun kamu gk berjodoh sama Tristan pasti masih ada lelaki lain di luar sana yg mau menerimamu..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Usai Keputusan Cerai   159. Pulang 3

    "Pa, Giska sudah bilang ke Mama kalau Giska nggak akan nakal, supaya Mama jangan sakit lagi." Giska bicara sangat antusias pada papanya. Tristan memandang Aruna yang menyeka air mata. Hatinya pun tersentuh. Padahal tidak ada satu orang pun yang bilang, kalau Aruna sakit karena Giska. Mungkin anak itu merasa sering berdebat dengan sang mama hanya karena urusan sepele.Suasana hening sesaat, lantas mereka semua menoleh ke pintu saat benda itu perlahan terkuak. Muncul Zara bersama suami dan dua anak perempuannya, yang berumur tujuh tahun dan lima tahun. "Assalamu'alaikum," ucap wanita itu dengan senyum ramah. Di tangannya membawa parcel buah.Waktu tiba-tiba melambat. Sejenak pandangan mata Zara bentrok dengan Tristan. Datar. Tidak ada senyum, juga tidak ada kemarahan. Hanya canggung yang menggantung. Tristan lalu menyalami suaminya Zara dan mempersilakan duduk."Aruna," suara Zara akhirnya pecah.Aruna berdiri meski tubuhnya masih gemetar. Dua wanita itu saling berpelukan. "Maafkan aku,

    Last Updated : 2025-04-04
  • Usai Keputusan Cerai   160. Setelah Dua Bulan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Setelah Dua BulanAuthor's POV Pintu apartemen perlahan terbuka. Aroma vanila menguar menyambut kedatangan Aruna dan rombongannya. Dari dalam muncul Denta dan sang istri yang sudah menunggu di sana."Semoga tempat ini nyaman untuk pengobatan dan pemulihanmu." Nayla membantu adiknya duduk di sofa.Hari itu mereka berkumpul di apartemen hingga sore. Mereka juga memberikan pengertian pada Giska, kenapa mamanya tidak pulang saja di rumah mereka. Membuat Aruna merasa bersalah. Anaknya yang tidak tahu apa-apa harus ikut menanggung segala sengketa di antara mereka."Aku akan menemanimu di sini, sampai kondisimu membaik. Setidaknya sudah tidak butuh kursi roda lagi," kata Tristan setelah kakak iparnya pamitan."Ada mamaku, Mas.""Mama harus sering pulang nengokin papa, kan?"Untuk satu minggu kemudian, Tristan benar-benar menemani Aruna di apartemen. Berangkat kerja dan pulang dari sana. Hingga hari ketujuh, Aruna mengajaknya bicara."Mas, pulanglah ke rumah. Kita ngga

    Last Updated : 2025-04-05
  • Usai Keputusan Cerai   161. Setelah Dua Bulan 2

    Dua bulan kemudian ....Hening dini hari menyelubungi apartemen di lantai delapan. Lampu-lampu kota masih berkedip di kejauhan. Sementara cahaya remang dari dapur menyorot meja makan tempat Aruna duduk berdua dengan Giska. Di sebelah meja ada Mbak Sari, pengasuh setia mereka sibuk menyiapkan dua mangkuk sup ayam hangat dan beberapa potong kurma.Ini hari ketiga mereka sahur hanya bertiga. Dan ini tahun pertama di mana Aruna tak menjalani puasa bersama dengan sang suami."Ma, nanti kita buka puasanya bareng Papa, kan? Kemarin Papa bilang ngajakin kita buka puasa bareng?" tanya Giska polos. Tangannya menggenggam sendok kecil yang sudah masuk ke dalam mangkuk nasi."Insyaallah," jawab Aruna sambil tersenyum.Kemarin siang, Tristan memang datang di apartemen mereka untuk mengantarkan buah dan snack pesanannya Giska. Namun hanya bertemu Giska sama pengasuhnya saja. Sebab Aruna masih di kantor.Mata Aruna menatap lekat wajah kecil di hadapannya. Dua bulan mereka tinggal di apartemen itu. Ar

    Last Updated : 2025-04-05
  • Usai Keputusan Cerai   162. Setelah Dua Bulan 3

    "Pasti kukasih tahu kalau kita nanti bertemu. Kamu juga sibuk kan, Mas. Kita saling mendoakan saja yang terbaik. Nggak semua yang kita inginkan itu harus kita miliki. Tapi semua yang kita butuhkan, pasti akan Allah beri. Seperti berwirausaha ini, siapa tahu aku punya peluang di sini.""Baiklah, nanti kita buka puasa bersama. Dari kantor aku langsung ke apartemen. Aku ingin ngobrol sama Giska sebentar.""Iya." Aruna kembali melangkah ke meja makan. Memberikan ponselnya pada sang anak. "Papa ingin ngomong."Giska ngobrol, Aruna kembali melanjutkan makannya. Selama berpisah tempat tinggal, Tristan sudah beberapa kali mengajaknya kembali ke rumah. Namun Aruna belum menyetujui.🖤LS🖤"Kamu kelihatan makin kurus sekarang?" seloroh Bre menyalami Tristan yang berkunjung ke kantornya pagi itu.Tristan tersenyum hambar. "Banyak kerjaan.""Tidak usah bohong," ujar Bre sambil duduk. Tampak Tristan menghela nafas panjang.Jelas sekarang semuanya tak sama. Walaupun kadang Aruna sangat cerewet, tap

    Last Updated : 2025-04-05
  • Usai Keputusan Cerai   163. Beri Kesempatan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Beri Kesempatan Author's POV Tristan mengukir senyum saat Giska berlari memeluknya. Ia memberikan buket bunga ukuran kecil pada putrinya. "Untuk putri kecilnya papa," ujarnya."Makasih, Pa."Kemudian Tristan berdiri tegak ketika Aruna menghampiri mereka. Pria itu tersenyum. Lalu mengulurkan buket bunga. "Untukmu."Aruna menerima bunga itu. Matanya bergerak pelan menatap kelopak lili yang segar. "Makasih," jawab Aruna singkat. Tahu nggak, dulu ia berharap sesekali dikasih hadiah kecil, contoh sederhana buket seperti itu. Namun sekali saja Tristan tidak pernah memberikannya. Dia hanya memberikan uang dan menyuruh Aruna membeli sendiri hadiahnya. Jadi ini untuk pertama kalinya setelah mereka tujuh tahun menikah, pria itu memberikan bunga. "Yuk, kita berangkat sekarang!" ajak Tristan lalu membuka pintu belakang untuk putrinya. Membantunya duduk dan memasang sabuk pengaman di car seat. Ketika hendak membukakan pintu depan, Aruna sudah lebih dulu membuka sendiri.

    Last Updated : 2025-04-06
  • Usai Keputusan Cerai   164. Beri Kesempatan 2

    Aruna memandang ke luar jendela, menatap lampu-lampu mobil yang menyala, bergerak seperti berkejaran karena mengikuti laju kendaraan. Bunga ini, buka puasa, bahkan pujian itu, kenapa semua datang setelah luka terlalu dalam. Dikala dia sudah benar-benar rela melepaskan Tristan untuk mencari perempuan sesuai kriterianya selama ini.Sedangkan Tristan menghela napas pelan. Hatinya nyeri. Baru sekarang benar-benar merasa takut kehilangan. Disaat Aruna mungkin sudah lelah dan mati rasa.Azan Maghrib berkumandang. Suara muazin terdengar merdu dari masjid tak jauh dari restoran."Alhamdulillah," ucap serempak mereka bertiga."Kita buka puasa dulu." Tristan menyodorkan mangkuk keramik berisi kurma. Setelah itu menikmati puding dan Aruna pamitan untuk salat Maghrib dulu. Baru nanti makan. "Aku maghriban dulu, Mas!""Iya. Kita gantian saja."Aruna bangkit dari duduknya setelah mengambil pouch mini berisi mukena dari dalam tasnya. "Giska, yuk kita salat dulu!""Iya, Ma." Bocah perempuan itu langs

    Last Updated : 2025-04-06
  • Usai Keputusan Cerai   165. Beri Kesempatan 3

    "Runa, mereka teman-temanmu. Dia mau menyapamu tadi. Tapi kamu mengajak kita berbelok di sini," bisik Tristan seraya memandang lima orang wanita sedang menaiki eskalator dan tiga di antaranya masih menatap ke arah mereka."Biar saja," jawab Aruna pelan.Tristan menelan ludah. Demi dirinya, Aruna menjauhi mereka. Bahkan saat di rumah sakit pun Aruna tidak dijenguk teman-temannya karena mereka pasti tidak tahu kabar kecelakaannya."Kita pulang sekarang, Mas. Aku capek," kata Aruna. "Oke."Sampai di apartemen, Tristan tidak langsung pulang meski Giska sudah tidur."Mas, nggak pulang. Besok kerja, kan?" seloroh Aruna yang sudah berganti pakaian. Baju muslimah menjadi daster rumahan sepanjang lutut. Rambutnya dicepol ke atas, menampilkan lehernya yang bersih. Tristan menggosok tengkuknya. Keinginan itu mendadak muncul.Tristan menghampiri Aruna dan duduk berhadapan di mini bar. Tangan pria itu menggenggam tangan Aruna yang terletak di meja."Aku ingin memperbaiki semuanya. Kalau kamu beri

    Last Updated : 2025-04-06
  • Usai Keputusan Cerai   166. Kita Suami Istri 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Kita Suami Istri Author's POV [Mbak, tolong bukakan pintu.] Tristan mengirimkan pesan pada pengasuh anaknya. Kalau mengetuk pintu atau membunyikan bel, khawatir mengganggu tidurnya Giska. Kalau Aruna mungkin saja belum tidur, karena mereka baru berpisah beberapa menit saja.[Ya, Pak.]Tidak lama pintu terbuka. Tristan langsung masuk."Ibu sepertinya sudah tidur, Pak," kata si mbak lirih. Wanita itu tidak tahu tentang keributan tadi, karena dia sudah di kamar dan tidur bersama Giska."Nggak apa-apa, Mbak. Saya di sofa saja." Tristan menata bantal sofa lalu berbaring. Mbak Sari mengambil selimut lantas memberikannya kepada sang majikan.Tristan memandang pintu kamar Aruna yang tertutup rapat. Ia yakin sekali istrinya belum tidur. Pria itu memejam dengan satu lengan menumpang di keningnya. Namun sepanjang malam, dia tidak bisa tidur. Keinginan yang memberontak dalam diri begitu menyiksanya. Pukul tiga pagi, Aruna terbangun. Dia kaget melihat suaminya meringkuk

    Last Updated : 2025-04-07

Latest chapter

  • Usai Keputusan Cerai   207. Sang Mantan 3

    "Aku tahu dari anaknya Arham. Aku masih ingat wajah anak itu yang dulu di gendong Bre saat kami ketemuan di sebuah rumah makan. Tiga setengah tahun yang lalu." Agatha mengeluarkan ponsel yang sejak tadi belum dikeluarkan dari dalam sakunya. Ia menunjukkan foto Rifky yang diambilnya di area tempat bermain."Ini anak tirinya Bre?" Bu Wawan memandang Agatha."Ya. Ganteng, kan?"Bu Wawan mengangguk. Kemudian meletakkan ponsel di atas meja. "Apa itu masalah buatmu?" tanyanya lembut pada Agatha."Aku kaget, Ma. Dikala aku siap membuka hati, harus menghadapi kenyataan seperti ini. Kalau ada jodoh antara aku dan Arham. Begitu lucunya kenyataan. Kami seolah bertukar pasangan.""Semua nggak disengaja dan ini bukan lelucon. Majulah terus, Nduk. Kalian bisa sama-sama berusaha untuk saling menyembuhkan dan membina masa depan. Apapun yang terjadi di masa lalu, kalian berhak juga mendapatkan kebahagiaan. Kalau Nak Arham memang serius, terima saja. Percayalah hati kalian akan sembuh seiring berjalann

  • Usai Keputusan Cerai   206. Sang Mantan 2

    Namun hari ini dia tahu satu kenyataan. Ternyata Arham mantan suaminya Hilya, istri Bre. Lalu bagaimana dia bisa bangkit dan melupakan semuanya kalau masih saling berkaitan begini."Dari sini Mas Arham langsung mengajak Rifky pulang ke rumah?""Aku mampir ke rumah mama dulu. Sorenya baru pulang ke rumah. Mbak Gatha, mau ikut?""Sore ini saya harus mengantarkan mama keluar, Mas. Lain kali saja.""Oke." Arham mengangguk.Mereka menemani Rifky bermain hingga satu jam kemudian. Lantas keluar mall dan berpisah di parkiran.Melihat sikap Agatha yang perhatian terhadap Rifky, Arham lega. Timbul harapan hubungan mereka akan ada peningkatan. Dia tidak mempermasalahkan usianya yang lebih muda dari Agatha. Apalagi sang mama juga menyukai wanita itu. Arham ingin mewujudkan keinginan mamanya untuk segera menikah. "Mama ingin melihatmu berumah tangga lagi, sebelum mama pergi. Lihat sekarang mama sakit-sakitan. Mama berharap kamu punya pasangan dan hidup bahagia. Toh hubunganmu dengan Hilya juga su

  • Usai Keputusan Cerai   205. Sang Mantan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Sang MantanAuthor's POV "Rifky, salim dulu sama Tante Agatha." Rifky mengulurkan tangan kecilnya untuk menyalami wanita yang seketika itu menyondongkan tubuh padanya.Benar, tidak salah lagi. Dia anak tirinya Bre. Agatha masih ingat wajah tampannya. Untuk Rifky sendiri, tentu saja dia tidak ingat dengan Agatha. Saat bertemu kala itu baru berumur dua setengah tahun."Sudah sekolah?" tanya Agatha dengan wajah ramah."Sudah, Tante."Agatha mengusap lembut rambut Rifky. Kemudian ia berbincang dengan Arham. Namun belum membahas tentang apa yang ia ketahui. Setelah perkenalan di rest area saat itu, mereka berteman. Lumayan akrab setelah beberapa bulan kemudian. Sama-sama bekerja di bidang yang sama, jadi bertukar pengalaman. Apalagi sudah sepuluh tahun lebih Agatha meninggalkan Surabaya. Jadi dia belum begitu memahami banyaknya perubahan.Mereka sudah beberapa kali janjian makan siang di sela jam istirahat. Akan tetapi, Arham tidak banyak menceritakan tentang kehid

  • Usai Keputusan Cerai   204. Kenalan 3

    Hilya teringat satu malam yang berlalu begitu cepat saat sang suami menginginkannya. Malam di mana ia lupa menelan pil kecil yang biasa melindungi dari kemungkinan seperti ini. Hamil. Apa mungkin hamil hanya karena sekali saja lupa minum pil kontrasepsi? Tapi dia merasakan perubahan itu. "Sayang." Suara serak Bre terdengar dari balik selimut. Ia menggeliat lalu melihat istrinya duduk termenung."Kenapa? Kamu nggak enak badan?" tanya Bre sambil bangkit dan duduk merapat pada sang istri dan menyentuh keningnya.Hilya menoleh, menatap wajah suaminya yang terlihat masih mengantuk. Tadi malam Bre memang pulang dari Surabaya sudah jam sebelas. Hilya menarik napas panjang lalu berkata pelan, "Aku mual sudah beberapa hari ini, Mas. Tapi pagi ini malah tambah begah."Bre mengerutkan kening. Seketika matanya terbuka lebar karena ingat percakapan mereka suatu malam, di mana Hilya bilang lupa minum pil kontrasepsi. "Kamu hamil?""Mungkin. Aku sudah sebulan lebih telat haid."Napas Bre langsung t

  • Usai Keputusan Cerai   203. Kenalan 2

    "Kalau gitu, saya pamit dulu." Arham bangkit dari duduknya lalu menyalami Bre dan Hilya. Pria itu mendekat pada dua bocah yang masih sibuk dengan mainannya. Rifky dan Rafka langsung berdiri dan memeluk Arham. Menciuminya bergantian. Dia pun sayang pada Rafka yang tampan dan menggemaskan. Arham melangkah keluar rumah di antarkan oleh Bre, Hilya, dan anak-anak. Arham menoleh sebelum membuka pintu pagar. Melambaikan tangan yang dibalas oleh Rifky dan Rafka.Setelah itu Hilya mengajak Rifky untuk berganti pakaian ke kamarnya, sedangkan Rafka duduk bermain di karpet ditemani oleh sang papa.Sementara Arham kembali melaju di jalan utama. Sendirian lagi setelah dua hari ditemani. Namun sebenarnya dia sudah terbiasa kesepian semenjak perceraian. Hidup sendiri, kalau sakit juga sendiri. Arham tidak pernah memberitahu pada mamanya, karena Bu Rida sendiri juga sakit-sakitan. Kalau memang sudah tidak tahan, baru ia memberitahu adiknya. Itu pun setelah sangat terpaksa, karena Arham juga kasihan p

  • Usai Keputusan Cerai   202. Kenalan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- KenalanAuthor's POV "Mas." Wanita berpakaian seragam sebuah butik itu menghampiri Arham."Tika." Arham mendekap erat Rifky.Mereka saling pandang sejenak. Wajah wanita itu berbinar. Semenjak bercerai, dia tidak pernah bertemu mantan suaminya. Berbagai cara dilakukan supaya bisa berjumpa dengan Arham, tapi tak pernah berhasil.Setiap kali melihatnya, mungkin Arham sengaja menghindar. Hubungan mereka benar-benar sudah selesai di akhir persidangan.Sudah setahun ini dia bekerja di butik yang ada di mall itu. Setahun kemarin sibuk dengan keterpurukannya. Tak ada dukungan, tak ada support karena keluarganya memang berantakan. Sudah seperti orang stres saja menghabiskan waktu ke sana ke mari tanpa teman. Karena beberapa teman dekat menjauhi, tidak peduli, dan mereka juga sibuk dengan aktivitas masing-masing.Apalagi Aruna sama sekali tidak pernah menghubunginya. Dihubungi juga tidak bisa. Ia dengar wanita itu sudah kembali bahagia dengan suami dan anaknya.Uang Idda

  • Usai Keputusan Cerai   201. Izin 3

    "Kita masuk dulu dan lihat-lihat di dalam. Nanti beliin juga buat adek."Rifky mengangguk. Arham menggandengnya masuk ke dalam. Berjalan melihat mainan yang dipajang. Akhirnya Rifky mengambil dua mobilan untuk dirinya dan Rafka.Setelah puas berkeliling dan bermain, mereka menuju food court. Arham membiarkan Rifky memilih sendiri apa yang ingin dia makan. Bocah itu menunjuk chicken nugget, bakso, dan kentang goreng. Mereka duduk di meja dekat jendela, menikmati makanan sambil bercakap ringan.Arham bahagia, tapi Rifky berusaha menyesuaikan dengan kondisi. Belum lama berpisah dari adik, bunda, dan Papa Bre, ia sudah merasa kangen. Dia belum pernah berjauhan dari mereka. Bocah itu agak terhibur karena Arham terus mengajaknya bicara dan bercanda.Setelah itu Arham mengajak putranya pulang. Kali ini bukan langsung pulang ke rumah, tapi singgah dulu ke rumah Bu Rida."Kita mampir ke rumah nenek dulu, ya!""Ini rumah nenek, Pa?""Ya. Rumah Nenek Rida. Ayo, kita ketemu nenek dulu sebelum pul

  • Usai Keputusan Cerai   200. Izin 2

    Dua anak itu tidur dalam satu kamar, di kamar berbeda dari kedua orang tuanya. Dijaga oleh Mak As. Tapi Hilya juga berperan penuh menjaga anak-anaknya. Dia belum kembali ke kantor seperti harapannya. Mungkin nanti jika anak-anak sudah sekolah semua. Bre pun memberikan kebebasan Hilya untuk menentukan. Dia senang kalau bisa setiap waktu bersama sang istri di kantor, tapi dia juga lega karena anak-anak dijaga bundanya sendiri dan tidak menyerahkan sepenuhnya pada pengasuh."Kak, mau ana?" Rafka yang sudah terbangun heran melihat sang kakak yang sedang digantikan baju rapi oleh bundanya. Bocah yang berusia dua tahun setengah itu mendekat dan memandangi sang kakak."Kak Rifky mau ke Surabaya. Besok kakak sudah pulang lagi." Sambil menyisir rambutnya Rifky, Hilya menjawab pertanyaan anak keduanya."Ikut," celetuk Rafka."Adek sama bunda dan papa di rumah. Kalau adek sudah besar, baru boleh ikut." Hilya memberikan pengertian.Bukannya mengerti, Rafka malah merengek. Rifky menangkupkan kedua

  • Usai Keputusan Cerai   199. Izin 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- IzinAuthor's POV Pagi itu langit di sepanjang jalan menuju Malang masih menyisakan kabut tipis. Di kejauhan terlihat seperti tirai putih yang menampilkan bayang pepohonan di latar belakang. Hawa pastinya masih terasa begitu dingin.Arham sengaja berangkat sehabis salat subuh tadi agar sampai kota Malang masih pagi. Dia sangat antusias ketika mendapatkan izin untuk mengajak Rifky ke Surabaya selama dua hari.Ini untuk pertama kalinya Arham diberi kesempatan membawa putranya menginap. Itu pun setelah Rifky sendiri ditanyai oleh bundanya, bersedia ikut papanya apa tidak. Ternyata Rifky mau. Akhirnya Bre yang menelepon Arham untuk bicara.Kebahagiaan Arham tidak terlukiskan dengan kata-kata. Dia harus berterima kasih pada Bre, telah begitu pengertian dan bijaksana menyikapi hubungan antara dirinya dengan Rifky. Walaupun ayah tiri, Bre menjadi ayah yang luar biasa. Mereka mendidik putranya begitu baik.Ketika mobil Arham sampai di depan pagar rumah Bre, suasana ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status